Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Santianna
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai praktek penyelesaian kredit bermasalah dengan tanah dan bangunan sebagai jaminan dengan mengambil contoh pada penyelesaian kredit bermasalah di Bank Bukupin cabang Padang (analisis putusan MA RI Nomor 1400/K/2001) dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan metode analisis kualitatif. Seiring dengan meningkatnya permintaan akan kebutuhan kredit, maka kreditor khususnya bank sebagai lembaga penyalur kredit harus benar-benar mengamankan kreditnya dengan jaminan yang memadai. Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Besert Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, maka satu-satunya lembaga jaminan yang dapat dibebankan pada pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, adalah Hak Tanggungan. Dengan demikian, perjanjian kredit dengan tanah sebagai agunan wajib dibebankan dengan Hak Tanggungan. Lembaga Hak Tanggungan ini diharapkan memberikan jawaban untuk kelancaran eksekusi objek jaminan apabila debitor cidera janji. Namun dalam prakteknya kreditor tidak langsung membebankan Hak Tanggungan tersebut, sehingga Hak Tanggungan tersebut tidak pernah lahir. Seperti yang kita ketahui bahwa lembaga Hak Tanggungan mengatasi kekurangan jaminan umum yang diberikan oleh pasal 1131 KUHPerdata dimana disebutkan bahwa seluruh harta benda milik seseorang menjadi jaminan atas semua perikatan yang dibuatnya. Dengan demikian, kreditor yang tidak pernah memasang Hak Tanggungan adalah kreditor konkuren, untuk itu berlaku padanya hak-hak sebagai kreditor konkuren bukan kreditor preferen. Hak kreditor preferen dalam pasal 6 UU Hak Tanggungan adalah bahwa apabila debitor wanprestasi maka kreditor dapat melakukan penjualan barang jaminan atas kekuasaannya sendiri melalui pelelangan umum. Lain halnya dengan kreditor konkuren yang harus melewati acara perdata biasa yaitu melalui gugatan apabila debitor wanprestasi. Oleh karena itu, pembebanan Hak Tanggungan sangat penting sebagai syarat utama lahirnya Hak Tanggungan, yang memberikan kedudukan mendahulu (droit de preference) kepada kreditor pemegangnya, untuk menjamin keamanan kredit.
This thesis discuses about the settlement regarding bad debt with land as collateral in Bank Bukopin branch Padang ( MA RI Decision Number K/2001 dated 2 January 2003) using a normative juridical research methods qualitative analysis methods. Along with the increasing demand of credit needs, the the creditor, especially banks as lending institutions shall secure the with adequate collateral. Pursuant to Act Number 4 Year 1996 concerning Security Right upon Land and Objects relating to Land (Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah), the only security could be tied to the land right as to Act Number 5 Year 1960 concerning Rules of Agrarian Subjects (Undang-Undang Pokok Agraria) is Hak Tanggungan Security Right. Thus, with according to the law, any credit agreements with land as collateral shall be tied with Hak Tanggungan security. Security of Hak Tanggungan expected to ease the collateral (land) execution the debtor breach the contract. However, factually in the practise, the creditor of Hak Tanggungan do not register the security in its periode, thus the Security Right of Hak Tanggungan never been existed. As we all know that security Rights of Hak Tanggungan overcome the weakness of general security governed in article 1131 Indonesian Civil Codes which stipulates that all the of a person become guarantee for every contracts he made. All creditors never register his Security Rights of Hak Tanggungan called concurrent creditors, therefore they are treated as creditors concurrent not as secured or prefential creditors. One of the rights of preferential creditors as stipulated in article 6 Hak Tanggungan Security Act is in the event of default, the prefential creditors may enforce his rights to sell the security objects through auction without court execution. In the contrary the concurrent creditor must go thru general civil case by filing a complaint in the event of the debtor non performance. Overall, the registration of Hak Tanggungan/Security Right is very important as the main requirement of the birth of Hak Tanggungan/Security rights which grant a preference position (droit de preference) to the holder of Hak Tanggungan/Security to secure the credit.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28816
