Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khoiriyyah Amalia Az-Zahra
Abstrak :
Latar belakang: Kondisi hipoksia hipobarik intermiten sering digunakan pada pelatihan, sehingga menyebabkan tubuh kekurangan oksigen pada saat tertentu atau disebut sebagai kondisi hipoksia. Hal ini dapat memengaruhi jaringan otot karena otot merupakan salah satu organ yang bergantung pada ketersediaan oksigen untuk menghasilkan ATP. Tubuh akan melakukan berbagai mekanisme kompensasi untuk mempertahankan keadaan homeostasis melalui pengaturan HIF-1α. HIF-1α akan meregulasi banyak ekspresi gen, salah satunya adalah enzim glikolitik yang mengatur metabolisme jaringan. Laktat dehidrogenase merupakan salah satu enzim glikolitik yang diatur oleh HIF-1α dan banyak ditemukan di otot sehingga diduga aktivitas enzim laktat dehidrogenase meningkat dalam kondisi hipoksia. Tujuan: Menganalisis aktivitas enzim laktat dehidrogenase pada otot tikus yang diinduksi hipoksia hipobarik intermiten Metode: Menggunakan uji eksperimental pada 5 kelompok tikus Wistar, yaitu normoksia, hipoksia 1 kali, hipoksia 2 kali, hipoksia 3 kali, dan hipoksia 4 kali. Hipoksia dilakukan selama 5 menit dalam hypobaric chamber dengan interval 7 hari. Biomarker hipoksia yang diukur adalah aktivitas enzim laktat dehidrogenase menggunakan LDH activity assay kit Elabscience. Hasil: Aktivitas spesifik enzim LDH dalam keadaan normoksia (1167,625±120,769 U/gprot), hipoksia 1 kali (1364,17±176,538 U/gprot), hipoksia 2 kali (911,218±130,305 U/gprot), hipoksia 3 kali (1069,153±121,685 U/gprot), dan hipoksia 4 kali (1085,814±52,314 U/gprot). Hasil ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antar kelompok (p>0,05). Simpulan: Tidak ditemukan adanya perbedaan aktivitas enzim laktat dehidrogenase antara kondisi normoksia dan hipoksia hipobarik intermiten ......Background: Condition of intermittent hypobaric hypoxia is often used in training, this condition can cause lack of oxygen at certain times or is known as a hypoxic condition. This can affect the muscle, because muscle is one of the organs that needs oxygen to produce ATP. The body will perform various compensatory mechanisms to maintain the homeostatic state through HIF-1α regulation. HIF-1α will regulate many gene expression, one of which is a glycolytic enzyme that regulates tissue metabolism. Lactate dehydrogenase is one of the glycolytic enzymes that is regulated by HIF-1α and is found in many muscles so that it is suspected that the lactate dehydrogenase enzyme activity increases in hypoxic conditions. Aim: to analyzed the activity of the enzyme lactate dehydrogenase in rat muscle induced by intermittent hypobaric hypoxia Methods: Using experimental tests on 5 groups of Wistar rats, divided to normoxic group, one-time hypoxia group, two-times hypoxia group, three-times hypoxia group, and four-times hypoxia group. Hypoxia was performed for 5 minutes in a hypobaric chamber with 7 days interval. Hypoxic biomarker measured was the activity of the lactate dehydrogenase enzyme using the LDH activity assay kit Elabscience. Results: Specific activity of the LDH enzyme in normoxic group (1167,625±120,769 U / gprot), one-time hypoxia group (1364,17±176,538 U / gprot), two-time hypoxia group(911,218±130,305 U / gprot), three-times hypoxia group (1069,153±121,685 U / gprot), and four-time hypoxia groyp (1085,814±52,314 U / gprot). These results indicate that there is no significant difference between groups (p> 0.05). Conclusion: There was no difference in the activity of the enzyme lactate dehydrogenase between normoxia and intermittent hypobaric hypoxia
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Rahayu
Abstrak :
Tujuan: Menganalisis hipoksia kornea pada pemakai lensa kontak lunak melalui pemeriksaan ekspresi HIF-1?, aktivitas enzim LDH dan MDH pada air mata. Selain itu, penelitian ini juga menilai korelasi antara perubahan ekspresi HIF-1?, aktivitas enzim LDH, MDH dan rasio LDH/MDH air mata dengan ketebalan, kepadatan sel endotel dan koefisien variasi sel endotel kornea pada pemakai lensa kontak lunak. Metode: Penelitian ini terdiri dari dua sub penelitian prospektif eksperimental pada pasien myopia sedang. Subyek adalah pasien myopia sedang yang belum pernah menggunakan lensa kontak penelitian I dan pengguna lensa kontak lunak lama yang bersedia melepas lensa kontak lunak penelitian II . Pada kedua penelitian, dilakukan analisis perubahan biomolekuler tersebut dan klinis kornea. Subyek menjalani pemeriksaan refraksi, slit lamp, Non Con Robo, dan pengambilan sampel air mata. Subyek di follow up pada hari 1, 7, 14, 28 penelitian II dan 56 penelitian I . Pemeriksaan laboratorium terhadap HIF-1?, aktivitas enzim LDH dan MDH dilakukan di Laboratorium Biokimia FKUI. Uji statistik perbandingan