Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 224 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Megawati
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas yang disertai dengan Surat Kuasa Menjual yang mengabaikan (waive) Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai dasar pembuatan Akta Jual Beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang merupakan perjanjian simulasi (pura-pura) oleh kreditor yang berada di posisi unggul secara ekonomis atas suatu hutang piutang dengan debitor, artinya bahwa pada dasarnya hubungan hukum antara kreditor dengan debitor adalah hutang piutang, namun antara mereka tidak dibuat suatu Akta Pengakuan Hutang, Perjanjian Kredit, atau akta lain yang serupa maksudnya. Akta yang dibuat oleh kreditor dan debitor tersebut di hadapan Notaris adalah berupa Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas disertai dengan Surat Kuasa Menjual yang mengabaikan (waive) Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, baik kuasa menjual itu langsung terdapat dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas tersebut maupun dibuat terpisah dengan Akta Kuasa Menjual. Sehingga, seolah-olah menunjukkan bahwa hubungan hukum antara kreditor dan debitor tersebut adalah jual beli, bukan hutang piutang. Permasalahannya adalah bagaimana keabsahan pemberian kuasa menjual yang mengabaikan Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang merupakan perjanjian simulasi yang digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Jual Beli dan bagaimana perlindungan terhadap pemberi kuasa menjual tersebut dalam perjanjian simulasi dimana ia telah melepaskan haknya dan berusaha untuk menarik kembali haknya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif analitis, data sekunder, bahan hukum primer, sekunder, tersier, alat pengumpulan data studi dokumen (bahan pustaka), metode analisis data kualitatif, serta bentuk hasil penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian penulis adalah perjanjian simulasi merupakan suatu penyelundupan hukum sehingga akibatnya adalah batal demi hukum dan debitor (pemberi kuasa) masih terlindungi oleh hukum dengan dapat bernegosiasi dengan kreditor (penerima kuasa) untuk membuat perjanjian baru. ......This thesis is about Sale Purchase Binding Agreement which is already full paid followed with Sale Power of Attorney which waived Article 1813 of Indonesian Civil Code as the based to drawn up Sale Purchase Deed before Land Deed Official which is simulation agreement by the powerful in economy's creditor of a debt with debtor, it means that basically their legal relationship is debt and credit, but they did not make a Acknowledgement of Indebtedness Deed, Credit Agreement, or others deed that have the same meaning. The deed that they make before Notary is Sale Purchase Binding Agreement which is already full paid followed with Sale Power of Attorney which waived Article 1813 of Indonesian Civil Code, either that Sale Power of Attorney is included in the Sale Purchase Binding Agreement or separately made in a Power of Attorney Deed. The result is, showed as if that their legal relationship is sale purchase, not debt and credit. The problems are how's the legality of Sale Power of Attorney which Waived Article 1813 of Indonesian Civil Code which is a simulation agreement as the based to drawn up Sale Purchase Deed and how's the protection towards sale power of attorney giver in a simulation agreement where he had remove his right and trying to take his right back. In this research writer is using juridical normative research form, descriptive analytical research typology, secondary data, primary, secondary, and tertiary legal material, document studies (library material) data incorporation tool, qualitative data analytical method, and descriptive analytical research result form. Writer's research result are that simulation agreement is a legal smuggling with null and void by law consequence and debtor (attorney giver) is still protected by the law where he is possible to negotiate with creditor (attorney receiver) in making a new agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana Maghfirah
Abstrak :
Jual beli tanah adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan cara pemindahan hak dengan bersamaan dengan pelunasan atau pembayaran harga sebagaimana telah disepakti dalam perjanjian. Dalam hal ini jual beli tanah dilaksanakan tanpa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau dilaksanakan secara dibawah tangan, dengan pembuktian atas perjanjian jual beli dibawah tangan tersebut yakni selembar kuitansi pembayaran. Pelaksaan jual beli dibawah tangan ini didasari atas dasar kepercayaan para pihak untuk mengikatkan dirinya kepada suatu perjanjian jual beli, namun hal tersebut memunculkan dampak di mana salah satunya pada saat akan dilaksanakan proses pencatatan peralihan hak atas tanah Penjual sudah tidak lagi berada di alamat rumah tinggalnya dan saat Pembeli mencari keberadaannya namun keberadaan Penjual saat ini tidak diketahui secara jelas dan pasti, hal inilah yang menyebabkan Pembeli kesulitan untuk memproses pendaftaran hak atas tanah yang ia beli karena jual beli dibawah tangan tidak memiliki kekuatan pembuktian yang kuat dan sempurna seperti halnya AJB yang dibuat oleh PPAT. Adapun permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah mengenai perlindungan hukum bagi pembeli pada Putusan Nomor 28/Pdt.G/2020/Pn. Clp dan proses pencatatan peralihan hak tanah atas Sertipikat Hak Milik Nomor 32/Mulyadadi pada Putusan Nomor 28/Pdt.G/2020/Pn. Clp. Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan penelusuran bahan dari data sekunder. Adapun tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatoris. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data adalah dengan studi dokumen dan wawancara Narasumber yaitu Bapak Djoko Sutrisno, selaku Seksi Bagian Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Cilacap. Hasil analisa dari penelitian ini adalah dalam proses pembuatan AJB PPAT sebagaimana kasus ini Pembeli dapat bertindak sekaligus dalam 2 (dua) kapasitas, hal ini dimungkinkan karena dikeluarkannya putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Mekanisme pencatatan kepemilikan atas Sertipikat Hak Milik Nomor 32/Mulyadadi yang dilakukan dibawah tangan ini, dapat diproses setelah dikeluarkannya putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap yakni dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Saran dari penelitian ini perlu adanya kesadaran bagi masyarakat untuk melaksanakan jual beli sebagaimana ketentuan yang berlaku sehingga dapat meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan di masa mendatang. ......The sale and purchase of land is a legal action carried out by transferring rights simultaneously with settlement or payment of the price as agreed in the agreement. In this case, the sale and purchase of land are carried out without the presence of the Land Deed Making Official (PPAT) or carried out under the hands, with proof of the sale and purchase agreement under the hand, namely a payment receipt. The implementation of this underhand sale and purchase is based on the trust of the parties to bind themselves to a sale and purchase agreement, but this has an impact where one of them is when the process of recording the transfer of land rights will be carried out. The seller is no longer at his residential address. and when the Buyer searches for his whereabouts but the current whereabouts of the Seller are not clearly and definitely know, this is what causes the Buyer to find it difficult to process the registration of the land rights he bought because the buying and selling under the hands do not have strong and perfect proof power like AJB which made by PPAT. The problem that the author raises in this research is regarding legal protection for buyers in Decision Number 28/Pdt.G/2020/Pn. Clp and the process of recording the transfer of land rights to the Certificate of Ownership Number 32/Mulyadadi in Decision Number 28/Pdt.G/2020/Pn. Clp. To be able to answer these problems using normative juridical research methods carried out by tracing materials from secondary data. The typology of research used is explanatory research. Data collection methods used to obtain data are document studies and interviews with the resource person Mr. Djoko Sutrisno, in the Section for the Determination of Rights and Land Registration at the Cilacap Regency Land Office. The results of the analysis of this study are in the process of making AJB before PPAT as in this case the Buyer can act simultaneously in 2 (two) capacities, this is possible because of the issuance of court decisions which have permanent legal force. The mechanism for recording ownership of the Certificate of Ownership Number 32/Mulyadadi which is carried out privately, can be processed after the issuance of a court decision that has permanent legal force, namely within 30 (thirty) days. Suggestions from this research need to be aware for the public to carry out buying and selling according to applicable regulations so as to minimize unwanted things in the future.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephani Dwi Sari
Abstrak :
Seseorang yang telah memiliki sertipikat Hak Atas Tanah tetap dapat digugat oleh pihak lain yang merasa memiliki hak atas tanah tersebut. Permasalahan yang diangkat pada tesis ini adalah mengenai Putusan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan hukum tetap namun tidak dapat dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional Jakarta Timur dan mengenai pihak yang berhak atas sebidang tanah Girik yang telah diterbitkan sertipikat Hak Guna Bangunan. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan desain deskriptif. Hasil dari penelitian ini menyarankan bahwa hakim dalam mengadili suatu sengketa pertanahan wajib mempertimbangankan dan menilai fakta - fakta dan data yang ada serta dilakukan penelitian lapangan yang akurat sehingga diharapkan agar semua putusan pengadilan yang telah berkuatan hukum tetap dapat dilaksanakan; Lurah harus mengeluarkan Surat Pernyataan Tidak Sengketa yang sebenarnya, Surat Keterangan Riwayat Girik sesuai dengan daftar Riwayat Girik; Pejabat Pembuat Akta Tanah diharapkan lebih teliti dan cermat untuk memeriksa terlebih dahulu apakah Surat Keterangan Riwayat Girik yang diberikan oleh penjual tidak diragukan kebenarannya.
