Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erwina Agreni
Abstrak :
Kota Padang Panjang sebagai kota terkecil di Propinsi Sumatera Barat memiliki sumberdaya alam yang terbatas. Kondisi topografi alamnya yang bergelombang semakin memperkecil ketersediaan lahan yang efektif untuk dimanfaatkan dalam pembangunan. Keterbatasan tersebut menjadi masalah dalam pengelolaan sumbedaya alam dan Iingkungan di daerah, dan juga dalam rencana penataan ruang wilayah. Tidak jarang dijumpai alokasi pemanfaatan yang kompleks pada satu kawasan alam yang menurunkan fungsi tertentu dari Iingkungan alamnya dan menimbulkan kerugian bagi kawasan disekitamya. Salah satu kawasan alam yang dimanfaatkan secara bersama oleh masyarakat Padang Panjang adalah Kawasan Bukit Tui. Bukit ini memiliki kandungan batu kapur yang cukup potensial, sehingga berkembang kegiatan penambangan dan industri kapur. Sebagian wilayah Bukit Tui juga ditetapkan sebagai kawasan lindung. Pemanfaatan Bukit Tui sebagai Kawasan Lindung, Kawasan Penambangan Batu Kapur dan Kawasan Industri Kapur ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Padang Panjang melalui Perda Nomor 14 Tahun 1998. Diduga, pemanfaatan sebagai Kawasan Penambangan Batu Kapur dan Industri Kapur memberikan dampak yang berlawanan terhadap keberlangsungan fungsi Bukit Tui sebagai Kawasan Lindung. Saat ini sebagian areal Bukit Tui juga dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan pertanian, perkebunan dan wilayah pemukiman. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) memperoleh gambaran mengenai kegiatan pemanfaatan kawasan Bukit Tui menurut Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Padang Panjang; (2) memperoleh data dan informasi manfaat kawasan Bukit Tui, balk sebagai Kawasan Lindung, Kawasan Pertambangan maupun Kawasan Industri Kapur dan (4) mengkaji prioritas pengembangan dan pemanfaatan kawasan Bukit Tui ditinjau dari nilai manfaat yang diperoleh. Penelitian ini adalah penelidan deskriptif. Metode yang digunakan gabungan dari kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk menghitung nilai manfaat kawasan Bukit Tui menurut alokasi yang ditetapkan. Metode kualitatif digunakan untuk menggambarkan kondisi Iingkungan dan pola pemanfaatan Bukit Tui, balk menurut yang ditetapkan dalam RTRW maupun menurut perkembangan aktual scat ini. Penilaian manfaat dari Kawasan Lindung mencakup nilai penyerapan karbon, nilai pengendali erosi dan nilai sumber air Tungku Sadah. Sedangkan nilai manfaat dari Kawasan Penambangan Batu Kapur dan Kawasan Industri Kapur didapat dengan analisis terhadap manfaat biaya dari masing-masing kegiatan. Penilaian terhadap nilai kerugian yang diderita petani padi sawah akibat dampak dari kegiatan penambangan dan industri kapur juga dihitung dan dikategorikan sebagai nilai ekstemal. Hasil penelitian disimpulkan sebagai berikut (1) Pemanfaatan Bukit Tui menurut RTRW Kota Padang Panjang (Perda Kotamadya Daerah Tingkat II Padang Panjang Nomor 14 Tahun 1998) adalah sebagai Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Penetapan sebagai Kawasan Lindung adalah untuk kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat dan kawasan rawan bencana alam. Alokasi sebagai kawasan budidaya meliputi Kawasan Penambangan Batu Kapur dan Kawasan Industri Batu Kapur. Alokasi pemanfaatan tersebut memperlihatkan adanya kompleksitas pemanfaatan Kawasan Bukit Tui; (2) Pemanfaatan Kawasan Bukit Tui yang ditemui di lapangan saat ini berkembang dari apa yang telah ditetapkan dalam RTRW. Selain tetap dimanfaatkan sebagai Kawasan Lindung, Kawasan Pertambangan Batu kapur dan Kawasan Industri Kapur, Bukit Tui juga dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan, pemukiman, dan berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai kawasan wisata alam; (3) Nilai manfaat pertahun (keadaan perhitungan tahun 2005) yang diperoleh dari pengalokasian kawasan Bukit Tui sebagai Kawasan Lindung adalah sebesar Rp.5.432.423.739,6, meliputi nilai penyerapan karbon Rp.642.068.337.6, nilai pengendalian erosi Rp.84.319.200,- dan nilai sumber air bagi masyarakat Rp.1.982.858.202,- serta Rp.2.723.178.000,- bagi PDAM sebagai opportunity cast apabila sumber air Tungku Sadah tidak aria. Pengalokasian kawasan Bukit Tui sebagai Kawasan Pertambangan Batu Kapur mempunyai nilai manfaat pertahun sebesar Rp.502.841.575,76 dan sebagai Kawasan Industri Kapur sebesar Rp. 1.055.814.000,-. Kedua nilai tersebut