pengukuran serial dengan uji post hoc dilakukan untuk menilai perubahan penanda biomolekuler dan klinis kornea pada kedua sub penelitian. Hasil: Terdapat 14 subyek 28 mata yang diikutsertakan pada masing-masing penelitian. Pada penelitian I, ketebalan kornea cenderung meningkat pada hari ke-1 dan kemudian menurun kembali. Konsentrasi HIF-1? meningkat pada hari ke-1 walaupun tidak bermakna p=0,193. Konsentrasi MDH cenderung meningkat pada hari ke-1 dan hari ke-28 setelah pemakaian. Rasio LDH/MDH meningkat bermakna pada hari ke-56 p=0,023. Terdapat korelasi positif moderat antara perubahan ketebalan kornea hari ke-56 dan perubahan aktivitas LDH hari ke-56 r = 0,559, p = 0,016. Subjek penelitian II memiliki kadar LDH yang lebih tinggi 0,10 0,05 IU/mg protein vs 0,06 0,04 IU/mg protein, p=0,04. Pada penelitian II, tidak ditemukan adanya perubahan ketebalan kornea sentral setelah pelepasan lensa kontak lunak hingga hari ke-28 p=0,089. Jumlah sel heksagonal menurun signifikan pada hari ke-7 p=0,008 dan hari ke-28 p=0,049. Penurunan bermakna aktivitas enzim MDH terjadi pada hari ke-7 p=0,003, hari ke-14 p=0,026, dan hari ke-28 p=0,03. Ketebalan kornea sentral mata setelah penghentian lensa kontak lunak 28 hari tetap lebih tipis dibandingkan na ve eye p < 0.001. Kesimpulan: Penggunaan lensa kontak jangka panjang menyebabkan terjadinya berkurangnya ketebalan kornea sentral. Penghentian pemakaian lensa kontak lunak pada pengguna lensa kontak lunak lama menurunkan aktivitas LDH dan MDH air mata. Perubahan aktivitas LDH, MDH dan rasio LDH/MDH berkorelasi dengan perubahan klinis kornea.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Corry Agustine Nias
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Diagnosis cepat efusi pleura eksudatif harus mampu mengesampingkan TB sebagai agen penyebab. Cancer ratio, rasio antara serum laktat dehidrogenase (LDH) dan cairan pleura adenosin deaminase (ADA), >20 diprediksi untuk efusi pleura ganas. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati nilai diagnostik dan untuk menetapkan titik potong diagnostik cancer ratio untuk EPG di negara dengan beban TB yang tinggi seperti di Indonesia. Metode: Penelitian prospektif potong lintang ini melibatkan 65 subjek dari pasien dengan efusi pleura eksudatif yang diduga keganasan yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta, Indonesia. Hasil: Cancer ratio> 20 memiliki sensitivitas 61,82%, spesifisitas 80%, nilai duga positif (NDP) 94,44% dan nilai duga negatif (NDN) 27,59%. Nilai titik potong cancer ratio >26 menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 0,43 (IK 95% 0,31-0,55) dan 0,9 (IK 95% 0,82-0,97). Luas AUC 0,76 menunjukkan akurasi yang baik. Rasio kemungkinan positif adalah 4,36 (IK 95% 3,43-5,29) sedangkan rasio kemungkinan negatif pada titik potongini adalah 0,22 (IK 95% 0,13-0,33). Nilai duga positif adalah 0,96 (IK 95% 0,91-1) sedangkan nilai duga negatif pada titik potong ini adalah 0,22 (IK 95% 0,12-0,32). Kesimpulan: Nilai titik potong cancer ratio >26 sangat prediktif untuk keganasan pada pasien dengan efusi pleura eksudatif di negara dengan beban TB tinggi berdasarkan nilai spesifisitas, nilai duga positif dan rasio kemungkinan positif yang tinggi.
ABSTRACT
Background: Rapid diagnostics of exudative pleural effusion should able to rule-out tuberculosis (TB) as the causative agent. Cancer ratio, a ratio between serum lactate dehydrogenase (LDH) and pleural fluid adenosine deaminase (ADA), of >20 were predictive for malignant pleural effusion. This study was aimed to observe the diagnostic values and to set the cut-off diagnostic level of cancer ratio for MPE in a country with a high burden of TB such in Indonesia. Method: This prospective cross-sectional study involved 65 subjects from the patients with exudative pleural effusion suspected of malignancy treated at Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia Result: The cancer ratio at >20 possessed a sensitivity of 61.82%, a specificity of 80%, positive predictive value (PPV) of 94.44%, and negative predictive value (NPV) of 27.59%. The cancer ration set at >26 cut-offs showed sensitivity and specificity of 0.43 (95%CI 0.31-0.55) and 0.9 (95%CI 0.82-0.97), respectively. The area under the curve (AUC) of 0.76 suggested good accuracy. The positive likelihood ratio (PLR) was 4.36 (95%CI 3.43-5.29), while the negative likelihood ratio (NLR) at this cut-off was 0.22 (95 % CI 0.13-0.33). The PPV was 0.96 (95% CI 0.91-1), while the NPV at this cut-off was 0.22 (95% CI 0.12-0.32). Conclusion: The cancer ratio set at >26 cut-offs was highly predictive for malignancy in patients with exudative pleural effusion at high TB burden country based on its high specificity, PLR, and PPV.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library