Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andrias Steward Samusamu
"ABSTRAK
Penangkapan lobster di Pangandaran sudah berlangsung sejak tahun 1990-an. Perkembangan produksi lobster selama satu dasawarsa terakhir menunjukan kecenderung penurunan. Penurunan produksi lobster ini dapat dipengaruhi atau sebaliknya mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat dan kelembagaan pengelolaan lobster di wilayah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi sumber daya lobster di Pangandaran dan melihat hubungan antara kriteria pada masing-masing domain EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management), serta menganalisis solusi ideal sebagai alternatif pengelolaan sumber daya lobster di Pangandaran. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, dengan metode campuran kuantitatif dan kualitatif, serta analisis MSY (Maximum Sustainable Yield), AHP (Analytic Hierarchi Process) dan TOPSIS (Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution). Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai upaya penangkapan lobster di wilayah Pangandaran selama tahun 2008-2017 telah melebihi fMSY kurang lebih sebesar 67,94% sedangkan nilai rata-rata produksi lobster di wilayah ini hanya sebesar 9.031 kg atau kurang lebih 43,59% di bawah nilai MSY dengan nilai CPUE yang mengalami penurunan sebesar 31,75% antara tahun 2016 dan 2017 sehingga status potensi lobster di wilayah Pangandaran telah mengalami overfishing. Hubungan antara kriteria pada masing-masing domaian EAFM berdasarkan hasil pembobotan setiap kriteria menunjukan bahwa kriteria luas tutupan karang (C6) pada domain habitat dan ekosistem menempati urutan tertinggi (0,13239), setelah itu diikuti oleh kriteria JTB lobster (C1) pada domain sumber daya (0,09639) dan kriteria ukuran lobster (C3) pada domain sumber daya merupakan kriteria yang menempati urutan ketiga (0,09566). Sedangkan, hasil analisis yang terkait dengan solusi ideal untuk pengelolaan lobster di Pangandaran adalah sesuai dengan alternatif dioptimalkan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sumber daya lobster di Pangandaran telah mencapai overfishing sebagai akibat dari jumlah upaya penangkapan yang tinggi. Penurunan produksi ini turut dipengaruhi oleh penurunan luas tutupan karang yang adalah habitat lobster sehingga hal ini perlu mendapat perhatian atau, dengan kata lain perlu diprioritaskan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan sumber daya lobster di Pangandaran. Solusi ideal bagi pengelolaan lobster yang berkelanjutan di Pangandaran adalah pengelolaan lobster berdasarkan alternatif dioptimalkan.

ABSTRACT
The arrest of lobsters in Pangandaran has been going on since the 1990s. The development of lobster production over the past decade has shown a downward trend. This decrease in lobster production may be affected or otherwise affect the socio-economic life of the community and the institutional management of lobsters in the region. The purpose of this study was to analyze the potential of lobster resources in Pangandaran and to see the relationship between the criteria in each EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management) domain, and to analyze the ideal solution as an alternative to the management of lobster resources in Pangandaran. The approach used in this research is quantitative, with the method of quantitative and qualitative mix, and analysis of MSY (Maximum Sustainable Yield), AHP (Analytic Hierarchi Process) and TOPSIS (Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution). The results showed that the value of lobster catch effort in Pangandaran area during 2008-2017 has exceeded fMSY approximately 67.94% while the average value of lobster production in this region is only 9,031 kg or less 43,59% below value MSY with CPUE value decreasing 31,75% between 2016 and 2017 so that potency status of lobsters in Pangandaran area has been overfishing. The relationship between the criteria in each EAFM domain based on the weighting result of each criterion indicates that the criteria for coral cover (C6) extent in the highest domain and ecosystem habitats (0.13239), followed by JTB lobster (C1) criteria on resource domain (0.09639) and lobster size criterion (C3) on resource domain existing (0.09566). Meanwhile, the analysis results related to the ideal solution for lobster management in Pangandaran is in accordance with the optimized alternatives. The conclusion of this research is that the lobster resources in Pangandaran have reached overfishing as a result of the high number of fishing effort. The decline in production is done by coral habitats that are habitat for habitat lobsters that need attention or, in other words, need to be prioritized as resources in the management of lobster resources in Pangandaran. The ideal solution for existing lobster management in Pangandaran is optimized alternative lobster management."