adalah nilai manfaat sebelum dikurangi dengan nilai dampak yang ditimbulkan. Dampak dari kedua kegiatan adalah penurunan produksi padi sawah yang terkena aliran erosi dari areal penambangan dan Iimbah industri kapur . Nilai dampak tersebut dikategorikan sebagai nilai ekstemal yang ditanggung masyarakat dengan nilai sebesar Rp.45.491.225,-/tahun; dan (4) Prioritas pemanfaatan berdasarkan nilai manfaat terbesar dari Kawasan Bukit Tui adalah sebagai Kawasan Lindung. Untuk mempertahankan fungsi pelestarian Iingkungan dari kawasan tersebut secara menyeluruh adalah dengan meniadakan kegiatan budidaya yang merusak termasuk pertambangan dan industri batu kapur. Jika pemerintah daerah, dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, berketapan untuk tetap mengalokasikan pemanfaatan sebagai Kawasan Pertambangan dan Kawasan Industri Kapur di Kawasan Bukit Tui, maka harus diikuti dengan upaya pengelolaan dampak kedua kegiatan agar fungsi lndung dari kawasan tetap terpelihara dan dapat terhindar dari bencana alam yang pada akhimya akan merugikan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan agar (1) meninjau kembali pemanfaatan Kawasan Bukit Tui melalui penyusunan dan penyempumaan RTRW dengan ikut memperhatikan nilai manfaat dan nilai dampak yang ditimbulkan; (2) untuk keperluan penilaian manfaat dan dampak dari kegiatan pemanfaatan Bukit Tui diperlukan dukungan data yang akurat mengenai kondisi kawasan dan potensi pemanfaatannya; (3) menerapkan pola penambangan terkendali pada lokasi penambangan yang akan ditetapkan dalam RTRW Kota Padang Panjang yang akan datang; (4) pemerintah daerah diharapkan dapat segera memberlakukan ketentuan pengelolaan Iingkungan bagi kegiatan pemanfaatan kawasan yang menimbulkan dampak merugikan bagi Iingkungan alam dan masyarakat; (5) mencarikan altematif pemanfaatan dari sumberdaya alam yang ada di Kawasan Bukit Tui dengan memperhatikan karakteristik kawasan dan kelestarian fungsi Iingkungannya; dan (6) untuk keperluan pengelolaan kawasan Bukit Tui sebagai Kawasan Lindung, perlu kiranya pemerintah daerah mengalokasikan dana pengelolaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20228
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Suartawan
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji bagaimana pelaksanaan pelayanan pertanahan di daerah yang mempunyai Dinas Pertanahan dan Kantor Pertanahan. Pemilihan Kota Tangerang sebagai Iokasi penelitian karena kedekatannya dengan Ibukota negara sehingga menghemat biaya dan waktu. Metode penelitian yang dilakukan adalah kualitatif karena dianggap Iebih mudah menyesuaikan apabila berhadapan dengan perilaku organisasi yang dikaitkan dengan efektivitas kebijakan pemerintah yang sebelumnya tidak diduga. Analisa dilakukan terhadap aspek keiembagaan, SDM, dan sistim/prosedur pelayanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peiaksanaan pelayanan pertanahan di Kota Tangerang didominasi oleh BPN. Dinas Pertanahan yang dibentuk sejak tahun 2000, sampai saat ini belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini diindikasikan dengan tidak adanya Kantor Dinas dan belum diisinya personil sebagaimana yang ada pada struktur organisasi Aparat Pemda Kota Tangerang yang definitif sebagai aparat Dinas Pertanahan hanya berjumlah 6 (enam) orang dan tidak ada yang berkualifikasi teknis pertanahan. Kondisi yang demikian menjadi masalah bagi aparat Pemda karena mereka berkantor di Kantor instansi pusat tetapi status adaiah pegawai daerah. Tidak ada kejelasan atas tugas dan fungsi yang harus dilakukan. Di samping itu, anggaran yang disediakan pada APBD untuk Dinas Pertanahan tidak pernah direalisasikan sehingga pelayanan pertanahan belum menghasilkan retribusi. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, pelayanan yang menjadi tugas BPN mengacu pada Instruksi Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1998 tentang Peningkatan Efisiensi dan Kualitas Pelayanan Masyarakat Di Bidang Pertanahan, sedangkan tugas Dinas Pertanahan (Pemda) mengacu pada Keppres Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan. Meski ada pembagian tugas, dalam pelaksanaannya seluruh pelayanan dilakukan aparat BPN. Tidak diperoleh data tentang kegiatan yang telah dilakukan Dinas Pertanahan. Staf yang ada bersifat pasif dan hanya sebatas mengagendakan surat yang ditujukan kepada Dinas tanpa mengetahui tindak lanjutnya. Pelaksanaan pelayanan tetap berjalan dengan