Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Hardiyanti Akbar
Abstrak :
ABSTRAK
Pendaftaran tanah menghasilkan sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah untuk menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak. Namun, penerbitan sertipikat seringkali menimbulkan masalah, misalnya terjadi sertipikat tumpang tindih, dimana satu bidang tanah yang sama, diuraikan dalam dua atau lebih sertipikat yang berlainan datanya. Salah satu contoh kasusnya terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 412 K/TUN/2015, yang terjadi di Desa Sentul, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Pada kasus, penulis menganalisis mengenai bagaimana kepastian dan perlindungan hukum pemegang hak dan bagaimana status hukum sertipikat objek sengketa berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 412 K/TUN/2015. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipologi preskriptif dan jenis data sekunder. Hasil analisis menunjukkan, penyebab terjadinya tumpang tindih sertipikat adalah ketidaktelitian Kakan Pertanahan Kabupaten Bogor dalam memeriksa dokumen pendaftaran tanah dan dilanggarnya Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam menerbitkan objek sengketa. Simpulan penelitian adalah kepastian dan perlindungan hukum pemegang hak berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 412 K/TUN/2015, telah tercapai, oleh karena penerapan peraturan perundang-undangan tepat, terutama Pasal 107 huruf g Permen Agraria Nomor 9 Tahun 1999 juncto Pasal 11 ayat 3 Permen ATR/Ka BPN Nomor 11 Tahun 2016, yang menyatakan dalam penerbitan objek sengketa terjadi kesalahan administrasi cacat hukum administrasi berupa tumpang tindih sertipikat, sehingga pemegang sertipikat beritikad baik yang telah melalui prosedur pendaftaran dan peralihan hak dengan benar dilindungi oleh hukum. Status hukum objek sengketa adalah dinyatakan batal dan diwajibkan kepada Kakan Pertanahan Kabupaten Bogor mencoret objek sengketa dari buku tanah.
ABSTRACT
Land registry, produce certificate as the proof of land rights to ensure legal certainty for holder of right. However, the issuance of certificates often causes problems, such as overlapping certificates, whereby the same plot of land, described in two or more certificates, with different data. One of the sample of overlapping certificates case on Supreme Court Decision Number 412 K TUN 2015, happened in Desa Sentul, sub district Babakan Madang, Regency of Bogor. On the case, the author analyzed about how the certainty and legal protection for holder of land rights and how about the legal status of the disputed objects certificates based Supreme Court Decision Number 412 K TUN 2015. The research method used is normative juridical with prescriptive typology and secondary data type. Analyzed result shows, overlapping certificates is due to the fact innaccuracy by Head of land office of Bogor to examined land registration documents and violation of Good Governance Principle in issued of disputed objects. The conclusion of this research is certainty and legal protection holder of right in land registry on land right overlapping case based Supreme Court Decision Number 412 K TUN 2015 has been achieved, because implemented of regulation corrected that 39 s Article 107 letter g of Agrarian Minister Head of National Land Agency Regulation Number 9 of 1999 juncto Article 11 paragraph 3 of Agrarian Minister Head of National Land Agency Regulation Number 11 of 2016, whereby is issuance of disputed object occurred administrative error legal defective administration that 39 s overlapping certificates, so that the good faith certificate holder that has been through the corrected registration and the transfer of right procedure is protected by law. The legal status of the disputed objects is declared void and obliged for Head of land office of Bogor to revoke and cross out the disputed objecs from the land book.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47626
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Adhitya Yogiswara
Abstrak :
