Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mukian Mulyadi
Abstrak :
Hakekatnya pola penggunaan tanah merupakan gambaran di atas ruang daiipada gabungan basil jenis usaha manusia, tingkat teknologi dan jwnlahnya. Adanya penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata dan seimbang akan mengakibatkan perbedaan perkembangan penggunaan tanah yang ada. Perkembangan penggunaan tanah yang dijumpai di setiap wilayah akan mencapai suatu tahapan perkembangan tertentu, sebagaimana yang dikemukakan Prof. I Made Sandy dan skema A sampai dengan skema I. Kabupaten Sleman path tahun 1994 terdiri dan 17 kecamatan dengan luas 57.482 ha dan berpenduduk 788.340jiwa. Dan Kabupaten Kulonprogo path tahun 1994 terdiri dan 12 kecamatan dengan luas 58.628 ha dan berpenduduk 424.75 1 jiwa. Kabupaten Sleman memiliki wilayah dataran rendah sampai wilayah pegunungan dan diantara wilayah tersebut terdapat lereng 0% sampai lereng lebih dan 40%. Kabupaten Kulonprogo memiliki juga wilayah dataran rendah sampai wilayah dataran tinggi, namun dibandingkan dengan Kabupaten Sleman, lereng di Kabupaten Kulonprogo relatiflebih terjal. Masalah: 1. Perkembangan penggunaan tanah path tahun 1994 di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulonprogo sudah mencapai tahap apa berdasarkan skema yang dikemukakan oleh Prof I Made Sandy? 2. Dimanakah letak perbedaan penggunaan tanah path Wilayah Tanah Usaha tertentu di kedua kabupaten tersebut ? 3. Bagaimanakah kaitannya dengan faktor yang mempengaruhi penggunaan tanah? Kesimpulan: 1. Pola penggunaan tanah di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulonprogo berbeda, yakni setelah perkainpungan, terdapat sawah, kebun campuran, tegalan dan terakhir hutan. Perbedaannya path Kabupaten Kulonprogo setelah perkampungan terdapat sawah, kebun campuran, lalu perkebunan, tegalan dan terakhir hutan. 2. Path Kabupaten Sleman keathan pemanfaatan untuk lahan persawahan sudah berkembang ke arah pegunungan, akan tetapi luas persawahan yang dibuat ke arah pegunungan relatif kedil luasnya, sehingga tahapan penggunaan tanah di kabupaten mi telah berada path skema G. Pada Kabupaten Kulonprogo wilayah yang lebih tinggi terdapat kebun campuran dan tegalan sedangkan pemanfäatan tanah untuk lahan persawahan dan perkampungan sudah terthpat path wilayah sekitar pantai, sehingga tahapan penggunaan tanah di kabupaten mi telah berada path skema H. 3. Pengusahaan tanah di Kabupaten Sleman didominasi oleh pengusahaan tanah intensif yang berupa lahan persawahan, sedangkan pengusahaan tanah di Kabupaten Kulonprogo didominasi oleh pengusahaan tanah kurang intensif yang berupa kehun campuran. 4. Penggunaan tanah di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulonprogo tahun 1994 sudah tidak sesuai lagi dengan konsepsi Wilayah Tanah Usaha. 5. Perbedaan penggunaan tanah di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulonprogo 'dipengaruhi oleh faktor ketinggian, lereng dan kepathtan penduduk.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subur Kurniawan
Abstrak :
Tanah dalam arti ruang mempunyai kedudukan yang strategis bagi kehidupan manusia, terutama untuk pembangunan.Salah satu bentuk pembangunan itu adalah pembangunan dibidang pertanian, baik oleh pemerintah, swasta maupun perorangan.Transniigrasi lazimnya diartikan sebagai kegiatan sehubungan dengan tanaman pangan, sehubungan dengan itu kualitas tanah yang dicari adalah yang baik untuk tanaman pangan dan penetapan suatu daerah transmigrasi hams benar-benar dinilai kemampuan tanahnya.Keberhasilan suatu daerah transmigrasi mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk. Penggunaan tanah tidak statis melainkan berkembang kearah peningkatan kualita dan peningkatan luas, karena jumlah manusia meningkat. Pengaruh tekanan penduduk dapat meningkatkan teknologi pertanian di suatu daerah, misalnya merubah tanah alang-alang menjadi sawah. Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Panaragan Jaya dan UPT Mulyo Kencono secara administrasi masuk ke dalam wilayah Kecamatan Tulang Bawang Tengah, sedangkan UPT Kartasari masuk wilayah Kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Lampung Utara. Ketiga UPT mi memiliki persamaan yaitu kondisi fisik yang relatif sama, penempatan penduduk pada waktu sama, yaitu pada tahun 1974 dan penyerahan UPT kepada pemerintah daerah pada tahun yang sama pula, yaitu tahun 1981. Masalah dalam penelitian mi adalah bagaimana pola perubahan penggunaan tanah di tiga UPT tahun 1981 dan tahun 1996, dan bagaimana persamaan dan perbedaan dal pola perubahan penggunaan tanah di tiga UPT tersebut tahun 1981 dan tahun 1996 ? (Pola perubahan yang dilihat adalah sejauh 5 km dari pusat UPT dari tiap-tiap UPT) Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pola penggunaan tanah di UPT Panaragan Jaya relatif tidak mengalami perubahan, yaitu didominasi oleh penggunaan tanah tegalan. Sedangkan di UPT Mulyo Kencono mengalami perubahan dan penggunaan tanah tegalan menjadi sawah sampai dengan 3 km dari pusat UPT. Di UPT Kartasani mengalami perubahan penggunaan tanah padang menjadi sawah. Persamaan dari penubahan penggunaan tanah pertanian di tiga UPT adalah pada penggunaan, tanah perkebunan yang mengalami peningkatan luas: Sedangkan dan persentase penggunaan tanah intensif (sawali dan tegalan) makin jauh dan pusat UPT persentase relatif makin. berkurang. Perbedaan perubahan penggunaan tanah terdapat pada perubahan luas perkebunan dan sawah. Peningkatan jumlah penduduk, kepadatan, dan persentasejumlah petani sejalãn dengan peningkatan penggunaan tanah pertanian
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arti Aulia
Abstrak :
Desa pesisir Parangtritis terletak di pantai selatan Kabupaten Bantul yang terkenal dengan kegiatan wisata dan perikanan tangkap. Keuntungan dari sektor pariwisata dan perikanan tangkap membuat Desa Parangtritis dipandang sebagai ladang untuk mencari nafkah dan menyebabkan penyembuhan dalam populasi atau pendapatan masyarakat Desa Parangtritis. Situasi ini dapat mempengaruhi kebutuhan akan ruang dan tanah yang dapat berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan sehingga diperlukan prediksi tentang ketersediaan lahan dengan menggunakan model dinamika spasial. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model dinamika spasial untuk ketersediaan lahan dan menganalisis hubungan antara model-model ini dengan tingkat pendidikan dan pendapatan Desa Parangtritis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pemodelan dinamika spasial yang menggunakan data populasi untuk 2008-2018 dan citra Google Earth pada 2008, 2013, dan 2018, dan wawancara dengan area grid yang digunakan untuk tingkat pendidikan dan pendapatan. Pengembangan wilayah yang dibangun diamati melalui model dinamika spasial dari hubungan antara pertumbuhan penduduk dan ketersediaan lahan pada periode 2008-2100. Prediksi model menunjukkan bahwa lahan yang dikembangkan telah berkembang dari area yang sesuai untuk memenuhi kapasitas regional yang tidak sesuai pada tahun 2039. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan tercepat dari area terbangun adalah di area dengan tingkat pendidikan tinggi dan pendapatan tinggi level.
The coastal village of Parangtritis is located on the southern coast of Bantul Regency which is famous for tourism activities and capture fisheries. The benefits of the tourism and capture fisheries sector make Parangtritis Village seen as a field for earning a living and causing healing in the population or income of the Parangtritis Village community. This situation can affect the need for space and land that can have an impact on reducing the carrying capacity of the environment so that predictions about land availability using a spatial dynamics model are needed. This study aims to create a spatial dynamics model for land availability and analyze the relationship between these models with the level of education and income of Parangtritis Village. The method used in this study is a spatial dynamics modeling method that uses population data for 2008-2018 and Google Earth imagery in 2008, 2013 and 2018, and interviews with the grid area used for education and income levels. Development of the developed area was observed through a spatial dynamics model of the relationship between population growth and land availability in the 2008-2100 period. Model predictions indicate that developed land has developed from suitable areas to meet inappropriate regional capacities by 2039. The results of the analysis show that the fastest growth of the built area is in areas with high education and high income levels.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
Spdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library