baik. Kinerja aparat BPN pada umumnya sudah baik, ditandai dengan adanya akuntabilitas dan responsibilitas serta pembinaan dari pimpinan secara rutin. Pelayanan sudah transparan, terbuka dan setiap informasi bisa diperoleh dengan mudah. Prosedur pelayanan sudah jelas dengan sistem Ioket. Tertib administrasi sudah sangat maju mengingat Kota Tangerang merupakan daerah percontohan pelayanan pertanahan, yang ditandai dengan adanya Mosaik Foto Udara. Masalah yang dihadapi dalam pemberian pelayanan adalah kekurangan tenaga ukur. Hal ini terjadi karena profesi tenaga ukur membutuhkan keahlian tersendiri, tetapi penerimaan pegawai BPN sangat terbatas. Untuk mengatasinya, BPN Kota Tangerang memakai tenaga pengukur berlisensi. Masaiah Iain adalah kebiasaan masyarakat untuk menyuruh orang Iain (calo). Hal ini menyebabkan imej yang kurang baik bagi BPN. BPN sudah mempunyai kerangka waktu dan biaya yang pasti, namun calo sering memberikan Informasi seolah-olah pelayanan itu sulit. Untuk itu, sangat diharapkan kesadaran masyarakat untuk mau mengurus sendiri keperluannya dengan mendatangi Kantor Pertanahan. Kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah Dinas Pertanahan belum melaksanakan tugasnya dan tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan. Pelaksanaan pelayanan di KPKT cukup baik, transparan, prosedur yang jeias dan sederhana serta tertib administrasi. Sedangkan rekomendasi yang dapat disampaikan adalah perlunya Pemda Kota Tangerang untuk memberdayakan Dinas Pertanahan karena pelayanan pertanahan dapat dijadikan sumber pendapatan asli daerah (PAD).
This research aims to examine the implementation of land affair services in the local government which has District Office or Local Oflice of Land Affair. The selection of Tangerang as the location of the research is based on its location which is close to the capital city, hence it will reduce cost and time. The method of research in the research is qualitative because easier to adapt in facing the problem of behaviour of organization relates to the etfectiveness of policies made previously. Analysis is examined on aspects of institutional, human resources, and procedure of services. The result shows that the implementation of land affair services in the city of Tangerang from 2000, has not implemented well. It is indicated by the absence of Local Office of Land Affair and there is no staff positioned in the structure of the local govemrnent. The definitive functionaries in the local govemment are only 6 staffs and they do not have specific skill on land affair. That condition generates problem for the local officers because they work in central office, but their status is local apparatus. There is no clear job description for them to do their job. Besides that, available budget for the services is never realized, hence the service has not generated retribution. Base on the regulation, the services is managed by BPN based on the Instruction of Land Affair Minister/Head of BPN number 3 year 1998 on The Advancement of Efficiently and Quality of Public Service in Land Affair. The duty of Local Office is based on Keppres number 34 year 2003 on National Policy on Land Affair. Even there is a division of responsibility, the implementation of all services of land affairs are managed by BPN. There is no data on activities done by the Local Office. The staffs are passive and their activities only make timetable and registered letters for the office without knowing how to respond it. The services are running well. The performance of BPN is generally fine. It is proven by the accountability and responsibility and also routine supervision from the leader. The services are transparent, open and information can be acquired easily. The procedure of services has been clear using partial and specific service system. Administration is advance and orderly implemented because the city of Tangerang is a model for the land affair services proved by Air-Photograph Mosaic. The problem faced in giving land affair services is lack of skilful labour for measuring. It is because the profession of land measuring needs special skill. To solve the problem, BPN Tangerang uses licensed worker. Other problem is the culture of the citizen to ask certain people to handle the process or broker. It generates bad image to the institution. The institution has its ovlm exact timeframe and cost, however the broker usually makes it complicated and time-consuming. The conclusion of the research is that the Local Office of Land Affair has not implemented its duties and it is handled by District Office of Land Affair. The implementation of KPKT is fair, transparent, clear, simple and orderly administered. The recommendation that can propose here is that there is a need for the local government of Tangerang to empower the Local Office of Land Aifair because the services can be potential income. The citizen is also suggested not to use broker and come by themselves to the office.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Jati Utomo
