Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Etin Nurhaetin Ningrum
Abstrak :
Dalam penelitian ini dicari jawaban atas pertanyaan penelitian mengapa terjadi penurunan suara PDI-P di DKI Jakarta pada Pemilu Legislatif 2004 ? Lokasi penelitian di DKI Jakarta. dan waktu penelitian berlangsung mulai April-Desember 2004. Tujuan penelitian memberikan penjelasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi turunnya perolehan suara PDI-P pada Pemilu Legislatif 2004 di Provinsi DKI Jakarta. Dalam penelitian ini penurunan perolehan suara di definisikan sebagai perbandingan antara perolehan suara Pemilu 1999 dengan Pemilu 2004 PDI-P di Provinsi DKI Jakarta. Dengan menggunakan teori sistem pemilihan umum, teori kampanye partai politik, teori komunikasi politik, teori partai dan elite politik, serta teori konflik, penulis melakukan penelitian dengan metode kualitatif dengan analisis kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penggabungan dari berbagai cara (triangulasi) dan melalui wawancara. Sebagai sumber data diambil dari wawancara mendalam dengan alit PDI-P yang menjabat sebagai pengurus DPP, DPD, DPC, PAC, dan Ranting sejumlah 18 orang. Asumsi penulis adalah kinerja elit PDI-P dan orientasi pemilih masyarakat DKI Jakarta mejadi penyebab utama turunnya perolehan suara. Dan pertanyaan penelitian di atas ditemukan beberapa penyebab penurunan perolehan suara PDI-P yaitu faktor internal dan faktor ekstemal. Faktor Internal meliputi sumberdaya manusia partai rendah, pengelolaan partai kurang baik, kebijakan DPP yang tidak tepat, konsolidasi partai tidak maksimal, perilaku anggota dewan PDI-P kurang baik, tema kampanye yang tidak mencerminkan kebutuhan dan keinginan rakyat, dan konflik internal yang melanda partai. Faktor Eksternal meliputi kebijakan pemerintahan Megawati yang tidak popular, buruknya kebijakan Gubernur Sutiyoso di mata simpatisan PDI-P, media massa yang tidak berpihak pada Megawati dan PDI-P Partai lain menawarkan tema kampanye yang lebih menarik dan menjanjikan perubahan; orientasi pemilih yang semakin baik; dan Pendataan Penduduk dan Pendaftaran Pemilih Berkelanjutan (P48) yang kurang sempurna. Penemuan lapangan adalah bahwa faktor internal inilah yang menjadi faktor utama penurunan perolehan suara PDI-P di Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan faktor eksternal menjadi faktor pendukung penyebab turunnya perolehan suara PDI-P di Provinsi DKI Jakarta.
Analysis of Vote Decline of PDI-P on The 2004's Legislatives Election in The Province of DKI JakartaThis research is trying to find out the answer of why the decline of PDIP's vote from DKI Jakarta districts happened during 2004 Legislative Election. The DKI Jakarta province served as the research field from April-December 2004. The cum of this research to describe factors influencing the decline of PDI-P's votes during the 2004's election at the DKI Jakarta province. Using the theories of the election system, political parties campaign, political communication, political parties and elites, and political conflicts. The writer took analyzes with qualitative method and analysis. Data collection was done by combining triangulation technique, and interviews. Data were taken from interviews on the PDI-P's elites from various sources; national level (DPP), regional level (DPD), local level (DPC), PAC and branches of 18 persons. The writer proposed a hypothesis is that PDI-P's work ethic and the orientation of voters in DKI Jakarta's was the main caused of the vote decline. From the