Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 50 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Adelina
Abstrak :
Industri keramik saat ini sedang berkembang dengan pesat, berdasarkan data dari depnaker Tangerang bahwa khusus didaerah ini diperkirakan sekitar ribuan tenaga kerja yang bekerja di industri keramik. Seperti telah diketahui bahwa industri keramik adalah industri yang menghasilkan banyak debu baik dari mulai pengolahan bahan baku, glosir maupun pengepakan. Pemajanan debu keramik dalam kurun waktu lama walaupun dengan konsentrasi kecil telah diketahui akan memberikan dampak negatif terhadap kelainan fungsi paru. Walaupun ada beberapa faktor lain yang ikut memperberat terjadinya kelainan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana gangguan fungsi paru yang terjadi terhadap tenaga kerja di industri keramik " A " akibat pajanan debu keramik ditempatnya bekerja. Penelitian dilakukan dengan metode wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan faal paru yang di lakukan dengan memakai alat spirometri dan pengukuran kadar debu total lingkungan. Namun banyak keterbatasan - keterbatasan yang penulis hadapi, dimana tidak dapat diukurnya kadar debu respirable maupun ukuran dari partikel debu. Selain itu dalam penelitian ini penulis dibantu oleh pihak lain terutama dalam hal pengukuran faal paru dilapangan, sehingga beberapa kesalahan terjadi pada saat pemeriksaan. Sebagai dampaknya banyak hasil uji fast pan" responden yang tidak seperti yang diharapkan. Dari penelitian ini diperoleh hasil konsentrasi debu yang berada di bawah nilai ambang batas serta pekerja yang selalu memakai alat pelindung diri ( masker ) selama bekerja, sehingga kedua parameter tersebut tidak berdampak terhadap kelainan fungsi paru. Namun dicoba mencari hubungan dengan beberapa variabel lain yang kurang lebih dapat mempengaruhi gangguan fungsi paru seperti umur pekerja, masa kerja, status gizi dan kebiasaan merokok. Dari hasil penelitian ini diperoleh hubungan antara usia pekerja, status gizi pekerja dan kebiasaan merokok dari pekerja. Dengan adanya keterbatasan - keterbatasan yang telah disebutkan sebaiknya dilakukan pengukuran debu respirable, ukuran pertikel debu dan persiapan yang baik sebelum melakukan uji faal paru. Sehingga hasil yang diperoleh akan sesuai seperti yang diharapkan dari penelitian ini. Daftar bacaan : 44 ( 1984 - 1999)
Relation between Exposure of Ceramic Dust to Lung Function Disorder Workers in Ceramic Industrial " A " in Tangerang Regency, Banten 2004Ceramic industrial is have develops year and years, in Tangerang regency we can found about 1 millions workers in ceramic industrial. Ceramic industrial is industri that product very much dust in workplace, like product department until packing department . Exposure of ceramic dust in long time although in small concentration can make lung function disorder , but there are some variable can make this disorther more heavy. This research was want to know how the ceramic dust in the future can make lung function disorder to teh workers in teh workplace. This research use questioner method, physical examination, lung function test with use spirometry test and measured dust concentration that exposure of the workers. As long as this research was have some weakness, where ever we cannot measure teh respirabel dust concentration or dimension of teh dust. And this research , when lung function test was measured, there is some problem with person whose measured teh test. Dust of ceramic in ceramic industrial " A" was very small concentration (< 10 mg/m3 ), and used teh personal protective device when workers in the work place , so we can found the lung function disorder because of ceramic dust. There is no correlation between dust concentration in work place with lung function disorder. But there are some variables in this cases have correlation with lung function test, this correlation not significant to make lung function disorder. There are the weakness that we have explained before , in research furthermore we must measure respirable dust, dimension of dust and arrange the method of lung function test before with the result we can have good outcome later. Bibliography : 44 ( 1984 -1999 )