Perbuatan melawan hukum dalam perkara No.64/Pdt.G/2019/PN.Tjk ini telah memenuhi perbuatan melawan hukum yang dimana diatur dalam unsur unsur melawan hukum pada pasal 1365 KUH Perdata. Walaupun bezitter menguasai dalam tenggat waktu (Daluwarsa) yaitu lebih dari 30 tahun tetapi bezitter tidak mempunyai itikad baik pada pasal 1963 KUH Perdata untuk memberikan dan mengosongkan obyek sengketa, yang dimana pihak penggugat secara sah mempunyai kepemilikan hak atas tanah tersebut yang diajukan ke Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini ialah yuridis normatif dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dimana sumbernya berasal dari perpustakaan. Penelitian ini memiliki dua rumusan masalah yang diantaranya yaitu bagaimanakah ketentuan hukum yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum atas penguasaan sebidang tanah yang telah mencapai daluwarsa menurut ketentuan KUHPerdata, dan bagaimanakah perlindungan hukum terhadap bezitter yang tidak beritikad baik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum didalamnya unsur-unsurnya yaitu pada pasal 1365 KUH Perdata dan juga melanggar Undang-undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang larangan menggunakan tanah tanpa izin atau kuasa yang sah. ......The unlawful act in case No.64/Pdt.G/2019/PN.Tjk has fulfilled the unlawful act which is regulated in the elements of unlawfulness in article 1365 of the Civil Code. Even though the bezitter within the deadline (expired), namely more than 30 years, the bezitter does not have the good faith in Article 1963 of the Civil Code to give and empty the object of dispute, in which the plaintiff legally has ownership of the land rights that were submitted to the Tanjungkarang District Court. The method used in this research is normative juridical and the data used in this research is secondary data which comes from the library. This research has two formulations of the problem which include What are the legal provisions governing acts against the law on the possession of a plot of land that has reached expiration according to the provisions of the Civil Code, and then How is the legal protection against bezitters who do not have good intentions. The conclusion of this study is that the defendants have committed unlawful acts in its elements, namely in Article 1365 of the Civil Code and also violated Law Number 51 of 1960 concerning the prohibition of using land without the rightful permission or legal proxy.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simangunsong, Adrian Fernando
Depok: Rajawali Pers, 2022
346.044 SIM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekjen DPR RI, 2002
R 346.043 Ind i
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Fisko
Abstrak :
Indonesia menganut paham perlunya peranan negara (state intervention) dalam mengelola sumber daya tanah, seperti yang diamanatkan dalam UUD 45, dan dijabarkan lebih lanjut dalam UUPA. Peranan negara dalam mengelola sumber daya tanah tersebut bertujuan untuk mewujudkan tanah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan orientasinya adalah tercapainya akses yang adil dalam perolehan dan pemanfaatan tanah. Peranan negara tersebut dilaksanakan lewat serangkaian kebijakan pertanahan (land policy). Penelitian ini mengkaji tentang dampak kebijakan pertanahan tahun 1955-1998 bagi masyarakat. Tujuan penelitiannya adalah (1) menggambarkan kebijakan pertanahan mengenai penguasaan pemilikan tanah, tata guna tanah, hak atas tanah, dan pendaftaran tanah, (2) mengetahui implikasi-implikasi kebijakan pertanahan akibat arah (preferensi) pembangunan ekonomi pada pencapaian pertumbuhan yang tinggi, dan (3) memberikan rekomendasi kebijakan pertanahan di masa mendatang. Penelitian ini termasuk ke dalam metode deskriptif. Teknik pengumpulan data adalah studi dokumenter, yang diperoleh melalui literatur/ pustaka, hasil-hasil penelitian terkait dan dokumen-dokumen. Sedangkan analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan mengenai hak atas tanah dan pendaftaran tanah lebih berjalan dan lebih dominan dibandingkan kebijakan mengenai penguasaan pemilikan tanah dan tata guna tanah. Instansi penyelenggara pertanahan (Badan Pertanahan Nasional) lebih banyak berperan sebagai administrator (pelayanan) pertanahan dibandingkan sebagai regulator (pengaturan) pertanahan. Implikasi-implikasi kebijakan pertanahan akibat arah (preferensi) pembangunan ekonomi pada pencapaian pertumbuhan yang tinggi, ternyata menghasilkan kebijakan pertanahan yang tidak menciptakan kondisi pareto efisien yang menuju fungsi kesejahteraan rakyat, yang terjadi justru eksternalitas negatif. Hal ini dikarenakan kebijakan pertanahan tidak sepenuhnya melaksanakan UUPA. Rekomendasi kebijakan pertanahan di masa mendatang harus diarahkan untuk sepenuhnya melaksanakan UUPA, yang berarti keseimbangan diantara kebijakan mengenai penguasaan pemilikan tanah, tata guna tanah, hak atas tanah, dan pendaftaran tanah. Kebijakan mengenai penguasaan pemilikan tanah dilaksanakan untuk menata struktur penguasaan pemilikan tanah yang telah terlanjur timpang di masyarakat. Kebijakan mengenai tata guna tanah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek penguasaan pemilikan tanah dan aspek hak atas tanah. Kebijakan mengenai hak atas tanah dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Kebijakan mengenai pendaftaran tanah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek tata guna tanah. Pelaksanaan otonomi di bidang pertanahan merupakan suatu yang harus dilaksanakan. Namun perlu kehati-hatian, jangan sampai kesalahan kebijakan pertanahan di masa lalu terulang kembali di daerah. Dalam pelaksanaan otonomi di bidang pertanahan, instansi penyelenggara pertanahan (BPN) seharusnya dapat berperan sebagai agen perubahan (agent of change).