above questions we find several causes of the PDI-P's vote decline were found based on internal and external factors. The first internal factors comprises of low human resources in the party, bad internal management, inefficient DPP policies, lack of party's consolidation, bad attitude of the PDI-P's members of council, campaign topics which are not representing the society's aspiration and internal conflicts. The external factors deals with unpopular Megawati's policies, Sutiyoso's bad policies for PDI-P's, unfavorable press reviews on Megawati and PDI-P, more interesting campaign topics from other parties, better voters orientation, and Pendataan Penduduk dan Pendaftaran Pemilih Berkelanjutan (Continuing Census and Voters Registration Program, P4B) imperfect implementation. This internal factors were proven to be the main factors of the PDI-P's voters in DKI Jakarta province while the external factors were supporting factors of the decline.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dadan Kurnia
Abstrak :
Partisipasi politik masyarakat dalam pemberian suara pada pelaksanaan pemilihan umum lebih dikenal dengan istilah prilaku pemilih. Peneliti mengkaji tentang prilaku seorang pemilih dalam menentukan pilihan partainya dalam pemilihan umum. Adapun alasan ketertarikan peneliti dalam mengkaji prilaku pemilih ini karena peneliti ingin menemukan penjelasan mengenai faktor apa yang mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihan partai politiknya dalam suatu pemilihan umum. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Cimahi dengan masalah yang ditemukan bahwa pemilih di Kota Cimahi memiliki kecenderungan untuk memilih partai yang cukup besar dukungannya serta telah mengikuti pemilihan umum sebelumnya. Dalam mengkaji prilaku pemilih ini peneliti menggunakan teori yang didasarkan pada kasus penelitian Affan Gaffar tentang tingkah laku pemberi suara di Jawa Tengah serta Bone A Haugh dan Campbel Angus tentang prilaku pemilih. Berdasarkan pendapat mereka bahwa prilaku pemilih dilatarbelakangi oleh karakteristik sosial, identifikasi partai , orientasi kandidat serta orientasi issue. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan teknik pengambil sampel secara cluster sampling yang meliputi wilayah di Kota Cimahi yang terdiri dad Kecamatan Cimahi Utara, Kecamatan Cimahi Tengah dan Kecamatan Cimahi Selatan dengan ukuran sampel sebesar 240 responden. Adapun implikasi teorinya bahwa teori prilaku pemilih tersebut dapat digunakan untuk memberikan penjelasan tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi pemilih dalam menentukan pilihan partainya dalam suatu pemilihan umum. Hasil penelitian di lapangan ditemukan bahwa para pemilih di Kota Cimahi memiliki kecenderungan untuk memilih partai tertentu dalam pemilihan umum DPRD Kota tahun 2004. Kecenderungan tersebut dipengaruhi oleh faktor karakteristik sosial yang meliputi umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, maupun penghasilan. Faktor identifikasi partai yaitu berbentuk ikatan emosional dan ikatan psikologis terhadap suatu partai politik melalui hubungan kedekatan, organisasi serta kekerabatan. Faktor kandidat partai berwujud pengetahuan terhadap kandidat partai politik ditemukan pada pemilih yang cenderung berpendidikan cukup yaitu SLTA dan Perguruan Tinggi. Faktor issue partai berkaitan dengan informasi yang disampaikan oleh partai politik tertentu ditemukan pada pemilih yang cenderung memiliki pekerjaan tertentu serta pendidikan yang cukup yaitu SLTA dan Pergunaan Tinggi.
