Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Salah satu mekanisme terjadinya resistensi leptin pada obesitas adalah kelainan reseptor leptin (Ob-R).
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andria Diarti
Abstrak :
ABSTRAK
Obesitas merupakan kondisi patologis akibat terjadinya penimbunan lemak yang berlebih dibandingkan dengan keadaan normal. Leptin (Ob) merupakan salah satu hormon yang dapat menggambarkan jumlah jaringan lemak di dalam tubuh sehingga dapat dijadikan sebagai indikator biologis untuk mengukur tingkat obesitas. Anak obesitas diketahui memiliki pertumbuhan tulang kraniofasial yang lebih cepat. Salah satu pengukuran pertumbuhan tulang kraniofasial dapat dilakukan dengan menghitung besar sudut gonial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar hormon leptin saliva dengan sudut gonial anak obesitas. Seluruh subyek dinilai kadar hormon leptin saliva menggunakan metode ELISA dan penghitungan besar sudut gonial dilakukan dari interpretasi foto panoramik. Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang negatif sangat lemah tidak bermakna antara kadar hormon leptin saliva dan sudut gonial (r= - 0.02, p=0.490). Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi yang bermakna antara kadar hormon leptin saliva dan sudut gonial.
ABSTRACT
Obesity is a pathological condition resulting from the occurrence of excess bodyfat compared to normal circumstances. Leptin (Ob) is one of the hormones that could describe the amount of fatty tissue in the body so it could be used as biological indicators to measure the degree of obesity. Obese children were known to have a faster craniofacial bone growth. The measurement of craniofacial bone growth could be conducted by calculating the gonial angle. This study aimed to investigate relationship of salivary leptin hormone concentrations with gonial angle in obese children. All subjects were assessed by ELISA method for the salivary leptin hormone concentrations and measurement of the gonial angle by using interpretation of a panoramic radiographs. An insignificant very weak negative correlation was found between salivary leptin hormone concentrations and gonial angle (r= -0.02, p=0.490). This study concluded that between salivary leptin hormone concentrations and gonial angle has insignificant correlation.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T35041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Sinthya Langow
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Obesitas merupakan faktor risiko utama osteoartritis (OA). Penelitian terdahulu mendapatkan bahwa faktor mekanik saja tidak cukup untuk menjelaskan hubungan kejadian OA dengan obesitas. Leptin diduga berperan dalam proses destruksi kartilago pada OA. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat adakah korelasi antara leptin serum dengan COMP dan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada penderita OA yang berobat di poliklinik Reumatologi RSCM dalam periode Juni-Juli 2014. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling. Diagnosis OA lutut berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1896. Dilakukan pemeriksaan leptin dan COMP serum dengan metode ELISA. Pemeriksaan radiologi kedua lutut dilakukan dengan posisi antero-posterior pada pasien yang berdiri tegak. Kemudian dilakukan pengukuran lebar celah sendi tibiofemoral medial oleh ahli radiologi, Analisa statistik bivariat digunakan mendapatkan korelasi antara leptin dengan COMP dan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial. Hasil: Sebanyak 51 subjek memenuhi kriteria inklusi penelitian, 45 orang (88,2%) adalah wanita. Rerata kadar leptin didapatkan 38119,45 ± 21076,09 pg/ml. Nilai median COMP adalah 805,3(144,1-2241)ng/ml dan rerata lebar celah sendi tibiofemoral medial 3,73 ± 1,58 mm. Pada analisa bivariat tidak ditemukan korelasi antara leptin dan COMP ( r = 0,043, p= 0,764) dan juga antara leptin dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial( r = -0,135, p = 0,345). Pada subjek dengan lama sakit > 24 bulan didapatkan korelasi negatif kuat antara leptin dengan lebar celah sendi tibio femoral medial ( r = 0,614, p = 0,015). Simpulan: Tidak didapatkan korelasi antara leptin dan COMP pada penelitian ini. Penelitian ini juga tidak mendapatkan korelasi antara leptin dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien OA lutut dengan obesitas.