Abstrak :
Kota Jakarta Utara sebagai bagian dari wilayah Provinsi DKI Jakarta memiliki karakteristik wilayah yang khas sebagai wilayah pesisir dengan fungsi penggunaan lahan yang bervariatif. Perkembangan kota yang terjadi beriringan dengan pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan meningkatkan permintaan terhadap lahan. Padahal kota dirancang secara planologis sesuai dengan jenis peruntukan dan penggunaan lahan yang telah ditentukan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penyimpangan pemanfaatan lahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Jakarta Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perubahan penggunaan dan pemanfaatan lahan (spasial dan temporal), besaran penyimpangan ketidaksesuaian, implikasi ketidaksesuaian dan bagaimana pendekatan untuk mengatasinya. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis peta dengan overlay (tumpang susun) menggunakan Sistem Informasi Geografis, pengumpulan data kualitatif, serta deskriptif kuantitatif dengan mengidentifikasi serta melakukan observasi survei lapangan. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan pola pemanfaatan ruang tahun 2008 sampai dengan 2018. Berdasarkan hasil analisis ditemukan besaran persentase kesesuaian penggunaan lahan terhadap RDTR, ketidaksesuaian, mendukung rencana tata ruang dan rencana yang belum disahkan. Selain itu didapatkan hasil berupa dampak dan faktor serta pendekatan dalam mengatasi permasalahan tersebut. ......North Jakarta City as part of the Special Capital Region of Jakarta Province has a region characteristic typically of coastal areas with varied land use functions. Urban development that occurs along with population growth and development activities increases the demand for land, though the city is designed in a planological manner according to the type of designation and land use that has been previously determined. This condition leads to the occurrence of land use deviation from the North Jakarta Regional Spatial Plan (RTRW) and Detailed Spatial Plan (RDTR). This study aims to determine the pattern of changes in land use and utilization (spatial and temporal), the magnitude of nonconformity deviation, to know the implications of the nonconformity of spatial use and what approach to manage it. The method used in this study was map analysis with overlay using Geographic Information System, qualitative data collection, and quantitative descriptive method by identifying and conducting field survey observations. The results showed a change in the pattern of spatial utilization in 2008 until 2018. Based on the results of the analysis, it was found the percentage of land use that had conformity with the Spatial Plan, supported the Spatial Plan, had no conformity with the Spatial Plan and had not approved yet. In addition, the results obtained in the form of impacts and factors approaches in overcoming these problems.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T52923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Saputra
Abstrak :
Perubahan penggunaan lahan dari hunian menjadi industri dan pergudangan di kelurahan Kamal dan Tegal Alur Kecamatan Kalideres Jakarta Barat menunjukkan terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan/peraturan yang keluarkan oleh Pemda DKI Jakarta, yaitu tidak sesuainya kodisi eksisting dengan Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah (RRTRW) Kecamatan Kalideres yang telah ditetapkan (Perda 6/1999). Kondisi tersebut seakan-akan menunjukkan ketidak konsistenan Pemda DKI Jakarta dalam menata suatu wilayah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditentukan. Beberapa aspek yang berpengaruh dalam penggunaan lahan tersebut di antaranya adalah aspek aksesibilitas daerah tersebut ke terminal, pelabuhan dan bandara, dan kegiatan di