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15331
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicolas Anggono
Abstrak :
[ABSTRAK
Negara memberikan hak atas tanah kepada orang atau badan hukum selalu diiringi dengan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan dalam UUPA dan surat keputusan pemberi haknya. Karena itu, pemegang hak dilarang menelantarkan tanahnya dan jika pemegang menelantarkan tanahnya, maka UUPA telah mengatur akibat hukumnya yaitu hapusnya hak atas tanah yang bersangkutan dan pemutusan hubungan hukum serta ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Kriteria untuk mententukan tanah terlantar, baik berdasarkan Hukum Adat, UUPA, PP Nomor 36 Tahun 1998 maupun juga PP Nomor 11 Tahun 2010 secara substansial adalah sama yaitu obyek tanah terlantar meliputi hak atas tanah, hak pengelolaan dan tanah yang mempunyai dasar penguasaan atas tanah. Tanah-tanah tersebut tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian haknya atau dasar penguasaannya. Oleh karena itu tanah harus dipelihara. Untuk menentukan apakah suatu bidang atau lahan tanah telah dinyatakan terlantar, maka hanya menurut Hukum Adat digunakan kriteria jangka waktu tertentu.
ABSTRACT
State grants the person or legal entity is always accompanied by the obligation set forth in the BAL and the decision letter granting rights. Therefore prohibited from abandoning their land rights holders and if the rights holders to abandon their land, the BAL had set the legal consequences of the disappearance of the relevant land rights and legal termination and affirmed as the soil directly controlled by the State. Criteria for determining the land has been abandoned, both under Costumary Law, Agrarian Law, Government Regulation No.36, 1998 and also No. 11, 2010 is subtantially the same which includes wasteland object land rights, land rights and management that have a basic mastery land. These lands are not cultivated, not utilized or nor utilized in accordance with the circumtances or the nature and purpose of the rights or basic mastery, therefore land should be maintaned. To determine wheter a field or farm land has been declared abandoned, the only criterion according to Costumary Law used a specific period.;State grants the person or legal entity is always accompanied by the obligation set forth in the BAL and the decision letter granting rights. Therefore prohibited from abandoning their land rights holders and if the rights holders to abandon their land, the BAL had set the legal consequences of the disappearance of the relevant land rights and legal termination and affirmed as the soil directly controlled by the State. Criteria for determining the land has been abandoned, both under Costumary Law, Agrarian Law, Government Regulation No.36, 1998 and also No. 11, 2010 is subtantially the same which includes wasteland object land rights, land rights and management that have a basic mastery land. These lands are not cultivated, not utilized or nor utilized in accordance with the circumtances or the nature and purpose of the rights or basic mastery, therefore land should be maintaned. To determine wheter a field or farm land has been declared abandoned, the only criterion according to Costumary Law used a specific period., State grants the person or legal entity is always accompanied by the obligation set forth in the BAL and the decision letter granting rights. Therefore prohibited from abandoning their land rights holders and if the rights holders to abandon their land, the BAL had set the legal consequences of the disappearance of the relevant land rights and legal termination and affirmed as the soil directly controlled by the State. Criteria for determining the land has been abandoned, both under Costumary Law, Agrarian Law, Government Regulation No.36, 1998 and also No. 11, 2010 is subtantially the same which includes wasteland object land rights, land rights and management that have a basic mastery land. These lands are not cultivated, not utilized or nor utilized in accordance with the circumtances or the nature and purpose of the rights or basic mastery, therefore land should be maintaned. To determine wheter a field or farm land has been declared abandoned, the only criterion according to Costumary Law used a specific period.]