Someone who has a sertificate of Rights over Land can still be sued by others who claim that they have rights over the land. The issue raised in this thesis is concerning the State Administrative Court’s Decision with permanent legal force which cannot be enforced by the Land Office of East Jakarta and the party who is entitled to a plot of girik land with the Certificate of Right to Build over it. This research is a normative research with descriptive design. The result of this research is suggesting that judges in adjudicating a land dispute shall consider and assess the facts and data which are accompanied with an accurate field research, thus all court decisions with permanent legal force can be implemented; Headman shall issue the actual Statement of Non-Dispute (Surat Pernyataan Tidak Sengketa), Reference Letter of Girik History (Surat Keterangan Riwayat Girik) in accordance with the list of Girik History; Land Conveyancers are expected to check in more thorough and careful way whether the Reference Letter of Girik History provided by the seller is not apocryphal.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35269
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jesvit Justin
Abstrak :
Peran Bank semakin dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat, salah satunya untuk memperoleh memberikan pinjaman uang. Dalam memberikan pinjaman uang atau fasilitas kredit, Bank biasanya meminta adanya jaminan. Jaminan ini berfungsi untuk memastikan kelancaran pembayaran utang debitur kepada Bank. Mengingat nilainya, Bank biasanya meminta jaminan berupa hak atas tanah atau disebut juga Hak Tanggungan. Sertipikat Hak Tanggungan merupakan tanda bukti adanya Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan. Selain sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Sertipikat Hak Tanggungan juga diperlukan pada saat pencoretan Hak Tanggungan. Pencoretan Hak Tanggungan atau disebut juga roya merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan ketika Hak Tanggungan yang bersangkutan telah hapus, dengan cara mencoret catatan Hak Tanggungan pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. Permohonan roya diajukan oleh pihak yang berkepentingan kepada Kantor Pertanahan dengan melampirkan Sertipikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan atau dengan pernyataan tertulis oleh kreditur bahwa Hak Tanggungan yang bersangkutan telah hapus. Dengan hapusnya Hak Tanggungan, Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama dengan buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. Masalah muncul ketika Sertipikat Hak Tanggungan hilang dan karenanya tidak dapat dilampirkan untuk permohonan pencoretan Hak Tanggungan. Tulisan ini membahas bagaimanakah perlindungan hukum bagi pemberi Hak Tanggungan yang Sertipikat Hak Tanggungannya hilang. Kemudian penulis membahas mengenai kenyataan yang ada dalam praktek ketika pemberi Hak Tanggungan hendak mengajukan permohonan pencoretan Hak Tanggungan namun Sertipikat Hak Tanggungan hilang. Menurut penulis, terdapat ketidakpastian dalam proses pencoretan Hak Tanggungan yang Sertipikat Hak Tanggungannya hilang. Peraturan mengatur bahwa untuk Sertipikat Hak Tanggungan yang hilang, hal tersebut cukup ditulis pada buku tanah Hak Tanggungan. Namun dalam praktek, Kantor Pertanahan mensyaratkan adanya akta Konsen Roya untuk pencoretan Hak Tanggungan yang Sertipikat Hak Tanggungannya hilang. Selanjutnya penulis juga membahas mengenai kewenangan Notaris dalam membuat akta Konsen Roya. ...... The needs for the role of Bank in society is increasing, one of which is to obtain loan. In giving loan or credit facility, Bank usually requires a security. The function of this security is to ensure the swiftness of the debtor's debt payment to the Bank. Given its value, Banks usually ask for security such as land rights or also called Land Mortgage. Land Mortgage Certificate is a proof of the Land Mortgage's existence, issued by the Land Office. In addition to being the proof of Land Mortgage's existence, Land Mortgage certificate is also required at the time of Land Mortgage's write-off. Land Mortgage's write-off or also called Roya is an action taken by the Land Office as the related Mortgage has been cleared, by writing off the Land Mortgage's note on the related land's book and right of land's certificate. Roya request is filed by the concerned party to the Land Office by attaching the Certificate of Land Mortgage that has been given notes or a written statement by the creditor that the related Land Mortgage has been cleared. With the Land Mortgage