Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iqbal Amputra
"Badan usaha berbentuk perseroan terbatas ini banyak diminati oleh pengusaha di Indonesia karena mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensial untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukung (pemegang saham). Tetapi sejak krisis moneter yang terjadi di beberapa negara di Asia dan Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak terhadap badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas adalah diakhirinya kelangsungan badan usaha tersebut dengan pembubaran dan dilanjutkan dengan proses likuidasi karena Perseroan Terbatas tidak dapat memberikan keuntungan lagi.
PT. CIKARANG JASA ASTON Dalam Likuidasi dibubaran berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) karena tidak dapat menghasilkan keuntungan lagi. Pembubaran perseroan diikuti dengan likuidasi oleh likuidator yang ditunjuk dari Direksi perseroan tersebut yang melakukan tindakan pemberesan kekayaannya dengan memindahkan asetnya berupa tanah kepada pihak ketiga.
Penelitian ini adalah penelitian Yuridis Normatif dan data yang digunakan adalah data primer yaitu mewawancarai pihak-pihak terkait dan data sekunder yaitu mempelajari bahan-bahan kepustakaan. Likuidator berwenang mewakili Perseroan Terbatas dalam likuidasi pada waktu pemindahan hak atas tanah aset perseroan tersebut dan akta jual belinya dibuat oleh PPAT lalu didaftarkan pemindahan haknya ke Kantor Badan Pertanahan Nasional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meiyane Halimatussyadiah
"Tidak (dapat dipungkiri bahwa perusahaan merupakan indikator kemajuan perekonomian suatu negara, sehingga diperlukan suatu tatanan hukum yang mengatur perusahaan (hukum perusahaan) termasuk di dalamnya ketentuan mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas. Perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas mutlak diperlukan karena hubungan intern perusahaan yang pada dasarnya adalah hubungan antar organ perusahaan akan mempengaruhi hubungan perusahaan dengan stakeholders lainnya. Adanya kecenderungan pemegang saham mayoritas memanfaatkan kedudukannya secara tidak bertanggung-jawab dapat terjadi melalui mekanisme dalam Rapat Umum Pemegang Saham yaitu dengan memanfaatkan asas one share one vote, misalnya melakukan dominasi melalui Direksi, dimana kebijakan Direksi berpihak kepada pemegang saham mayoritas yang dapat menyebabkan perusahaan hanya sebagai alter ego atau alat untuk kepentingan pemegang saham mayoritas yang tidak beritikad baik.
Bentuk dominasi lain misalnya pemegang saham mayoritas adalah juga Direksi atau Komisaris perusahaan yang bilamana tidak dijalankan tanpa moral hazard akan memungkinkan terjadi piercing the corporate veil atau melakukan tindakan ultra vires yang melalui lembaga retifikasi akan disahkan sebagai suatu tindakan perusahaan yang boleh jadi akan merugikan pemegang saham minoritas, stakeholders lainnya atau perusahaan itu sendiri. Kesewenang-wenangan pemegang saham mayoritas dapat pula terjadi dalam likuidasi perusahaan dimana dasar pembubaran atau likuidasi tersebut tidak dilakukan secara transparan.
Dalam kaitan ini pemegang saham minoritas perlu memahami kedudukan atau hak-haknya, termasuk penggunaan asas one share one vole yang berkaitan erat dengan asas majority rule sebagai salah satu pilar hukum perusahaan yang jika diberlakukan tanpa perlindungan yang memadai bagi pemegang saham minoritas dapat mengakibatkan kedudukan yang tidak seimbang. Dalam kaitan ini terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemegang saham minoritas untuk meneegah terjadinya kesewenang-wenangan oleh pemegang saham mayoritas, misalnya melalui pembuatan perjanjian antar pemegang saham, penerapan hak-hak pemegang saham minoritas, seperti personal right dan derivative right yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas antara lain Pasal 30 ayat 3, Pasal 54 ayat 2, Pasal 55 ayat I, Pasal 85 ayat 3, Pasal 98 ayat 2 dan juga penerapan dan berpedoman pada doktrin-doktrin hukum yang berkaitan dengan hukum perusahaan dan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yaitu transparansi, akuntabilitasi, keadilan dan responsibilitas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Wijaya K.
"Dengan adanya krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 dimana diawali dengan terpuruknya nilai rupiah terhadap mata uang US Dollar yang cukup parah. Krisis moneter dan terpuruknya nilai rupiah tersebut berdampak langsung pada dunia usaha kita pada umumnya. Dimana para pengusaha kita yang berpredikat sebagai debitur mengalami kesulitan dan bahkan tidak mempunyai kemampuan dalam mengembalikan utang-utangnya, terutama utang-utang yang diperoleh dari kreditur luar negeri dan dalam mata uang US Dollar. Sehingga negara dan dunia usaha kita sangat membutuhkan suatu sistem pembayaran utang yang dikenal dengan proses kepailitan yang memberikan perlindungan dan kepastian hukum.
