Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lia Andrini Triana Putri
Abstrak :
Pneumosit tipe II penting untuk difusi oksigen. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatan jumlah pneumosit tipe II dari usia neonatus, remaja dan dewasa upaya mempertahankan fungsi normal paru dan memelihara ketahanan paru terhadap paparan substansi-substansi berbahaya. Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik. Lokasi penelitian adalah di laboratorium Departemen Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Perolehan data yang diambil pada tanggal 16 Mei hingga 30 Juni 2011. Penelitian ini menggunakan tikus Sprague-Dawley.Tikus yang diperoleh dari Animal House FKUI, sampel yang digunakan adalah tikus jantan. Data diolah dengan program SPSS versi 11,5 dengan analisis menggunakan uji statistik Kruskal Wallis. Hasil pengukuran dari rerata kepadatan pneumosit tipe II usia neonatus 0,00018933 / μm2. Usia remaja, rerata kepadatan 0,00023467 / μm2. Usia dewasa, rerata kepadatan sel 0,00023467 / μm2. Disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara faktor usia terhadap kepadatan pneumosit tipe II. ...... Pneumosit type II essential for the diffusion of oxygen. The purpose of this study was to determine pnumosit increased number of type II cells from neonatal ages, teens to adults in an effort to maintain normal lung function and maintain pulmonary resistance against exposure to hazardous substances. This study uses observational analytic design. Locations in laboratory research is the Department of Histology Faculty of medicine. Data was taken on May 16 until June 30, 2011. The research was conducted in Sprague-Dawley rats obtained from Animal House Faculty of medicine, the samples used were male rats. Data processed with SPSS version 11.5 with statistical analysis using Kruskal Wallis test. The results of measurements of the average density of pneumosit type II reach age neonates 0.00018933 / μm2. In adolescence, the average cell density reached 0.00023467 / μm2. In adulthood, the average cell density reached 0.00023467 / μm2. Concluded that there is a relationship between the age factor of type II density pneumosit.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhela Amelia Nugroho
Abstrak :
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru-paru kronis progresif yang menyebabkan sesak napas dan mengancam nyawa. PPOK tidak dapat diobati, namun gejalanya dapat ditangani dan mengurangi risiko kematian. PPOK merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia, yang menyebabkan sebanyak 3,17 juta kematian secara global pada tahun 2015 dan diestimasikan akan menjadi penyakit tiga teratas yang menyebabkan kematian di seluruh dunia pada tahun 2030. PPOK juga merupakan salah satu penyebab kematian utama semua kelompok usia di Indonesia pada tahun 2014 dengan persentase sebesar 4,9%. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko, salah satunya adalah pencemaran udara partikulat. DKI Jakarta merupakan salah satu wilayah dengan udara tercemar di Indonesia dengan Jakarta Pusat sebagai kota yang memiliki jumlah parameter kritikal PM2.5 dan PM10 terbanyak dibandingkan dengan kota Jakarta lainnya. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas udara ambien (PM2.5 dan PM10), Faktor Individu, dan Faktor Meteorologi dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) di Jakarta Pusat tahun 2018-2020. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi berdasarkan waktu (time trend). Hasil studi menunjukkan adanya korelasi yang lemah dengan pola positif antara konsentrasi PM2.5, PM10, dan suhu udara dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020 (r= 0,172, r= 0,056, r= 0,147). Hubungan korelasi yang lemah dengan pola negatif antara kelembaban udara dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020 (r= - 0,248). Hubungan korelasi yang kuat dengan pola positif antara usia ≤ 44 tahun dan jenis kelamin perempuan dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020 (r= 0,534, r= 0,738). Hubungan korelasi yang kuat atau sempurna dengan pola positif antara usia 45-59 tahun, usia > 59 tahun, dan jenis kelamin laki-laki dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020 (r= 0,882, r= 0,958, r= 0,897). Pada penelitian ini hanya ditemukan hubungan yang signifikan antara usia ≤ 44 tahun (p= 0,001), usia 45-59 tahun (p= 0,000), usia >59 tahun (p= 0,000), jenis kelamin laki-laki (p= 0,000), dan jenis kelamin perempuan (p= 0,000) dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020. ......Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a progressive chronic lung disease that causes shortness of breath and is life threatening. COPD cannot be treated, but symptoms can be managed and reduce the risk of death. COPD is one of the leading causes of death worldwide, causing 3.17 million deaths globally in 2015 and it is estimated that it will become the top three disease causing death worldwide by 2030. COPD is also one of the leading causes of death for all age group in Indonesia in 2014 with a percentage of 4.9%. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) can be influenced by various risk factors, one of which is particulate matter. DKI Jakarta is one of the areas with air pollution in Indonesia with Central Jakarta as the city that has the highest PM2.5 and PM10 pollution compared to other Jakarta administrative cities. In general, this study aims to determine the correlation between ambient air quality (PM2.5 and PM10), Individual Factors, and Meteorological Factors with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) in Central Jakarta in 2018-2020. This research uses an ecological study design based on time (time trend). The results of the study show a weak correlation with a positive pattern between concentrations of PM2.5, PM10, and air temperature with the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020 (r= 0.172, r= 0.056, r= 0.147). Weak correlation with a negative pattern between relative humidity and the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020 (r= - 0.248). a strong correlation with a positive pattern between the age of ≤ 44 years and female with the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020 (r = 0.534, r = 0.738). a strong or perfect correlation with a positive pattern between the age of 45-59 years, age > 59 years, and male with the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020 (r = 0.882, r = 0.958, r = 0.897). In this study age ≤ 44 years (p = 0.001), age 45-59 years (p = 0.000), age >59 years (p = 0.000), male (p = 0.000), and female (p= 0.000) were significantly correlated with the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atikah Yunda Setyowati
Abstrak :
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara akibat dari kombinasi dua penyakit pernapasan, yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa piroksikam mengikat reseptor formil peptida-1 (FPR-1) untuk menghambat aktivasi neutrofil dan mengurangi pelepasan anion superoksida dari neutrofil yang diinduksi N-Formil-L-metionin-L-leusil-L-fenilalanin (fMLF) secara in vitro. Pada penelitian ini, dilakukan eksperimen secara in vivo pada antagonis FPR-1 yaitu piroksikam terhadap histologi paru. Penelitian ini menggunakan mencit betina DDY yang dibagi menjadi 6 kelompok: kontrol dan kontrol negatif yang diberikan CMC Na 0,5% secara oral, kontrol positif diberikan inhalasi budesonid 1mg/kg BB/hari, serta 3 kelompok variasi dosis piroksikam 0,026mg/20gBB mencit/hari; 0,052mg/20gBB mencit/hari; 0,104mg/20gBB mencit/hari secara oral. Mencit dipaparkan asap rokok (6 batang rokok/hari selama 8 minggu), kemudian diobati baik dengan piroksikam atau budesonid selama 3 minggu. Dalam studi histologi, dilakukan pewarnaan Periodic acid–Schiff (PAS) dan masson’s trichrome. Berdasarkan penelitian, Dosis 0,026mg/20gBB piroksikam memberikan perbedaan bermakna pada penebalan dinding bronkus (p<0,05). Dosis 0,026mg/20gBB piroksikam memberikan perbedaan bermakna pada jumlah sel goblet (p<0,05). Dosis 0,104mg/20gBB piroksikam memberikan perbedaan bermakna pada proporsi fibrosis (p<0,05). Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas anti-inflamasi piroksikam dapat dikaitkan dengan penurunan penebalan dinding bronkus, jumlah sel goblet, dan proporsi fibrosis. ......Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is given by the symptoms of airway limitation of two respiratory disease, chronic bronchitis and emphysema. On the previous experiment found that piroxicam binds to formyl peptide receptor-1 (FPR-1) to inhibit neutrophil activation and reduce superoxide anion that released from neutrophil induced by N-Formyl-L-methionyl-L-leucyl-L-phenylalanine (fMLF) with in vitro method. In this study, in vivo experiments were conducted on the FPR-1 antagonist piroxicam on lung histology. This experiment is done by using female DDY mice, divided into 6 different groups: control and negative control were given CMC Na 0,5% orally, positive control was given 1mg/kg BW/day of budesonide inhalation, and three variation dose groups of piroxicam 0,026mg/20gBW mice/day; 0,052mg/20gBW mice/day; 0,104mg/20gBW mice/day orally. Mouse were exposed to CS (6 cigarettes/day for 8 weeks), then treated with piroxicam either budesonide for 3 weeks. In lung histological studies, Masson’s trichrome and Periodic acid–Schiff (PAS) staining were performed. Doses 0,026mg/20gBW piroxicam significantly reduced bronchial wall thickening (p<0,05). Doses 0,026mg/20gBW piroxicam significantly reduced number of goblet cells (p<0,05). Doses 0,104mg/20gBW piroxicam significantly reduced fibrosis proportion (p<0,05). Based on this result, the anti-inflammation activity of piroxicam may be attributed to the reduction of bronchial wall thickening, number of goblet cells, and fibrosis proportion.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library