Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cecilia Rina Esti Rahayu
Abstrak :
Konsep nominee masuk ke Indonesia sebagai suatu perjanjian karena adanya asas kebebasan berkontrak dan sistem hukum perjanjian yang sifatnya terbuka. Berkaitan dengan nominee hak atas tanah bagi warga negara asing, pada Pasal 26 ayat (2) UUPA telah ditegaskan mengenai larangan bagi warga negara asing untuk memiliki hak atas tanah yang dilarang bagi warga negara asing baik secara langsung maupun tidak langsung. Walaupun demikian praktik nominee hak atas tanah bagi warga negara asing di Indonesia masih terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai kewenangan dan tanggung jawaban notaris berkaitan dengan pembentukan struktur nominee hak atas tanah bagi warga negara asing. Penulisan tesis ini menggunakan bentuk penelitian hukum yuridis normatif dengan metode kualitatif untuk menganalisis data dan tipe penelitian deskriptif analitis. Dari peraturan yang ada diketahui bahwa dalam perjanjian yang membentuk struktur nominee hak atas tanah bagi warga negara asing adalah perjanjian yang batal demi hukum. Notaris tidak berwenang dalam praktik nominee hak atas tanah dan wajib memberikan penilaian terhadap isi akta serta memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. Praktik nominee hak atas tanah bagi warga negara asing dapat menimbulkan kerugian bagi para pihak sebagai akibat dari kebatalan demi hukum sehingga notaris harus bertanggung jawab dan dapat dikenai sanksi berupa sanksi perdata, administrasi dan kode etik jabatan notaris. Sehingga dalam menjalankan jabatannya notaris harus memahami betul hukum yang berlaku berkaitan dengan akta dan bagi notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dalam menjalankan jabatannya, sebaiknya notaris dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan peraturan.
The concept of nominees entered Indonesia as an agreement because of the principle of freedom of contract and an open legal agreement system. In connection with the nominee of land rights for foreign nationals, Article 26 paragraph (2) of the LoGA has emphasized the prohibition for foreign nationals to have rights to land which are prohibited for foreign citizens either directly or indirectly. However, the practice of nominating land rights for foreign nationals in Indonesia still occurs. This study aims to provide an explanation of the notaries' authority and responsibilities relating to the establishment of a nominee structure for land rights for foreign nationals. The writing of this thesis uses a form of normative juridical law research with qualitative methods to analyze data and types of analytical descriptive research. From the existing regulations it is known that in agreements that form a nominee structure for land rights for foreign citizens are agreements that are null and void. Notary is not authorized in the practice of nominee land rights and is obliged to provide an assessment of the contents of the deed and provide legal counseling in connection with the making of the deed. Nominee practice of land rights for foreign nationals can cause harm to the parties as a result of the cancellation by law so that the notary must be responsible and can be subject to sanctions in the form of civil sanctions, administration and notary position codes. So that in carrying out his position the notary must fully understand the applicable law relating to the deed and for the notary who commits an unlawful act in carrying out his position, the notary should be held accountable in accordance with the regulations.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T51823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Humaira Fatizsa
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai peralihan hak atas tanah yang Akta Jual Belinya dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah mengandung cacat hukum, dimana Pihak Pembeli yaitu Tergugat I sebagai pihak yang tidak beritikad baik karena belum melunasi seluruh harga tanah objek sengketa kepada Penggugat sebagai penjual dan pada disaat yang sama Tergugat I telah membalik nama sertifikat dari nama Penggugat kepada Tergugat I dan dalam pembuatan akta-aktanya Pejabat Pembuat Akta Tanah kurang cermat atau lalai sehingga menimbulkan kerugian bagi Para Penggugat.Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, artinya penelitian ini dilihat dari keseluruhan data sekunder hukum untuk menjawab permasalahan mengenai perlindungan hukum terhadap Penjual yang Akta Jual Belinya dibatalkan karena mengandung cacat hukumdan tanggung jawab PPAT terhadap akta yang telah dibuat olehnya berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1444 K/Pdt/2018. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat yang menyebabkan adanya kerugian sehingga Para Penggugatmendapat perlindungan hukum secara represif dengan menuntut ganti rugi dan Akta Jual Beli kembali menjadi milik para Penggugat serta Pejabat Pembuat Akta Tanah karena kerugian yang timbul dari akta yang dibuatnya dapat bertanggungjawab secara perdata dan dikenakan sanksi administratif.