2015
T43032
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Arum Seruni
Abstrak :
Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa hak milik atas tanah mempunyai fungsi sosial dan dibatasi luasannya agar fungsi sosial hak milik atas tanah itu hidup. Untuk mengamankan prinsip fungsi sosial dan pembatasan secara wajar maka negara mempunyai hak ldquo;menguasai rdquo; yang berintikan hak untuk mengatur peruntukan yang mencakup pemberian hak maupun pencabutannya serta larangan-larangan tertentu dalam pemanfaatan tanah. Salah satu izin yang diberikan oleh negara untuk dapat menguasai tanah adalah izin mempergunakan tanah dengan tanda bukti berupa Surat Izin Mempergunakan Tanah Occupatie Vergunning/OV . Yang akan dibicarakan dalam tesis ini adalah mengenai kekuatan hukum terhadap penguasaan dan peralihan hibah hak atas tanah yang didasarkan atas OV dan pertimbangan hakim mengenai OV yang digunakan sebagai alas hak yang menjadi dasar pembuatan akta hibah. Metode yang digunakan adalah metode normatif. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa OV yang dikeluarkan oleh Yayasan Gelora Bung Karno sebenarnya memiliki dasar hukum yang kuat bagi pemegangnya. Namun surat izin tersebut bukan merupakan tanda bukti kepemilikan hak atas tanah mengingat surat izin tersebut dikeluarkan oleh Yayasan Gelora Bung Karno dan bukan Menteri Agraria dan/atau Kepala Kantor Pertanahan, dan Keputusan hakim pada putusan pengadilan tingkat Peninjauan Kembali Nomor 629 PK/Pdt/2015 mengakui keberadaan akta hibah yang didasarkan pada alas hak berupa OV tersebut.Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa hak milik atas tanah mempunyai fungsi sosial dan dibatasi luasannya agar fungsi sosial hak milik atas tanah itu hidup. Untuk mengamankan prinsip fungsi sosial dan pembatasan secara wajar maka negara mempunyai hak ldquo;menguasai rdquo; yang berintikan hak untuk mengatur peruntukan yang mencakup pemberian hak maupun pencabutannya serta larangan-larangan tertentu dalam pemanfaatan tanah. Salah satu izin yang diberikan oleh negara untuk dapat menguasai tanah adalah izin mempergunakan tanah dengan tanda bukti berupa Surat Izin Mempergunakan Tanah Occupatie Vergunning/OV . Yang akan dibicarakan dalam tesis ini adalah mengenai kekuatan hukum terhadap penguasaan dan peralihan hibah hak atas tanah yang didasarkan atas OV dan pertimbangan hakim mengenai OV yang digunakan sebagai alas hak yang menjadi dasar pembuatan akta hibah. Metode yang digunakan adalah metode normatif. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa OV yang dikeluarkan oleh Yayasan Gelora Bung Karno sebenarnya memiliki dasar hukum yang kuat bagi pemegangnya. Namun surat izin tersebut bukan merupakan tanda bukti kepemilikan hak atas tanah mengingat surat izin tersebut dikeluarkan oleh Yayasan Gelora Bung Karno dan bukan Menteri Agraria dan/atau Kepala Kantor Pertanahan, dan Keputusan hakim pada putusan pengadilan tingkat Peninjauan Kembali Nomor 629 PK/Pdt/2015 mengakui keberadaan akta hibah yang didasarkan pada alas hak berupa OV tersebut.