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12828
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leleulya, Marlond Rainol
Abstrak :
Gangguan fungsi seksual dapat terjadi pada laki-laki di segala usia, suku dan latar belakang budaya. Diperkirakan lebih dari 152 juta laki-laki di dunia menderita disfungsi ereksi pada tahun 1995 dan jumlahnya terus meningkat sehingga diperkirakan akan mencapai 322 juta di tahun 2025. Pengetahuan tentang fisiologi, patofisiologi fungsi seksual laki-laki dan melode diagnostik serta pengobatan dalam 3 dekade terakhir mengalami kemajuan bermakna. Keterlibatan fisiologi, sifat dan elemen-elemen yang terlibat dalam respons seksual normal dan aktiviti fungsional struktur penis telah berhasil diketahui. Mekanisme pasti komponen sistem saraf yang terlibat dalam proses ereksi jugs telah dapat dimengerti. Dalam bidang patofisiologi perkiraan kontribusi relatif faktor psi kogenik dan organik diketahui menjadi penyebab disfungsi ereksi pada laki-laki serta banyak faktor risiko yang menjadi penyebab disfungsi ereksi berhasil diidentifikasi. Pemeriksaan fisis dan laboratorium berkembang dengan pesat dengan berbagai pemeriksaan psikometri, hormonal, vaskular dan neurotogis. Pedoman yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2003 menyatakan PPOK adalah penyakit paru obstruktif kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas beracun dan berbahaya. Pertambahan jumlah perokok, perkembangan industrialisasi dan polusi udara akibat penggunaan slat transportasi meningkatkan jumlah penderita PPOK dan menimbulkan masalah kesehatan. Diperkirakan 14 juta orang menderita PPOK di Amerika Serikat pada tahun 1991, meningkat 41,5 % dibandingkan tahun 1982 sedangkan mortalitinya menduduki peringkat ke-4 penyebab kematian terbanyak yakni 18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini meningkat 32,9 % dari tahun 1979 sampai 1991. Laki-laki dan perempuan mempunyai angka mortaliti yang sama sebelum usia 55 tahun sedangkan laki-laki usia 70 tahun angka kematian meningkat dua kali dari perempuan. Studi pada 12 negara di Asia Pasifik oleh Chronic Obstructive Pulmonary Disease Working Group mendapatkan prevalens PPOK bervariasi mulai dari 3,5% di Hong Kong dan 6,7% di Vietnam sedangkan di Indonesia sebesar 5,6%. World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalens PPOK akan meningkat pada tahun 2020 dari peringkat 12 ke 5 penyebab penyakit tersering di seluruh dunia. Koitus merupakan proses alamiah dan dibutuhkan manusia. Penyakit kronik selain mengganggu kemampuan menikmati hidup jugs mengganggu fungsi seksual. Disfungsi ereksi yang terjadi berkisar dari gangguan kecii sampai bencana bagi keluarga. Hudoyo dkk. menemukan disfungsi ereksi pada penderita PPOK mencapai 62,5%. Selama ini layanan medis dalam penanganan penderita PPOK terbatas pada keluhan-keluhan penderita yang berhubungan dengan sesak napas, faktor-faktor penyulit dan komplikasinya sedangkan masalah psikososial kurang mendapat perhatian. Walaupun masalah psikososial secara langsung tidak mempengaruhi angka harapan hidup, tetapi kondisi ini sangat mempengaruhi kualiti hidup penderita beserta pasangannya.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Soh
Abstrak :
ABSTRAK
