Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Sudiro Waspodo
Abstrak :
Pendahuluan Sirosis hati (SH) telah diketahui merupakan suatu keadaan yang ireversibel di dalam perkembangannya, SH dapat berakhir dengan gagal hati, hipertensi portal, atau dapat menunjukkan aktivitas yang dapat dikelompokkan menjadi kelompok yang mengalami progresi, regresi atau menetap. Keluhan subyektif pada stadium awal penyakit SH biasanya sangat sedikit dan tidak jelas. Sedangkan pemeriksaan jasmani sering tidak dapat dipakai sebagai ukuran kecuali bila telah terjadi tanda dekompensasi. Beberapa hasil pemeriksaan laboratorium dapat dipakai untuk pegangan mengikuti perjalanan penyakit seperti transaminase, bilirubin, kolesterol, BSP, dan Indocyanin green. Pemeriksaan tersebut mempunyai beberapa kelemahan seperti sifat tidak spesifik pada pemeriksaan transaminase, gambaran bilirubin tidak hanya mencerminkan kerusakan parenkim hati, penurunan kolesterol bare terjadi pada penyakit yang berat, sedangkan pemeriksaan BSP mengandung bahaya alergi. Akhir-akhir ini telah diperkenalkan kegunaan pemeriksaan kadar garam empedu serum sebagai alat penyaring adanya penyakit hati dan untuk mengikuti perjalanan penyakit hati. Berbagai hasil penelitian telah membuktikan pemeriksaan kadar garam empedu serum post prandial lebih sensitif sebagai alat penyaring adanya penyakit hati bila dibandingkan dengan pemeriksaan kadar garam empedu serum puasa. Namun sebaliknya telah dibuktikan bahwa nilai kadar garam empedu serum puasa lebih spesifik untuk penyakit hati. Juga dibuktikan bahwa tinggi rendahnya nilai rata-rata garam empedu serum puasa sesuai dengan berat ringannya penyakit Sirosis hati, meskipun masih didapatkan adanya angka-angka yang tumpang tindih. Kegunaan pengukuran kadar garam empedu serum puasa sebagai petanda prognostik penyakit SH telah dilaporkan di luar negeri dan Indonesia, meskipun penelitian di Indonesia memberikan hasil yang berbeda. Penderita SH dengan kadar garam empedu total serum puasa yang tinggi mempunyai risiko mati yang lebih besar pada tahun pertama dibandingkan dengan penderita SH dengan kadar garam empedu total serum puasa, yang rendah. Bertolak dari hal tersebut di atas ingin dikaji kembali manfaat lebih lanjut dari kadar garam empedu serum puasa sebagai salah satu alat prognostik dan sarana untuk mengikuti perkembangan penyakit sirosis hati.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Agung Wibowo
Abstrak :
Latar Belakang dan tujuan: Penyakit hati kronik pada pasien pediatrik merupakan salah satu masalah utama kesehatan pada populasi anak-anak dengan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Penilaian derajat fibrosis hati diperlukan untuk menentukan tatalaksana yang sesuai, menentukan prognosis, dan tindak lanjut pasca pengobatan. Pemeriksaan USG elastografi acoustic radiation force impulse ARFI merupakan metode penilaian derajat fibrosis hati yang bersifat tidak invasif, mudah dan cepat dikerjakan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai titik potong derajat fibrosis USG elastografi ARFI pada pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik. Metode: Pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik menjalani pemeriksaan USG elastografi ARFI. Didapatkan nilai shear wave velocity SWV dari pemeriksaan ARFI yang menunjukkan elastisitas jaringan hati pada 18 subjek dan dihubungkan dengan hasil biopsi hati METAVIR . Kurva receiver-operating characteristic ROC dilakukan untuk menentukan titik potong derajat fibrosis hati. Hasil: Rerata nilai median ARFI pada pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik tanpa fibrosis hati 1,21 m/s; fibrosis ringan F1 1,13 m/s; fibrosis signifikan F2 ; fibrosis berat F3 2,76 m/s; dan sirosis F4 3,84 m/s. Kurva ROC menunjukkan titik potong ARFI pada 1,98 m/s memiliki sensitivitas 100 untuk mendeteksi derajat fibrosis ge;F3. Kesimpulan: USG elastografi ARFI merupakan metode yang dapat diandalkan, cepat, dan non invasif untuk menentukan derajat fibrosis berat dan sirosis pada pasien pediatrik. Hasil pemeriksaan ARFI dapat membantu klinisi dalam tindak lanjut pengobatan dan alternatif biopsi hati pada kondisi tertentu. ......Background and objectives: Chronic liver disease in pediatric patients is one of the major health problems with high