being cleared, the related Certificate of Land Mortgage is pulled and together with land's book of Land Mortgage shall be declared invalid by the Land Office. The problem arises when the Certificate of Land Mortgage is lost and therefore can not be attached to the Mortgage Write-off request. This paper discusses about the legal protection for the giver of Land Mortgage whose Land Mortgage Certificate is lost. Then the writer discusses the fact when the giver of Land Mortgage intends to apply for a Land Mortgage write-off request, but lost the related Land Mortgage Certificate. According to the writer, there are uncertainties in the process of writing-off the Land Mortgage which Land Mortgage Certificate is lost. Regulation stipulates that for a Land Mortgage Certificate that is lost, it shall be written in the land's book of Land Mortgage. But in practice, the Land Office requires a deed of Konsen Roya in order to write-off the Land Mortgage whose Certificate of Land Mortgage is lost. Furthermore, the writer also discuss the authority of notary in making the deed of Konsen Roya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35205
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yola Yuswulandari
Abstrak :
Untuk menjamin pengembalian pinjaman yang diberikannya, kreditur khususnya perbankan mensyaratkan adanya agunan. Dana perkreditan sangat penting dalam kegiatan perekonomian, maka sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan. Berakhirnya jangka waktu HGB yang dijaminkan, menyababkan hak atas tanahnya hapus dan Hak Tanggungan yang membebaninya juga ikut hapus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang Hak Tanggungan dengan obyek Hak Guna Bangunan yang berakhir sebelum Hak Tanggungannya berakhir. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan secara yuridis empiris yang menggunakan data sekunder dan data primer yang kemudian dianalisis. Berdasarkan hasil penelitian, berakhirnya jangka waktu HGB mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan yang membebaninya, sehingga dapat dihindari melalui perpanjangan jangka waktu HGB sebelum berakhir. Dalam menerima jaminan yang berstatus Hak Guna Bangunan, bank perlu berhati-hati, terutama yang jangka waktunya akan berakhir. Oleh karena itu bank hendaknya selalu memonitor agar permohonan perpanjangan haknya dilakukan paling tidak dua tahun sebelum hak tersebut berakhir. ...... To guarantee the given payment of loan, the creditor reuires the existence of collateral. Credit fund is very important in the economic activities, therefore, it is in proper that the provider and receiver of credit and other parties related to it receive protection through a strong Security Right institution that is able to provide legal surety for the concerning parties. When the Building Utility Rights is ended, it will cause the loss of its land right and there by Rights Responsibility will also loss but the debt will still remain. The goal of this research is to figure it out of the ending period of Building Utility Rights and using land with Building Utility Rights as the object where its period will be ended before the redit come to its due time, while Building Utility Rights is over. In this research, the approach ia using empirical jurisdiction and is using the secondary data and primary data and then it will be analyzed. Based on research, at the end of Building Utility Rights will caused the loss of guarantee rights, to avoid this the land owner must extend the rights before it will ended. In accepting the security with the status of Concession Right, the bank need to be careful, especially if the term of the security will be overdue. Therefore, the bank should monitor this so that the request of the renewal of right is conducted at least two years prior to the end of right, so that, the conducted credit agreement is still covered with the security given by the debtor.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36753
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mauludy
Abstrak :
ABSTRAK