Banyak studiBanyak studi epidemiologi, klinis dan in vitro terakhir menunjukkan hubungan antara vitamin D dengan tuberkulosis (TB) paru. Kadar 25-hidroksivitamin D (25(OH)D) yang rendah berhubungan dengan penyakit TB paru aktif dan laten. Namun, sampai saat ini belum ada data mengenai hubungan kadar 25(OH)D dan status vitamin D dengan derajat lesi TB paru. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan hubungan antara proporsi status vitamin D dan kadar 25(OH)D dengan derajat lesi TB paru ringan, sedang dan berat. Desain penelitian potong lintang, terdiri dari 137 pasien TB paru terbagi menjadi kelompok derajat lesi TB paru ringan, sedang dan berat masing-masing 46, 47 dan 44 pasien. Diagnosis TB paru berdasarkan Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Derajat lesi TB paru dinilai secara radiologis berdasarkan klasifikasi dari National Tuberculosis and Respiratory Disease Association, New York. Status vitamin D ditetapkan menurut rekomendasi Holick. Pada ketiga kelompok dicatat data karakteristik subjek dan dilakukan pemeriksaan 25(OH)D. Status vitamin D pada subjek penelitian ini didapatkan sebanyak 122(89,1%) defisiensi dan 15(10,9%) insufiensi vitamin D. Proporsi defisiensi dan insufisiensi vitamin D kelompok TB paru ringan, sedang dan berat tidak didapatkan perbedaan bermakna, masing-masing dengan 84,8% dan 15,2%; 91,5% dan 8,5%; 90,9% dan 9,1%. Kadar 25(OH)D kelompok TB paru ringan, sedang dan berat tidak berbeda bermakna, masing-masing dengan rerata 12,96 (SB±5,83)ng/mL, 12,42 (SB±5,13)ng/mL, dan 11,29 (SB±5,61)ng/mL. Kami menyimpulkan status vitamin D dan kadar 25(OH)D tidak berhubungan dengan derajat lesi TB paru. Proporsi defisiensi dan insufisiensi vitamin D kelompok TB paru ringan, sedang dan berat tidak didapatkan perbedaan bermakna, masingmasing dengan 84,8% dan 15,2%; 91,5% dan 8,5%; 90,9% dan 9,1%.
ABSTRACT
Most recent epidemiological, clinical and in vitro studies indicate that there is a the relationship between vitamin D and pulmonary tuberculosis (TB). Low concentration of 25- hydroxyvitamin D (25(OH)D) is associated with active and latent pulmonary TB disease. Nevertheless, there is no data about the relationship between vitamin D status and concentrations of 25(OH)D with severity of pulmonary TB. The aim of this study was to obtain the relationship between proportions of vitamin D and concentrations 25(OH)D with mild, moderate and severe degrees of pulmonary TB lesions. This was a cross-sectional study, 137 patients with pulmonary TB and 46, 47 and 44 patients each of mild, moderate and severe degree of pulmonary TB lesions, respectively. Diagnosis of pulmonary TB was based on National Tuberculosis Control Guideline, Ministry of Health of the Republic of Indonesia. The degree of pulmonary TB lesion was radiologically assessed based on classifications of the National Tuberculosis and Respiratory Disease Association, New York. Vitamin D status was defined according to Holick recommendations. Baseline characteristics of subjects were recorded and 25(OH)D concentrations were measured in subjects of each groups. Vitamin D status of the subjects were 122 (89.1%) deficiency and 15 (10.9%) insufficiency of vitamin D. The proportions of vitamin D deficiency and insufficiency at mild, moderate and severe degree of pulmonary TB lesions were also not significantly different, i.e. 84.8% and 15.2%, 91.5% and 8.5%, 90.9% and 9.1%, respectively. Concentrations of 25 (OH) D in each group of mild, moderate and severe pulmonary TB lesions were not significantly different, with a mean (SD) 12.96 (5.83)ng/mL, 12.42 (5.13)ng/mL, and 11.29 (5.61)ng/mL respectively. It is concluded that vitamin D status and serum 25 (OH) D were not related to the degree of pulmonary TB lesion. The proportion of vitamin D deficiency and insufficiency at mild, moderate and severe degree of pulmonary TB lesions were also not significantly different, i.e. 84.8% and 15.2%, 91.5% and 8.5%, 90.9% and 9.1%, respectively.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febri Syahida