rates of morbidity and mortality. Assessment of the degree of liver fibrosis is needed to determine appropriate management, determine prognosis, and post treatment follow up. Ultrasound acoustic radiation force impulse ARFI elastography examination is a non invasive, easily and rapidly performed liver fibrosis assessment method. The objective of this study was to obtain the cut off value of fibrosis degree with ARFI examination in pediatric patients with chronic liver disease. Methods: Pediatric patients with chronic liver disease underwent ARFI ultrasound measurements. Shear wave velocity SWV value obtained from ARFI examination showing elasticity of liver tissue in 18 subjects and associated with liver biopsy results METAVIR . The receiver operating characteristic ROC curve is performed to determine cut off value of degree of liver fibrosis. Results Mean of SWV value in pediatric patients with chronic liver disease without liver fibrosis 1.21 m s mild fibrosis F1 1.13 m s significant fibrosis F2 severe fibrosis F3 2.76 m s and cirrhosis F4 3.84 m s. The ROC curve shows the cut off at 1.98 m s yielded a 100 sensitivity to detect the degree of fibrosis ge F3. Conclusions USG elastographic ARFI is a reliable, rapid, and non invasive method for determining the degree of severe fibrosis and cirrhosis in pediatric patients. The results of the ARFI examination may assist the clinician in the follow up of treatment and alternatives of liver biopsy in certain condition.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susana Somali
Abstrak :
LATAR BELAKANG : Sirosis hati merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit hati yang sering dijumpai selain hepatitis virus akut dan kanker hati. Komplikasi sirosis hati yang tersering adalah asites. Adanya asites merupakan prognosis yang buruk karena hanya sekitar 50% penderita sirosis hati dengan asites dapat bertahan hidup dalarn waktu 2 tahun. Asites juga merupakan faktor predisposisi terjadinya komplikasi berbahaya seperti Peritonitis Bakteri Spontan (PBS). BAHAN DAN METODE : 74 subyek penelitian penderita sirosis hati dengan asites. Pada cairan asites dilakukan biakan aerob-anaerob, pemeriksaan hitung leukosit dengan alat hitung sel otomatis Sysmex XT2000i®, hitung jenis leukosit dengan mikroskop dan uji leukosit esterase carik celup urin sedangkan pemeriksaan albumin, protein dan LDH dilakukan untuk serum dan cairan asites. HASIL : Pada penelitian ini didapatkan penderita PBS sebanyak 14 orang (18.92%). Pada kelompok PBS didapatkan netrositik asites sebanyak 12 orang (85.71%). Dari hasil biakan yang positif pads kelompok penderita PBS berhasil diisolasi dua jenis kuman golongan Enterobacteriaceae yaitu Escherichia call dan Enterobacter aerogenes. Kedua kuman ini diduga menghasilkan Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL). Dengan menggunakan cara perhitungan stastistik menurut Bland-Altman didapatkan bahwa hasil hitung jumlah leukosit pada cairan asites dengan menggunakan alat otomatis Sysmex XT2000P tidak berbeda bermakna dengan cara manual. Untuk memperkirakan jumlah PMN cairan asites ? 250 sellpL maka cut off point untuk MuitistixlOSG® adaiah pada skala trace sedangkan untuk Comburl4M® adalah pada skala positif-2. Sebagian besar cairan asites pada penderita PBS termasuk transudat berdasarkan kriteria Light (85.71 %). Pada 92.86 % penderita PBS mempunyai SAAG > 1.1 g/dL. KESIMPULAN : Pada penelitian ini diperoleh proporsi PBS sebesar 18.92 % dan proporsi netrositik asites sebesar 85.71%. Kedua jenis kuman batang Gram negatif diduga menghasilkan ESBL sehingga resisten terhadap Sefotaksim. Hitung leukosit cairan asites dapat dilakukan dengan alat penghitung sel otomatis Sysmex XT2000i. Leukosit esterase carik celup urin Multistixi OSG® dan Comburl0M@ dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah PMN cairan asites > 250 sellpL. Cairan asites pada penderita PBS temasuk transudat menurut modifikasi kriteria Light. PBS tidak mempengaruhi SAAG. SARAN : Parasentesis diagnostik harus dilakukan sebelum pemberian antibiotik empirik. Leukosit esterase carik celup urin dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk memdiagnosis PBS secara "bedside". Penelitian lanjutan untuk mendapatkan pola dan kepekaan antibiotika kuman penyebab PBS.