The Basic Agrarian Law Act states that every The right over land has social function and a personal right over land is resctricted for its size so that the social function of the land is still running. To ensure the social function principle and proper resctriction, the government has a right to ldquo control rdquo which is mainly a right given to the government to manage the usage including not only dispensing the rights, but also their cancellation, as well as certain prohibitions of land use. One of the license given by the state to occupy land is the license to use land with the proof of Surat Izin Mempergunakan Tanah Occupatie Vergunning Land Occupation License . This thesis discusses not only the legal force on the land occupation and transfer grant of land right based on Land Occupation License, but also the judge deliberation on Land Occupation License as a basis to provide the grant deed to transfer the land right from the perspective of Indonesian land law. The research method is normative. The result is Land Occupation License Occupatie Vergunning issued by Gelora Bung Karno Foundation has strong legal force for its holder. However, that license is not a proof for the land ownership due because it was issued by Gelora Bung Karno Foundation, not by the Ministry of Land or the head of Land Office, and judge decision in Review of Court No. 629 PK Pdt 2015 which admit the existence of grant deed based on Lanc Occupation License Occupatie Vergunning .
2017
T48758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Siti Aprilia
Abstrak :
Penelitian ini membahas berkaitan dengan regulasi reklamasi dan permasalahannya di Indonesia. Terutama menyoroti pembangunan Pulau G oleh PT. Muara Wisesa Samudera dalam Proyek Pluit City. Pada proses pembangunan reklamasi di Pulau G sebagai tanah yang akan dibangun proyek Pluit City oleh pengembang terdapat beberapa kendala diantaranya moratorium dan hambatan perpanjangan izin perpanjangan pembangunan reklamasi. Penelitian ini akan membahas berkaitan dengan sepanjang mana perjanjian jual beli dalam proyek Pluit City dapat dikategorikan sebagai force majeur dengan adanya hambatan yaitu moratorium pembangunan tanah reklamasi dan perpanjangan izin pembangunan reklamasi. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa memang terdapat berbagai regulasi yang menjadi payung hukum pembangunan reklamasi di Indonesia, kemudian juga bahwa dalam perjanjian jual beli proyek pluit city antara pengembang dengan konsumen terdapat sebuah peristiwa force majeur dengan adanya moratorium pembangunan lahan reklamasi dan juga adanya hambatan perpanjangan izin reklamasi. ......This thesis discuss related to reclamation regulations and their problems in Indonesia. Especially highlighting the development of Island G by PT. Muara Wisesa Samudera in the Pluit City Project. In the process of building reclamation on Pulau G as the land of to be built by the Pluit City project by the developer, there are several obstacles including the moratorium and obstacles to the extension of the permit for the extension of the reclamation development. This study will discuss the extent to which the sale and purchase agreement in the Pluit City project can be categorized as a force majeur with obstacles, namely the moratorium on land reclamation development and the extension of the reclamation development permit. This thesis use a juridis normative research. The result of this study are there are indeend various regulation for reclamation development in Indonesia then also that in the sale and purchase agreement of the Pluit City project between the developer and the consumer there is a force majeur even with a moratorium on the development of reclamation land and also obstacles in extending the permit of reclamation
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Ayudiatri
Abstrak :