Society's political participation in giving votes during election is commonly known as voter's behavior. The writer analyzes the behavior of a voter in determining his or her preferred political party in the election. The reason behind the writer's interest in discussing voters' behavior is to find the reasoning of what factor influence voters in determining its preferred political party in an election. The research was conducted at Cimahi which found that Cimahi voters have the tendency to vote for big and established winning party from previous election. In discussing the voters' behavior, the writer used theories based on Affan Gaffar's case study on voting behavior in Central Java, and voters' behavior's theory from Bone A Haugh and Campbel Angus. Based on their opinions, voter?s behaviors influenced by social characteristic, political party's identification, candidate's orientation and issue's orientation influence a person on giving his/her vote for particular political party. The research method being used is analytical description with sampling technique of cluster sampling of 240 respondents on Cimahi districts; North Cimahi, Central Cimahi and Southern Cimahi. The implication of the theory was that it can be used to give explanation on influencing factors on voters in determining his or her preferred political party in an election. The research found that Cimahi voters have the tendency to choose certain political parties in city DPRD election in 2004. This tendency was influenced by social characteristic factor which comprise of age, sex, religion, education, occupation and income. Party Identification factor in the form of emotional and psychology bond towards certain political parties through close, organizational and family bond and relationship. Party Candidate factor comprises of the voters knowledge about political parties' candidates mainly on voters with high school and tertiary level of education. Party Issue factor related to the political parties information collected by voters which has certain occupational and high and tertiary level of education.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feizal Rachman
Abstrak :
Maksud penelitian ini adalah untuk memahami motivasi apa saja yang mendorong kiai melibatkan dill pada pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2006. Kemudian, bagaimana peran dan keterlibatan kiai dalarn pelaksanaan pilkada Iangsung tersebut. Sebagai alat analisis, digunakan teori-teori, yaitu: politik lokal model Stoker dan Cornelis; teori peran (role theory) dari Soekanto, Linton, dan Levinson; kepemimpinan informal (informal leadership) yang diulas Soemardjan, Weber, dan Arifin; teori patron-Mien model Ferlis; dan partisipasi politik yang dimunculkan Rush dan Althoff. Sedangkan, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi lertentu menurut perspektif peneliti sendiri. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan pihak-pihak yang terlibat dan berkepentingan. Studi kepustakaan juga dilakukan untuk memperkaya perspektif penelitian. Penelitian ini mcnunjukkan bahwa keterlibatan kiai dalam pilkada tidak terlepas dari kemampuan kiai yang mampu memobilisasi massa karena perannya sebagai pembentuk opini (opinion leader). Ada dua cara yang dilakukan kiai dalam membentuk opini pubiik itu. Panama, secara verbal, misalnya berbicara langsung kepada masyarakat, termasuk di dalamnya santri dan para alumni pesantren_ Kedua, secara non-verbal, yaitu melalui aksi-aksi politik yang dilakukan secara berbeda, misalnya para kiai bergerilya untuk mendapatkan dukungan alas pilihan politiknya. Ada juga kiai yang melakukan aksi pembelaan terhadap calon yang didukungnya agar tidak terganjal dalam proses pilkada, karena sang calon terkait masalah hukum. Motivasi keterlibatan kiai dibagi menjadi dua: motivasi ideal dan motivasi praksis-personal. Motivasi ideal berangkat dari pemahaman (internalisasi) kiai terhadap nilai-nilai ajaran agartla Islam yang mendorong kiai terjun dalam dunia politik. Sedangkan. motivasi praksis-personal didasarkan atas konteks politik yang terjadi. Dalam penelitian ini, konteks politik itu adalah pilkada. Motivasi yang dimaksud ada tiga macam. Pertrrma, dorongan karena alasan emosional (afektual-emosional). Kedua, dorongan untuk menjaga eksistensi pesantren (rasional-bertujuan) Ketiga, dorongan untuk menjaga independensi pesantren (rasiona!-bernilai). Teori-teori yang digunakan, seperti tersebut di alas, sesuai dengan temuan lapangan. Dengan demikian, implikasi teoritis atas penelitian ini adalah berupa penegasan (confirmation).