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lili Ismailia
Abstrak :
Adapun alasan dan tujuan penulisan ini ialah : Untuk menemukan data dan fakta sebagai upaya pemecahan atas masalah mengenai perjanjian baku didalam pengelolaan kredit usaha kecil maka hal tersebut dapat memperbaiki dan meningkatkan posisi dan keduduka.n debitur yang setara dengan bank serta meminimalkan kerugian yang mungkin diderita oleh bank maupun debitur sehingga tercipta kestabilan. dan keselarasan hubungan antara dunia perbankan dengan dunia usaha. Metode penelitian yang dilakukan penulis : 1.Penelitian lapangan yaitu : Melalui wawancara langsung dan tanya jawab denqan mantan nasabah debitur, pejabat yang berwenang dan berkaitan langsung dengan permasalahan; 2.Penelitian Perpustakaan yaitu : melalui mencari, membaca, mempelajari, menganalisa dan rnenyimpulkan dari buku, peraturan undang-undang, penulisan karya ilmiah dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah dan judul tesis ini. Hasil penelitian: Hubungan hukum yang tercermin dalam perjanjian kredit antara bank dan debitur, yang mana perjanjian kredit tersebut tersusun dan dibentuk oleh pihak bank sebagai bentuk baku, memiliki resiko tinggi bagi pihak debitur karena berbagai faktor sehingga terjadi kemacetan kredit dan pihak bank mengambil langkah memutuskan kredit dan tindakan lain dalam rangka penyelamatan dana kreditnya sesuai kewenangan bank tersebut berdasarkan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama maka debitur sebagai pihak berposisi lernah tidak dapat berbuat banyak selain menerima tindakan bank tersebut. Sebagai antisipasinya debitur sebagai pihak berposisi lemah, ia harus dapat melindungi dirinya sendiri guna mencegah sikap dan tindakan bank yang terlalu over didalam perjanjian kredit. Oleh karena itu baik debitur maupun bank harus bersama-sama menyusun perjanjian kredit dengan kekuatan seimbang dan saling menghargai bak dan kewajiban secara bertimbal balik sesuai ketentuan undang-undang sebagai tolok ukur guna rnenghindari efek dari perjanjian kredit yang baku tersebut.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16387
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaffrullah Hidayat
Abstrak :
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dalam dasawarsa terakhir telah menunjukkan kemajuan yang signifikan. Sebagai negara dengan penganut agama Islam terbanyak di dunia masa depan Bank Syariah sangat menj anj i kan dan karenanya pemerintah terutama Bank Indonesia sedang bergiat melakukan pembenahan bank syariah baik yang berdiri sendiri maupun yang merupakan cabang syariah clari Bank umum konvensional. Karakteristik utama Bank Syariah adalah operasional dengan berlandaskan kepada prinsip-prinsip syariah dengan sistem jual-beli dan bagi hasil serta mengharamkan riba. Salah satu produk yang menjadi unggulan Bank Syariah adalah Dana Talangan Haji yang dalam pelaksanannya dilakukan bersama dengan layanan jasa perbankan Pengurusan Pendafaran Haji bagi Nasabah yang memerlukan pinjaman dana untuk membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) agal' memperoleh Seat Perjalanan, Haji. Akad yang dipergunakan untuk yang pertama adalah Akad Qardh Dana Talangan Haji dan untuk yang kedua adalah Akad Ijarah Pengurusan Pendaftaran Haji. Kedua Akad (perjanjian) pernbiayaan tersebut secara formal dibuat terpisah rneskipun sesungguhnya secara materiil merupakan dua Akad yang menyatu satu sama lain. Pokok permasalahannya adalah Apakah klausul dalam Akad Qardh Talangan Haji dan Akad Ijarah Pengurusan Pendaftaran Haji Bank Syariah Mandiri telah memenuhi ketentuan akad pembiayaan berdasarkan prinsip syariah Serta kaidah hukum perjanjian serta Bagaimana keduclukan Nasabah Bank Syariah Mandiri dalam perjanjian baku Akad Qardh Talangan Haji dan Akad Ijarah Pengurusan Pendaftaran Haji Bank Syariah Mandiri. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif normatif dengan cara menganalisis peraturan perundang-undangan dan buku-buku, didukung oleh data primer, sekunder serta bahan hulcum tertier Serta penelitian lapangan melalui observasi dan wawancara. Hasilnya mendapatkan kesirnpulan pada prinsipnya Akad tersebut sangat bermanfaat bagi Nasabah Calon Jemaah Haji dan Biro Perjalanan Haji Kluusus, tetapi dalam akadnya masih mengandung klausul yang berlawanan dengan prinsip-prinsip syariah, tumpang tindih dan terclapatnya kekeliruan. Kedudukan Nasabah sangat lemah karena bunyi klausul pada umumnya bersifat sepihak dan adanya jaminan berlapis yaitu Rekening Giro Nasabah dan Surat Aksep, sebagaimana tertuang dalam tesis ini.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Adia Septiyanti
Abstrak :
Pembiayaaan mudharabah adalah akad kerjasama antara shahibul maal selaku pemilik modal dan mudharib selaku pengelola usaha. Bentuk kontribusi dari shahibul maal dan mudharib berbeda. Shahibul maal menyediakan keseluruhan modal guna kelangsungan usaha mudharib. Sedangkan mudharib menyediakan keahlian, kerja, waktu dan pikiran. Kedua belah pihak memberikan kontribusinya untuk memperoleh keuntungan usaha yang maksimal. Para pihak: membagi keuntungan usaha mudharabah sesuai dengan nisbah bagi hasil. Pada saat berakhirnya jangka waktu pembiayaan, shahibul maal akan menerima pengembalian pembiayaan ditambah pembagian keuntungan. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Jakarta Mampang juga menawarkan produk pembiayaan mudharabah. Produk ini menawarkan pemberian fasilitas pembiayaan kepada mudharib secara syariah. Pembiayaan mudharabah memiliki risiko pembiayaan tinggi. Sebab dalam hal terjadi kerugian di luar kelalaian mudharib, maka shahibul maal akan menanggung seluruh kerugian tersebut. Tindakan dan upaya apa yang harus dilakukan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Jakarta Mampang untuk mengelola dan mengantisipasi munculnya risiko pembiayaan tersebut. Apakah di dalam akad pembiayaan mudharabah, shahibul maal memiliki hak eksekusi manakala mudharib lalai melaksanakan kewajibannya. Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Jakarta Mampang dapat melakukan tindakan dan upaya untuk mengelola dan mengantisipasi risiko pembiayaan mudharabah. Untuk mencegah risiko pembiayaan mudharabah tersebut, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Kantor Cabang Jakarta Mampang melakukan pengawasan, pemeriksaan dan pembinaan kepada mudharib. Shahibul maal juga memiliki hak eksekusi sebagaimana yang tertuang di dalam akad. Pihak shahibul maal hendaknya meningkatkan sumber daya manusia yang memiliki skill yang baik dalam membuat analisis pembiayaan. Shahibul maal hendaknya tidak menutup kemungkinan untuk memberikan pembiayaan atas dasar jaminan kepercayaan kepada mudharib.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16522
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Yuniarti
Abstrak :
Salah satu sumber pendanaan penting dalam dunia usaha berasal dari lembaga perbankan yang bidang usaha utamanya antara lain menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit guna mendukung pembangunan dan memutar roda perekonomian. Setiap bank mengharapkan kredit yang telah diberikan kepada debitur dapat kembali dengan lancar sesuai dengan yang telah diperjanjikan dan menghasilkan keuntungan yang optimal. Hingga saat ini perjanjian kredit yang dibuat antara bank dan debitur telah dibuat dengan semata-mata berdasarkan pada asas konsensualitas atau asas kebebasan berkontrak. Dalam perjanjian kredit kedudukan bank sebagai kreditur dengan debitur tidak pernah seimbang. Perbedaan kedudukan itu adakalanya bank lebih kuat daripada debitur bila debitur itu termasuk golongan ekonomi lemah. Hal ini disebabkan klausula berat sebelah yang cenderung atau lebih menguntungkan atau melindungi kepentingan bank atau sebaliknya dijumpai pula lebih menguntungkan atau melindungi kepentingan