Dengan diundangkannya Undang-Undang tentang Kepailitan No. 4 tahun 1998 (UUK) sepertinya banyak harapan yang diberikan kepada para pemberi pinjaman atau kreditur, akan tetapi ternyata UUK tersebut sangatlah tidak konsisten dan malah merusak sistem hukum jaminan yang telah dibangun sedemikian rupa agar supaya kreditur atau para investor mau memberikan atau menanamkan modalnya kembali. Ketidakkonsisten dan ketidaktaatan asas dari UUK dapat dilihat dari Pasal 56 ayat (1) dan Pasal 56A UUK.
Dari pasal-pasal tersebut di atas jelas sekali terlihat bahwa UUK tidak that asas dan sangat meruntuhkan prisip maupun asas hukum jaminan khususnya jaminan kebendaan yang memang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi kreditur dalam suatu hubungan utang-piutang dengan debiturnya. Perlu ditekankan disini adalah negara kita pada saat ini sangat membutuhkan modal atau akumulasi modal dari para investor atau kreditur, dimana hal irii hanya dapat dicapai dengan adanya suatu sistem hukum yang berwibawa, terintegrasi satu dengan lainnya serta jelas memberi kepastian dan perlindungan hukum yang cukup bagi investor atau kreditur tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T18920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yousfrita
"Pemilihan judul ini untuk memperoleh gambaran dari permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul sehubungan dengan pembubaran perseroan dan likuidasi, yang dibatasi yaitu pembubaran perseroan dan likuidasi yang dilakukan atas inisiatif perseroan sendiri. Bahwa pembubaran perseroan dan likuidasi diatur dalam Undang Undang Nomor I tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Namun dalam prakteknya pada proses pembubaran perseroan dan likuidasi banyak terdapat permasalahanpermasalahan yang tidak tertampung dalam peraturanperaturan dimaksud di atas.
Permasalahan-permasalahan dimaksud antara lain (i) tidak adanya kepastian kapan bubarnya badan perseroan, hal mana penting diatur karena pada kenyataannya masih terjadi tindakan (-tindakan) hokum pada proses pembubaran perseroan dan likuidasi,(ii) masalah likuidator, yaitu siapakah yang dapat menjadi likuidator, apakah perseroan terbatas dapat menjadi likuidator, bagaimana bila likuidator mengundurkan diri, (iii) bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak ketiga yang mempunyai tagihan kepada perseroan, dan (iv) masalah pajak dan tagihan pajak.
Permasalahan-permasalahan mana merupakan hal yang menarik dibahas dan dicari upaya-upaya penyelesaiannya. Karena dengan melihat apa yang diuraikan di atas, pembubaran perseroan dan likuidasi tidak hanya melibatkan perseroan dimaksud saja akan tetapi kreditur dan atau pihak ketiga amat berkepentingan. Diharapkan dengan penulisan tesis ini permasalahan-permasalahan tersebut dapat dicari upaya-upaya penyelesaiannya"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T18972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prihatin
"Pertengahan tahun 1997, di Indonesia terjadi krisis moneter di mana salah satu sektor yang paling parah terkena imbasnya adalah sektor perbankan. Untuk mengatasi krisis tersebut, salah satu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah adalah mencabut izin usaha 16 bank swasta, yang selanjutnya disebut dengan Bank Dalam Likuidasi (BDL), kemudian ditindaklanjuti dengan upaya penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Prosedur yang ditempuh setelah pencabutan izin usaha bank adalah likuidasi bank. Pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh Tim Likuidasi dengan masa kerja selama 5 tahun dan dapat diperpanjang 180 hari.
Dikarenakan berbagai kendala, hingga berakhirnya masa kerja dari Tim Likuidasi, masih terdapat aset BDL yang belum dicairkan dan kewajiban kepada Pemerintah yang belum dilunasi. Dalam rangka meminimalkan kerugian negara, pemerintah dalam kedudukannya sebagai kreditur mayoritas mengambil alternatif penyelesaian likuidasi dengan menerima penyerahan sisa aset BDL dari pihak Tim Likuidasi. Sebagai tindak lanjut dari serah terima sisa aset BDL, mengingat hampir keseluruhan BDL nilai asetnya jauh lebih kecil dibandingkan kewajiban BLBI-nya, Pemerintah seyogyanya menempuh upaya-upaya lain yang efektif dan efisien guna memaksimalkan pengembalian BLBI yang telah dikeluarkan.
Salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah dengan meminta pertanggungjawaban dari organ BDL, khususnya pemegang saham BDL, yang sesuai doktrin piercing the corporate veil, pemegang saham, direksi dan komisaris dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi (perdata) maupun pidana, dalam hal terbukti turut serta menjadi penyebab kesulitan keuangan yang dihadapi oleh bank atau menjadi penyebab kegagalan bank untuk menjalankan kegiatan usahanya. Dalam hal ini terdapat dua jalur yang bisa ditempuh oleh Pemerintah, yaitu jalur perdata dan pidana. Selain permasalahan tersebut di atas, dalam penulisan tesis ini juga meneliti mengenai apakah dengan telah terbentuknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), telah menjamin permasalahan yang terjadi pada BDL tidak akan terulang lagi.