Program pensertipikatan tanah merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dampak yang dihasilkan dari pensertipikatan tanah memberikan insentif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penggunaan seripikat tanah sebagai jaminan dalam mendapatkan kredit di lembaga-lembaga keuangan dan keberadaan sertipikat tanah dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan nilai tanah. Banyak penelitian akademik yang berkonsentrasi terhadap dampak dari pensertipikatan tanah, namun sedikit penelitian yang membahas mengenai permintaan sertipikasi tanah. Dampak positif yang dihasilkan dari pensertipikatan tanah sesungguhnya merupakan faktor pendorong bagi masyarakat untuk mensertipikatkan tanahnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa sejauhmana penggunaan sertipikat tanah sebagai jaminan kredit, nilai tanah, biaya perolehan sertipikat tanah dan tingkat pendapatan mempengaruhi permintaan sertipikasi tanah di daerah perkotaan. Penelitian terhadap permintaan sertipikasi tanah dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dari program pensertipikatan tanah, serta dapat membantu pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam hal pengembangan program pensertipikatan tanah itu sendiri. Hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan sertipikat tanah sebagai jaminan kredit, nilai tanah, dan tingkat pendapatan berpengaruh positif terhadap permintaan sertipikasi tanah, sedangkan biaya perolehan sertipikat tanah berpengaruh negatif terhadap permintaan sertipikasi tanah.
ABSTRACT
Land certificating program is one effort in improving the society welfare. The resulting impact on land certification gave an incentive in improving the society welfare through the use of land as collateral in obtaining credit in financial institutions and the existence of title deed can have a positive impact on increasing land values. Many academic studies were concentrated on the impact of land certification, but few studies have discussed the demand for land certification. Positive impact resulting from land certification really a motivating factors for people to certificating their land.

This study aims to identify and analyze the extent of the use of certificates of land as loan collateral, the value of land, cost of land certificate and income levels affect the demand for land certification. In addition to the demand for land certification study may provide a better understanding of the land certificate program, and can help the government to adopt policies in terms of development land certificate program itself. The results proved that the use of certificates of land as loan collateral, the value of the land, and the level of income has a positive effect on demand for land certification, while the cost of land certificate negatively affect the demand for land certification.
2013
T35071
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Endang Swarni
Abstrak :
Penulisan tesis ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, spesifikasi penelitian adalah preskriptif analitis, pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Yang jadi pokok permasalahan adalah bagaimanakah jual beli hak atas tanah no. 8/Cikande tersebut dapat dikatakan telah memenuhi syarat jual beli; bagaimana akta jual beli tersebut dapat disebut sebagai cacat yuridis sehingga dibatalkan oleh pengadilan dan bagaimanakah pertanggungjawaban PPAT terhadap akta jual beli hak atas tanah no. 8/Cikande yang cacat hukum. Peralihan hak atas tanah karena jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang, oleh karena itu akta jual beli merupakan akta otentik yang mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat akan tetapi akta PPAT tersebut masih dapat dibatalkan oleh pengadilan apabila perbuatan hukum yang dituangkan dalam akta tersebut mengandung cacat yuridis yang disebabkan dalam proses pembuatannya terdapat unsur melawan hukum yang membawa kerugian bagi pihak lain. Dalam hal ini jual beli hak atas tanah menjadi batal disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat materiil dalam pelaksanaan jual beli yaitu penjual bukanlah orang yang berhak menjual maka jual beli hak atas tanah tersebut menjadi batal demi hukum artinya sejak semula dianggap tidak pernah terjadi jual beli. Kebatalan akta karena adanya cacat juridis disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat subyektif dalam perjanjian yaitu adanya cacat kehendak dalam membuat kesepakatan seperti adanya kekhilafan/kesesatan (dwaling), adanya paksaan (dwang) dan adanya penipuan (bedrog). PPAT dalam pembuatan aktanya mempunyai tanggung jawab baik perdata, pidana maupun secara etika dan moral. Hasil penelitian dalam sengketa yang menyebabkan kebatalan akta jual beli no. 8/Cikande adalah adanya penipuan dalam pelaksanaan pembuatan akta jual beli yang dilakukan para penghadap yaitu pemalsuan identitas pemegang hak atas tanah yang sah. PPAT dalam proses pembuatan akta hanya mengkonstatir apa yang para penghadap inginkan, bila terbukti PPAT hanya menjalankan jabatannya sesuai dengan prosedur perundang-undangan dengan demikian berlakulah pasal 50 dan 51 KUHPidana