Lengkap +
2018
T50995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomi Suwartono
"Sumberdaya perikanan lobster merupakan komoditas bahan makanan populer yang memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga banyak dicari dan ditangkap secara global dan mempunyai harga jual yang sangat tinggi. Hal tersebut menyebabkan penangkapan lobster dilakukan secara terus menerus dan tidak memperhatikan kondisi sumberdaya dan lingkungan. Teluk Palabuhanratu merupakan salah satu sentra perikanan lobster di Jawa Barat. Spesies lobster di Teluk palabuhanratu yaitu lobster pasir (Panulirus homarus) telah mengalami penurunan tangkap.
Tujuan penelitian ini (1) mengkaji populasi lobster pasir berdasarkan aspek biologi dan aspek dinamika populasi; (2) mengetahui status pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya lobster pasir; (3) menyusun strategi pengelolaan sumberdaya lobster pasir di perairan Palabuhanratu yang berkelanjutan.
Penelitian dilaksanakan dengan pengambilan sampel setiap satu bulan sekali. Analisis parameter populasi digunakan program FISAT II dan pengkajian potensi Maximum Sustainable Yield (MSY) dianalisis dengan model surplus produksi, strategi pengelolaan dan A`WOT. Hasil penelitian menunjukkan kisaran panjang karapas lobster pasir sebesar 30-101 mm dengan ukuran panjang karapas dibawah 8 cm sebanyak 97,6%. Pola pertumbuhan lobster pasir bersifat allometrik negatif. Nilai Lc< Lr menunjukkan bahwa lobster pasir betina sudah banyak tertangkap sebelum mencapai ukuran rata-rata pertama kali mengerami telur. Panjang asimtotik (L) lobster pasir jantan lebih kecil dari betina, sedangkan koefisien pertumbuhan (K) jantan lebih cepat dari betina. Nilai laju eksploitasi (E) untuk lobster pasir jantan maupun betina diperoleh hasil diatas nilai optimum yaitu 0,59 dan 0,61. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya lobster di perairan WPP 573 sebesar 662,93 ton/tahun dan 910 ribu trip dengan alat tangkap standar jaring. Hasil tangkapan terjadi fluktuasi dengan trend menurun dan laju eksploitasi diatas nilai optimum, hal ini mengindikasikan terjadinya overfishing.
Berdasarkan analisis alternatif strategi pengelolaan yang dapat dilakukan berdasarkan skala prioritas adalah (1) optimalisasi pemanfataan sarana dan prasarana (2) peningkatan kualitas sumber daya manusia, (3) peningkatan layanan transportasi distribusi pemasaran, (4) penegakkan aturan untuk menghindari overfishing.

Lobster fishery resources are popular food commodities with high economic value so they are captured globally and have very high selling prices. This causes lobster capture to be condunted continuously and does not notice to resource condition and environment. Palabuhanratu bay is one of the lobster fishing centers in West Java. Scalloped spiny lobster (Panulirus homarus), one of the lobster species in Pelabuhanratu bay, was run into overexploitation.
The purpose of this study (1) study the population of scalloped spiny lobsters in Palabuhanratu waters based on aspects of biology and aspects of population dynamics; (2) know the status of utilization and management of scalloped spiny lobster resources in the waters of Palabuhanratu and its surroundings; (3) develop a strategy for managing sustainable of scalloped spiny lobster resources in the waters of Pelabuhanratu.
