Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Naskah ini ditulis oleh R.T. Sastradipura dan dibeli oleh Pigeaud dari Ir. Moens di Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1932. Kemudian pada bulan Oktober 1932 naskah diringkas oleh Mandrasastra. Naskah berisi teks Serat Darmakandha, terdiri atas enam cerita yang bermotif keislaman : 1. Menceritakan tiga satria bernama Raden Mukjijat, Istijrat, dan Karamat. Sejak melamar Dyah Sriarti, putra seorang wiku bernama Sidiksasmita di petapaan Candisekar, sampai dipanggil dan mengabdi kepada raja Cahyanurrasa di negara Darusalam. Raden Mukjijat diangkat sebagai patih, Raden Istijrat diangkat sebagai jaksa, dan Raden Karamat diangkat sebagai pangulu, kemudian masing-masing diberi seorang putri saudara sang Raja. Dyah Sriati menjadi prameswari sang Raja, bergelar Kangjeng Ratu Kancanawungu, sedangkan sang Wiku Sidiksasmita menyempurnakan tapanya di Candisekar. Pangulu Karamat diutus sang Prabu mencari sang Resi Ngabdul Kunneni yang bertempat tinggal di Candisari, dan setelah bertemu kemudian kembali untuk menghadap Raja. Diceritakan juga bagaimana Jaksa Istijrat menyelesaikan pekerjaannya untuk mengadili tiga orang manusia yang akan mengubur mayat bapaknya. Selanjutnya diceritakan bagaimana kebijaksanaan Patih Mukjijat yang dapat memberikan petunjuk tentang keberadaan benda milik Jaka Kusnun, pusaka peninggalan bapaknya. 2. Bagian ini menceritakan perjalanan Jaka Kusnun, sejak menemukan pusaka milik bapaknya hingga menikah dengan Retna Kumalawati, putri Bahdani, kemudian diangkat sebagai raja di Bahdani, menggantikan mertuanya (sang Prabu) yang kini telah menjadi pendeta. Sri Kusnun pergi ke Darusalam, menyerahkan putrinya supaya dipersunting putra raja Darusalam, seusai keperluannya kemudian kembali ke Bahdani. Di negeri Bahdani Sri Kusnun akan diracun oleh patihnya, namun ternyata yang terkena racun adalah patih tersebut. 3. Menceritakan perjalanan Jaka Wasis dan Jaka Bodho putra Ki Pralambang di desa Misilan termasuk daerah negara Bahdani, sejak pergi dari desanya menuju ke negara Bahdani untuk mencari pekerjaan, hingga pada waktu Jaka Bodho mengikuti sayembara Sri Kusnun di Bahdani. Setelah Jaka Bodho diterima kemudian diberi seorang putri raja bernama Dyah Jumilahin, dan diangkat menjadi seorang patih dengan nama Raden Adipati Wicaksana. Jaka Wasis diangkat sebagai bupati pulisi bernama Raden Tumenggung Wignyalukita. Alkisah Ki Pralambang di desa Misilan daerah Bahdani ingin menengok anak-anaknya yang sudah menjadi pembesar. Dua orang putranya tersebut memberikan hadiah tanah 150 bahu, kemudian mendirikan masjid dan memberikan dana. 4. Menceritakan perjalanan Pak Beja dan Pak Cilaka orang desa dari daerah Bahdani. 5. Menceritakan perjalanan Jaka Sidik Iman di Tegalsamun daerah Bahdani, melaksanakan nasehat ayahnya supaya mengabdi pada ksatria yang paling agung, namun ia belum mengerti nasehat tersebut, akhirnya menjadi perawat gajah milik sang Prabu. Jaka Sidik Iman diwisuda menjadi panglima prajurit, bernama Tumenggung Suranggakara, karena berhasil menangkap seekor gajah. Akhirnya Tumenggung Suranggakara dinikahkan dengan putri patih. 6. Menceritakan perjalanan Prabu Mayakusuma di negara Rejamulya, patihnya bernama Sonyadarma. Patih yang berbuat dusta tersebut kemudian mati terkena hukum Tuhan. Jaka Sabar yang setia menggantikan kedudukan patih dengan nama Adipati Setyadarma, yang kemudian dikawinkan dengan adik raja bernama Dewi Tejaretna. Sang Raja kemudian pergi ke negara Darusalam, melamar putri Darusalam bernama Mustikawati. Menurut kolofon depan, teks ini ditulis oleh R.T. Sasradipura, Bupati Nayakeng Kraton Yogyakarta. Sasradipura adalah salah seorang anak dari Pangeran Purujaya, putra HB VII. Naskah mulai ditulis pada hari Rabu Pon, 4 Mulud, Be 1840 (16 Maret 1910). Pada kolofon belakang disebutkan bahwa naskah selesai disalin pada hari Selasa Paing, 28 Sapar 1841 (28 Februari 1911), oleh Mas Sayidin, seorang magang carik kraton di Yogyakarta. 