Cirrhosis is identified as one of major health problems in Indonesia. It is found to be the most prevalent liver disease in addition to acute viral hepatitis and liver cancer. Ascites is the most common complication associated with cirrhosis. About 50% of patients with cirrhosis who develop ascites die within 2 years of diagnosis. Ascites also predisposes life-threatening complication such as Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP). Materials and Methods. 74 cirrhosis patients who develop ascites were included in the study. The ascitic fluid was cultured in aerobic and anaerobic media. Leukocytes were evaluated for leukocytes count using Sysmex XT2000iT"" automatic cell counter, leukocytes differential count was observed under the microscope, and dip stick urine of leukocyte esterase test. Moreover, albumin, protein, and LDH level were assessed for both serum and ascitic fluid. Results. Spontaneous Bacterial Peritonitis was diagnosed in 14 subjects (18.92%). Twelve subjects (85.71%) within this group developed neutrocytic ascites. Enterobacteriaceae pathogens, i.e. Eschericiiia coil and Enterobacter aerogerles, had been isolated from the ascitic fluid culture. These pathogens were suspected for producing Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL). Using Bland-Altman test, it was discovered that there were no significant differences in leukocytes count of ascitic fluid either measured with Sysmex XT2000iT"' automatic cell counter or conventional method. The cut-off point for MultistixlOSGTm was set on trace scale, whereas the ComburlOMTM was set on scale positive-2 to obtain a number of PMN leukocytes count of more than 250 cellslpL. Based on Light criteria, 85.71% of ascitic fluid from the SBP patients were considered as transudates. Meanwhile, 92.86% of SBP group showed an SHAG ? 1.lg/dL. Conclusions. The study reveals that the proportion of SBP is 18.92% and neutrocytic ascites is 85.71%. Both of the Gram-negative bacteria are considered producing ESBL that induce resistance to Cefotaxime. Leukocytes count of ascitic fluid can be measured using Sysmex XT2000iTM automatic cell counter. To predict PMN leukocyte count of more than 250 cells/pL, the dip stick urine leukocytes esterase test using MultistixlOSGT"^ and ComburlOMTM are available. The ascitic fluid in SBP patients are classified as transudates, based on Light criteria. SBP has no effect against SAAG. Suggestions. A diagnostic paracentesis should be performed prior to empirical antibiotics therapy. The dip stick urine leukocytes esterase test can be use as an alternative method to diagnose SBP along with the other bedside techniques. Further study is required to attain pattern and sensitivity of SBP pathogens.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T 18018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Faisal
Abstrak :
Tujuan : Untuk meningkatkan peran radiodiagnostik dalam mendeteksi adanya varises esofagus yang belum berdarah serta menilai ketepatan diagnostik pemeriksaan barium esofagogram dalam mendiagnosis varises esofagus pada pasien dengan sirosis hati. Bahan dan Cara : Pemeriksaan esofagogram dilakukan pada 25 pasien, dengan usia antara 23 tahun-80 tahun. Jenis kelamin terbanyak laki-laki 17 orang (68 %) sedangkan perempuan 8 orang (32%), semua pasien dengan kelainan sirosis hati yang belum berdarah (hematemesisl melena) dan hipertensi portal. Varises esofagus yang belum berdarah telah diperlihatkan dengan baik dengan pemeriksaan esofagogram yang hasilnya dikorelasikan dengan temuan endoskopi sebagai bake emas. Hasil dan Kesimpulan Pada uji statistik didapat hasil sensitifitas pemeriksaan esofagogram 84% dengan spesifisitas 0%, nilai PPV 100%. dan NPP 0%. Nilai Kappa dari pemeriksaan ini 0,79 didapat kesesuaian baik. Hasil penelitian ini memperlihatkan esofagogram dapat dipergunakan untuk menilai adanya varises esofagus pada pasien sirosis hati yang belum berdarah. Dari penelitian ini juga didapat kesesuaian yang baik antara pemeriksaan endoskopi dan esofagogram.
Purpose : To improve the role of radiodiagnosis in detecting unruptured esophageal varices and to evaluate the accuracy of barium esophagogram in establishing the diagnosis of esophageal varices in patients with liver cirrhosis. Material and method : Esophagogram is performed in 25 patients (23-80 years old). 17 patients (68%) are male and 8 patients (32%'- are female. All patients are suffering from uncomplicated liver cirrhosis (no hematemesis or nrelena) and portal hypertension. Unruptured esophageal varices is visualized well using esophagogram, and the result is compared to endoscopic finding as gold standard. Result and conclusion : Statistical analysis concluded that esophagogram has 84% sensitivity, 0% spesfficity, 100% PPV value and 0% NPP value. Kappa score from this examination is 0,79 with good correlation. This study shows that esophagogram can be used to evaluate esophageal varices in patients with uncomplicated liver cirrhosis. There is good correlation between esophagogram and endoscopic examination.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T20868