The aim of the research is to understand the motivation which endorses kiai or religious scholar to involve in direct local election (pi/kada) in Tasikmalaya District in 2006. Then, it also aims to understand the role and involvement of kiai in the election. As tool of analysis, it uses theories of local theory especially the model of Stoker and Cornelis; theory of role from Soekanto, Linton, and Levinson; informal leadership by Soemardjan, Weber, and Arifin; theory of patron-client modelled by Ferlis, and political participation initiated by Rush and Althoff. Method of research used in the study is qualitative which tries to understand and interpret the meaning of human interaction and behaviour in particular situation according to researcher's own perspective. In collecting data, in-depth interview is applied to any persons who involve and have interest in the election. Literature study is also carried out to enrich the perspective of the study. The study shows that the involvement of kiai in the election relates to the ability of them to mobilize people because of their role as opinion leader. There are two methods applied by kiai to develop public opinion. The first is verbal such as speak directly to people, and also their student (santri) and alumni. The second is non-verbal which is doing different political action such as ask some key persons to support their political choice. There is a kiai who defends his candidate in order to make him surpass the process of candidacy successfully because his legal problem. The motivation of kiai is divided into two which are ideal motivation and praxis-personal motivation. Ideal motivation is based on the understanding of them or internalization on Islamic values that endorse them to do political activities. Meanwhile, praxis-personal motivation is based on existing political situation. In the study, the context is direct local election. The motivation itself is divided into three. They are affectual-emotional motivation, rational-objective motivation to maintain the existence of religious school, and rational-valuable to maintain the independence of the school. Theories applied in the study as mention above are equivalent with the findings. Therefore, theoretical implication of the study is confirmation.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21874
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Hilman
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang pertarungan wacana kekuasaan dan kapital dalam era keterbukaan saat perdebatan antara Pilkada langsung dan Pilkada melalui DPRD dalam pembahasan RUU Pilkada tahun 2014. Pertarungan wacana dan kapital pada era keterbukaan memiliki relevansi stabilitas dan ketahanan nasional. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dipaparkan secara deskriptif dari berbagai dokumen dan informan yang mewakili partai politik, media massa, pengguna media sosial dan konsultan politik. Temuan penelitian menunjukkan tiga hal, pertama, dalam kasus penyusunan UU Pilkada tahun 2014 ini, kekuatan wacana Foucault mampu menekan dan mengalahkan kekuasaan otoritas legal rasional Weber . Kedua, para aktor mendukung sistem Pilkada langsung atau Pilkada DPRD lebih pada faktor kekuasaan dan atau penguasaan kapital. Habitus dan arena sangat menentukan kemenangan para aktor dalam perdebatan Pilkada langsung dan Pilkada DPRD. Ketiga,keterbukaan informasi di Indonesia membuka partisipasi media dan publik yang memberikan dampak pada legitimasi dan ndash; untuk jangka lebih panjang ndash; berdampak pada stabilitas dan ketahanan nasional. ...... This thesis discusses the fight power discourse and capital in the era of the current debate between direct local elections and indirect local elections in the discussion of the bill of local elections in 2014. The fight discourse and capital in the era of relevance stability and national resilience. This study uses a qualitative method presented descriptively. The findings show three things first, in the case of the preparation of the local election law in 2014, the power of discourse Foucault is able to suppress and defeat the power of rational legalauthority Weber . Second, the direct election system supporting actor or more on the indirect local elections by local Parlement and the power factor or control of capital. Habitus and field decisive victory of the actors in the debate over direct elections and parliament elections. Third, information disclosure in Indonesia opened the participation of media and public have an impact on the legitimacy and for the longer term impact on the stability and national resilience.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Irwan Ramli
Abstrak :