ABSTRACT
Background: Obesity is a well-recognized risk factor for osteoarthritis. However, the relationship between obesity and OA may not simply due to mechanical factor. Increasing evidence support the role of leptin in OA cartilage destruction. The objective of this study was to examine the possible correlation between leptin serum with COMP and medial joint space width in knee OA with obesity. Methods: This study was a cross sectional study in OA patients visiting Rheumatology outpatient clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital between June- July 2014. Samples were collected using consecutive sampling method. Knee OA was diagnosed from clinical and radiologic evaluation based on American College of Rheumatology 1986 criteria. Serum was collected from 51 knee OA patients, serum leptin and COMP were measured by ELISA. Antero-posterior radiographs of the knee have been taken in weight bearing position, and then the radiologist measured the minimum medial joint space width. The correlation between leptin and same variables, such as COMP and tibiofemoral medial minimum joint space width were analized by bivariate analysis. Results: Fifty one subjects met the inclusion criteria, with 45 (88,2%) are women. Mean of Leptin was 38119,45 (SD 21076,09). Median of COMP was 805,3(144,1-2241) and mean of minimum joint space width was 3,73 (SD1,58) mm. In bivariate analysis we found no correlation between leptin and COMP ( r = 0,043, p= 0,764) and also between leptin and medial joint space width ( r = - 0,135, p = 0,345).Cluster analysis for the subject with disease onset >24 month showed strong negative correlation between leptin and tibiofemoral medial minimum joint space width (r = 0,614, p = 0,015). Conclusion: There was no correlation between leptin and COMP in this study. This study also showed that there was no correlation between leptin and medial tibiofemoral joint space width in knee OA with obesity.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trinovita Andraini
Abstrak :
Latar Belakang: Saat ini, perubahan pola diet, terutama pola diet Barat, yang banyak mengkonsumsi makanan siap saji dan minuman ringan menyebabkan peningkatan konsumsi harian fruktosa yang bermakna, bahkan mencapai 85-100 gram per hari. Data di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa seiring terus meningkatnya konsumsi HFCS dan sukrosa (terutama dari minuman ringan) juga terjadi peningkatan prevalensi obesitas. Peningkatan konsumsi fruktosa tampaknya merupakan salah satu faktor paling penting yang berkontribusi terjadinya epidemi obesitas karena dua alasan, yaitu proses metabolisme fruktosa terjadi lebih cepat dan menyediakan substrat lipogenik yang lebih banyak pada stadium postprandial dan fruktosa dapat menyebabkan overconsumption karena konsumsi fruktosa tidak menyebabkan peningkatan hormon leptin dan insulin posprandial. Leptin dan insulin merupakan sinyal adiposa jangka panjang yang bekerja pada hipotalamus dan mengatur jumlah asupan makanan dan energy expenditure sehingga mempengaruhi berat badan seseorang. Tujuan: Menganalisis pengaruh diet tinggi fruktosa terhadap kadar leptin serum postprandial tikus dan pengaruhnya terhadap asupan makanan dan berat badan. Metode: Studi eksperimental secara in vivo pada tiga kelompok tikus jantan spesies Sprague-Dawley, berusia 8-10 minggu dengan berat badan berkisar antara 150-200 gram. Tikus diberikan perlakuan selama 15 hari diberi larutan kontrol atau larutan glukosa 43% dengan dosis 2 mL/100 g BB/hari, atau fruktosa 43% dengan dosis 2 mL/100 g BB/hari dan makanan standar. Parameter yang diukur adalah jumlah asupan makanan, pertambahan berat badan dan kadar hormon leptin postprandial setelah 15 hari perlakuan dengan metode ELISA (Enzyme- Linked Immunosorbent Assay). Hasil: Kadar leptin serum postprandial tikus lebih tinggi secara bermakna pada kelompok perlakuan glukosa tetapi tidak berbeda bermakna pada kelompok perlakuan fruktosa dibanding kelompok kontrol, sedangkan jumlah asupan makanan pada kelompok perlakuan fruktosa lebih rendah daripada kelompok glukosa dan pertambahan berat badan pada kelompok perlakuan fruktosa lebih tinggi daripada kelompok perlakuan glukosa tetapi tidak berbeda bermakna. Kesimpulan: Fruktosa memiliki kecenderungan menyebabkan kadar leptin postprandial lebih rendah dari glukosa dan memiliki kecenderungan menyebabkan