ABSTRACT
This thesis is discussing about the transfer of land rights which the Deed of Purchase was made by the Land Deed Official and it has some legal mistakes, which is the Buyers become The Defendant I as a party with no good intention because they are not paying the remaining of land price to the Plaintiff as a seller and also at the same time, the Defendant I has changed the owners name in the certificate from the name of the Plaintiff to become Defendant I names. At this case, The Land Deed Officials are negligent during making the land title deeds which causing harms to all the parties. This study using a normative juridical research method, which mean this study is seen from all the legal secondary data to address the problem of legal protection for Sellers whose Purchase Deed was canceled because it has some legal mistakes and also The Land Deed Officials must be responsible for the land title deeds that was made by them based on the Supreme Court Decree Number 1444 K/Pdt/2018. The legal action that doing by the Defendants 1 which caused losses for the Plaintiffs so that The Plaintiffs have to get a legal protection to claiming back their Sale and Purchase Deed and also The Land Deed Officials must be responsible by civil law for their mistakes and will got an administrative penalty.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Aryadi
Abstrak :
Konsep dasar jual beli tanah adalah terang dan tunai. Dalam prakteknya terang dan tunai tersebut bisa saja tidak terpenuhi sehingga dibutuhkan instrumen lain agar dapat melakukan jual beli kemudian, instrument tersebut dalam pengikatan jual beli atau perjanjian pengikatan jual beli. Tujuannya adalah mengikat antara penjual dan pembeli agar dikemudian hari jika syarat terang dan tunai terpenuhi dapat dibuatkan akta jual beli di hadapan PPAT. Jika pembayaran sudah lunas penjual dalam PPJB bisa saja tidak ikut hadir di hadapan PPAT saat akta jual beli dilangsungkan, karena dapat diwakili oleh pembeli dengan kuasa menjual dalam PPJB tersebut. Bagaimana kedudukan kuasa menjual sebagai klausul (accessoir) PPJB dengan objek hak atas tanah? Bagaimana perlindungan hukum kepada pembeli objek hak atas tanah berdasarkan kuasa menjual sebagai accessoir dari PPJB? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normative yang dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan sehubungan dengan permasalahan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Di samping itu juga digunakan data primer sebagai pendukung bahan hukum data sekunder. Untuk analisis data dilkakukan dengan metode analisis yuridis kualitatif. Kuasa menjual sebagai klausul dalam PPJB dapat digunakan jika harga sudah lunas, kuasa menjual hanya untuk menjual kepada pembeli sebagai penerima kuasa dan harga jual beli sama dengan dalam PPJB. PPJB dapat digunakan sebagai bukti telah berpindahnya hak jika telah dibayar lunas dan sudah dikuasai oleh pembeli dengan itikad baik.
Transaction of property in Indonesia based on cash and carry, cash about a payment, and carry about a procedure. If one of this two based can`t accomplished, the transaction of property would by pre-sale agreement. That`s agreement not for transition of land rights, but for binding two parties when two based of the transaction accomplished. When the based of that transaction accomplished, the two parties must meet the officials of land rights (PPAT) to make Real Estate Purchase and Sale Agreement. If the seller can`t meet PPAT, the buyer can meet PPAT with two authority, the first as seller with power of attorney from the seller at pre-sale agreement, second as buyer. How the Power of Attorney as clause at pre-sale agreement? How legal protection for the buyer of land based on the power of attorney as clause of pre-sale agreement? Research methods used in this study are normative legal research being done in an effort to get the required data with respect to problems. The data used are secondary data composed of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. In addition the primary data is also used as the supporter of the legal materials of secondary data. For an analysis of the data by the method of analytic juridical qualitative. The power of attorney for property as clause of pre-sale agreement can be used if the price has paid by the buyer.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven Wongso
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai tukar menukar hak atas tanah berdasarkan ketentuan Hukum Tanah Nasional dan peraturan-peraturan terkait (Studi Putusan PN Depok No. 211/Pdt.G/2018/Pn.Dpk). Pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah mengenai keabsahan tukar menukar hak atas tanah secara umum dan keabsahan tukar menukar hak atas tanah yang dilakukan secara lisan oleh penggugat dan tergugat dalam Putusan PN Depok No. 211/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa tukar menukar hak atas tanah adalah sah, apabila memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian akan tukar menukar menurut Hukum Perjanjian dan memenuhi syarat sahnya suatu perbuatan hukum pemindahan hak menurut Hukum Tanah Nasional. Penulis tidak setuju dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok yang menyatakan bahwa tukar menukar hak atas tanah yang dilakukan pihak Penggugat dan pihak Tergugat adalah sah. Menurut Penulis tukar menukar hak atas tanah yang dilakukan pihak Penggugat dan pihak Tergugat adalah tidak sah, hal ini dikarenakan tukar menukar hak atas tanah tersebut hanya dilakukan secara lisan saja dan karena tukar menukar hak atas tanah tersebut tidak memenuhi sifat tunai, terang dan riil suatu perbuatan hukum pemindahan hak. Sebaiknya tukar menukar hak atas tanah dibuktikan Akta PPAT karena tanpa Akta PPAT para pihak akan mengalami kesulitan dalam pendaftaran peralihan haknya di Kantor Pertanahan dan mengingat sifat tanah sebagai benda tetap yang harus didaftarkan (asas publisitas).