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektifitas biaya antara Puskesmas yang menerapkan PAL dengan yang tidak menerapkan PAL dalam penanganan Tuberkulosis Paru di Wilayah Kota Administratif Jakarta Timur, dengan melakukan perhitungan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) untuk mendapatkan biaya per aktifitas. Penilaian efektifitas berdasarkan perbandingan antara penjumlahan komponen biaya pada masing-masing alternatif dengan output penelitian yang meliputi efektifitas pengobatan, Quality Adjusted Life Years (QALY's) serta Kegagalan/drop out yang dapat dihindari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas PAL lebih efektif dalam penanganan Tuberkulosis Paru berdasarkan output kegagalan/drop out yang dapat dihindari. ...... This research purposes to compare cost effectivity between Center of Health which implements PAL and Non PAL in treatment Pulmonary Tuberculosis on administrative district East Jakarta. It uses Activity Based Costing (ABC) method to obtain cost per activity. The effectivity evaluation is based on comparison between total cost component at each alternatives with output consists of medical treatment effectiveness, Quality Adjusted Life Years (QALY's) and prevented failure/drop out. The result shows that Puskesmas with PAL is more effective in Pulmonary Tuberculosis treatment based on prevented failure/drop out.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T36762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmani Sakina
Abstrak :
Tesis ini menganalisis sistem pencatatan dan pelaporan Practical Approach to Lung Health (PAL) pada 6 Puskesmas di Kabupaten Bogor pada tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam pada 11 informan dan memeriksa laporan PAL selama bulan Januari-April 2013 pada 6 Puskesmas dengan memperhatikan ketepatan waktu laporan, kelengkapan laporan, dan keakuratan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam beberapa faktor input, proses dan output dalam pelaksanaan pencatatan dan pelaporan PAL di Puskesmas yang diteliti. Puskesmas yang memenuhi indikator tampak lebih terorganisasi dengan adanya Tim PAL yang disahkan oleh Kepala Puskesmas, semua pihak tampak berkerjasama dalam melaksanakan pencatatan dan pelaporan PAL setiap hari, dan mempunyai komitmen yang tinggi baik Kepala Puskesmas, kordinator PAL, pelaksana harian dan petugas pencatatan dan pelaporan. Untuk itu, masih dibutuhkan perbaikan secara komprehensif dan terintegrasi melibatkan banyak pihak yang terkait sistem pencatatan dan pelaporan PAL di Puskesmas Kabupaten Bogor. ...... This thesis discusses Recording and Reporting System of Practical Approach to Lung Health (PAL) in 6 Primary Health Center (Puskesmas) at Bogor District 2013. This research uses qualitative method by conducting in-depth interview to 11 key informants and checking PAL report for 6 Puskesmas since January until April 2013, by considering the timeliness, the completeness of the report, and accuracy. The result shows that there are differences in input, process and output in the the implementation of recording and reporting system. Puskesmas that meet the indicator are more organized with the PAL team authorized by the Head of Puskesmas, all parties cooperate in implementing the PAL recording and reporting every day, and everybody has commitment. Therefore, it is need to have comprenhensive and integrated improvements by involving others stakeholders related to recording and reporting PAL system in Puskesmas.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T38421
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oetari Cinthya Bramanty
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas evaluasi pelaksanaan program penanggulangan tuberculosis berbasis komunitas yang dilakukan oleh Principal Recipient Aisyiyah. Penelitian ini bertujuan untuk: melakukan evaluasi pelaksanaan program penanggulangan tuberculosis berbasis masyarakat dilihat dari aspek manajemen program dan pengelolaan keuangan program. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik Pengumpulan data menggunakan metode wawancara. Hasil penelitian melalui analisa pendekatan Bromley (Kebijakan, Organisasi, Operasional) menunjukkan pelaksanaan program yang dilakukanoleh PR TB Aisyiyah sudah melaksanakan prinsip manajemen program dan manajemen pengelolaan keuangan yang baik.