Penguasaan fisik bidang tanah yang dilakukan berdasarkan surat penitipan dibawah tangan dan surat keterangan penguasaan tanah dapat menimbulkan benturan kepentingan dalam penguasaan tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan hukum penguasaan fisik suatu bidang tanah tanpa alas hak berdasarkan surat penguasaan tanah ditinjau dari hukum positif di Indonesia; dan keabsahan penerbitan surat keterangan penguasaan fisik bidang tanah atas tanah objek sengketa berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atas permohonan fiktif-positif keputusan Tata Usaha Negara guna kepentingan permohonan pendaftaran tanah dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 636 K/Ag/2020. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif secara problem identification kemudian ditelusuri dengan jalan preksriptif-eksplanatoris. Hasil dari penelitian adalah kenyataan penguasaan fisik atas tanah tidak bersertipikat yang dilakukan lebih dari 20 (dua puluh) tahun sebagai salah satu bukti yang digunakan dalam pendaftaran tanah dalam hal tidak tersedianya alat bukti adalah tidak serta merta tepat dijadikan dasar pembuktian. Penelitian ini juga menemukan bahwa permohonan gugatan fiktif-positif atas sikap diam pejabat pemerintahan yang berwenang terkait penerbitan surat keterangan penguasaan fisik atas tanah guna kepentingan pembuktian pendaftaran tanah adalah sah akan tetapi dapat menjadi celah adanya penyelundupan hukum bagi para pihak lain yang tidak berhak untuk menuntut dikeluarkannya surat keterangan penguasaan fisik atas tanah. Saran dari penelitian ini adalah bagi para pihak yang ingin mendaftarkan tanah tanpa adanya alas hak yang dirasa telah dikuasai dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung sah lainnya dapat mengajukan permohonan hak atas tanah ke Negara. Selain itu, perlu diatur bahwa pemberian persetujuan atas dikabulkannya permohonan fiktif-positif Keputusan TUN yang mengubah keadaan sifatnya terbatas, yaitu tanpa adanya pihak yang dirugikan. ......Physical possessions of land carried out based on a letter of land tenure and letter of statement of claim for de facto physical possession of land can lead to a conflict of interest in land control. The problems raised in this study are regarding the legal position of physical control of a plot of land without any rights based on a land tenure letter in terms of positive law in Indonesia; and the validity of the issuance of a certificate of physical possession over the object of dispute based on the Decision of the State Administrative Court on the fictitious-positive application of the State Administration decision for the purpose of the application for land registration in the Supreme Court Decision Number 636 K/Ag/2020. To answer these problems, a normative legal research method with problem identification is used followed by a prescriptive-explanatory method of investigation. The result of the research is the fact that physical control over uncertified land which is carried out for more than 20 (twenty) years as one of the evidence used in first land registration in the event that evidence is not available is not an obligatory norm. This study also determined that the petition for a fictitious-positive lawsuit for the silence of the competent government officials related to the issuance of a certificate of physical control over land for the purpose of proving land registration is legal but can be a loophole for for other parties who are not entitled to the land to demand the issuance of such certificate of physical possession over the land. This research suggests that parties who want to register land without any rights that are felt to have been controlled accompanied by other legal supporting evidence can apply for land rights to the State. In addition, it is necessary to stipulate that the granting of approval for the granting of a fictitious-positive application for a State Administration Decree that modifies the situation is limited in nature, ie without any injured party.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dionisius Ardy
Abstrak :
