Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Daniel Alfredo
Abstrak :
Dalam kehidupan dunia mode rn d an serba kompleks, masyarakat memili ki kebutuhan a kan i n formasi yang sangat tinggi mengingat informasi merupakan media untuk memperoleh pengetahuan, pendidikan, hiburan dan bahkan sebagai kontrol sosial bagi masyarakat. Bagi bidang usaha pers yang bergerak dalam kegiatan jurnalistik, penyajian suatu informasi dalam bentuk berita seringkali menjadi masalah, manakala penulisan dan pemuatan berita ternyata dirasakan merugikan suatu pihak lain, yang menjurus kepada suatu perbuatan melawan hukum khususnya dalam hal penghinaan atau pencemaran kehormatan dan nama baik. Adapun penghinaan atau pencemaran kehormatan dan nama baik inilah yang kadangkala sulit untuk dibuktikan oleh karena tidak terdapat maksud yang jelas dengan definisi dari penghinaan atau pencemaran kehormatan dan nama baik dalam Undang-undang Hukum Perdata. Hal ini menimbulkan perdebatan dan perbedaan pendapat di kalangan para sarjana hukum sehinga pada akhirnya hakim sendirilah yang akan menentukan batasan tertentu dalam praktek pengadilan mengenai penghinaan atau pencemaran kehormatan dan nama baik. Dalam dunia pers sendiri, adanya suatu undang-undang tentang pers dan kode etik jurnalistik sebenarnya telah menjadi suatu rambu-rambu bagi para pelaku bidang jurnalistik agar dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik tidak melakukan pemberitaan yang bersifat menghina atau melanggar hukum. Sehubungan dengan pemuatan suatu berta yang bersifat menghina atau mencemarkan nama baik terdapat beberapa cara penyelesaian, baik melalui media hak jawab terhadap suatu berita, penyelesaian melalui Dewan Pers maupun melalui proses peradilan, baik pidana maupun perdata.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21209
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Ester Helena
Abstrak :
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memberi dampak pada perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lain dalam masyarakat. Hal ini juga mengakibatkan munculnya jenis kejahatan baru berupa cybercrime. Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dibentuk menjadi pengaturan terkait tindak pidana dalam bidang teknologi informasi. UU ITE ini pun turut mengatur mengenai penghinaan atau pencemaran nama baik yang dirumuskan dalam Pasal 27 ayat (3). Pasal 310 dan 311 KUHP menjadi genus delict dari pasal penghinaan dalam UU ITE ini. Namun dalam perumusannya tidak disebutkan unsur penghinaan atau pencemaran nama baik yang dilakukan demi kepentingan umum atau membela diri. Selain itu, batasan terhadap alasan pembenar dalam kasus penghinaan atau pencemaran nama baik sesuai Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak jelas. Sebagai bentuk delik dikualifikasi, Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak perlu menyatakan secara eksplisit unsur dalam genus delict-nya, unsur tersebut berlaku dan dapat diterapkan dalam ketentuan di UU ITE. Alasan pembenar berupa kepentingan umum dimengerti bahwa pelaku memang secara jelas dan tegas menuduhkan sesuatu yang benar adanya supaya masyarakat umum dapat waspada terhadap oknum yang dicemarkan itu. Pembelaan diri berdasarkan Pasal 310 ayat (3) tersebut dapat dikategorikan sebagai noodweer dan juga noodtoestand, sehingga menurut Van Hamel lebih tepat digunakan istilah “noodzakelijke verdediging”. ......Development of information and communication technology has an impact on changes in social, economic, cultural, and other aspect of society. This has also resulted in the emergence of a new type of crime in the form of cybercrime. Law Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions (UU ITE) which was later changed to Law Number 19 of 2016 concerning amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions (UU ITE) was formed into related regulations criminal acts in the field of information technology. Information and Electronic Transaction Act also regulates insults or defamation which is formulated in Article 27 paragraph (3). Articles 310 and 311 of the Criminal Code are the delict genus of the insulting articles in this Information and Electronic Transaction Act. However, the formulation does not mention elements of insult or defamation carried out in the public interest or in self-defense. In addition, the limits on justification in cases of insult or defamation according to Article 27 paragraph (3) of the Information and Electronic Transaction Act are not clear. As a form of qualifying offense, Article 27 paragraph (3) of the Information and Electronic Transaction Act does not need to explicitly state the elements in the genus of the offense, these elements are valid and can be applied in the provisions of the Information and Electronic Transaction Act. The justification in the form of public interest is understood that the perpetrator has clearly and unequivocally accused something that is true so that the public can be wary of the libelous person. Self-defense based on Article 310 paragraph (3) can be categorized as noodweer and also noodtoestand, so according to Van Hamel it is more appropriate to use the term "noodzakelijke verdediging".