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzaki Abubakar
Abstrak :
Pendahuluan: Prevalensi sirosis tinggi di Indonesia yang mayoritas populasinya adalah muslim. Pada saat menjalani puasa Ramadhan yang merupakan kewajiban umat muslim terjadi berbagai proses metabolik yang dapat mempengaruhi keadaan klinis, nutrisi dan bokimiawi pasien sirosis hati . Penelitian tentang efek puasa Ramadhan pada pasien sirosis hati di Indonesia belum pernah dilakukan. Tujuan: Untuk mengetahui perubahan status nutrisi, status fungsi hati, pembentukan badan keton dan keseimbangan nitrogen pada pasien sirosis hati yang menjalankan puasa Ramadhan. Metode: Penelitian "pre dan post" dengan consecutive sampling dilakukan pada pasien sirosis hati yang berpuasa Ramadhan. Penilaian status fungsional hati dengan skor Child-Pugh (CP), antropometrik dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT), ketebalan triceps skinfold (TSF) menggunakan kaliper Holtain, mid-arm muscle circumference, asupan makanan 24 jam, kadar 3-β-hidroksi butirat darah, serta pengukuran ekskresi nitrogen urin 24 jam, dilakukan pada minggu ke-4 Ramadhan dan 4 minggu pasca Ramadhan. Hasil: Didapatkan 24 pasien sirosis hati, 16 orang (66,7%) laki-laki dan 8 orang (33,3%) perempuan yang menjalankan puasa Ramadhan dengan rerata umur 60 tahun. Etiologinya virus hepatitis B 54,2%, hepatitis C 20,8%, dan penyebab yang tidak diketahui 25%. Status fungsi hati CP A 19 orang (79,2%), CP B 2 orang (8,3%), dan CP C 3 orang (12,5%). Tidak ada perubahan skor CP pasca Ramadhan. Rerata (SD) IMT, ketebalan TSF, MAMC saat puasa Ramadhan berturut-turut adalah 25,112 (4,05) kg/m2, 7,40 (3,61) mm, 25,77 (3,077) cm dan pasca Ramadhan berturut-turut 25,25 (4,01) kg/m2 (p = 0,438), 7,89 (4,33) mm (p=0,024), 25,96 (3,42) cm (p=0,228). Kadar 3-β-hidroksi butirat darah saat Ramadhan adalah 0,14 (0.07) mmol/L, pasca Ramadhan 0,11 (0.09) mmol/L (p=0,166). Rerata (SD) keseimbangan nitrogen saat puasa Ramadhan 2,44 (2,93) gram/24 jam, pasca Ramadhan 0,51 (3,16) gram/24 jam (p=0,037). Simpulan: Tidak ada pebedaan status fungsi hati dan kadar 3-β-hidroksi butirat darah pada saat dan pasca Ramadhan. Indeks massa tubuh dan ketebalan TSF membaik pasca Ramadhan. Keseimbangan nitrogen lebih positif saat Ramadhan. Puasa Ramadhan tampaknya tidak membahayakan pasien sirosis hati terutama pada kondisi fungsi hati yang terkompensasi. ......Introduction: The prevalence of cirrhosis is high in Indonesia which most of are predominantly moslems. There were various metabolic changes happened in Ramadhan fasting that obligated for moslems that could influence clinical, nutritional, and biochemistry condition of cirrhotic patients.The study of effects of Ramdhan fasting in cirrhotics patients (pts) in Indonesia has never been investigated. Aim of Study: To evaluate changes of liver functional status, nutritional status, serum 3-β-hidroxy butyric and nitrogen balance in cirrhotic patients during Ramadhan fasting. Methods: This was a ‘pre and post’ study with consecutive sampling conducted in cirrhotic patients during Ramdhan fasting. Assessment of liver functional status by Child-Pugh (CP) score, anthropometric by measuring body mass index (BMI), triceps skinfold (TSF) thickness measured by Holtain caliper, and mid-arm muscle circumference, 24-hours food intake, serum 3-β-hidroxi butyric, and 24-hours urine nitrogen excretion, were performed at fourth week and four weeks after the end of Ramadhan fasting. Results: Of 24 cirrhotic patients, 16 male (66,7%) dan 8 female (33,3%) who performed Ramadhan fasting were 60 years old in this study. Etiologies were hepatitis B viral (54,2%), hepatitis C ( 20,8%), and unknown (25%). Liver functional status were CP A 19 pts (79,2%), CP B 2 pts (8,3%), and CP C 3 pts (12,5%). No changes of this status after Ramadhan. Mean (SD) of BMI, TSF thickness, MAMC at Ramadhan concecutively were 25,112 (4,05) kg/m2, 7,40 (3,61) mm, 25,77 (3,077) cm and after Ramadhan 25,25 (4,01) kg/m2 (p = 0,438), 7,89 (4,33) mm (p=0,024), 25,96 (3,42) cm (p=0,228). Mean (SD) of serum 3-β-hidroxy butyric at Ramadhan was 0,14 (0.07) mmol/L, after Ramadhan 0,11 (0.09) mmol/L (p=0,166). Mean (SD) of nitrogen balance at Ramadhan was 2,44 (2,93) gram/24 hour, after Ramadhan 0,51 (3,16) gram/24 hour (p=0,037). Conclusion: No difference of liver functional status and serum 3-β-hidroxy butyric during and after Ramadhan. Body mass index and triceps skinfold were better after Ramadhan. Nitrogen balance was more positive during Ramadhan compared to after Ramadhan. Ramadhan fasting is likely harmless especially in compensated liver cirrhosis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Frethernety