penurunan asupan makanan dan peningkatan berat badan yang lebih besar dibandingkan glukosa. ......Background: Nowadays, due to changing on diet, especially Western diet which consumes fast food and soft drink cause increasing daily consumption of fructose, even to achieve 85-100 gram per day. In US, data shows that the more to consume HFCS and sucrose (especially soft drink), the more to increase obesity. The increase of fructose consumption appears to be one crucial factor which contributes obesity epidemic due to two reasons as follows: fructose metabolism process happens faster and provides more lipogenic substrate on postprandial stadium and fructose can cause overconsumption because fructose consumption is not the same as glucose which does not cause increasing leptin hormone and insulin postprandial. Leptin and insulin are the long tenn adiposity signal which work on hipothalamus and manage amount of consumption food and energy expenditure so it will influence body weight. Objective: To understand the influence of high fructose diet on postprandial level of serum leptin and its influence to daily food intake and body weight in rat. Method: In vivo experimental study on three groups of male rats of Sprague-Dawley species, age between 8-10 weeks with body weight around l50-200 gram. Rats are given treatment for 15 days and given control liquid or glucose liquid 43% with dose of 2 mL/l00gr body weight/day or fructose 43% with dose of 2 mL/100 gr body weight/day and standard food. The measured Parameter are amount of daily food intake, increasing of body weight and postprandial serum leptin level after 15 days of treatment with ELISA (Enzyme Linked Immzmosorbent Assay) method. Result: The rats postprandial serum leptin level is higher significantly on glucose treatment groups but it is not different to fructose treatment group compared to control group. In addition, amount of daily food intake on fructose treatment group is lower than that of glucose group and gaining body weight of fructose treatment group is higher than that of glucose treatment but the different between them is not significant. Conclusion: Fructose tends to cause degree of postprandial serum leptin level lower than glucose and tend to cause decreasing consumption of food and gaining body weight higher than glucose.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T33931
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Setiawan
Abstrak :
Pendahuluan Prevalensi obesitas meningkat terutama pada dewasa muda, yang berisiko pada penyakit kardiometabolik. Salah satu penyebabnya adalah karena generasi muda sering mengalami kesulitan dalam memenuhi keseimbangan makronutrien. Perubahan tubuh saat obesitas dapat diamati melalui rasio leptin/adiponektin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan makronutrien dengan rasio leptin/adiponektin pada populasi dewasa muda Indonesia. Metode Penelitian potong lintang ini merekrut mahasiswa Universitas Indonesia berusia 16-25 tahun pada tahun 2018 dan 2019. Pengukuran yang dilakukan meliputi indeks antropometri, komposisi tubuh melalui bio-impedance analyzer, kadar leptin dan adiponektin, serta 3-days food record untuk mengetahui asupan harian (karbohidrat, protein, lemak, serat). Hubungan tersebut diuji dengan uji korelasi, dilanjutkan regresi linier multipe untuk penyesuaian variabel perancu. Hasil Dari 405 subjek, didapatkan korelasi negatif yang signifikan (p <0,05) antara asupan karbohidrat (r = -0,229) protein (r = -0,129); dan lemak (r = -0,130) dengan rasio leptin/adiponektin, sedangkan tidak dengan asupan serat (p = 0,955). Setelah dilakukan analisis multivariat untuk menyesuaikan variabel perancu, asupan makronutrien tidak lagi menunjukkan hubungan yang signifikan. Jenis kelamin perempuan (β = 0,323); lingkar pinggang (β = 0,213); perkotaan (β = 0,150); dan persentase lemak tubuh (β = 0,389) menjadi faktor independen yang berhubungan secara signifikan. Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan bahwa ada kemungkinan peran unik dari jenis makronutrien tertentu dalam memperbaiki leptin dan adiponektin, serta mekanisme adaptif adipokin pada populasi dewasa muda. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi hubungan sebab akibat tersebut. ......Introduction Obesity prevalence increased mostly in young adults, put risk in early onset of cardiometabolic disease. One possible cause is young generation often experiences difficulties in meeting macronutrient balance. Adiposity progression can be reflected by increased leptin/adiponectin ratio. This study aims to investigate the association between macronutrient intake to leptin/adiponectin ratio in Indonesian young adults. Method This cross-sectional study recruited Universitas Indonesia student aged 16-25 years old in 2018 and 2019. Measurement included anthropometric indices, body composition using bio-impedance analyzer, serum leptin and adiponectin level, as well as 3-days food record to obtain daily intake data (carbohydrate, protein, fat, fiber). The association was tested using correlation test, continued to multiple linear regression for adjustment. Results From 405 subjects, significant (p <0,05) inverse correlation observed between carbohydrate (r = -0,229); protein (r = -0,129); and fat (r = -0,130) intake to leptin/adiponectin ratio, while not with fiber intake (p = 0,955). After adjustment for confounding variables, macronutrient intake no longer showed significant association. Female (β = 0,323); waist circumference (β = 0,213); urban (β = 0,150); and fat body percentage (β = 0,389) became significant independent factor. Conclusion This study suggests that certain macronutrients may lower leptin/adiponectin ratio. Besides that, the decreased ratio could indicate adaptive mechanism in healthy young adults that might raise the risk of weight gain in the future. Body fat and its distribution - –represented by confounding variables– have major role to mediate effect between two. Further studies in regards of young adults are required to confirm this finding.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Fathma Sari
Abstrak :
Sindrom ovarium polikistik (SOPK) adalah gangguan multifaktorial yang sering menyerangwanita pada usia reproduktif. Etiologi dari SOPK hingga saat ini masih sulit untuk dipahami. Namun, obesitas diketahui sebagai gangguan metabolik yang berasosiasi dengan SOPK. Leptin (LEP) dan Neuropeptida-Y (NPY) diketahui terlibat dalam regulasi nafsu makan, patogenesis obesitas, dan abnormalitas fungsi reproduksi yang mengarah pada SOPK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi mRNA gen LEPdan NPY pada wanita SOPK dan non-SOPK dengan obesitas dan non-obesitas. Ekspresi mRNA gen LEP dan NPY dari sampel darah perifer dianalisis menggunakan metode quantitative real-time PCR (qPCR). Penelitian dilakukan pada 40 subjek dengan empat kelompok sampel, yaitu (1) non-SOPK non-obesitas; (2) non-SOPK obesitas; (3) SOPK non-obesitas; (4) SOPK obesitas. Hasil penelitian menunjukkan ekspresi mRNA gen LEP lebih tinggi pada kelompok SOPK dan non-SOPK dengan obesitas dibandingkan dengan kelompok SOPK dan non-SOPK tanpa obesitas. Sebaliknya, ekspresi mRNA gen NPY lebih rendah pada kelompok SOPK dan non-SOPK dengan obesitas dibandingkan dengan kelompok SOPK dan non-SOPK tanpa obesitas. Meskipun tidak seluruh hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan pada setiap pasangan kelompok (P<0,05), penelitian ini menunjukkan ekspresi mRNA gen LEP dan NPY terkait dengan SOPK dan obesitas. ......Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) is a multifactorial disorder affecting women during reproductive age. The etiology of PCOS remains elusive. However, obesity has been reported to be a common metabolic disorder associated with PCOS. Leptin (LEP) and neuropeptide-Y (NPY) play significant roles in appetite regulation, obesity pathogenesis, and abnormality of reproductive function which can lead to PCOS. This study aims to determine LEP and NPY mRNA gene expression in PCOS and non-PCOS women with obese and nonobese. LEP and NPYmRNA gene expression levels in peripheral blood samples were analyzed using quantitative real-time PCR (qPCR) method. The study was conducted on four groups of samples from recruited 40 subjects; (1) non-PCOS non-obese; (2) non-PCOS obese; (3) PCOS non-obese; and (4) PCOS obese. This study found LEPmRNA gene expression was higher in PCOS and non-PCOS groups with obesity compared to PCOS and non-PCOS groups without obesity. In contrast, NPYmRNA gene expression was lower in PCOS and non-PCOS groups with obesity compared to PCOS and non-PCOS groups without obesity. Although not all statistical analysis show significant differences in each pair of groups (P< 0.05), this study suggests LEP and NPY mRNA gene expressions are related to PCOS and obesity.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Diza Mehriva