Abstract
This Research committed on evaluation of implementation of community-based tuberculosis prevention program held by Principal Recipient Aisyiyah. This research also conducted to evaluate the community-based tuberculosis prevention program considered with the program management and financial management aspects. Methode of this research is qualitative with descriptive explanation. Information for this research was gathered from in-depth interview and observation. This research showed that based on Bromley Perspectives (Policy, Organizational and Operational) program implementation that held by Principal Recipient Aisyiyah had been using good and efficient program management and financial management aspects wisely.
2012
T30434
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Efriadi
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Penelitian ini merupakan studi awal untuk mengukur kapasitas difusi paru DLCO-SB ipada pasien PPOK di RSUP Persahabatan Jakarta untuk mengetahui prevalens penurunan nilai DLCO pada pasien PPOK. Metode : Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross sectional study) pada pasien PPOK yang berkunjung di Poliklinik Asma-PPOK RSUP Persahabatan Jakarta. Dilakukan uji spirometri dan DLCO pada pasien PPOK yang diambil secara konsekutif antara bulan Mei-Juli 2015. Komorbiditas juga dicatat. Hasil : Uji Spirometri and DLCO dilakukan pada 65 subjek didapatkan 7 subjek (10,8%) termasuk kedalam PPOK Grup A, 19 subjek (29,2%) PPOK Grup B, 21 subjek (32,3%) PPOK grup C dan 18 subjek (27,7%) PPOK grup D. rerata usia 64,15 (45-89) tahun;rerata VEP 1 % 46,05%, rerata nilai DLCO 19,42 ml/menit/mmHg dan rerata DLCO % adalah 72.00%. prevalens penurunan DLCO pasien PPOK adalah 56,92% (37/65 subjek) sedangkan 28 subjek dengan nilai DLCO normal. Ditemukan 15 subjek (23,07%) dengan penurunan ringan, 18 subjek (27.69%) penurunan sedang dan 4 subjek (6,15%) dengan penurunan berat. Ditemukan 47 subjek (72,3%) memiliki komorbid. Terdapat hubungan bermakna antara grup PPOK, derajat spirometri, VEP 1 , IMT dan komorbiditas dengan nilai hasil uji DLCO. Tidak terdapat hubungan bermakna antara nilai DLCO dengan jenis kelamin, umur, riwayat merokok, Indeks Brinkmann, obstruksi-restriksi dan lama terdiagnosis PPOK. Kesimpulan : Proporsi penurunan nilai DLCO pada pasien PPOK adalah 56,92%. Terdapat hubungan bermakna antara grup PPOK, derajat spirometri, VEP 1 , IMT dan riwayat TB dengan nilai hasil uji DLCO. Tidak terdapat hubungan bermakna antara nilai DLCO dengan jenis kelamin, umur, riwayat merokok, Indeks Brinkmann, obstruksi-restriksi, komorbid dan lama terdiagnosis PPOK.ABSTRACT
Background and the aim of study : This is a preliminary study to measure DLCO-SB in COPD patients in Persahabatan Hospital. The aim of the study is to know the magnitude of disturbance in diffusing capacity of the lung in COPD patients. Methods : This was a cross sectional study in which COPD patients attending COPD-Asthma clinic in Persahabatan Hospital Jakarta were performed spirometry and DLCO-SB consecutively between May 2015?July 2015. Comorbidities conditions were also recorded. Results : Spirometry and DLCO-SB measurement were conducted on 65 COPD subjects of which 7 subjects (10.8%) were COPD Group A, 19 subjects (29.2%) were Group B, 21 subjects (32.3%) were COPD group C and 18 subjects (27.7%) were COPD group D. The mean age was 64.15 (45-89); mean FEV 1 % was 46.05%, mean DLCO measured was 19.42 ml/min/mmHg and the mean DLCO% was 72.00%. The prevalence of decreasing in diffusing capacity of the lung in COPD patients was 56.92% (37 subjects) While 28 subjects were normal. There were 15 subjects (23.07%) with mild decrease in DLCO, 18 subjects (27.69%) were moderate decrease and 4 subjects (6.15%) with severe decrease. 