1) dhandanggula; 2) asmaradana; 3) sinom; 4) kinanthi; 5) mijil; 6) pangkur; 7) megatruh; 8) pucung; 9) maskumambang; 10) dhandanggula; 11) kinathi; 12) pangkur; 13) durma; 14) megatruh; 15) asmaradana; 16) maskumambang; 17) gambuh; 18) kinanthi; 19) mijil; 20) dhandanggula; 21) durma; 22) sinom; 23) kinanthi; 24) asmaradana; 25) pucung; 26) pangkur; 27) mijil; 28) asmaradana.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CI.19-NR 170
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Menurut penyalin, naskah ini berisi kumpulan teks sebagai berikut: Serat Ambiya, Tapel Malaikat, Aji Jan-Banujan, Laire Ajisaka, Tapel Adam, Para Nabi, Miyose Kanjeng Nabi Muhammad, Cabolek Mataram, Neptu. Namun dari semua judul yang disebutkan di atas ternyata hanya berisi tiga saja, ialah Serat Ambiya, Serat Seh Siti Jenar, dan Sarasilahipun Karaton Mataram. Naskah disalin oleh R. Gandasutarya, di Suryaputran (Yogyakarta?). Teks pertama adalah Serat Ambiya (h.1-290), tersusun dalam 103 pupuh berikut ini: 1) asmaradana; 2) dhandhanggula; 3) asmaradana; 4) mijil; 5) sinom; 6) pangkur; 7) mijil; 8) dhandhanggula; 9) gambuh; 10) pangkur; 11) megatruh; 12) maskumambang; 13) sinom; 14) megatruh; 15) dhandhanggula; 16) mijil; 17) asmaradana; 18) kinanthi; 19) dhandhanggula; 20) sinom; 21) mijil; 22) dhandhanggula; 23) sinom; 24) dhandhanggula; 25) mijil; 26) kinanthi; 27) dhandhanggula; 28) mijil; 29) sinom; 30) maskumambang; 31) asmaradana; 32) kinanthi; 33) sinom; 34) kinanthi; 35) megatruh; 36) mijil; 37) pucung; 38) dhandhanggula; 39) pangkur; 40) gambuh; 41) sinom; 42) dhandhanggula; 43) mijil; 44) pangkur; 45) dhandhanggula; 46) asmaradana; 47) pangkur; 48) gambuh; 49) dhandhanggula; 50) mijil; 51) kinanthi; 52) asmaradana; 53) mijil; 54) dhandhanggula; 55) sinom; 56) megatruh; 57) pangkur; 58) dhandhanggula; 59) sinom; 60) kinanthi; 61) pucung; 62) dhandhanggula; 63) gambuh; 64) durma; 65) sinom; 66) mijil; 67) dhandhanggula; 68) pangkur; 69) mijil; 70) dhandhanggula; 71) sinom; 72) asmaradana; 73) gambuh; 74) dhandhanggula; 75) pangkur; 76) sinom; 77) asmaradana; 78) kinanthi; 79) megatruh; 80) mijil; 81) megatruh; 82) pangkur; 83) sinom; 84) pangkur; 85) dhandhanggula; 86) kinanthi; 87) dhandhanggula; 88) mijil; 89) sinom; 90) asmaradana; 91) pangkur; 92) dhandhanggula; 93) gambuh; 94) pangkur; 95) mijil; 96) sinom; 97) dhandhanggula; 98) gambuh; 99) kinanthi; 100) dhandhanggula; 101) durma; 102) sinom; 103) asmaradana. Teks kedua adalah Serat Seh Siti Jenar (h.291-332), terdiri atas 16 pupuh, sebagai berikut: 1) dhandhanggula; 2) sinom; 3) asmaradana; 4) sinom; 5) kinanthi; 6) asmaradana; 7) kinanthi; 8) dhandhanggula; 9) sinom; 10) dhandhanggula; 11) mijil; 12) sinom; 13) kinanthi; 14) kinanthi; 15) mijil; 16) pangkur. Teks terakhir adalah Sarasilahipun Karaton Mataram (h.333-450), yaitu serba-serbi tentang sejarah dan silsilah dinasti Mataram, terdiri dari 48 pupuh sebagai berikut: 1) dhandhanggula; 2) sinom; 3) mijil; 4) megatruh; 5) asmaradana; 6) pangkur; 7) sinom; 8) pangkur; 9) dhandhanggula; 10) asmaradana; 11) dhandhanggula; 12) sinom; 13) asmaradana; 14) mijil; 15) sinom; 16) maskumambang; 17) megatruh; 18) mijil; 19) sinom; 20) pangkur; 21) dhandhanggula; 22) sinom; 23) asmaradana; 24) gambuh; 25) durma; 26) sinom; 27) durma; 28) kinanthi; 29) mijil; 30) asmaradana; 31) sinom; 32) kinanthi; 33) dhandhanggula; 34) asmaradana; 35) durma; 36) megatruh; 37) asmaradana; 38) dhandhanggula; 39) sinom; 40) dhandhanggula; 41) mijil; 42) kinanthi; 43) dhandhanggula; 44) pangkur; 45) mijil; 46) pucung; 47) sinom; 48) dhandhanggula.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CL.21-NR 335
Naskah  Universitas Indonesia Library