debitur. Apakah asas kebebasan berkontrak yang tidak terbatas yang dijadikan landasan hukum dalam pembuatan perjanjian kredit antara bank dan debitur dapat menciptakan keadilan bagi para pihak yang membuatnya ? Tolak ukur apakah yang seyogyanya dapat dijadikan pedoman agar klausul yang ditetapkan dalam perjanjian kredit itu merupakan klausul yang wajar dan tidak memberatkan salah satu pihak ? Metode yang dilakukan dalam penulisan ini adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif yang menjadi landasan paradigma berpikir. Kesimpulan dari penulisan ini adalah bahwa asas kebebasan berkontrak yang tidak terbatas dapat menciptakan ketidakadilan apabila para pihak mempunyai kedudukan yang tidak seimbang. Negara bukan saja berwenang tetapi bahkan berkewajiban untuk campur tangan membatasi berlakunya asas kebebasan berkontrak yang tidak terbatas. Tolak ukur yang dapat dipakai untuk menentukan klausul-klausul dalam perjanjian kredit yaitu asas ketertiban umum, asas moral atau kesusilaan, asas kepatutan dan asas itikad baik.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Sugiharto
Abstrak :
PT. Bank DKI merupakan perseroan terbatas (PT) yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan sebagaimana perusahaan perbankan lainnya, tidak lepas dari persoalan kredit macet. Bahwa untuk menyelesaikan persoalan kredit macet tersebut terdapat dua instrumen hukum, yaitu Undang-undang Nomor : 49/Prp. Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang' Negara (UU PUPN) dan Undang-undang Nomor : 4 Tahun 1996, Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Berserta Banda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (?UUHT?), namun dalam prakteknya PT Bank DKI hanya menggunakan ketentuan yang terdapat pada ?UU PUPN? dan tidak pernah menggunakan ?UUHT?. Ketertundukan PT. Bank DKI kepada ?UU PUPN? disebabkan karena PT Bank DKI memandang bahwa ?UU PUPN? merupakan lex spesialis dari ?UUHT", karena pada dasarnya ?UUHT? merupakan penyempurnaan dari aturan- aturan Hipotek dalam KUH-Perdata. Bahwa dikarenakan PT. Bank DKI tunduk pada ketentuan ?UU PUPN?, maka dalam prakteknya, penyelesaian semua piutang macet pengurusannya diserahkan kepada PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara) dan dalam pelaksanannya dilakukan oleh KPZLN (Kantor Pengurusan Piutang dan Lelang Negara. Namun demikian, walaupun penyerahan piutang macet kepada KP2LN tersebut secara hukum telah benar, tetapi secara bisnis ternyata sering kali justru tidak efektif dan efisien. Kelemahan hukum pada "UU PUPN" sebenarnya telah disadari banyak pihak, yang dibuktikan dengan diterbitkannya Fatwa Mahkamah Agung (Fatwa MA) Nomar : WKMA/Yud/20/VII/2006 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 33 Tahun 2006. Terbitnya Fatwa MA dan Peraturan Pemerintah tersebut sebenarnya merupakan solusi atas inkonsistensi hukum dalam pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan pada Bank Umum Pemerintah dan Bank Pemerintah Daerah yaitu apakah menggunakan UUHT atau UU PUPN, namun keberadaan Fatwa MA maupun Peraturan Pemerintah tersebut, secana hirarki perundang-undangan tidak dapat menghapus kekuatan UU PUPN. Bahwa solusi yang tepat untuk menyelesaikan inkonsistensi hukum tersebut seharusnya adalah dilakukan amandemen atas ?UU PUPN? dan atau Undang-undang No.5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, sehingga memungkinkan BUMD yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dapat melakukan penyelesaian piutang macetnya melalui mekanisme korporasi.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18225
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frieda Husni Hasbullah, 1942-
Abstrak :