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Maria Estheralda
Abstrak :
Komunikasi dan informasi merupakan kebutuhan yang fundamental sifatnya bagi manusia dalam kehidupan modern dewasa ini. Melalui informasi manusia memperoleh pengetahuan, pendidikan maupun hiburan yang bermanfaat bagi dirinya. Oleh karena itu kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari informasi yang merupakan produk dari dunia pers. Dalam penyajian suatu informasi bagi dunia pers seringkali terjadi suatu penulisan atau pemuatan berita yang dirasakan merugikan pihak lain, yang menjurus kepada suatu perbuatan melawan huKum khususnya penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Adanya penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sering sulit untuk dibuktikan bahwa telah terjadi penghinaan tersebut. Hal. ini disebabkan dalam KUH Perdata "sendiri tidak terdapat definisi yang jelas dari penghinaan tersebut. Sehingga para sarjana seperti Wirjono Prodjodikoro misalnya mengatakan bahwa · titik berat dari soal penghinaan berada dalam lapangan dunia perasaan yang bersifat sekonyong-konyong dan biasanya tidak memberikan kesempatan berpikir secara tenang dan tenteram apakah sebetulnya isi dari perkataan orang yang dikatakan menghina itu. Tetapi hal yang nyata ialah bahwa pada waktu kata-kata itu diucapkan, sudah ada kesan dari ucapan itu dan mungkin perasaan seseorang sudah tertusuk waktu itu, padahal ia belum sempat berpikir tentang apakah maksud sebenarnya dari ucapan itu. Pada akhirnya hakimlah yang akan menentukan batasan-batasan tertentu dalam praktek di pengadilan. Dalam dunia pers sendiri telah ditentukan batasan-batasan bagi wartawan dalam menyajikan suatu berita yaitu Kode Etik Jurnalistik dan UU Pokok Pers, untuk menghindari penulisan yang bersifat menghina dan/atau mencemarkan nama baik. Dalam praktek di pengadilan, pemberitaan mengenai hal-hal yang menyangkut kepentingan umum tidak dapat dikualifikasikan sebagai penghinaan menurut pasal 1376 KUH Perdata. Contohnya adalah berita-berita mengenai KKN yang perlu diketahui masyarakat seperti informasi mengenai dugaan KKN yang dilakukan pejabat negara, kolusi dengan pihak swasta dan konglomerat dan nepotisme dengan keluarga pejabat negara adalah berita yang masuk dalam pengertian kepentingan umum. Dalam pemberitaan mengenai kepentingan umum tidak ternyata adanya maksud untuk menghina sehingga bukan merupakan suatu perbuatan melawan hukum dalam hal penghinaan dan/atau pencernaran nama baik.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ali Aranoval
Abstrak :
Pasal-pasal penghinaan banyak tersebar dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Objek atau sasaran Penghinaan terdiri atas terhadap pribadi perseorangan, terhadap kelompok atau golongan, terhadap institusi atau lembaga, terhadap suatu agama, terhadap para pejabat yang meliputi; pegawai negeri, kepala negara atau wakilnya dan pejabat perwakilan asing dan terakhir terhadap orang yang sudah meninggal dunia. Yang menarik adalah penggunaan pasal penghinaan yang ditujukan kepada orang yang melakukan penghinaan terhadap Kepala Negara atau Presiden, hal tersebut diatur dalam titel II Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Kejahatan Melanggar Martabat Presiden dan Martabat Wakil Presiden. Title II ini dimulai dari pasal 134, pasal 136 bis, dan pasal 137 hingga pasal 139. Orang yang melakukan penghinaan terhadap Kepala Negara sering dihukum dengan pasal 134. Pemahaman terhadap pasal ini pertama adalah penghinaan itu harus dilakukan dengan sengaja (opzettelijk) dimana pelaku harus menghendaki perbuatan itu terjadi. Kedua, penghinaan dilakukan dengan segala macam cara termasuk pula cara penghinaan seperti yang diatur dalam title XVI Buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana mulai pasal 310 sampai pasal 321. Ketiga, harus diketahui bahwa Presiden atau Wakil Presiden hadir atau tidak dengan kata lain yang dihina hadir atau tidak ditempat itu. Ketiga hal ini penting pada saat pembuktian terhadap unsur-unsur pasal dalam sidang pengadilan. Tidak kalah pentingnya adalah pembedaan antara pasal 134 KUHP dengan pasal 136 bis KUHP. Pemahaman pasal 136 bis KUHP yang terpenting adalah bahwa unsur ini sangat berkaitan erat dengan pasal 134 KUHP, dalam hal kesempurnaan pembuktian. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan register nomor 1380/Pid.B/2002, telah menjatuhkan hukuman selama 5 bulan penjara kepada terdakwa Kiastomo. Jaksa Penuntut Umum mendakwa dengan dakwaan primer pasal 134 KUHP subsider pasal 137 KUHP. Majelis Hakim dalam amarnya menyatakan bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur pasal 134 KUHP. Putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim sama dengan dakwaan primer dari Jaksa Penuntut Umum, namun jika diperhatikan ada kekurangan selama proses pembuktiannya, ini menunjukan kurangnya pemahaman Majelis Hakim terhadap unsur pasal tersebut. Hal yang sama terjadi dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor register 484/Pid.B/2003, dimana terdakwa M. Iqbal Siregar juga dinyatakan bersalah melanggar pasal 134 KUHP, Terdakwa Iqbal Siregar dihukum 5 bulan penjara. Berdasarkan hal tersebut diatas Penulis tertarik untuk melakukan penelitian hukum dengan Judul “Pembuktian Tindak Pidana Penghinaan Terhadap Kepala Negara (Studi Kasus Perkara Nomor Register 1380/Pid.B/2002/PN Jakarta Selatan)”. Akibat kurangnya pemahaman terhadap unsur-unsur pasal tersebut maka dalam prose pembuktiannya majelis hakim bisa dikatakan telah menghukum orang yang belum tentu bersalah, hal ini dapat menyebabkan turunnya citra serta wibawa lembaga peradilan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia. Untuk itu aparatur penegak hukum harus memperbaiki kekeliruan serta kekhilafan yang terjadi selama ini dengan meningkatkan pemahaman terhadap pasal-pasal Kejahatan Melanggar Martabat Presiden Dan Martabat Wakil Presiden sehingga kemungkinan salah melakukan penerapan hukum dalam proses peradilan tidak terjadi lagi.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S22460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Murdani
Abstrak :
ABSTRAK
Kemajuan yang begitu pesat di bidang teknologi informasi telah memberikan sumbangan yang besar berkembangnya dunia informsai dan transaksi elektronik. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri, kemajuan yang begitu dahsyat tersebut di satu sisi membawa berkat namun di sisi lain membawa kerugian bagi manusia. Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi ini bisa dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab dengan menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Walaupun dilakukan di dunia maya namun akibat yang ditimbulkan atau dampaknya dirasakan dalam dunia nyata. Seperti dalam kasus Prita Mulyasari yang disangka melakukan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik kepada Rumah Sakit Omni dan dokter melalui media internet dengan Pasal 27 ayat (3) UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Berawal dari penerapan pasal tersebut penelitian dilakukan mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam UU ITE tersebut. Menurut penulis dengan melihat kasus Prita Mulyasari ini adanya permasalahan dalam hal kejelasan rumusan delik dan menafsirkan atau mengimpretasikan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam UU ITE sehingga diperlukan penelitian lebih dalam melalui KUHP, Putusan Pengadilan ataupun pendapat – pendapat ahli hukum Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam UU ITE bukan merupakan norma baru namun merupakan suatu norma yang sudah ada sebelumnya yang diatur dalam Bab XVI Penghinaan dalam KUHP, sehingga dalam penerapan delik penghinaan dalam UU ITE tidak terlepas penerapannya dalam KUHP. Walaupun demikian masih perlu batasan-batasan dalam memaknai penghinaan tersebut sehingga kasus seperti Prita Mulyasari tidak terulang kembali.