Abstrak :
Latar Belakang: Hipoksia adalah keadaan defisiensi suplai oksigen ke dalam sel atau jaringan akibat gagalnya sistem respirasi yang membawa oksigen sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. Hati merupakan organ yang sensitif terhadap hipoksia. Keadaan hipoksia dapat menyebabkan kerusakan hati yang mendasari beberapa kondisi patologis jaringan seperti ischemic hepatitis, cirrhosis hepatis. Tanaman Acalypha indica (AI) dan Centella asiatica (CA) telah terbukti memiliki efek antioksidan dan dapat melindungi banyak organ dari kondisi hipoksia. Pada penelitian ini menganalisis pengaruh pemberian kombinasi ekstrak etanol AI dan CA pada pascahipoksia sitemik terhadap fungsi hati, stres oksidatif dan aktivitas antioksidan organ hati. Metode: Dua puluh delapan tikus Spraque-Dawley dibagi secara acak menjadi 7 kelompok. Kelompok kontrol adalah perlakuan tanpa hipoksia, perlakuan enam kelompok lainnya pascahipoksia 7 hari diberikan zat uji sebagai berikut: air, kombinasi dosis 1 dan 2, dosis tunggal AI, dosis tunggal CA dan dosis tunggal vitamin C selama 7 hari. Aktivitas ALT dan AST, kadar MDA, rasio GSH/GSSG dan aktivitas SOD dianalisis dengan statistik menggunakan uji ANOVA yang dilanjutkan multiple comparisons Post Hoc dengan uji Least Significant Difference (LSD) untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda, dimana perbedaan dianggap bermakna secara statistik bila p<0.05. Hasil: Tidak ada perbedaan aktivitas ALT dan AST yang bermakna pada semua kelompok. Kadar MDA meningkat pada kelompok pascahipoksia 7 hari dibanding kontrol. Kelompok kombinasi 1 memiliki MDA yang rendah, rasio GSH/GSSG dan aktivitas SOD yang meningkat dibanding dengan kelompok pascahipoksia 7 hari. Kesimpulan: Pemberian zat uji kombinasi 1 memiliki efek perlindungan pada hati tikus terhadap pascahipoksia 7 hari melalui mekanisme stres oksidatif dan antioksidan. ......Background: Hypoxia occurs due to the deficiency of oxygen supply to the cells or tissue caused by the failure of the respiratory system that carries oxygen result in cell or tissue damage. Liver is an organ that has sensitive reaction to hypoxia. Hypoxia may cause liver damage underlying the condition of several pathological tissues, such as; ischemic hepatic, cirrhosis hepatic. Acalypha indica (AI) and Centella asiatica (CA) have been proved to have antioxidant effects and may protect many organs from hypoxic conditions. This study analysed the effect of ethanol extract combination of AI and CA on post-hypoxia toward liver function, oxidative stress and antioxidant activity of the liver. Methode: Twenty-eight Spraque-Dawley rats divided randomly into 7 groups. Controlled group was treated without hypoxia while the six other groups on 7 days-post-hypoxia were given with such substance test as follows: water, dose combination of 1 and 2, single dose of AI, single dose of CA, and single dose of vitamin C. Activities of ALT and AST, MDA, GSH / GSSG ratio and SOD activity were analyzed statistically using ANOVA test followed by Post Hoc multiple comparison by the Least Significant Difference (LSD) to determine which groups was different, where the difference was considered statistically significant at p <0:05. Result: There is no significant difference in the activity of ALT and AST in all groups. MDA levels increased in the 7 days-posthypoxia group compared to the controlled one. The group combination 1 has lower MDA and increasing GSH/GSSG ratio and SOD activity compared with the 7 days-posthypoxia group. Conclusion: The substance of combination 1 test has a protective effect on the rats? liver on 7 days-posthypoxia through oxidative stress and antioxidant mechanisms.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sin Hariyanto Budiarta
Abstrak :
Latar Belakang: Penderita sirosis hati sering mengalami gangguan sistem hemostasis yang kompleks dan komplikasi perdarahan akut varises gastroesofageal. Peran gangguan sistem hemostasis dalam perdarahan akut varises gastroesofageal penderita sirosis hati masih belum jelas.Tujuan: Mengetahui perbedaan jumlah trombosit, nilai PT, nilai APTT dan kadar protein C penderita sirosis hati yang mengalami dan yang tidak mengalami perdarahan akut varises gastroesofageal. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada penderita sirosis hati. Subjek penelitian diperoleh dari penderita yang berobat di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Seluruh penderita dilakukan pemeriksaan jumlah trombosit, nilai PT, nilai APTT dan kadar protein C. Penderita dengan gejala perdarahan akut saluran cerna bagian atas dilakukan pemeriksaan Esofago-Gastro-Duodenoskopi EGD. Diagnosis perdarahan akut varises gastroesofageal ditentukan dari hasil pemeriksaan EGD. Untuk mengetahui perbedaan jumlah trombosit, nilai PT, nilai APTT dan kadar protein C penderita sirosis hati yang mengalami dan yang tidak mengalami perdarahan akut varises gastroesofageal dipakai uji T indepedent dan uji Mann-Whitney. Hasil: Terdapat total 63 penderita sirosis hati yang ikut serta dalam penelitian, 21 penderita mengalami perdarahan akut varises gastroesofageal dan 42 penderita tidak mengalami perdarahan akut varises gastroesofageal. Perbedaan jumlah trombosit penderita sirosis hati yang mengalami perdarahan dan yang tidak mengalami perdarahan akut varises gastroesofageal mempunyai nilai p>0,05. Jumlah trombosit. ......Background Patients with liver cirrhosis have complex hemostatic system disturbances and acute gastroesophageal varices bleeding frequently. The role of hemostatic system disturbances in acute gastroesophageal varices bleeding has not been yet clear in liver cirrhosis.Objective To know the difference of thrombocyte count, PT, APTT and protein C level in liver cirrhosis patients with and without acute gastroesophageal varices bleeding. Methods: This was a cross sectional study. Patients with liver cirrhosis were enrolled from Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. All patients underwent examination for thrombocyte count, PT, APTT and protein C level. Patients with acute upper gastrointestinal bleeding underwent examination for esophago gastro duodenoscopy EGD. Diagnosis of acute gastroesophageal varices bleeding based on the result of EGD examination. To know the difference of thrombocyte count, PT, APTT and protein C level in liver cirrhosis patients with and without acute gastroesophageal varices bleeding, T independent test and Mann Whitney test were used for statistical analysis. Results There are 63 patients with liver cirrhosis in this study, 21 patients with acute gastroesophageal varices bleeding and 42 patients without acute gastroesophageal varices bleeding. The difference of thrombocyte count in liver cirrhosis patients with and without acute gastroesophageal bleeding has p value 0,05. Thrombocyte count.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58828
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Pratomo Putra
Abstrak :
Latar Belakang Sirosis hepatis masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit terkait hepar secara global. Selain itu, sirosis juga mengganggu kualitas hidup terkait kesehatan pasiennya. Penilaian kualitas hidup sering terlupakan dalam tatalaksana sirosis, padahal aspek ini lebih penting dibanding aspek luaran tradisional saja. Salah satu alat ukur kualitas hidup spesifik untuk pasien sirosis adalah Chronic Liver Disease Questionnaire (CLDQ). Meskipun alat ini sudah digunakan secara luas di negara lain, belum pernah ada penelitian yang menguji kesahihan dan keandalannya dalam Bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kesahihan dan keandalan CLDQ dalam Bahasa Indonesia dengan cara yang tepat. Metode Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, dengan pengambilan sampel yang memenuhi kriteria bertempat di Poliklinik Hepatobilier RSCM dari April-Mei 2021. Penelitian diawali dengan menerjemahkan CLDQ ke dalam Bahasa Indonesia, kemudian diujicobakan (pretest) pada 10 orang responden, menghasilkan CLDQ dalam Bahasa Indonesia versi final yang digunakan pada penelitian utama dengan jumlah sampel yang lebih besar (52 orang responden). Uji kesahihan dilakukan dengan metode kesahihan konstruk dan eksternal, sementara uji keandalan dilakukan dengan metode konsistensi internal dan tes ulang. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa kuesioner CLDQ dalam Bahasa Indonesia memiliki kesahihan konstruk yang baik dengan rentang r 0,613-0,917, kesahihan eksternal yang baik dengan 54,1% korelasi sedang dan kuat antara CLDQ dengan SF-36, keandalan konsistensi internal yang baik (Cronbach-Alpha ≥ 0.7), dan keandalan tes ulang yang juga baik (ICC > 0,7). Kesimpulan Kuesioner CLDQ dalam Bahasa Indonesia memiliki kesahihan dan keandalan yang baik untuk menilai kualitas hidup pasien sirosis hepatis di Indonesia. ......Background Liver cirrhosis still become the main cause of liver related morbidity and mortality around the world. Furthermore, cirrhosis also impairs health related quality of life. The evaluation in quality of life is sometimes forgotten in cirrhosis treatment, although this aspect is more important than traditional outcome. One of the specific tool to measure quality of life in cirrhosis patient is Chronic Liver Disease Questionnaire (CLDQ). Although this tool is widely used in many countries, there is still no research of validity and reliability in Indonesian language. This study purpose is to test the validity and reliability of CLDQ in Indonesian language with the correct methods. Methods This cross sectional study conducted the sampling location at Hepatobilliary outpatient clinic in RSCM, from April-May 2021. The study started by translating CLDQ into Indonesian language, and subsequently