In mid 1997 Indonesia was hit by a monetary crisis where one of the sectors worst affected was the banking sector. To overcome this crisis, one of the policies that was done by the government was to revoke the business license of 16 private banks, which is known as Bank Dalam Likuidasi (BDL) or Liquidated Banks, which was followed by the Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) or Liquidity Aim of Bank Indonesia policy. The procedure after revoking the business license is bank liquidation. Bank Liquidation is carried out by Liquidators with a working period of 5 years which can be extended for 180 days. Because of various constraints, hitherto the end of the Liquidators working period, there remains BDL assets that have not been able to be liquidated and liabilities to the government that have not been settled.
In order to minimize state losses, the government acting as the major creditor took alternative liquidation settlement by receiving the rest of the remaining BDL assets from the Liquidators. To follow up the transfer of BDL?s remaining assets, considering almost all BDL?s asset value is by far smaller than it?s BLBI liability, the Government should use other efforts that are efficient and effective to obtain maximal returns from BLBI that has been given.
One effort that can be undertaken is to ask for the responsibility from BDL organs, especially from owners of BDL, which is in accordance with "piercing the corporate veil" doctrin, owners, directors, and commissioners can be held personally (privately) and publicly responsible, if proven to be personally involved in causing financial difficulty that was faced by their banks or is the culprits of the banks to be default. In this case there are two alternatives that can be taken by the Government, that is privately and publicly. Moreover, this thesis examines whether if through Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) or Indonesia Deposit Insurance Corporation, has been able to guarantee that the problems caused like the BDL case will not occur in the future.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28055
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Susilo Jahja
"ABSTRAK
Pakto 1988 yang dikeluarkan oleh oleh pemerintah antara lain
untuk mempermudah market entry telah membawa dampak meningkatnya
jumlah bank dan kantor bank sehingga tingkat persaingan antar
bank semakin ketat baik dalam menanrik dana dari masyarakat maupun
menyalurkannya dalam bentuk kredit.
Namun karena dampak-dampak yang dirasakan negatif, maka
pemerintah menindaklanjuti paket deregulasi tersebut dengan
kebijakan uang ketat dan regulasi berupa Pakfeb 1991. Hal tersebut berakibat pada berbagai kesulitan yang dialami oleh dunia
perbankan di Indonesia.
Menghadapi kondisi-kondisi diatas ternyata bank-bank swasta
secara rata-rata lebih unggul dibanding bank pemerintah dalam
kemampuan menarik dana ataupun menyalurkannya. Sedangkan dalam
kondisi kebijakan uang ketat, kinerja bank-bank swasta secara
rata-rata juga lebih baik dibanding bank-bank pemerintah.
Hal tersebut bisa dipahami mengingat bahwa bank pemerintah
sebelum berlakunya UU Perbankan tidak bisa berlaku profit orient
ed secara mutlak karena merupakan alat ekonomi dan moneter pemer
intah, dimana peran dan fungsi mereka telah ditentukan sehingga
ruang gerak mereka terbatas dan tidak fleksibel menghadapi peru
bahan.
Keluarnya undang-undang Perbankan 1992 mengakibatkan peru
bahan bentuk badan hukum bank-bank pemerintah menjadi persero
menyebabkan mereka harus bisa beroperasi secara wajar dengan bank
swasta lainnya tanpa mendaIpat fasilitas khusus.
Dalam karya akhir ini dikaji mengenai kinerja bank-bank
pemerintah dibandingkan dengan bank umum swasta nasional, diukur dengan rasio?rasio likuiditas mapun profitabilitas, untuk menge
tahui dimana kelebihan maupun kelemahan bank-bank pemerintah.
Pembandingan dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis. Kemudian
BCG matrix digunakan untuk menganalisis posisi persaingan mas
Ing-masing bank pemerintah. Sedangkan untuk menentukan strategi
yang akan dipilih digunakan SWOT matrix.
Disimpulkan bahwa dalam persaingan dengan bank umum swasta
nasional, posisi persaingan bank pemerintah semakin lemah dan
tingkat pertumbuhannyapun lebih lambat. Hal ini merupakan indika
si dari kelemahan bank pemerintah dalam menarik dana maupun
menyalurkannya dalam bentuk kredit.
Maka perlu ditempuh strategi yang bersifat defensif, dimana
bank pemerintah harus lebih memperhatikan tingkat kesehatannya
ketimbang ekspansi kredit. Penumbuhan iklim profesionalisme dalam
pengelolaan bank pemerintah harus dilakukan agar keputusan-kepu
tusan yang diambil senantiasa didasarkan atas pertimbangan yang
obyektif dan rasional kemudian disarankan pula perlunya pening
katan kualitas sumber daya manusia di bank-bank pemerintah untuk
menghadapi iklim persaingan yang makin ketat.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
McPherson, B. H.
Sydney: The Law Book Company Limited, 1968
347.7 MCP l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Oktafian Kuswientoro
"ABSTRAK