Hak Tanggungan berkaitan aspek-aspek perkreditan, perlindungan dan kepastian hukum, serta aspek Hukum Tanah. Hak Tanggungan dapat dijaminkan untuk hutang yang telah ada atau yang baru akan ada asal diperjanjikan lebih dulu, serta dapat dijaminkan untuk lebih dari satu hutang. Baik kreditur penerima Hak Tanggungan maupun debitur pemberi Hak Tanggungan serta pihak ketiga mendapat perlindungan hukum. Objek yang dijadikan pembebanan Hak Tanggungan adalah hak-hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah Serta hasll karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan dalarn APHT. Tata cara pembebanannya terdiri dari 2 (dua) tahap yaitu tahap pemberian Hak Tanggungan dengan dibuatnya APHT oleh dan dihadapan PPAT yang didahului dengan perjanjian pokok, dan tahap pendaftarannya di Kanter Pertanahan setempat yang wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan. Namun demikian, ada kalanya pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri di hadapan PPAT dalam rangka pembuatan APHT tersebut. Oleh karena itu ia diperkenankan menunjuk pihak lain melalui SKMHT sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) UUHT berikut Penjelasannya, yang dilakukan oleh di hadapan notaris atau PPAT. Praktek pemberian SKMHT di Bank BNI berlatar belakang pada jumlah kredit yang dipiniam debitur tidak terlalu besar, kredit yang diberikan bank termasuk dalam kredit program, dan tanahnya masih dalam proses pengurusan perolehan bak Tujuannya adalah untuk memberi keringanan kepada nasabah debitur, untuk pengamanan kredit, serta untuk penundaan pemberian Hak Tanggungan. Momentum diperlukannya SKMHT adalah dalam rangka perolehan kredit dengan jumlah Rp. 50.000.000.- ( limapuluh juta rupiah ke bawah), peningkatan hak, pemekaran desa, bila objek yang akan dijadikan jaminan terletak di wilayah dari tempat bekerja notaris pembuat SKMHT dan sertipikat belum atas nama pemberi Hak Tanggungan Efektivitas penggunaan SKMHT di Bank BNI adalah, memudahkan bila ada kebutuhan mendesak, memudahkan proses pemberian kredit, dan sepanjang digunakan untuk untuk kredit program pemerintah; sedangkan bagi nasabah debitur, biaya relatif murah dan tidak perlu menghadap PPAT. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan bank bila terlihat gejala-gejala debitur akan melakukan wanprestasi, sedangkan kedudukan bank yang semula konkuren menjadi preferen. Dalam proses pemberian Hak Tanggungan, Bank BNI mempunyai cara khusus bagi pembebanan hak atas tanah yang belum dibukukan dan yang sudah dibukukan.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T18936
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Nabila Satira
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas wewenang Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melakukan cessie dalam kredit sindikasi. BPPN merupakan badan dibentuk pemerintah semasa krisis moneter 1998 guna memperbaiki sektor perbankan yang terpuruk. Agar dapat melaksanakan tugasnya pemerintah memberikan BPPN wewenang yang luas termasuk dapat melakukan pengalihan piutang. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah kewenangan BPPN melakukan cessie atas piutang yang merupakan bagian dari kredit sindikasi dikaitkan dengan kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 555/PDT.G/2018/PN.JKT.UTR. Menurut Penggugat, cessie dilakukan oleh Para Tergugat tidak sah karena Penggugat adalah pemilik seluruh tagihan yang ada dalam sindikasi secara seluruh tagihan telah dialihkan BPPN kepada Penggugat. Untuk menjawab permasalahan digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan analitis. Adapun data dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Analisis didasarkan pada asas serta peraturan perundang-undangan mengenai cessie, wewenang BPPN dan ciri-ciri kredit sindikasi. Hasil analisa adalah wewenang BPPN untuk melakukan cessie hanya dapat dilakukan atas piutang yang dimiliki oleh Bank Dalam Penyehatan yaitu bank yang diserahkan Bank Indonesia kepada BPPN guna dilakukan program penyehatan. Untuk piutang anggota sindikasi yang bukan Bank Dalam Penyehatan BPPN tidak berwenang untuk mengalihkannya melainkan hanya berwenang untuk mewakili penagihan piutang kepada Debitur bersangkutan sehingga Majelis Hakim keliru dalam pertimbangannya. Maka dari itu disarankan perlunya kehati-hatian dan ketelitian setiap akan melakukan pengalihan piutang karena harus dilakukan oleh orang yang berwenang dan pengalihan tidak dapat dilakukan lebih dari bagian yang dimiliki agar tidak terjadi perbedaan penafsiran.