Tanah merupakan aset yang penting bagi Masyarakat di Indonesia. Dalam pengalihan Tanah, akta autentik yang dibuat oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diperlukan sebagai dasar untuk pendaftaran tanah tersebut ke kantor pertanahan. Selain PPAT, Notaris juga berperan penting dalam pembuatan akta. Dalam tesis ini akan dilakukan penelitian dari peralihan tanah dan bangunan berstatus sebagai jaminan yang dilakukan bukan oleh pemilik yang dilakukan melalui Berita Acara Kesepakatan Pembayaran Hutang dalam Putusan Nomor 15 PK/Pdt.Sus-Pailit/2021. Metode penelitian dalam penelitian adalah metode penelitian doktrinal. Rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana pengalihan aset berstatus jaminan hutang yang dilakukan bukan oleh Pemilik aset melalui berita acara kesepakatan berdasarkan Putusan No. 15 PK/Pdt.Sus- Pailit/2021, dan bagaimana peran dan tanggung jawab PPAT dan Notaris dalam peralihan hak dengan Berita Acara Kesepakatan Pembayaran Hutang dalam putusan No. 15 PK/Pdt.Sus-Pailit/2021. Beberapa alternatif yang dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut agar proses peralihan tanah dapat berjalan dengan baik sehingga tidak terjadi seperti pada kasus putusan tersebut, yaitu dengan menggunakan Akta Jual Beli (AJB), Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), Cessie, atau menggunakan Hak Tanggungan yang dapat dilakukan dengan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) dan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Pengalihan tanah dalam kasus ini yang dilakukan hanya menggunakan Berita Acara Kesepakatan Pembayaran Hutang seharusnya tidak dapat dilakukan, karena dalam proses pengalihan tanah dapat dilakukan dengan format akta dari seorang PPAT atau Notaris. Peran penting dari PPAT dan Notaris yaitu memberi penyuluhan hukum untuk menghindari masalah dalam pengalihan tanah. PPAT dapat berperan dalam pembuatan akta pengalihan tanahnya seperti akta AJB atau akta APHT maupun SKMHT serta berperan dalam pendaftaran tanah ke kantor pertanahan untuk memperoleh Sertipikat, dengan mendaftarkan akta yang dibuat oleh PPAT ke kantor Pertanahan. Bagi Notaris, ia dapat berperan dalam pembuatan akta cessie, akta PPJB, SKMHT notariil, dan pembuatan berita acara yang dibuat dalam bentuk notariil. ......Land becomes an important asset for the people in Indonesia. In transferring the rights of land in Indonesia, an authentic deed created by a PPAT (Land Deed Official) is required as the basis for registering the land with the National Land Agency (BPN). Besides PPAT, Notary also play a crucial role in the making of deeds. This thesis will conduct research on the transfer of land and buildings used as collateral, not performed by the owner, but carried out through a Debt Payment Agreement in Verdict Number 15 PK/Pdt.Sus- Pailit/2021. The research method used in this study is a doctrinal research method. The formulation of the problem raised is how the transfer of assets with debt collateral status is carried out not by the asset owner through the minutes of agreement based on Decision No. 15 PK/Pdt.Sus-Pailit/2021, and what are the roles and responsibilities of the PPAT and Notary in the transfer of rights with the Minutes of Debt Payment Agreement in decision no. 15 PK/Pdt.Sus-Bankruptcy/2021. Several alternatives that can be used to resolve this problem to ensure that land transfer can proceed better so that it does not happen as in the case of the decision, namely by using a Deed of Sale and Purchase (AJB), a Sale and Purchase Agreement (PPJB), Cessie, or using Mortgage Rights, which can be done with a Deed of Encumbrance of Mortgage Rights (APHT) and a Power of Attorney to Encumber Mortgage Rights (SKMHT). The transfer of land in this case which was carried out only using the Minutes of Debt Payment Agreement should not have been carried out, because the land transfer process can be carried out using a deed format from a PPAT or Notary. The important role of PPAT and Notary is to provide legal education to avoid problems in land transfer. PPAT can play a role in making land transfer deeds such as AJB deeds or APHT or SKMHT deeds and also play a role in registering land at the land office to obtain a certificate, by registering the deed made by PPAT at the Land Office. For a Notary, he can play a role in making cessie deeds, PPJB deeds, notarial SKMHT, and making minutes in notarial form.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>