47 subjects (72.3%) had comorbid conditions. There was significant correlation between grup COPD, GOLD COPD grade, VEP 1 , BMI and comorbidities with magnitude of decreasing DLCO value. There was no correlation between DLCO value with sex, smoking history, Brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, length of COPD period. Conclusion : The proportion of decreasing in DLCO in COPD patients are 56.92%. There is significant correlation among the group of COPD, GOLD COPD grade, VEP 1 , BMI and previous TB history with magnitude of decreasing DLCO value. There is no correlation between DLCO value with sex, smoking history, brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, comorbidities and length of COPD period. ;Background and the aim of study : This is a preliminary study to measure DLCO-SB in COPD patients in Persahabatan Hospital. The aim of the study is to know the magnitude of disturbance in diffusing capacity of the lung in COPD patients. Methods : This was a cross sectional study in which COPD patients attending COPD-Asthma clinic in Persahabatan Hospital Jakarta were performed spirometry and DLCO-SB consecutively between May 2015?July 2015. Comorbidities conditions were also recorded. Results : Spirometry and DLCO-SB measurement were conducted on 65 COPD subjects of which 7 subjects (10.8%) were COPD Group A, 19 subjects (29.2%) were Group B, 21 subjects (32.3%) were COPD group C and 18 subjects (27.7%) were COPD group D. The mean age was 64.15 (45-89); mean FEV 1 % was 46.05%, mean DLCO measured was 19.42 ml/min/mmHg and the mean DLCO% was 72.00%. The prevalence of decreasing in diffusing capacity of the lung in COPD patients was 56.92% (37 subjects) While 28 subjects were normal. There were 15 subjects (23.07%) with mild decrease in DLCO, 18 subjects (27.69%) were moderate decrease and 4 subjects (6.15%) with severe decrease. 47 subjects (72.3%) had comorbid conditions. There was significant correlation between grup COPD, GOLD COPD grade, VEP 1 , BMI and comorbidities with magnitude of decreasing DLCO value. There was no correlation between DLCO value with sex, smoking history, Brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, length of COPD period. Conclusion : The proportion of decreasing in DLCO in COPD patients are 56.92%. There is significant correlation among the group of COPD, GOLD COPD grade, VEP 1 , BMI and previous TB history with magnitude of decreasing DLCO value. There is no correlation between DLCO value with sex, smoking history, brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, comorbidities and length of COPD period. ;Background and the aim of study : This is a preliminary study to measure DLCO-SB in COPD patients in Persahabatan Hospital. The aim of the study is to know the magnitude of disturbance in diffusing capacity of the lung in COPD patients. Methods : This was a cross sectional study in which COPD patients attending COPD-Asthma clinic in Persahabatan Hospital Jakarta were performed spirometry and DLCO-SB consecutively between May 2015?July 2015. Comorbidities conditions were also recorded. Results : Spirometry and DLCO-SB measurement were conducted on 65 COPD subjects of which 7 subjects (10.8%) were COPD Group A, 19 subjects (29.2%) were Group B, 21 subjects (32.3%) were COPD group C and 18 subjects (27.7%) were COPD group D. The mean age was 64.15 (45-89); mean FEV 1 % was 46.05%, mean DLCO measured was 19.42 ml/min/mmHg and the mean DLCO% was 72.00%. The prevalence of decreasing in diffusing capacity of the lung in COPD patients was 56.92% (37 subjects) While 28 subjects were normal. There were 15 subjects (23.07%) with mild decrease in DLCO, 18 subjects (27.69%) were moderate decrease and 4 subjects (6.15%) with severe decrease. 