Pengelolaan likuiditas bagi perbankan adalah menggambarkan kemampuan suatu bank dalam memenuhi semua kewajiban jangka pendeknya. Seperti telah diketahui dalam sejarah perkembangan perbankan, maka tidak pernah terjadi bank menjadi bangkrut karena masalah rentabilitas atau solvabilitas akan tetapi bank akan bangkrut karena masalah likuiditas. Sudah menjadi ukuran yang disepakati umum bahwa likuiditas sebagai tolak ukur pertama untuk menetapkan suatu kepercayaan kepada bank.

Apabila bank tidak dapat menjamin hal tersebut maka hampir dapat dipastikan bank tersebut akan menghadapi kehancuran.

Masalah yang akan diteliti adalah :

  1. Resiko yang mungkin terjadi terhadap posisi likuiditas.
  2. Jenis metode yang akan dipakai untuk mengukur dan melacak posisi likuiditas.
  3. Pengaruh dan berbagai jenis tindakan / keputusan terhadap posisi likuiditas suatu bank saat sekarang maupun dimasa mendatang.
  4. Teknik dan metode manajemen likuiditas untuk meminimalkan resiko likuiditas.

"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisanti
"Kelemahan Pengadilan Niaga bukanlah pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU), namun lebih karena Hakim Niaga yang rentan terhadap pendekatan ekonomi tertentu. Banyak putusan Pengadilan Niaga yang mencerminkan inkonsistensi dalam penerapan hukum kepailitan, sehingga melahirkan ketidakpastian hukum. Inkosistensi penerapan hukum terlihat antara lain pada kasus perseroan terbatas dalam kondisi likuidasi. Misalnya perseroan terbatas dalam kondisi likuidasi sebagai debitor dimintakan permohonan pernyataan pailit oleh kreditornya."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;, ], 2010
S24875
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Patresya
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai tinjauan yuridis perubahan bentuk Badan Usaha
Milik Negara Persero yaitu PT Asuransi Kesehatan menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan tanpa dilakukannya proses likuidasi. Diawali dengan
pembahasan proses pembubaran Badan Usaha Milik Negara Persero yang tunduk
pada ketentuan dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu
diwajibkan adanya likuidasi kemudian dibahas mengenai proses pembubaran PT
Askes (Persero) yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara Persero
yang dilaksanakan tanpa adanya proses likuidasi. Pada skripsi ini menitikberatkan
pada perlindungan bagi kreditur PT Asuransi Kesehatan apabila dibubarkan tanpa
likuidasi dan bertransformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan. Hasil penelitian ini menyarankan untuk memberikan mekanisme yang
jelas mengenai perlindungan bagi kreditur PT Asuransi Kesehatan yang
dibubarkan tanpa proses likuidasi dan berubah bentuk menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

ABSTRACT
This mini thesis discusses regarding juridical review on the alteration of PT
Asuransi Kesehatan to Health Social Warranty Convener Body without the
liquidation process. The discussion starts from the dissolution process of
Company State Owned Entity which shall be comply with the provision on Law
No.40 year 2007 on Limited Liability Company, which regulates the liquidation
process and continues with the dissolution process of PT Asuransi Kesehatan
which is one of Company State Owned Entity that conducted without liquidation
process. This mini thesis focuses on the protection to the creditor of PT Asuransi
Kesehatan if the company will be dissolute without the liquidation process and
transformed to Health Social Warranty Convener Body. The results suggests that
the clear mechanism regarding the protection to the creditor of PT Asuransi
Kesehatan which dissolute without the liquidation process and transformed to
Health Social Warranty Convener Body."
2013
S47193
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>