ABSTRACT
This thesis discusses the exchange of land rights based on national Land Law and related regulation (Study of the Decision of The Depok Disctrict Courts No.211/Pdt. G/2018/Pn.Dpk). The subject matter in writing this thesis is about the validity of the exchange of land rights in general and the validity of the exchange of land rights which is done verbally by the plaintiff and defendant in the verdict of PN Depok No.211/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. This thesis uses normative juridical research method with a type of research that is descriptive analytic. From the results of the research can be noted that the exchange of land rights is valid, if it qualifies as a treaty will be exchanged according to the law of the Agreement and qualifies as a legal act to transfer rights under the law of the national land. The author disagrees with the consideration of the Tribunal of the District Court of Depok stating that the exchange of land rights made by the plaintiff and the defendant party are valid. According to the author exchange of land rights carried by the plaintiff and the defendants party is not valid, this is because the exchange of land rights is only done orally and because the exchange of land rights does not fulfill the nature of cash, light and real a legal action of the transfer of rights. The exchange of land rights should be carried out with the PPAT Deed because without the PPAT deed the parties will have difficulty in registering its rights in the land office and considering the nature of the land as a fixed object that must be registered (the principle of publicity).
2020
T55041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdausi Alamari
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang kedudukan surat keterangan tanah (SKT) yang dijadikan dasar perbuatan hukum dalam peralihan hak atas tanah. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Namun demikian, terdapat pejabat pembuat akta tanah yang tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. Dalam penelitian ini, PPAT telah membuat Akta Penyerahan Hak dengan menggunakan SKT dalam peralihan hak atas tanah sebagai dokumen hukum dan bukti hak atas tanah. Pokok permasalahan yang akan dibahas yaitu 1) bagaimana bentuk dan substansi dokumen hukum yang termasuk dalam perjanjian kebendaan dan menjadi dasar perbuatan hukum dan pendafataran hak atas tanah, serta 2) kedudukan dan kekuatan bukti SKT dan Bagaimana implikasi hukum terhadap perbuatan hukum yang didasarkan pada SKT dengan objek hak atas tanah dan tanggung jawab Notaris/PPAT berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis, dianalisa dengan metode kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah peralihan hak atas tanah dengan menggunakan SKT tidak bentuk dan substansi dokumen hukum yang termasuk dalam perjanjian kebendaan dan tidak memiliki kedudukan dan kekuatan hukum sebagai dasar perbuatan hukum dan pendaftaran hak atas tanah. Akta yang dibuat berdasarkan SKT berimplikasi batal demi hukum. PPAT selaku pihak yang membuat dan mengeluarkan Akta Penyerahan Hak bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan dari akta yang dibuatnya kepada para pihak yang merasa dirugikan dan dapat dikenakan pertanggungjawaban secara administratif, dan perdata.