kawasan yang saling berdekatan (neighbourhood) serta aspek harga properti pergudangan dan industri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dari harga lahan/bangunan (Property price), aksesibilitas (accessibility) dan kegiatan di kawasan yang berdekatan (neighbourhood) kepada terjadinya perubahan penggunaan lahan dari hunian menjadi industri dan pergudangan di Kelurahan Kamal dan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres Jakarta Barat. Metode penelitian yang adalah dengan menggunakan survey kepada 41 responden pemilik bangunan gudang, dan metode analisis yang digunakan adalah menggunakan analisis regresi berganda dan pengujian hipotesis. Hasil penelitian didapatkan bahwa faktor harga lahan/bangunan (property price), aksesibilitas (accessibility) dan kegiatan di kawasan yang berdekatan (neighbourhood penggunaan lahan dari hunian menjadi industri dan pergudangan di Kelurahan Kamal dan Tegal Alur Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Dari ketiga faktor tersebut, faktor kegiatan di kawasan yang berdekatan (neighbourhood) merupakan faktor penyebab utama/dominan yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di kelurahan Kamal dan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres. Jakarta Barat. Perubahan pola pemanfaatan lahan di Kelurahan Kamal dan Tegal Alur sangat ditentukan dengan keterkaitan antar kegiatan wilayah (aglomerasi). Indikasinya dapat dilihat bahwa di Kelurahan Kamal dan Tegal Alur sedikit sekali ditemukan lahan hunian dan lahan kosong, lahan yang ada sudah padat dengan Universitas Indonesia kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan industri dan pergudangan.Hal ini dikarenakan lahan yang berfungsi untuk industri dan pergudangan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang berfungsi hunian. Saran penelitian adalah (1) Jika Pemda DKI Jakarta akan melakukan peninjauan kembali terhadap Rencana Tata Ruang Wilayahnya, agar lebih memperhatikan faktor kegiatan di kawasan yang berdekatan (neighbourhood) dengan wilayah tersebut; (2) Pemda DKI Jakarta agar mempertimbangkan keberadaan bangunan pergudangan di Kelurahan Kamal & Tegal Alur yang tidak sesuai dengan RTRW mengingat banyaknya tenaga kerja yang menggantungkan nasibnya dari keberadaan gudang-gudang tersebut; (3) Terhadap wilayah lain yang memiliki karateristik yang sama dengan wilayah penelitian yang berpotensi menimbulkan permasalahan serupa, seperti di Kelurahan Kapuk dan Cengkareng Barat. Kecamatan Cengkareng. Jakarta Barat, Pemda DKI Jakarta harus lebih ketat melakukan pengawasan dan penertiban bangunan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku; (4) penelusuran variabel lainnya yang dimungkinkan dapat mempengaruhi perubahan penggunaan lahan seperti faktor geografis, faktor kebijakan pemerintah dan faktor hukum pertanahan.
The changing purpose of residential areas to industrial and warehouses areas in Kelurahan Kamal and Tegal Alur. Kecamatan Kalideres Jakarta Barat showed the violence against the law which was issued by Pemda DKI Jakarta, which was the disparity between existing condition and Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah (RRTRW) of Kecamatan Kalideres which had been established as Perda 6/1999. This such condition was likely showing the inconsistency of Pemda DKI Jakarta in managing certain areas comply with established RRTRW. Several aspects which had influences in using areas were accessibility to terminal, seaport, and airport, and activities within close areas (neighbourhood), and also the cost of warehouses and other industrial cost. This research was aimed to analyze the influence of cost of land and building (property prices), accessibility, and activities within close areas (neighbourhood) toward the changing usage of residential areas to industrial and warehouses areas in Kelurahan Kamal and Tegal Alur. Kecamatan Kalideres Jakarta Barat. 