47 subjects (72.3%) had comorbid conditions. There was significant correlation between grup COPD, GOLD COPD grade, VEP 1 , BMI and comorbidities with magnitude of decreasing DLCO value. There was no correlation between DLCO value with sex, smoking history, Brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, length of COPD period. Conclusion : The proportion of decreasing in DLCO in COPD patients are 56.92%. There is significant correlation among the group of COPD, GOLD COPD grade, VEP 1 , BMI and previous TB history with magnitude of decreasing DLCO value. There is no correlation between DLCO value with sex, smoking history, brinkmann index, age, obstruction-mix criteria, comorbidities and length of COPD period.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kelly Nagaruda
Abstrak :
Paparan terhadap polutan, terutama asap rokok merupakan penyebab peradangan saluran napas kronis pada PPOK. Pada penelitian sebelumnya, piroksikam terbukti menghambat aktivasi neutrofil dan mengurangi pelepasan anion superoksida dari neutrofil melalui ikatannya dengan formyl peptide receptor (FPR) secara in vitro. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efek antagonis FPR1 piroksikam secara in vivo terhadap parameter hematologi dan red blood’s cell distribution width (RDW). Penelitian ini menggunakan mencit betina ddY. Mencit diinduksi dengan asap rokok selama delapan minggu. Mencit yang sudah mengalami PPOK dibagi menjadi enam kelompok. Kelompok negatif diberi CMC-Na 0,5% secara oral, kelompok positif diberikan inhalasi budesonid 0,002mg/20gBB mencit/hari, serta tiga kelompok variasi dosis piroksikam dengan D1 0,026mg/20gBB mencit/hari; D2 0,052mg/20gBB mencit/hari; dan D3 0,104mg/20gBB mencit/hari secara oral. Mencit diinduksi selama delapan minggu, lalu diberikan perlakuan selama 21 hari. Parameter yang dinilai adalah hematologi serta red blood cell’s distribution width (RDW) yang diukur menggunakan hematology analyzer. Dosis 0,026mg/20gBB dan 0,104mg/20gBB memiliki efek terhadap parameter hematologi. Dosis 0,026mg/20gBB, 0,052mg/20gBB, dan 0,104mg/20gBB dapat menurunkan RDW. Berdasarkan penelitian, piroksikam memiliki efek terhadap parameter hematologi dan dapat menurunkan red blood cell’s distribution width (RDW). ......Exposure to pollutants, especially cigarette smoke, is a cause of chronic airway inflammation in COPD. In a previous study, piroxicam was found to inhibit neutrophil activation and reduce the release of superoxide anion from neutrophils by binding to formyl peptide receptor (FPR) in vitro. This study was conducted to analyze the effect of the FPR1 antagonist piroxicam in vivo on hematological parameters and red blood's cell distribution width (RDW). This study used female DDY mice. Mice were induced with cigarette smoke for eight weeks. COPD Mice were divided into six groups. The negative group was given CMC-Na 0,5% orally, the positive group was given inhaled budesonide 0,002mg/20gBW mice/day, and the three variation dose groups of piroxicam with D1 0.026mg/20gBW mice/day; D2 0,052mg/20gBW mice/day; and D3 0,104mg/20gBW mice/day orally. Mice were induced for eight weeks, then given treatment for 21 days. The parameters assessed were hematology and red blood cell's distribution width (RDW) which was measured using a hematology analyzer. Doses 0.026mg/20gBW and 0.104mg/20gBW of piroxicam affect hematological parameters. Doses 0.026mg/20gBW, 0.052mg/20gBW, and 0.104mg/20gBW of piroxicam are able to reduce RDW. The results showed that piroxicam affects hematological parameters and reduces red blood cell’s distribution width (RDW).