kepadanya. ......Writing of this thesis used judicial normative method, research of specification was prescriptive analysis, for collecting data used library research with secondary data. The main of problems are how buying and selling land of rights number 8/Cikande can fulfill requirement of buying and selling, how deed of sale called as disability law which had been cancelled by court and how responsibility of PPAT toward deed of sale land of rights number 8/Cikande which as disability law. The transition of land rights because of buying and selling only can be registered if can be proved with deed which made by authorized PPAT, therefore deed of sale constitute of authentic deed which had perfect verification strength value and binding but the deed can be cancelled by court therefore legal act can be occur in the deed contain disability of law that caused in process made of deed had substance unlawful law that gave loss to other side. In this case the nullification buying and selling land of rights is caused by who didn’t have the authority to sell in the material requirement buying and selling which caused of from the beginning the transaction never happened. The nullification deed caused disability law not fulfill the requirement subjective in the agreement there are any willing disability in the agreement like digression (dwaling), compulsion (dwang) and fraud (bedrog). PPAT in deed have a responsibility of private law, criminal law, as well as ethical and moral. Responsible of PPAT in this case was responsible of private law there is unlawful made by PPAT which raises of loss by litigants caused of issued deed of sale number 57/2003. As a public official who make deed can not be punished even though do unlawful in process the deed caused that PPAT only doing what parties wanting and implementation refer to process regulation order Article 50 and article 51 KUHPidana.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulisye Indriati
Abstrak :
Ada berbagai macam alas hak atas tanah. Dalam karya tulis ini penulis hanya akan membahas kasus yang terkait dengan alas hak yang berlaku di kalangan masyarakat di Bali yaitu Pipil. Pipil adalah Surat Tanda Pembayaran Pajak sebelum Tahun 1960 yang oleh masyarakat di Bali di kenal sebagai alat bukti kepemilikan hak atas tanah. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 700 PK/PDT/2011 adalah mengenai salah satu sengketa pertanahan di provinsi Bali, dimana terdapat lebih dari satu pipil pada objek tanah yang sama, dan masing masing pihak pemegang pipil mengklaim bahwa tanah adalah milik pemegang pipil tersebut. Selain itu kantor Wilayah pertanahan Provinsi Bali pada tahun 1991 telah mengeluarkan Surat Keputusan dengan nomor SK.87/HP/BPN/1/Pd/1991 yang isinya menunjuk kantor Wilayah pertanahan Provinsi Bali sendiri sebagai pemegang hak pakai pada tanah sengketa. Adapun pokok permasalahan pada karya tulis ini adalah Bagaimanakah kekuatan pipil sebagai alas kepemilikan hak atas tanah hak milik adat di Bali dan Apakah Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 700 PK/Pdt/2011 Tahun 2011 penyelesaian hukumnya telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan problem solution atas pokok permasalahan. Pendekatan yuridis normatif digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari studi dokumen di perpustakaan yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, alas hak atas tanah hak milik adat yang termasuk adalah pipil, dapat dijadikan sebagai dasar penerbitan sertipikat atas tanah dan memiliki kekuatan pembuktian sepanjang data yang diterangkan di dalamnya mengandung kebenaran. Sehingga alas hak atas tanah merupakan salah satu dasar bagi seseorang untuk dapat memiliki hak atas tanah. Terhadap pokok permasalahan kedua, penulis berpendapat bahwa Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 700 PK/Pdt/2011 Tahun 2011 penyelesaian hukumnya telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga memberikan kepastian serta perlindungan hukum kepada Penggugat atas kepemilikan hak atas tanah hak milik. ......There are different kind of Indigeneous Land Rights. The author in this study focuses on issues partaining to Indigeneous Land Rights that is common in Baliand called Pipil. Pipil is a form of Farm Produce Tax Receipt (Surat Pajak Hasil Bumi)or commonly known as "petuk pajak", prior to the year of 1960. and has been widely recognized and accepted by people in Balias proof of land ownership. Judicial review of the Supreme Court decision No. 700 PK/PDT/2011 is about one land disputes in the province of Bali, where there is more