Abstrak :

 Leptin berfungsi untuk menjaga keseimbangan energi untuk mencegah penambahan berat badan dalam menurunkan risiko resistensi leptin. Peningkatan leptin dipengaruhi oleh jumlah simpanan lemak dan perubahan akut dari asupan makanan. Asupan energi mempengaruhi sekresi leptin untuk menjaga keseimbangan energi. Healthy eating index (HEI) tinggi diartikan kualitas diet yang baik mencegah penyimpanan lemak dan peningkatan berat badan. Kami bertujuan untuk mengetahui hubungan antara HEI dan asupan energi total dengan kadar leptin pada orang dewasa perkotaan Jakarta. Teknik pengambilan sampel adalah metode konsekutif dan diperoleh 110 subjek yang memenuhi kriteria penelitian. Pengambilan data melalui 3 kali 24 jam food recall, pengukuran antropometri dan pengambilan serum darah. Asupan energi total rata-rata 1894 ± 482 kkal. Hasil skor HEI 36,5 (31,7-41,2). Hasil kadar leptin 15,7 (7,6-26,1) ng/ml. Hubungan signifikan negatif antara asupan energi total dengan kadar leptin (β -0,8, p=0,008) sebelum disesuaikan dengan usia, jenis kelamin dan IMT. Hubungan antara HEI dengan kadar leptin tidak didapatkan hubungan yang signifikan. ......The function of leptin is to maintain energy balance to prevent weight gain and reduce the risk of leptin resistance. High leptin is influenced by the amount of fat stores and acute changes in food intake. Energy intake affects leptin secretion to maintain energy balance. A high healthy eating index (HEI) means a good quality diet prevents fat storage and weight gain. We aimed to determine the relationship between HEI and total energy intake with leptin levels in Jakarta urban adults. The sampling technique was the concecutive method and obtained 110 subjects who met the research criteria. Data were collected through 3 times 24 hours of food recall, anthropometric measurements and taking blood serum. Average total energy intake was 1894 ± 482 kcal. HEI score 36.5 (31.7-41.2). The results of leptin levels were 15.7 (7.6-26.1) ng/ml. There was a significant negative relationship between total energy intake and leptin levels (β -0.8, p=0.008) before adjusting for age, sex and BMI. There was no significant relationship between HEI and leptin levels.

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukma Oktavianthi
Abstrak :
Infeksi malaria saat kehamilan telah dilaporkan berasosiasi dengan peningkatan risiko lahirnya bayi berat badan lahir rendah (BBLR, berat badan lahir < 2500 g) di negara-negara endemis malaria, termasuk di Timika, Papua, Indonesia. Infeksi Plasmodium falciparum (P. falciparum) mengakibatkan penumpukkan eritrosit terinfeksi di plasenta, sehingga berkontribusi pada gangguan fungsi plasenta dan terhambatnya petumbuhan janin. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pola ekspresi transkrip mRNA yang terlibat dalam aksis insulin-like growth factor (IGF) dan persinyalan leptin yang berperan dalam mengatur fungsi plasenta selama kehamilan. Plasenta ibu hamil terinfeksi malaria falciparum yang melahirkan bayi tunggal sebanyak 55 sampel digunakan untuk isolasi RNA total. RNA hasil isolasi kemudian ditranskripsi balik menjadi complementary DNA (cDNA) dengan reverse transcription polymerase chain reaction (RT PCR), kemudian diukur ekspresinya dengan quantitative real-time PCR (qPCR). Ekspresi IGF-I (r = 0,232, p = 0,089) dan reseptor leptin isoform pendek (OBRa) (r = 0,215, p = 0,115) pada plasenta cenderung berkorelasi positif terhadap skor-z berat badan lahir. Ekspresi OBRa juga berkorelasi negatif secara terhadap umur kehamilan ( = -0,294, p = 0,029). Sedangkan, ekspresi IGFBP-1 cenderung berkorelasi negatif terhadap berat plasenta (r = -0,237, p = 0,081). Ekspresi leptin dan reseptor leptin isoform panjang (OBRb) plasenta menunjukkan korelasi yang lemah terhadap berat badan lahir, skor-z berat badan lahir, berat plasenta, maupun umur kehamilan. Faktor berat plasenta dan ekspresi OBRa menunjukkan kontribusi yang nyata terhadap skor-z berat badan lahir dibandingkan variabel lainnya. Keterkaitan antara ekspresi komponen aksis IGF-I dan persinyalan leptin pada plasenta dari kehamilan terinfeksi malaria menunjukkan respon plasenta terhadap kondisi intrauterin yang merugikan akibat infeksi malaria.