ABSTRACT
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Ratna Sari
Abstrak :
Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya ketika membuat akta autentik dituntut untuk lebih cermat dan melaksanakan prinsip kehati-hatian, mengingat sering terjadinya permasalahan hukum terkait akta autentik yaitu terdapat pihak-pihak yang melakukan kejahatan seperti memberikan identitas dan dokumen palsu dalam pembuatan akta autentik yang mengakibatkan Notaris mendapat masalah hukum atas akta yang dibuatnya. Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang bagaimana pembuktian materil dalam pembuatan akta perjanjian kredit dan tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta perjanjian kredit yang dibuat dengan menggunakan surat palsu berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat nomor 952/PID.B/2019/PN.JKT.BRT. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, penelitian ini menggunakan metode analisis data secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah pembuktian kebenaran materil merupakan tugas dari pihak Kepolisian dan Kejaksaan untuk mencari kebenaran materil dalam persidangan. Dalam hukum acara pidana, untuk membuktikan mengenai kebenaran apakah para pihak melakukan pemalsuan identitas dan dokumen dalam pembuatan akta autentik harus melalui proses pembuktian yaitu dengan sistem pembuktian secara negatif sesuai dengan Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHP dan tanggung jawab Notaris terhadap akta perjanjian kredit yang dibuat dengan menggunakan surat palsu tidak dapat dibebankan kepada Notaris karena pada dasarnya Notaris hanya bertanggung jawab dalam hal kebenaran formil dalam pembuatan akta autentik. Notaris dapat dibebankan pertanggungjawaban pidana apabila telah lalai dalam melakukan tugas yang menjadi tanggung jawabnya sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta autentik sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). ......Notary in carrying out their duty and position when making an authentic deed is obligated to be thorough and fulfil the prudential principle. It happens because there's often legal issues regarding the authentic deed one of it is when a party commits a crime in the form of giving a fake identification details and using a forged documents in the course of making an authentic deed that causes the Notary to receive legal issues regarding the authentic deed that they made. This research raises the issue about the process of material evidentiary in the making of credit agreement deed and regarding the responsibility that Notary have regarding the making of a credit agreement that was made using a fake identification details and forged documents be based on the decision of the West Jakarta District Court No.952/PID.B/2019/PN.JKT.BRT. To answer the issues that occurs in this case, this research uses the normative judicial approach and also qualitative data that used in this research consist of primary, secondary, and tertiary legal materials. This research also uses descriptive typology with qualitative approach in the terms of writing. The result of this research is material evidentiary is the Police's and Prosecutor's duty to find the material truth in the course of trial. The criminal procedure law stated that to find the truth wether a party is committing a crime in the form of identity and document forgery in the making of authentic deed must go through evidentiary process which is the negative evidentiary system that based on article 183 of the Criminal Procedure Law and a legitimate evidence that is stated in article 184 Criminal Procedure Law and also the criminal liability can't be burdened to the Notary. It is because a Notary can only be held responsible in scope of the formal truth in the course of making authentic deed. Notary can only be imposed to a criminal liability if the Notary have been negligent in carrying out his duty as a public official in context of making an authentic deed as stated in Law Number 30 of 2004 concerning Notary (UUJN).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Imanuel Bureni
Abstrak :