Dalam rangka pengamanan Pilkada NAD 2006 oleh Polda NAD, terjadi penyimpangan dalam pengategorisasian kriteria TPS, yaitu tidak mengacu pada kategoisasi yang lazim digunakan Polri. Hal ini melanggar MoU Helsinki, karena pelibatan polisi dalam pengamanan Pilkada NAD 2006 melebihi jumlah polisi yang diperbolehkan di NAD. Bahrumsyah selaku Kapolda NAD melakukan negosiasi dengan Peter Feid selaku perwakilan Uni Eropa dalam hal penggunaan siswa magang dalam pengamanan Pilkada NAD 2006. Selain itu Kapolda NAD menerapkan strategi mewujudkan Pilkada damai dengan membentuk Pokja Pilkada Damai, yang melibatkan unsur pemerintah dan elemen masyarakat, di samping melaksanakan operasi khusus kepolisian pengamanan Pilkada NAD 2006. ......In the framework of safeguarding the electoral of NAD 2006 by the police, there was irregularity in polling stations criterion, it did not refer to the commonly categorization used by police. This violets the Helsinki MoU, because of the involvement of police in securing the NAD 2006 election exceeded the allowed number of police in Aceh. Bahrumsyah the chief of NAD Police Department, had decided to negotiate with Peter Feid as the EU representative in terms of the use police students interns in securing the election of NAD 2006. In addition he implemented strategies to realize peaceful elections by forming a working group of peace, which involved representatives of the government and elements of society, besides carrying out of special operation of safe guarding the NAD 2006 elections.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T30192
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Ardiyanti
Abstrak :
Skripsi ini merupakan penelitian dengan metode kualitatif, dan berfokus pada pertentangan yang terjadi antara kelompok pro-pemilihan dan pro-penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam proses formulasi RUU Keistimewaan DIY tahun 2010-2012. Penelitian ini berusaha melihat bagaimana pertentangan antara kedua kelompok tersebut di DPR RI, dan kepentingan apa saja yang ada di dalamnya. Penelitian ini menggunakan tahapan pembuatan kebijakan sebagai bingkai penelitian, sehingga penelitian ini terstruktur dan terfokus pada tahap formulasi kebijakan. Sementara, objek pengamatan dan analisis adalah proses yang ada di dalam tahapan itu sendiri. Selain bertujuan untuk menggambarkan bagaimana pertentangan kedua kelompok dalam formulasi RUU Keistimewaan DIY, penelitian ini juga bertujuan menyampaikan temuan kepada pembaca yaitu adanya kepentingan lain dalam isu pengangkatan Gubernur DIY di samping kepentingan utama yaitu pembentukan suatu UU khusus yang dapat mengatur keistimewaan Yogyakarta. ......This thesis is a research with qualitative method, and focuses on the conflicts that occurred between pro-election group and pro-establishment of the Governor group in the formulation process of Yogyakarta Privileges Bill in 2010-2012. This study tried to see how the conflict happened between two groups in the House of Representatives in the formulation of the bill, and any interest in it. This thesis used policy-making stage theory as a frame to the study, so it can be more structured and focused only on policy formulation stage, while the object of observations and analysis is the processes within the stage itself. Besides aiming to illustrate how the conflict in the formulation of the DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) Privileges Bill, this study also aims to convey to the reader about the existence of other interest in this issue, in addition to the main interest which is to formulate a special law to regulate the privilege of Yogyakarta.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56004
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irham Pradipta Fadli
Abstrak :
Skripsi ini menulis tentang politik lokal di Kota Bandung tepatnya pada Pemilukada Kota Bandung 2008. Dada Rosada sebagai calon incumbent dalam kampanyenya menggunakan simbol-simbol tim sepakbola Bandung, yaitu Persib. Penulis melihat persitiwa ini dalam konsep politisasi, yaitu Dada Rosada menjadikan Persib sebagai modal sosialnya. Politisasi Persib dikarenakan Persib merupakan identitas masyarakat Kota Bandung khususnya dan Jawa Barat umumnya. Persib mampu mengumpulkan simpul-simpul masyarakat (pendukung Persib) yang menarik bagi politisi. Persib juga miliki sejarah panjang dengan dinamika politik yang ada di Kota Bandung. Posisi Dada Rosada ketika itu yang menjabat sebagai Ketua Umum Persib semakin memudahkan politisasi tersebut. Penggunaan simbol-simbol Persib ini menandakan pemanfaatan untuk menarik simpul-simpul masyakarat Kota Bandung. Pada akhirnya politisi dalam meraih dan mempertahankan akan melakukan segala cara dalam hal ini politisasi Persib oleh Dada Rosada.