pretested in 10 people, resulting in final version of CLDQ in Indonesian language. The final version later tested in the main study with a bigger subjects (52 people). The validity test is conducted using construct and external methods, while the reliability test is conducted using internal consistency and test-retest methods. Results The Indonesian language CLDQ questionnaire has a good construct validity with r 0.613-0.917, good external validity with 54.1% moderate and strong correlations between CLDQ and SF-36, good internal consistency reliability (Cronbach-Alpha ≥ 0.7), and good test-retest reliability (ICC > 0.7). Conclusion The Indonesian language CLDQ questionnaire has a good validity and reliability to measure quality of life in liver cirrhosis patients in Indonesia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prionggo Mondrowinduro
Abstrak :
Latar Belakang: Pasien sirosis hati berisiko mengalami infeksi bakteri cairan asites melalui jalur translokasi patogen di dalam saluran cerna. Kategori infeksi bakteri cairan asites netrositik meliputi PBS dan ANKN. Baku emas pemeriksaan meliputi jumlah PMN, kultur bakteri dan DNA ribosomal RNA 16S untuk mengkaji adanya patogen bakteri pada cairan asites sirosis hati. Data populasi sel alat analisa hematologi otomatis belum optimal digunakan dan perlu dikaji dalam hal kemampuan mendeteksi infeksi bakteri cairan asites. Tujuan: Mengetahui proporsi, pola patogen, kepekaan terhadap antibiotik pada infeksi bakteri cairan asites sirosis hati dan kemampuan diagnostik 5 parameter hematologi dalam data populasi sel alat analisa hematologi otomatis dengan baku emas jumlah PMN, kultur bakteri dan atau identifikasi adanya materi genetik bakteri dengan DNA ribosomal RNA 16S pada cairan asites. Metode: Penelitian potong lintang pada subjek asites sirosis hati oleh sebab apapun berusia ≥ 18 tahun di 3 rumah sakit rujukan tersier di Jakarta selama 4 Januari - 30 April 2021. Variabel independen terdiri dari HFLC, IG, ANC, NESFL, Delta Ret-Hb, parameter tambahan RNL dengan baku emas jumlah PMN ≥ 250, kultur bakteri positif & atau rt- PCR DNA ribosomal RNA 16S positif dengan nilai CT ≤ 31.1 pada cairan asites netrositik. Hasil: 93% subjek adalah sirosis hati dekompensata CPS ≥ 8. Proporsi infeksi bakteri cairan asites dengan baku emas kultur: PBS 4.1%, ANKN 10.3%, bakterasites 7.1%; kultur dan DNA ribosomal RNA 16S bakteri: PBS 7.1%, ANKN 7.1%, bakterasites 45.9%. Kultur bakteri yang tumbuh 11.2% : gram negatif 54.5%, gram positif 45.4%, tidak ditemukan bakteri anaerob & E. coli. ESBL ditemukan pada E. aerogenes & P. aeruginosa. Nilai diagnostik tunggal diperoleh pada parameter IG (sensitivitas 64.3%, spesifitas 75%), ANC (64.2%, 70.2%) dan RNL (71.4%, 71.4%). Nilai diagnostik gabungan memberikan hasil terbaik pada IG, HFLC, NESFL dengan AUC 0.80 IK 95% 0.68 – 0.92 p <0.001, sensitivitas 66%, spesifitas 84%, yang berasosiasi negatif dengan infeksi bakteri cairan asites netrositik dan menghasilkan sistem skor dengan nilai AUC, sensitivitas dan spesifitas yang sama. Simpulan: Hasil kultur & DNA bakteri memberikan proporsi infeksi bakteri cairan asites (PBS, ANKN, bakterasites) 60.1% dengan bakteri gram positif & negatif yang hampir seimbang. Ditemukan resistensi ESBL. IG, ANC & RNL memiliki nilai diagnostik tunggal. IG, HFLC dan NESFL memiliki nilai diagnostik gabungan serta menghasilkan sistem skor untuk infeksi bakteri cairan asites netrositik (PBS, ANKN). ......ackground: Liver cirrhosis posseses risks to sustain ascitic bacterial infection in peritoneal cavity through GI tract pathogen translocation. Neutrocytic ascites bacterial infection includes SBP & CNNA. Diagnostic gold standards for them are ascitic fluid PMN count, bacterial culture and 16S RNA Ribosomal DNA. Cell population data of automated hematology analyzer is not widely used nor evaluated as part of diagnostic process in ascitic bacterial infection. Objective: To determine proportion, microbial pattern, antibiotic susceptibility, diagnostic values of 5 hematological parameters in cell population data of automated hematology analyzer toward gold standard of ascitic fluid bacterial infection : PMN count, bacterial culture positivity and or positivity identification of 16S RNA ribosomal DNA in liver cirrhosis ascitic fluid . Methods: Cross sectional study of ascitic liver cirrhosis due to any cause in ≥ 18 years old subject conducted in 3 tertiary referral hospitals in Jakarta during 4 January to 30 April 2021. Independent variables consist of HFLC, IG, ANC, NESFL, Delta Ret-Hb with gold standard ascitic fluid of PMN count ≥ 250, bacterial culture positivity and or rt-PCR 16S RNA Ribosomal DNA positivity with CT value ≤ 31.1 in neutrocytic ascitic fluid. Results: There are 93% decompensated liver cirrhosis whose CP ≥ 8. Proportion according to culture: SBP 4.1%, CNNA 10.3%, bacterascites 7.1%, while culture