Perjanjian kredit bank merupakan media atau perantara pihak dalam keterkaitan pihak yang mempunyai kelebihan dana surplus of funds dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana lack of funds. Perjanjian kredit bank membentuk perikatan diantara para pihak dalam hubungan yang saling membutuhkan dimana masing-masing pihak berkehendak memperoleh manfaat/ keuntungan dari perikatan tersebut. Karena itu dalam perjanjian kredit bank harus ada keseimbangan kepentingan para pihak baik pada tataran pembuatan perjanjian kredit bank maupun pada tataran pemenuhannya yang dimuat sebagai klausula perjanjian. Kenyataannya, seringkali ditemukan tidak terdapatnya keseimbangan pengaturan kepentingan para pihak diantaranya terdapat klausula ?Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank yang disinyalir sebagai klausula eksonerasi karena dengan pencantuman klausula tersebut maka pihak bank dapat secara sewenang-wenang mengubah bunga kredit dan juga sebagai benteng bagi pihak bank menghindari pertanggungjawaban hukum. Dalam hal ini masyarakat pencari keadilan mengharapkan hakim dapat memberi keadilan melalui pemulihan keseimbangan kepentingan dalam perjanjian kredit bank tersebut. Pokok permasalahan penelitian ini adalah : apakah pencantuman klausula Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank dalam perjanjian kredit bank melanggar asas keseimbangan dan apakah hakim dapat mengintervensi suatu perjanjian kredit yang disepakati para pihak ? Selanjutnya dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, peneliti menganalisis pengaruh pencantuman klausula ?Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank? terhadap keseimbangan perjanjian kredit bank dan menganalisis kewenangan hakim dalam mengintervensi suatu perjanjian kredit yang disepakati para pihak sekaligus memberikan rekomendasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencantuman klausula ?Penetapan dan Perhitungan Bunga Bank dilakukan Oleh Bank? tanpa memuat klausula yang menjamin dilakukannya negosiasi ulang mengenai perubahan bunga kredit bank adalah melanggar asas keseimbangan dan karena itu hakim karena jabatannya (ex officio) maupun karena amanat undang-undang berwenang mengintervensi perjanjian kredit bank tersebut untuk memulihkan keseimbangannya. Atas terdapatnya kelemahan / kekosongan hukum positif mengenai pengaturan pelaksanaan perjanjian kredit dilakukan dengan itikad baik dan juga mengenai pengaturan peranan hakim dalam memulihkan keseimbangan perjanjian kredit bank, maka direkomendasikan agar dilakukan revisi KUHPerdata dan/atau revisi atas regulasi undang-undang terkait. ......The bank credit agreement is a medium or an intermediary of the parties in the involvement of the parties that have surplus of funds with the parties having lack of funds and needing funds. The bank credit agreement establishes the bond among the parties in a relationship which mutually needs each other where each party wishes to obtain advantages/benefits from the bond. Therefore, in the bank credit agreement there has to be a balance of interests of the parties both in the phase of the drawing of the bank credit agreement and in the phase of its fulfillment set forth as one of the clauses of the agreement. In reality, the imbalance of the parties interest arrangement is often discovered, which among others there is a clause of Bank Interest Determined and Calculated by the Bank pointed out as an exoneration clause because by putting the clause the bank can arbitrarily change the credit interest and also as the shield for the bank to avoid legal liability. In this case, the society seeking for justice expect the judge can provide it through the restoration of interest balance in the bank credit agreement. The main problems of the research are: does the writing of the clause Bank Interests Determined and Calculated by the Bank? in the bank credit agreement violate the balance principle And can a judge intervene a credit agreement approved by all parties? Furthermore, by using the descriptive analysis research method, the researcher analyzes the influence of the writing of the clause Bank Interests Determined and Calculated by the Bank? to the balance of the bank credit agreement and analyzes the authority of a judge in intervening a credit agreement approved by all parties and in providing recommendations. The research result shows that the writing of the clause ?Bank Interests Determined and Calculated by the Bank? without setting forth the clause which guarantees a renegotiation to be done on the change of the bank credit interests violates the balance principle, and therefore a judge because of his/her position (ex officio) and because of the mandate of the laws has the authority to intervene the bank credit agreement to restore its balance. As there are some weaknesses/positive law disparities on the arrangement of the credit agreement implementation done with good faith and also on the arrangement of the judges roles in the restoration of the bank credit agreement balance, it is recommended that the revision of Civil Code and/or the revision on the relevant laws should be done.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>