This thesis discuses local politics in Bandung, exactly in Bandung Mayor Election 2008. Dada Rosada as incumbent candidate, used Persib's symbol in some of his campaign attributes. Author using the concept of politicization, whic Dada Rosada was using Persib as his social capital. Politicization of Persib causes by Persib as the identity of Bandung people in particular and West Java people in general. Persib nodes capable of collecting people or societies (Persib supporters) that atract politician attention. In Addition, Persib has a long history that intersecting with Bandung's political dynmics. Dada Rosada was the Chief of Persib which easier for politicization of Persib. Persib symbol was used by Dada Rosada as the sign to atract Bandung people. At the end, politicians would use all the way to retaining and seizing the power, in this case politicization of Persib by Dada Rosada.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli Ramadhanil
Abstrak :
Kewenangan penyelesaian sengketa pencalonan adalah hal yang baru oleh lembaga pengawas pemilu. Pada pelaksanannya, terdapat banyak kendala yang muncul, yang salah satunya adalah, akibat sengketa pencalona terjadi penundaan pilkada di lima daerah pada pelaksanaan Pilkada 2015. Padahal, sengketa pencalonan yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan pemilu dan perlindungan hak plih, tak semestinya terjadi kendala seperti itu. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dirumuskan dua masalah, yakni bagaimanakah persoalan peraturan penyelesaian sengketa pencalonan di dalam pelaksanaan Pilkada 2015 dan 2017. Kemudian yang kedua apakah pelaksanaan penyelesaian sengketa pencalonan kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah serentak tahun 2015 dan 2017 telah memenuhi prinsip keadilan pemilu. Pada Pilkada 2015 terdapat 115 perkara sengketa pencalonan yang diajukan ke pengawas pemilu. Kemudian pada Pilkada 2017 terdapat 62 perkara sengketa pencalonan yang diajukan ke pengawas pemilu. Serta terdapat dokumentasi dan pencatatan data sengketa yang tidak lengkap dan rapih di pengawas pemilu. Selain itu, ditemukan tiga persoalan peraturan penyelesaian sengkea pencalona, yakni tidak diaturnya Keputusan KPU sebagai objek sengketa, KPU yang tidak boleh mengajukan upaya hukum terhadap putusan pengawas pemilu, dan tidak sinkronnya pengaturan di UU Pilkada dan Peraturan KPU terkait jadwal penyelesaian sengketa pencalonan.Kemudian dari tiga indikator pemenuhan prinsip keadilan pemilu, ditemukan ketidakpatuhan terhadap waktu penyelesaian dan mekanisme penyelesaian sengketa. Ini terjadi di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara, dan Kabupaten Fak-Fak, Papua Barat. Selain itu terdapat kekosongan hukum dalam penyelesaian sengketa pencalonan, yakni lembaga apa yang berwenang menyelesaikan sengketa pencalonan ketika keputusan diskualifikasi pasangan calon dikeluarkan oleh KPU RI. Sedangkan Bawaslu RI tidak memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa pencalonan pemilihan kepala daerah. Hal ini terjadi di sengketa pencalonan Provinsi Kalimantan Tengah. Kemudian, terkait jaminan pemulihan hak pilih warga negara setelah proses sengketa pencalonan tidak tercapai, karena sengketa pencalonan tidak memulihkan hak pilih pasangan calon kepala daerah, kejadian ini terjadi di Kabupaten Dogiyai, Papua. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini memberikan rekomendasi agar dilakukan perbaikan terhadap dokumentasi dan publikasi data sengketa pencalonan di pengawas pemilu, serta perlu dilakukan perbaikan terhadap UU Pilkada, Peraturan KPU terkait dengan tahapan, program, dan jadwal pilkada, Peraturan Bawaslu terkait penangaan sengketa pencalonan, dan Peraturan MA terkait sengketa tata usaha negara pemilihan kepala daerah. ......The elections monitoring body has recently been granted the authority to adjudicate dispute over candidacy process in elections, and this authority, by all means, is a novelty for the elections monitoring body. However, in practice, many problems occur due to this authority. For example, because of the adjudication process on electoral disputes in 2015 Local Elections, the elections commission had to postpone local elections in five electoral areas. Election adjudication process should have created a free and fair elections, not to postpone the elections and upset the election schedule instead. Therefore, in this research, I would like to address two objectives firstly, how is the regulatory dispute candidacy problem in regional head election 2015 and 2017 and, secondly, to analyze whether the adjudication processes conducted by the elections monitoring body on those disputes have been compliant with the principle of free and fair elections. In 2015 Local Elections, the elections monitoring body handled 115 cases of electoral disputes. In 2017 Local Elections, the body handled 62 cases of disputes. However, it is noteworthy that the elections monitoring body itself fail to make a proper documentations and records on the data regarding electoral dispute cases that they have handled. Based on the adjudication process, we can see that the electoral institutions have many times failed to comply with free and fair elections principle, for example when the elections monitoring body did not resolve a dispute case on time or according with the proper mechanism. Such failure happened, among others, in Aceh Tamiang, Aceh, Pematang Siantar, North Sumatera, and Fak Fak. In addition, the adjudication process also created a legal vacuum because they did not specify what institution has the authority to resolve the candidacy disputes when the Elections Commission KPU has issued the decision to disqualify a certain candidate. The Elections Monitoring Body, at that time, did not have the authority resolve such case in local elections. This legal vacuum especially happened in Central Kalimantan. Also, the adjudication process on electoral disputes have failed to protect the voting right of candidates because the adjudication process did not restore the right after the trial has completed. This is especially happened in Dogiyai Regency in Papua. Therefore, in this research I conclude that it is necessary to make a reform and improvement on the Local Elections Law, KPU Regulations on elections stages, programs, and schedule, Bawaslu rsquo s Regulations on candidacy disputes, and Supreme Court rsquo s Regulations on state administrative disputes in local elections.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Koswara
Abstrak :
Penelitian ini difokuskan pads pengkajian dua varian kapitalisme yang berkembang di Indonesia. Adapun dua varian kapitalisme adalah kapitalisme neoliberal dan kapitalisme rente. Kapitalisme neoliberal rnasuk ke Indonesia di masa pemerintahan Orde Baru dimulai yang ditandai adanya kebijakan Penanaman Modal Asing, dan kemudian diikuti dengan kebijakan deregulasi ekonomi inti gagasan neoliberalisme adalah percaya pada mekanisme pasar bebas. Gagasan tersebut, paradoks dengan realitas Indonesia dimana dinamika perekonomian Indonesia tidak Iepas dari peran dan campur tangan Negara. Adanya dua varian kapitalisme di Indonesia banyak membawa persoalan yang merugikan rakyat sebaliknya menguntungkan segelintir investor dan pejabat. Ketika Indonesia mempraktekan liberalisasi politik dengan menerapkan kebijakan otonomi daerah dan pilkada langsung mendorong kelahiran "raja-raja" kecil di daerah Implikasinya pilkada langsung yang diorientasikan untuk penguatan demokrasi tingkat lokal justru menjadi arena kontestasi dua varian kapitalisme. Penelitian ini bertolak dari pemikiran Yoshihara Kunio; dalam bukunya "Kapitalisme Semu Asia Tenggara" (Kunio,1990 : 1) yang menjelaskan ada dua bentuk kapitalisme. Pertama kapitalisme semu atau ersatz yang berkembang di Asia Tenggara dan kedua kapitalisme murni yang berkembang di eropa. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu sebuah pendekatan yang dirasa relevan untuk meneliti fenomena yang terjadi pads suatu masyarakat. Pengamatan yang diarahkan pada latar belakang dan individu secara holistic (utuh) dan memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Untuk itu, dalam pengumpulan data menggunakan tiga cara: wawancara mendalam, pengamatan dan studi dokumenter. Adapun hasil penelitian adalah pertama dua kapitalisme telah lama ada di Cilegon, di mana kelahirannya ditopang oleh Negara melalui perusahaan yang didirikan Negara. Kedua Keterlibatan kapitalisme dalam pilkada tercermin dari adanya kandidat yang merepresentasikan dua varian kapitalisme, kuatnya pengaruh partai yang dipicu oleh ketentuan tentang rekrutmen calon hares melalui partai atau gabungan partai yang mendapat minimal 15%dari total suara. Adanya ketentuan tersebut memberi peluang pada partai dan calon untuk melakukan transaksi. Bentuk lain dari kapitalisasi pilkada bukan hanya dari partai dan kandidat akan tetapi dari si pemilih yang pragrnatis. Ketiga temuan panting lainnya adalah isu yang diusung untuk mempengaruhi pemilih adalah: Demokratisasi, Pemerintahan yang bersih dan isu seperti agama dan primordial (putra daerah). Kesimpulan dari penelitian ini adalah dua varian kapitalisme scat ini berkembang di Cilegon. Kapitalisme neoliberal di tandai dengan swastanisasi yang tergabung dalam perusahaan kawasan industri dimana didalamnya banyak perusahaan-perusahan multinasional (MNC). Sedangkan kapitalisme rente ditandai dengan intervensinya pemerintah daerah dalam ekonomi daerah. Sentuk kongkritnya pemerintah daerah terlibat dalam akumulasi modal dengan mendirikan berbagai perusahan atas nama pemerintah seperti PT. Cilegon Mandiri yang mengelola 21 pelabuhan yng dulunya dikelola oleh Pelindo untuk melegalisasi perusahaan ini diterbitkan Perch No.1 tahun 2001 tentang kepelabuhanan. Keterlibatan pemerintah dalam ekonomi dibuktikan dengan terbitnya regulasi-dan retibusi untuk pemasukan pada kas daerah. Adanya pilkada langsung oleh dua varian kapitalisme dijadikan arena kontestasi untuk pemenuhan kepentingan ekonomi dan politiknya. Untuk itu pilkada di Cilegon tidak lebih sebagai praktek pembelajaran demokrasi bukan sebuah keberhasilan penguatan demokrasi di daerah. Karena dalam perjalannya pilkada langsung di Cilegon masih terdapat persoalan yang memerlukan perenungan dan pengkajian lebih dalam agar urgensi pilkada langsung benar-benar terwujud sebagaimana yang diharapkan semua masyarakat. Implikasi teoritik adalah dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, kapitalisme menjadi mainstream dalam pilkada langsung. Maka tak heran jika kontestasi dalam pilkada pemenangnya adalah logika kapitalisme Asia Tenggara. Pilkada di Cilegon cukup unik bila dibanding dengan daerah lainnya. Keunikan itu menjadi karakteristik dari pads perkembangan kapitalisme didaerah itu sendiri. Di mana dalam pilkada langsung di Cilegon pengaruh agama dan budaya cukup kuat. Sehingga keduanya menjadi dinamika dalam lingkungannya sendiri Dalam pilkada langsung agamadan budaya ditempatkan oleh penguasa dalam relasi pusat-pusat kekuasaan. Implikasinya agama diterapkan sebagai alat legitimasi, justifkasi dan hegemoni pusat-pusat kekuasaan. Jadi agama bukan lagi sebagai langit suci, (Berger), bukan lagi kesadaran kolektif (Durkheim) dan bukan lagi sebagai human salvation (Weber) Dengan demildan moralitas kekuasaan telah menggantikan bentuk-bentuk pemaknaan atas agama.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>