41 respondents?the warehouses owners, were particitipated in this study by employing survey method. Multiple regression analysis was used to test hypotheses. Results showed that (property prices), accessibility, and activities within close areas (neighbourhood) toward the changing usage of residential areas to industrial and warehouses areas in Kelurahan Kamal and Tegal Alur. Kecamatan Kalideres. Jakarta Barat. From the three factors of variable research, activities within close areas (neighbourhood) is a domain factor toward the changing usage of residential areas to industrial and warehouses areas in Kelurahan Kamal and Tegal Alur. Kecamatan Kalideres Jakarta Barat. The changing purpose of land in Kelurahan Kamal and Tegal Alur activities within close areas to support agglomeration. This indication saw that Kelurahan Kamal & Tegal Alur only few housing and land are used, that land full with activities of industries and warehouses. This condition of the object are used to industries and warehouses to support high-economics land not housing function. Suggestions can be proposed as follow: (1) neighbourhood should be considered if Pemda DKI Jakarta decide to review Rencana Tata Ruang Wilayah; (2) Pemda DKI Jakarta should consider the existence of warehouses in Kelurahan Kamal & Tegal Alur which not comply with RTRW since there are so many Universitas Indonesia vi labours granting their lives from those warehouses; (3) in the case of areas which have similar characteristics with research areas which have potential to create similar problems, such as Kelurahan Kapuk and Cengkareng Barat.Kecamatan Cengkareng.Jakarta Barat, Pemda DKI Jakarta should place tighter control and building management comply with regulations; (4) tracing to find another variables which influence changes of land usage such as geographical factor, government policy factor, and land law/regulation factor.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Triarko Nurlambang
Abstrak :
Air sebagai kebutuhan utama manusia tentunya harus dapat dilestarikan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Secara alamiah sumber daya air ini merupakan komponen utama dari satuan ekosistem yang disebut DAS (Daerah Aliran Sungai). Ketidak seimbangan, serasiari dan selarasan dalam pengelolaan DAS dapat menyebabkan ekosistem daerah tersebut terganggu dan bahkan dapat menimbulkan sumber malapetaka bagi penduduk setempat. Salah satu malapetaka tersebut adalah banjir. Demikian pula banjir yang terjadi di Bandung Selatan yang terletak pada Daerah Aliran Ci Tarum Wilayah Hulu. Atas dasar pemikiran di atas penelitian ini bertujuan membahas terjadinya perubahan luas areal banjir yang disebabkari oleh perubahan penggunaan tanab sebagai faktor dinamis Daerah Aliran Ci Tarum Hulu (DA Ci Tarum RH). Adapun masalah yang akan dibahas yaitu : - Bagaimana perubahan penggunaan tanah di DA Ci Tarum WH ? - Bagaimana perubahan luas banjir di DA Ci Tarum WH ? - Bagaimana pengaruh perubahan tanah terhadap perubahan luas banjir ? Sebagal hipotesa untuk mengarah jawaban masalah di atas yaitu dengan menurunnya fungsi vegetatif-hidrologisnya yang tercermin dari pengguriaari tanah maka daerah yang relatif rendah dan datar dengan curah hujan rata-rata yang intensitasnya sama akan mudah terjadi banjir dan banjir bertambah luas. Untuk dapat memecahkan masalah tersebut maka digunakan analisa geografi dan hidrologi serta. ditunjang analisa statistik sederhana melalui teknik scatter diagram untuk tahun pengamatan 1980 dan 1986.
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukian Mulyadi
Abstrak :
Hakekatnya pola penggunaan tanah merupakan gambaran di atas ruang daiipada gabungan basil jenis usaha manusia, tingkat teknologi dan jwnlahnya. Adanya penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dan seimbang akan mengakibatkan perbedaan perkembangan penggunaan tanah yang ada. Perkembangan penggunaan tanah yang dijumpai di setiap wilayah akan mencapai suatu tahapan perkembangan tertentu, sebagaimana yang dikemukakan Prof. I Made Sandy dan skema A sampai dengan skema I. Kabupaten Sleman path tahun 1994 terdiri dan 17 kecamatan dengan luas 57.482 ha dan berpenduduk 788.340jiwa. Dan Kabupaten Kulonprogo path tahun 1994 terdiri dan 12 kecamatan dengan luas 58.628 ha dan berpenduduk 424.75 1 jiwa. Kabupaten Sleman memiliki wilayah dataran rendah sampai wilayah pegunungan dan diantara wilayah tersebut terdapat lereng 0% sampai lereng lebih dan 40%. Kabupaten Kulonprogo memiliki juga wilayah dataran rendah sampai wilayah dataran tinggi, namun dibandingkan dengan Kabupaten Sleman, lereng di Kabupaten Kulonprogo relatiflebih terjal. Masalah: 1. Perkembangan penggunaan tanah path tahun 1994 di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulonprogo sudah mencapai tahap apa berdasarkan skema yang dikemukakan oleh Prof I Made Sandy? 2. Dimanakah letak perbedaan penggunaan tanah path Wilayah Tanah Usaha tertentu di kedua kabupaten tersebut ? 