This thesis discusses the position of the latter of land which is the basis for legal actions in the transfer of land rights. The official land deed official (PPAT) is a public official who is given the authority to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights. However, there are officials who make letter of land that do not carry out their duties and obligations properly. In this study, the PPAT has made a Deed of Transfer of Rights using SKT in the transfer of land rights as a legal document and proof of land rights. The main issues to be discussed are 1) how the form and substance of legal documents are included in the material agreement and become the basis for legal actions and registration of land rights, and 2) the status and strength of SKT evidence and how the legal implications for legal actions based on SKT with the object of land rights and the responsibility of the Notary/PPAT relating to the deed he made. This study uses normative juridical research methods with analytical descriptive research types, analyzed by qualitative methods using secondary data collection techniques. The result of this research is the transfer of land rights using SKT does not have legal position and power as the basis of legal documents included in the material agreement and becomes the basis for legal actions and registration of land rights. Deed that is made based on SKT has implication null and void. The PPAT as the party that makes and issues the Deed of Transfer of Rights is responsible for the losses incurred from the deed he made to the parties who feel disadvantaged and may be subject to administrative, and civil liability.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninda Afifah Permatasari
Abstrak :
Hak atas tanah dapat diperoleh melalui jual beli, hibah ataupun pewarisan. Adanya dasar kepemilikan hak atas tanah yang berbeda terhadap satu objek yang sama dapat menyebabkan adanya saling klaim hak atas tanah yang merupakan awal adanya sengketa tanah. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini ialah terkait peralihan hak atas tanah melalui hibah yang menimbulkan sengketa antara penerima hibah dan ahli waris serta keabsahan peralihan hak atas tanah melalui jual beli yang dilakukan oleh ahli waris kepada pihak ketiga yang dapat ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 4/PDT.G/2018/PN.Mks juncto Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor 504/PDT/2018/PT.Mks juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor 1206 K/PDT/2020. Bentuk penelitian ini ialah yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Adapun metode analisis data yang dilakukan dalam tesis ini bersifat kualitatif dengan menggunakan data sekunder. Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa dalam pemberian hibah, perlu memperhatikan pengaturan mengenai status harta benda serta adanya hak ahli waris atas harta peninggalan pewaris yang dihibahkan. Adapun untuk memperoleh kepastian hukum terkait pihak yang berhak atas tanah waris tersebut hendaknya para pihak menyelesaikan perselisihan mengenai waris tersebut pada Pengadilan Agama yang berwenang dalam hal memeriksa, memutus dan mengadili mengenai sengketa waris bagi orang-orang yang beragama Islam. Selanjutnya, perbuatan hukum pengalihan hak atas tanah yang dilakukan oleh ahli waris melalui jual beli kepada pembeli yang beritikad baik adalah sah selama syarat materiil dan formil telah terpenuhi. Meski diketahui belakangan bahwa penjual bukanlah orang yang berhak maka terdapat perlindungan untuk pembeli yang beritikad baik di mana pemilik asal hanya dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemilik atau penjual tanah yang tidak berhak tersebut. ......Land rights can be obtained through buying and selling, grants or inheritance. The existence of different basic land rights ownership of the same object can lead to mutual claims of land rights which is the beginning of land disputes. The problems raised in this study are related to the transfer of land rights through grants which cause disputes between grantees and heirs as well as the validity of the transfer of land rights through buying and selling carried out by the heirs to third parties which can be found in the Makassar District Court Decision Number 4 /PDT.G/2018/PN.Mks in conjunction with the Makassar High Court Decision Number 504/PDT/2018/PT.Mks in conjunction with the Supreme Court Decision Number 1206 K/PDT/2020. The form of this research is normative juridical, using a statutory approach and a case approach. The data analysis method used in this thesis is qualitative using secondary data. The results of this study can be seen that in granting, it is necessary to pay attention to the regulation regarding the status of the property and the rights of the heirs to the inheritance of the heirs who are donated. As for obtaining legal certainty regarding the parties entitled to the inheritance land, the parties should settle disputes regarding the inheritance at the Religious Courts which are authorized in terms of examining, deciding and adjudicating on inheritance disputes between Muslim people. Furthermore, the legal act of transferring land rights carried out by the heirs through buying and selling to buyers with good intentions is valid as long as the material and formal requirements have been met. Although it was later discovered that the seller was not the rightful person, there is legal protection for buyers who had a good faith, so the original owner could only file a claim for compensation to the owner or seller of the land who was not entitled.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyimas Jasmine Rachmania
Abstrak :