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhela Amelia Nugroho
Abstrak :
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru-paru kronis progresif yang menyebabkan sesak napas dan mengancam nyawa. PPOK tidak dapat diobati, namun gejalanya dapat ditangani dan mengurangi risiko kematian. PPOK merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia, yang menyebabkan sebanyak 3,17 juta kematian secara global pada tahun 2015 dan diestimasikan akan menjadi penyakit tiga teratas yang menyebabkan kematian di seluruh dunia pada tahun 2030. PPOK juga merupakan salah satu penyebab kematian utama semua kelompok usia di Indonesia pada tahun 2014 dengan persentase sebesar 4,9%. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko, salah satunya adalah pencemaran udara partikulat. DKI Jakarta merupakan salah satu wilayah dengan udara tercemar di Indonesia dengan Jakarta Pusat sebagai kota yang memiliki jumlah parameter kritikal PM2.5 dan PM10 terbanyak dibandingkan dengan kota Jakarta lainnya. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas udara ambien (PM2.5 dan PM10), Faktor Individu, dan Faktor Meteorologi dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) di Jakarta Pusat tahun 2018-2020. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi berdasarkan waktu (time trend). Hasil studi menunjukkan adanya korelasi yang lemah dengan pola positif antara konsentrasi PM2.5, PM10, dan suhu udara dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020 (r= 0,172, r= 0,056, r= 0,147). Hubungan korelasi yang lemah dengan pola negatif antara kelembaban udara dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020 (r= - 0,248). Hubungan korelasi yang kuat dengan pola positif antara usia ≤ 44 tahun dan jenis kelamin perempuan dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020 (r= 0,534, r= 0,738). Hubungan korelasi yang kuat atau sempurna dengan pola positif antara usia 45-59 tahun, usia > 59 tahun, dan jenis kelamin laki-laki dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020 (r= 0,882, r= 0,958, r= 0,897). Pada penelitian ini hanya ditemukan hubungan yang signifikan antara usia ≤ 44 tahun (p= 0,001), usia 45-59 tahun (p= 0,000), usia >59 tahun (p= 0,000), jenis kelamin laki-laki (p= 0,000), dan jenis kelamin perempuan (p= 0,000) dengan kejadian PPOK di Jakarta Pusat tahun 2018-2020. ......Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a progressive chronic lung disease that causes shortness of breath and is life threatening. COPD cannot be treated, but symptoms can be managed and reduce the risk of death. COPD is one of the leading causes of death worldwide, causing 3.17 million deaths globally in 2015 and it is estimated that it will become the top three disease causing death worldwide by 2030. COPD is also one of the leading causes of death for all age group in Indonesia in 2014 with a percentage of 4.9%. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) can be influenced by various risk factors, one of which is particulate matter. DKI Jakarta is one of the areas with air pollution in Indonesia with Central Jakarta as the city that has the highest PM2.5 and PM10 pollution compared to other Jakarta administrative cities. In general, this study aims to determine the correlation between ambient air quality (PM2.5 and PM10), Individual Factors, and Meteorological Factors with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) in Central Jakarta in 2018-2020. This research uses an ecological study design based on time (time trend). The results of the study show a weak correlation with a positive pattern between concentrations of PM2.5, PM10, and air temperature with the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020 (r= 0.172, r= 0.056, r= 0.147). Weak correlation with a negative pattern between relative humidity and the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020 (r= - 0.248). a strong correlation with a positive pattern between the age of ≤ 44 years and female with the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020 (r = 0.534, r = 0.738). a strong or perfect correlation with a positive pattern between the age of 45-59 years, age > 59 years, and male with the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020 (r = 0.882, r = 0.958, r = 0.897). In this study age ≤ 44 years (p = 0.001), age 45-59 years (p = 0.000), age >59 years (p = 0.000), male (p = 0.000), and female (p= 0.000) were significantly correlated with the incidence of COPD in Central Jakarta in 2018-2020.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Collard, Harold R.
Philadelphia: Elsevier, 2018
616.24 COL i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>