3. Bagaimanakah kaitannya dengan faktor yang mempengaruhi penggunaan tanah? Kesimpulan: 1. Pola penggunaan tanah di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulonprogo berbeda, yakni setelah perkainpungan, terdapat sawah, kebun campuran, tegalan dan terakhir hutan. Perbedaannya path Kabupaten Kulonprogo setelah perkampungan terdapat sawah, kebun campuran, lalu perkebunan, tegalan dan terakhir hutan. 2. Path Kabupaten Sleman keathan pemanfaatan untuk lahan persawahan sudah berkembang ke arah pegunungan, akan tetapi luas persawahan yang dibuat ke arah pegunungan relatif kedil luasnya, sehingga tahapan penggunaan tanah di kabupaten mi telah berada path skema G. Pada Kabupaten Kulonprogo wilayah yang lebih tinggi terdapat kebun campuran dan tegalan sedangkan pemanfäatan tanah untuk lahan persawahan dan perkampungan sudah terthpat path wilayah sekitar pantai, sehingga tahapan penggunaan tanah di kabupaten mi telah berada path skema H. 3. Pengusahaan tanah di Kabupaten Sleman didominasi oleh pengusahaan tanah intensif yang berupa lahan persawahan, sedangkan pengusahaan tanah di Kabupaten Kulonprogo didominasi oleh pengusahaan tanah kurang intensif yang berupa kehun campuran. 4. Penggunaan tanah di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulonprogo tahun 1994 sudah tidak sesuai lagi dengan konsepsi Wilayah Tanah Usaha. 5. Perbedaan penggunaan tanah di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulonprogo 'dipengaruhi oleh faktor ketinggian, lereng dan kepathtan penduduk.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subur Kurniawan
Abstrak :
Tanah dalam arti ruang mempunyai kedudukan yang strategis bagi kehidupan manusia, terutama untuk pembangunan.Salah satu bentuk pembangunan itu adalah pembangunan dibidang pertanian, baik oleh pemerintah, swasta maupun perorangan.Transniigrasi lazimnya diartikan sebagai kegiatan sehubungan dengan tanaman pangan, sehubungan dengan itu kualitas tanah yang dicari adalah yang baik untuk tanaman pangan dan penetapan suatu daerah transmigrasi hams benar-benar dinilai kemampuan tanahnya.Keberhasilan suatu daerah transmigrasi mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk. Penggunaan tanah tidak statis melainkan berkembang kearah peningkatan kualita dan peningkatan luas, karena jumlah manusia meningkat. Pengaruh tekanan penduduk dapat meningkatkan teknologi pertanian di suatu daerah, misalnya merubah tanah alang-alang menjadi sawah. Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Panaragan Jaya dan UPT Mulyo Kencono secara administrasi masuk ke dalam wilayah Kecamatan Tulang Bawang Tengah, sedangkan UPT Kartasari masuk wilayah Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Lampung Utara. Ketiga UPT mi memiliki persamaan yaitu kondisi fisik yang relatif sama, penempatan penduduk pada waktu sama, yaitu pada tahun 1974 dan penyerahan UPT kepada pemerintah daerah pada tahun yang sama pula, yaitu tahun 1981. Masalah dalam penelitian mi adalah bagaimana pola perubahan penggunaan tanah di tiga UPT tahun 1981 dan tahun 1996, dan bagaimana persamaan dan perbedaan dal pola perubahan penggunaan tanah di tiga UPT tersebut tahun 1981 dan tahun 1996 ? (Pola perubahan yang dilihat adalah sejauh 5 km dari pusat UPT dari tiap-tiap UPT) Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pola penggunaan tanah di UPT Panaragan Jaya relatif tidak mengalami perubahan, yaitu didominasi oleh penggunaan tanah tegalan. Sedangkan di UPT Mulyo Kencono mengalami perubahan dan penggunaan tanah tegalan menjadi sawah sampai dengan 3 km dari pusat UPT. Di UPT Kartasani mengalami perubahan penggunaan tanah padang menjadi sawah. Persamaan dari penubahan penggunaan tanah pertanian di tiga UPT adalah pada penggunaan, tanah perkebunan yang mengalami peningkatan luas: Sedangkan dan persentase penggunaan tanah intensif (sawali dan tegalan) makin jauh dan pusat UPT persentase relatif makin. berkurang. Perbedaan perubahan penggunaan tanah terdapat pada perubahan luas perkebunan dan sawah. Peningkatan jumlah penduduk, kepadatan, dan persentasejumlah petani sejalãn dengan peningkatan penggunaan tanah pertanian
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Santoso
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simandjuntak, Sahat Hasudungan
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suparman
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1985
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>