than one object pipil on the same ground, and each party pipil holders claim that the land is owned by the pipil holder. Besides Bali provincial office of the land area in 1991 had issued a decree in which it pointed SK.87/HP/BPN/1/Pd/1991 number office land area of ​​Bali itself as the holder of the right to use the disputed land. The principal issue in this paper is How the power pipil as the base land rights of indigenous property rights in Bali and Is judicial review the Supreme Court verdict No.. 700 PK/Pdt/2011 Year 2011 legal settlement in accordance with the applicable regulations. The approach in this study by using a normative approach, the solution to the problem at issue. Normative approach is used with the intent to hold the approach to the problem by looking at the terms of the legislation in force. Type of data used is secondary data obtained from the study of the documents in the library in the form of primary legal materials and secondary legal materials. Based on Government Regulation No. 24 Year 1997 on Land Registration, pedestal land rights, including customary property rights is pipil, can be used as the basis for the issuance of certificates of land and has a strength of evidence throughout the data described in it contains the truth. So the title to land is one of the bases for a person to be able to have rights to the land. Subject to the second permasalaha, enulis found Reconsideration Decision Supreme Court. 700 PK/Pdt/2011 In 2011 legal settlement in accordance with applicable regulations, so as to provide certainty and legal protection to the Plaintiff on the ownership rights of land ownership.Based on Government Regulation No. 24 Year 1997 on Land Registration, Indigeneous Land Rights(Alas Hak Atas Tanah) supported by true and well founded data, could become the basis for the issuance of Land Certificate and considered strong evidence of land ownership in court.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erik Felany Wijaya
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai Peran Kepala Desa Dalam Akta Jual Beli Tanah Yang belum berstifikat di Daerah Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif untuk mendapatkan gambaran tentang praktek jual beli tanah yang belum bersertifikat di daerah Kabupaten Bogor. Bentuk penelitian yang digunakan adalah preskriptif dengan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Tesis ini membahas lingkup praktek jual beli tanah dan kewenangan kepala desa sebagai saksi dalam akta jual beli tanah yang belum bersertifikat di daerah Kabupaten Bogor. Selain itu juga tesis ini menganalisa praktek jual beli tanah yang belum bersertifikat dan peran kepala desa di daerah Kabupaten Bogor sebagai saksi dalam akta Jual Beli tanah yang belum bersertifikat. Kewenangan kepala desa dalam saksi terhadap tanah yang belum bersertifikat memang dijamin oleh Undang-Undang, namun Undang-undang yang dimulai dari tingkat nasional sampai dengan daerah tidak membahas secara rinci mengenai kewenangan seorang kepala desa. Sejarah kewenangan kepala desa sebagai saksi dalam akta jual beli bagi tanah yang belum bersertifikat di mulai ketika diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Semua peraturan tersebut sampai peraturan tingkat terendah pun tidak menjelaskan secara rinci mengenai peran Kepala Desa dalam akta jual beli tanah yang belum bersertifikat. Posisi hukum semacam ini tentu berindikasi lahirnya suatu masalah yang akan berakibat pada sengketa suatu lahan. Pemerintah dalam hal ini selaku pihak yang paling berwenang membuat peraturan perundang-undangan yang berlaku harus peka dan tanggap untuk membuat regulasi yang lebih rinci mengenai peran Kepala Desa sehingga peran kepala desa dalam menandatangani akta bagi tanah yang belum bersertifikat mendapat posisi yang jelas. ......This thesis discusses the role of village head in the Sale and Purchase Agreements Land yet berstifikat in Bogor regency. This research is a kind of normative legal research with the descriptive nature of the research to get an overview of the practice of buying and selling land that has not been certified in Bogor regency. Form of research is prescriptive by using secondary data sources consisting of primary legal materials, secondary and tertiary. This thesis discusses the scope of practice of buying and selling land and authority of the village head as a witness in a deed of sale of land that has not been certified in Bogor regency. In addition, this thesis analyzes the practice of buying and selling land that has not been certified and the role of village head in