and or 16S ribosomal DNA : SBP 7.1%, CNNA 7.1%, bacterascites 45.9%. Proportion of 11.2% positive bacterial culture consists of gram negative 54.5%, gram positive 45.4% & none of anaerobic bacteria nor E. coli. ESBL is detected in E. aerogenes & P. aeruginosa. Individual diagnostic value includes IG (sensitivity 64.3%, specifity 75%), ANC (64.2%, 70.2%) and additional parameter of LNR (71.4%, 71.4%) . The best combination diagnostic value is found in IG, HFLC, NESFL with AUC 0.80, 95% CI 0.68 – 0.92 p <0.001, sensitivity 66%, spesifity 84% which contains negative association to neutrocytic ascites bacterial infection. It produces a score system with similar AUC, sensitivity and specifity. Conclusions: Culture and bacterial DNA results in ascitic bacterial infection (SBP, CNNA, bacterascites) 60.1% with almost equal proportion of gram positive & negative bacterial culture with ESBL resistance. IG, ANC & LNR have individual diagnostic value in neutrocytic ascitic bacterial infection, otherwise IG, HFLC and NESFL are combined cell population data parameters and yield a score system for neutrocytic ascites bacterial infection (SBP,CNNA).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Saut Horas Hatoguan
Abstrak :
Latar Belakang: Sirosis hati dengan dekompensasi akut merupakan masalah kesehatan dengan beban biaya yang besar dan berpengaruh negatif terhadap produktivitas dan kualitas hidup. Belum diketahui sepenuhnya prediktor mortalitas dalam perawatan pasien sirosis hati dekompensasi akut di Indonesia. Tujuan: Mengetahui proporsi dan prediktor mortalitas dalam perawatan pasien sirosis hati dekompensasi akut di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode: Studi kohort retrospektif berbasis data rekam medis pasien sirosis hati dekompensasi akut di RSCM (2016-2019). Analisis bivariat dan multivariat regresi logistik dilakukan untuk mengidentifikasi prediktor mortalitas dalam perawatan. Dua sistem skor dikembangkan berdasarkan identifikasi faktor-faktor tersebut. Hasil: 241 pasien dianalisis, sebagian besar adalah laki-laki (74,3%), menderita hepatitis B (38,6%) dan Child-Pugh B dan C (40% dan 38%). Perdarahan saluran cerna ditemukan pada 171 pasien (70,95%) dan 29 pasien (12,03%) meninggal dalam perawatan. Prediktor independen mortalitas dalam perawatan adalah usia (adjusted OR:1,09 [1,03–1,14]; p=0,001), infeksi bakterial (adjusted OR: 6,25 [2,31–16,92]; p<0,001), kadar bilirubin total (adjusted OR: 3,01 [1,85– 4,89]; p<0,001) dan kadar kreatinin (adjusted OR: 2,70 [1,20–6,05]; p=0,016). Skor logistik dan aditif untuk prediksi mortalitas dalam perawatan memiliki nilai AUROC masing-masing 0,89 dan 0,86. Simpulan: Proporsi mortalitas dalam perawatan pasien sirosis hati dekompensasi akut di RSCM adalah 12,03%. Prediktor independen dari mortalitas dalam perawatan antara lain usia, adanya infeksi bakterial, kadar bilirubin dan kreatinin. Telah dikembangkan sistem skor prediksi mortalitas dalam perawatan pasien sirosis hati dekompensasi akut. ......Background: Acutely decompensated liver cirrhosis is associated with a high medical cost and negatively affects productivity and quality of life. Data on the predictors of in-hospital mortality in acutely decompensated liver cirrhosis patients in Indonesia is still limited. Objective: To determine the proportion and predictors of in-hospital mortality in acutely decompensated liver cirrhosis patients at Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods: Retrospective cohort study using the hospital database of acutely decompensated liver cirrhosis at Cipto Mangunkusumo Hospital (2016-2019). Bivariate and multivariate logistic regression analyses were performed to identify predictors of in-hospital mortality. Two scoring systems were developed based on the identified factors. Results: 241 patients were analyzed, mostly male (74,3%), suffering from hepatitis B (38.6%) and Child-Pugh B and C (40% and 38%). Gastrointestinal bleeding was found in 171 patients (70,95%) and 29 patients (12,03%) died during hospitalization. The independent predictors of in-hospital mortality were age (adjusted OR: 1,09 [1,03-1,14]; p = 0,001), bacterial infection (adjusted OR: 6,25 [2,31-16,92]; p <0,001), total bilirubin levels (adjusted OR: 3,01 [1,85-4,89]; p <0,001) and creatinine levels (adjusted OR: 2,70 [1,20-6,05]; p = 0,016). The logistic and additive scoring system for predicting in-hospital mortality had AUROC values of 0,89 and 0,86, respectively. Conclusion: The proportion of in-hospital mortality in acutely decompensated liver cirrhosis at Cipto Mangunkusumo Hospital was 12,03%. The independent predictors of in-hospital mortality were age, bacterial infection, bilirubin, and creatinine levels. The in-hospital mortality prediction scoring systems have been developed for acutely decompensated liver cirrhosis.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>