Malaria infection during pregnancy has been reported to be associated with an increased risk for delivering low birth weight (LBW, birth weight < 2500 g) infants in malaria-endemic area, including in Timika, Papua, Indonesia. Plasmodium falciparum (P. falciparum) infection leads to placental sequestration of infected erythrocytes, causing impaired placental function and altered fetal growth. This study was aimed to investigate the expression pattern of mRNA transcripts involved in insulin-like growth factor (IGF) axis and leptin signaling which play a role in modulating placental function during pregnancy. A total of 55 placenta samples collected from falciparum malaria-infected mothers who delivered singleton infant were employed for total RNA isolation. The isolated RNA was reverse transcribed into complementary DNA (cDNA) using reverse transcription polymerase chain reaction (RT PCR), followed by measurement of gene expression using quantitative real-time PCR (qPCR). Placental expressions of IGF-I (r = 0,232, p = 0,089) and long isoform of leptin receptor (OBRa) (r = 0,215, p = 0,115) were tend to be positively correlated with birth weight z-score. The expression of OBRa was also negatively correlated with gestational age ( = - 0,294, p = 0,029). Meanwhile, the expression of IGFBP-1 showed a tendency to be negatively correlated with placental weight (r = -0,237, p = 0,081). Placental leptin and long isoform of leptin receptor (OBRb) expressions showed weak correlations with birth weight, placental weight, and gestational age. Placental weight and OBRa expression represent a significant contribution to determination of birth weight z-score as compared to the others variables. Correlation between placental expression of IGF axis and leptin signaling in malaria-infected pregnancies might reflect placental response to adverse intrauterine condition due to malaria infection.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maghfira Nur Fadillah
Abstrak :
Sindrom ovarium polikistik (SOPK) diketahui terkait dengan obesitas melalui: resistensi leptin. Salah satu penyebab resistensi leptin adalah defisiensi reseptor leptin (LEPR) dibubarkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan ekspresi mRNA dari LEPR. gen dilarutkan pada subjek obesitas dan non-obesitas dengan PCOS dan non-SOPK serta mengetahui korelasi antara ekspresi gen tersebut dengan obesitas dan PCOS. Kecepatan Ekspresi mRNA gen LEPR dalam sampel darah diukur menggunakan metode waktu nyata PCR. Penelitian dilakukan pada 96 subjek dengan empat kelompok sampel, yaitu: PCOS non-obesitas, PCOS bebas obesitas, PCOS obesitas, dan PCOS obesitas. Hasil pengukuran menunjukkan ekspresi mRNA rata-rata dari gen LEPR terlarut di masing-masing kelompok 2,10 x 10-4 ng/μL ± 1,88 x 10-4; 1,27 x 10-4 ng/μL ± 1,31 x 10-4; 1,99x 10-4 ng/μL ± 2,35 x 10-4; dan 1,44 x 10-4 ± 2,21 x 10-4 ng/μL. LEPR. ekspresi gen mRNA terlarut dalam semua kelompok obesitas diketahui lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok obesitas (P < 0,05) dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok umum tanpa PCOS dan PCOS (1,69 x 10-4 ± 1,65 x 10-4; 1,71 x 10-4 ± 2,27 x 10- 4, P > 0,05). Studi ini menemukan bahwa penurunan ekspresi mRNA dari gen LEPR yang larut berhubungan dengan obesitas dan tidak berhubungan dengan PCOS.