ABSTRACT
Rapid progress in the field of information technology has made major contributions to the development of world of information and electronic transactions. But it can not be denied, such powerful progress on the one hand is a blessing, and on the other hand bring harm to humans. Utilization of this advanced information technology could be used irresponsibly by attacking a person's dignity and reputation. Although it is conducted in the virtual world, the effect or the impact is felt in the real world. For example, in the case of Prita Mulyasari that were accused of humiliation and/or libel to Omni Hospital and the physicians via Internet with Article 27 paragraph (3) of Law No.11 of 2008 concerning Information and Transaction of Electronic (ITE). Starting from the application of the article, the research was conducted on humiliation and/or libel in the ITE Law. According to the writer, by looking at this case of Prita Mulyasari, there is a problem in terms of clarity of offense formulation and interpretation of humiliation and/or libel in ITE Law so that further research was needed through the Criminal Code, Court decision or legal adviser opinion. From the research, it was concluded that humiliation and/or libel offense in ITE Law is not a new norm, but it is a pre-existing norm set out in the Chapter XVI of humiliation in the Criminal Code, so that application of the humiliation offense in the ITE Law is inseparable from Criminal Code. However, it still need boundaries within the interpretation of humiliation, so such cases as Prita Mulyasari do not happen again.
Universitas Indonesia, 2013
T35676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
S21692
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raditya Putra Nugraha
Abstrak :
Manusia merupakan mahluk hidup sosial yang saling membutuhkan antara satu sama lain, salah satu sarana untuk mendapatkan berita dan informasi adalah melalui pers. Masyarakat modern pada saat ini banyak mengetahui berbagai kabar yang terjadi di masyarakat di Indonesia melalui berbagai macam sumber berita. Salah satunya adalah melalui surat pembaca.Namun seringkali surat pembaca menjadi suatu perbuatan melawan hukum di karenakan mencemarkan nama baik Skripsi ini membahas mengenai Surat Pembaca yang dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum,serta bagaimana pengimplemaentasinya terhadap PutusanNo.178/Pdt/G/2007/PN.Jkt.Ut,PutusanNo47/PDT/2009/PT.DKI Putusan No. 483 K/Pdt/2010 tentang pencemaran nama baik melalui surat pembaca. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif (normative legal research) dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyarankan Majelis Hakim dalam memutus perkara atas pencemaran nama baik melalui surat pembaca seharusnya mempertimbangkan dari ketentuan pasal 1376 Kitab Undang- undang Perdata, permasalahan pencemaran nama baik melalui ranah media cetak, sebaiknya pihak yang merasa bahwa haknya telah di langgar maka lebih baik menerapkan hak jawab terlebih dahulu. ...... Humans are social creatures who need each other between each other, one of the means to obtain news and information is through the press. Modern society at this time knew of many news that take place in massyarakat in Indonesia through various news sources. One of them is through letters readers. But often the letters being an unlawful act in because libelous. This thesis discusses the Readers Letters that can be categorized as unlawful act and implemented Decree No 178/Pdt/g/2007.Pn Jkt. Ut. This research is a juridical-normative (legal normative research) with a literature study. Results of this study suggest the Judges in deciding the case on defamation via letters readers should consider the provisions of article 1376 of the Code of Civil Law and defamation issues through the realm of print media, the parties should feel that their rights have been violated then it is better to implement the right of reply in advance.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46523
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>