Penelitian ini mengenai peralihan hak atas tanah yang dilakukan tanpa akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Peralihan hak atas tanah ini terjadi karena jual beli. Berdasarkan pada Pasal 37 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997, hak atas tanah yang menjadi objek jual beli tersebut dapat dialihkan secara sempurna dengan dilakukannya pencatatan perubahan kepemilikan hak atas tanah. Akta PPAT sebagai alat bukti bahwa telah terjadi peralihan hak dari pemegang hak kepada pemegang yang baru. Permasalahan yang diangkat mengenai kekuatan pembuktian kuitansi dan keterangan saksi dalam peralihan hak atas tanah; dan keabsahan peralihan hak atas tanah yang dilakukan tanpa akta PPAT berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor 6/Pdt.G/2019/PN.Cms. Metode penelitiannya yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yakni kuitansi dan keterangan saksi dapat menjadi alat bukti yang kuat dalam persidangan peralihan hak atas tanah tanpa akta PPAT; peralihan hak atas tanah sah karena memenuhi syarat sah perjanjian dan asas jual beli dalam hukum adat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kuitansi diakui sebagai alat bukti dengan kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan dan keterangan saksi bisa menjadi alat bukti; keabsahan peralihan hak atas tanah yang dilakukan tanpa akta PPAT disebabkan pihak tidak lengkap dapat diterima kuitansi sebagai bukti telah terjadi peralihan hak atas tanah. Saran adalah peralihan hak atas tanah karena jual beli sebaiknya dilakukan dengan akta PPAT, namun jika tidak terdapat akta PPAT, pencatatan perubahan kepemilikan hak atas tanah dapat dilakukan berdasarkan Pasal 37 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 dengan dasar kuitansi yang dikuatkan dengan putusan hakim. ......This research discusses the transfer of land rights which done without deed by Official Conveyancer. The transfer of land rights which referred in this research is the transfer of land rights due to sale and purchase which must comply the provisions in Article 37 paragraph (1) Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration in order to legally transferred the rights of the land. The Deed by Official Conveyancer (OLC) which serves as evidence that there has been a transfer of rights from the former land rights holder to the recent land rights holder. This research examines about: The power of evidence in form of receipts and testimony of witnesses in transfer of land rights and the legality of the transfer of land rights without a deed by OLC. This research uses normative research methods with problem identification research type. The research found receipts and testimony of witnesses are defensible to be provided as evidence before the judge in a trial of the transfer of land rights which done without the deed of OLC, the transfer of land rights considered legitimate due to the fulfillment of requirement of legal agreement and costumary law of sell and purchase. This research found that receipts and testimony of witnesses are acknowledged in power to be provided as evidence under a private deed; the validity of transfer of land which done without the deed of OLC caused by incomplete parties accepts receipts as evidence that the transfer of land right has been exercised.This research suggests in process of transferring land rights due to sale and purchase, agreements should been conducted with the deed of OLC. However, in the absence of the OLC deed, registration of altered conveyance can be referred according to Article 37 paragraph (2) Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration, available receipts which strengthen by The District Court Decree.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Cornelius Theomarel Uktolsej
Abstrak :
Peralihan hak atas tanah seperti jual beli tanah harus didaftarkan dan yang wajib mendaftarkannya adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), namun kenyataannya dalam kasus yang peneliti bahas, transaksi jual beli yang dilakukan oleh para pihak hanya menggunakan kuitansi sebagai bukti pembayaran. Masalah pada riset ini adalah belum diketahui secara pasti kekuatan bukti kuitansi dalam transaksi jual beli tanah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, cara untuk meningkatkan kekuatan pembuktian kuitansi, khususnya terkait penerapan dan pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1376 K/Pdt/ 2019. Metode analisis yang digunakan adalah kualitatif. Berdasarkan hasil riset diketahui bahwa kekuatan bukti kuitansi transaksi jual beli tanah merupakan alat bukti surat akta bawah tangan, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku alat bukti tersebut memiliki kekuatan pembuktian bebas yaitu penilaian kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada Hakim. Kekuatan pembuktian kuitansi dapat ditingkatkan dengan mengacu pada Pasal 1881 dan 1883 KUHPerdata dalam pembuatannya. Penerapan dan pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1376 K/Pdt/ 2019 sudah tepat, antara lain adalah Penggugat membeli objek sengketa dengan harga yang wajar dan sudah memenuhi sebagian kewajibannya yang dibuktikan dengan bukti pendukung berupa kuitansi-kuitansi pembayaran yang dilakukan oleh Penggugat sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan dalam Surat Perjanjian Jual Beli tanah tersebut. ......Transfers of land rights such as buying and selling of land must be registered and the one who is obliged to register it is the Official for Making Land Deeds (PPAT), but in reality in the case that the researcher discussed, the sale and purchase transactions carried out by the parties only used receipts as proof of payment. The problem with this research is that it is not yet known with certainty the strength of receipt evidence in land sale and purchase transactions according to the prevailing laws and regulations, ways to increase the power of proof of receipts, especially regarding the application and consideration of judges in the Supreme Court decision Number 1376 K/Pdt/2019. The analytical method used is qualitative. Based on the results of the research, it is known that the strength of the receipt which is the evidence of an underhand deed in a land sale and purchase transaction according to the prevailing laws and regulations has the power of free evidence, namely that the assessment of the power of proof is submitted to the Judge. The power of proof of receipts can be increased by referring to Articles 1881 and 1883 of the Civil Code in the making. The application and consideration of the judge in the decision of the Supreme Court Number 1376 K/Pdt/2019 were correct, among others, the Plaintiff purchased the object of the dispute at a reasonable price and had fulfilled part of its obligations as evidenced by supporting evidence in the form of payment receipts made by the Plaintiff in accordance with the terms agreed in the land sale and purchase agreement
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library