Bogor regency as a witness in the Sale and Purchase of land deed has not been certified. Authority of the village chief witness against the land that has not been certified is guaranteed by the Act, but the Act which starts from the national to the local level does not go into detail about the authority of the village head. Historical authority of the head of the village as a witness in a deed of sale for the land that has not been certified in starts when the enactment of Government Regulation No. 10 of 1961 on Land Registration subsequently been replaced by Government Regulation No. 24 Year 1997 on Land Registration. All of these regulations to the lowest level of regulation did not explain in detail about the role of village head in the deed of sale of land that has not been certified. Such legal position would indicate the birth of an issue that would result in a land dispute. Government in this regard as the most competent to make laws and regulations that apply must be sensitive and responsive to make a more detailed regulations regarding the role of the village head so that the role of village chiefs in signing the deed for the land that has not been certified got a clear position.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Hadirekso
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini membahas mengenai salah satu permasalahan dalam pelaksanaan program landreform di Indonesia yaitu pelaksanaan ketentuan tentang larangan tanah absentee yang dalam pelaksanaannya menimbulkan beberapa sengketa antara bekas pemilik tanah dengan yang menguasai tanah saat ini. Metode penelitian dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan bersifat preskriptif analisis yaitu suatu penelitian yang tujuannya memberikan jalan keluar atau saran untuk mengatasi masalah mengenai sebab terjadinya sengketa kepemilikan agar dapat memberikan analisis yang mendalam terhadap permasalahan yang dipaparkan. Permasalahan dalam tesis ini diawali dengan diterbitkannya penetapan pemerintah (SK. KINAG) terhadap sebidang tanah sebagai obyek yang terkena ketentuan absentee, namun bekas pemilik tanah keberatan dan tidak mau menerima ganti rugi dengan alasan tidak pernah menerima pemberitahuan terhadap penetapan tersebut sehingga mengajukan gugatan kepada Pengadilan. Para penggarap sebagai penerima hak juga mengabaikan ketentuan tentang kewajiban dan larangan sebagaimana yang ditetapkan dalam surat keputusan pemberian hak milik dengan mengalihkan tanah tersebut kepada pihak lain. Kesimpulan dari tesis ini adalah bahwa sengketa timbul diakibatkan oleh kurang tertibnya pelaksanaan landreform oleh pelaksana, baik secara sosialisasi, administrasi dan sasaran penerima redistribusi obyek landreforam, sehingga tujuan dari program landreform tidak terpenuhi. Terhadap kondisi tersebut Pemerintah telah melakukan upaya penertiban, dan terhadap Keputusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap harus ditindaklanjuti dengan mempedomani ketentuan yang berlaku.
ABSTRACT This thesis discusses about problems in the implementation of the Landreform?s program in Indonesia, wich is provisions on the prohibition of Absentee?s land that raises several disputes, between the former land owner rescent had owner. Method of this research is conducted by the normative literature research and prescriptive analyze, which goal is providing a solution or suggestion to solve such problem, the issue of ownership of the cause of dispute, in order to be given a more detail analysis. The Problems in this thesis begins with the Issuance Decree of Inspector of Agrarian Affairs (SK. KINAG) on a land as an object affected by the provisions of absentee, but in this case landowner objected and then refused to accept the notice of the determination, and field a lawsuit to the State Court. The tenants tillers as assignee, prejudice to provisions concerning liability and prohibitions as specified in the Decree of granting land title by transferring the land to other party. The conclusion is that a dispute caused by non effectiveness of the implementation of landreform, either socialization, administration and redistribution target object of landreform beneficiaries, and at the end the purpose of landreform has not been conducted properly. Toward this conditions, the government had been conducted an arrangement of compliance the preventy regulating and toward to the final and binding?s verdict decision shall be underteken based on the relating provisions.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T34838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>