The study was conducted from October 2017 to September 2018 with sampling every once a month. Population parameter analysis used the FISAT II program and the assessment of Maximum Sustainable Yield (MSY) potential was analyzed by the production surplus model, management strategy and A`WOT. The results showed a range of scalloped spiny lobster carapace length of 30-101 mm with a carapace length below 8 cm as much as 97.6%. The growth pattern of scalloped spiny lobster both of female and male was negative allometric. The value of Lc
Lengkap +
Based on an analysis of alternative management strategies that can be carried out based on priority scale is (1) optimization of utilization of facilities and infrastructure; (2) The increasing of human resources quality; (3) improvement of marketing distribution transportation services; (4) enforce rules to avoid overfishing."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T52853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widharma Jaya Sentosa
"State capture corruption yang terjadi dalam pengiriman benih lobster keluar dari wilayah Indonesia merupakan bentuk kejahatan korupsi terorganisir dalam ranah legal dan dilakukan melalui pembentukan aturan Permen KP No. 12 Tahun 2020.  Metode penelitian kualitatif dilakukan dengan teknik wawancara terarah terhadap sumber informan dan studi dokumen untuk menganalisis korupsi dalam 3 (tiga) periode. Hasil analisis dalam penelitian ini menggambarkan tahapan korupsi pada kondisi terjadinya overfishing, korupsi administratif oleh individu birokrat dalam periode larangan pengiriman benih lobster, hingga terbentuk persekongkolan jahat birokrat-korporat secara sistematis dan terorganisir yang bertujuan untuk "melegalkan" penyelundupan benih lobster dalam bentuk state capture corruption.  Kasus suap ekspor benih lobster yang melibatkan menteri kelautan dan perikanan RI tahun 2020 dengan eksportir benih lobster terjadi untuk kepentingan pribadi dengan memanfaatkan diskresi jabatan menteri. Untuk kepentingan itu, maka dibuatlah pengaturan terhadap pengelolaan benih lobster yang sejatinya bertujuan untuk melegalkan penyelundupan benih lobster dengan modus cost-enhancing pada perusahaan patungan antara birokrat dan korporat melalui nominee.

State capture corruption that occurred in the export of lobster seeds out of the territory of Indonesia is a form of organized corruption in the legal aspect and carried out during the establishment of Regulation of the Minister of Maritime Affairs and Fisheries No. 12 year 2020. Qualitative research methods are carried out using structured interviews with informant sources and document literature studies to analyze corruption in 3 (three) periods. The results of the analysis in this study describe the stages of corruption starting conditions of overfishing, administrative corruption by individual bureaucrats in the period of prohibition of export lobster seeds, until the formation of a systematic and organized bureaucrat-corporate conspiracy that aims to "legalize" lobster seed smuggling in the form of state capture corruption. The lobster seed export bribery case involving the Indonesian Minister of Maritime Affairs and Fisheries in 2020 where the lobster seed export occurred for personal interests by taking advantage of the minister's discretion. For this purpose, an arrangement is made for the management of lobster seeds, which is actually aimed at legalizing the smuggling of lobster seeds, with a cost enhancing mode under joint venture company between bureaucrats and corporations through nominees."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati yang bernilai untuk strain udang galah (Macrobrachium rosenbergii), mulai dari perairan di Sumatera, Jawa, Kalimantan sampai Sulawesi. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan kombinasi silangan yang memiliki produktivitas yang tinggi dengan cara menyilangkan (crossbreed) induk yang memiliki kriteria unggul dan menguji keragaan udang galah hasil silangan berdasarkan kriteria unggul yang diinginkan. Induk-induk yang digunakan berasal dari Sungai Batanghari, Jambi (BAHARI), dari Sungai Citarik Jawa Barat (TARIK), dari Sungai Kumai, Kalimantan Tengah (KUMAI), dan dari Sungai Jeneberang, Sulawesi Selatan (JENEBE). Berdasarkan lima kriteria unggul yang ditetapkan, kombinasi silangan JENEBE vs TARIK memperlihatkan keragaan yang paling baik, walaupun dari sisi masa inkubasi telur memperlihatkan hasil yang lebih rendah. Silangan ini diikuti oleh silangan BAHARI vs TARIK, dan KUMAI vs TARIK yang menunjukkan keragaan yang baik pada produksi pasca larva (PL), sintasan larva, dan masa inkubasi telur."
Lengkap +
551 LIMNO 18:2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Canberra: Australian Government Publishing Service, 1979
639 ECO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library