Polycystic ovary syndrome (SOPK) is known to be associated with obesity through: leptin resistance. One of the causes of leptin resistance is dissolved leptin receptor (LEPR) deficiency. The aim of this study was to determine the mRNA expression of LEPR. gene was dissolved in obese and non-obese subjects with PCOS and non-PCOS as well as determine the correlation between the expression of these genes with obesity and PCOS. Expression velocity of LEPR gene mRNA in blood samples was measured using real-time PCR method. The study was conducted on 96 subjects with four sample groups, namely: non-obese PCOS, obesity-free PCOS, obese PCOS, and obese PCOS. The measurement results showed the average mRNA expression of the soluble LEPR gene in each group was 2.10 x 10-4 ng/μL ± 1.88 x 10-4; 1.27 x 10-4 ng/μL ± 1.31 x 10-4; 1.99x 10-4 ng/μL ± 2.35 x 10-4; and 1.44 x 10-4 ± 2.21 x 10-4 ng/μL. LEPR. soluble mRNA gene expression in all obesity groups was found to be lower when compared to obese group (P < 0.05) and there was no significant difference between the general group without PCOS and PCOS (1.69 x 10-4 ± 1.65 x 10-4; 1.71 x 10-4 ± 2.27 x 10-4, P > 0.05). This study found that decreased mRNA expression of the soluble LEPR gene was associated with obesity and not associated with PCOS.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriana Viola Miranda
Abstrak :
Latar belakang: Meski krusial untuk keberhasilan fertilisasi in vitro (FIV), stimulasi ovarium terkendali (SOT) diketahui dapat menurunkan reseptivitas endometrium dan mempengaruhi keberhasilan prosedur tersebut secara keseluruhan. Hal ini terkait dengan administrasi recombinant follicle stimulating hormone (r-FSH) yang meregulasi ekspresi regulator reseptivitas endometrium, termasuk leptin, melalui perantara estradiol. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai dosis r-FSH pada SOT terhadap perubahan ekspresi leptin pada jaringan endometrium Macaca nemestrina (beruk). Metode: Penelitian ini menggunakan blok parafin berisi jaringan uterus Macaca nemestrina fase midluteal dari penelitian sebelumnya. Subjek adalah 15 beruk betina usia reproduktif (8-10 tahun) dengan riwayat melahirkan yang dibagi ke dalam empat kelompok: kelompok dengan administrasi r-FSH dosis 30 IU, 50 IU, 70 IU (kelompok intervensi), dan tanpa pemberian r-FSH (kelompok kontrol). Stimulasi ini diberikan selama 10 atau 12 hari pertama siklus haid. Pewarnaan dilakukan secara immunohistokimia. Ekspresi leptin diukur menggunakan plugin IHC Profiler pada software ImageJ serta dihitung secara semikuantitatif sebagai Histological Score (H-score). Analisis statistik untuk data normal dan homogen dilakukan dengan ANOVA satu arah, sedangkan untuk data tidak normal atau tidak homogen dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil dan Pembahasan: Pengaruh SOT pada jaringan endometrium ditemukan pada kompartemen epitel kelenjar, stroma, dan epitel luminal. Perbedaan ekspresi leptin antara keempat kelompok pada ketiga kompartemen tersebut bersifat tidak bermakna secara signifikan (Fkelenjar(3,10) = 0.464, p = 0.714; pstroma = 0.436; pluminal = 0.155). Hasil ini kemungkinan disebabkan oleh hubungan r-FSH dan leptin yang tidak bersifat langsung, tetapi diperantarai oleh estradiol. Limitasi penelitian ini adalah jumlah sampel yang kecil, serta keterbatasan dalam mengukur durasi fase siklus haid dan cadangan ovarium pada subjek penelitian.
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library