Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andreas Ricky
Abstrak :
Tesis ini disusun untuk mengetahui korelasi kelelahan dan kadar asam laktat darah dengan uji jalan enam menit (6MWT) pada pasien penyakit jantung koroner (PJK). Penelitian  ini menggunakan desain potong lintang, dengan pengambilan sampel secara konsekutif. Sebanyak 20 subjek penelitian yang merupakan pasien PJK pasca percutaneous coronary intervention (PCI) dan coronary arterial bypass grafting (CABG) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kelelahan pasien PJK akan diukur menggunakan kuesioner fatigue severity scale (FSS) versi Bahasa Indonesia, dan dilanjutkan dengan pengukuran kadar asam laktat darah menggunakan alat accutrend plus sebanyak dua kali yaitu pada saat istirahat dan setelah dilakukan 6MWT. 6MWT dilakukan sesuai protokol standar pada lintasan 30 meter, untuk mengukur kebugaran kardiorespirasi. Jarak yang ditempuh pasien dikonversi menjadi VO2max menggunakan rumus Cahalin. Analisis statistik dilakukan untuk melihat korelasi antara nilai FSS dan kadar laktat darah dengan VO2max. Hasil penelitian menunjukkan korelasi negative yang tidak bermakna secara statistik antara FSS dan VO2max (r = -0,258; p > 0,05), serta pada kadar laktat darah dan VO2max (r = -0.18; p > 0,05). Namun didapatkan korelasi positif yang bermakna secara statistik antara FSS dan kadar asam laktat darah (r = 0,58; p < 0,05). Dapat disimpulkan tidak terdapat korelasi antara kelelahan dan kadar asam laktat darah dengan 6MWT pada pasien PJK. Namun terdapat korelasi sedang antara kelelahan dan kadar asam laktar darah pada pasien PJK. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan dan kadar asam laktat darah pasien PJK. ...... This thesis was prepared to determine the correlation of fatigue and blood lactate levels with a six-minute walk test (6MWT) in patients with coronary artery disease (CAD). This study used a cross-sectional design, with consecutive sampling. A total of 20 research subjects were CAD patients underwent percutaneous coronary intervention (PCI) and coronary arterial bypass grafting (CABG) who met the inclusion and exclusion criteria. The fatigue of CAD patients will be measured using the Indonesian version Fatigue Severity Scale (FSS) questionnaire, followed by measuring blood lactate using the accutrend plus device twice, at rest and after 6MWT. 6MWT was performed according to a standard protocol on a 30 meter track, to measure cardiorespiratory fitness. The distance traveled by the patient was converted to VO2max using the Cahalin formula. Statistical analysis was performed to see the correlation between FSS values and blood lactate levels with VO2max. The results showed a statistically insignificant negative correlation between FSS and VO2max (r = -0.258; p > 0.05), as well as on blood lactate levels and VO2max (r = -0.18; p > 0.05). However, there was a statistically significant positive correlation between FSS and blood lactate (r = 0.58; p < 0.05). It can be concluded that there is no correlation between fatigue and blood lactate with 6MWT in CAD patients. However, there is a moderate correlation between fatigue and blood lactic acid levels in CAD patients. Further research is needed to assess the factors that influence fatigue and blood lactic acid levels in CAD patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djanggola, Longki
Abstrak :
Tablet Kaisium laktat merupakan obat esential/obat standart pemerintah untuk Rumah Sakit dan Puskesmas. Pada beberapa Puskesmas cara-cara penyimpanan belum memeneliti persyaratan penyimpanan. Telah dilakukan pemeriksaan data-data stabilitas fisik fdan kimia formula tablet Kalsium laktat ternyata càra-cara penyimpanan dan waktu penyimpanan secara umum akan mempengaruhi stabilita fisik dan kimianya. Mengingat waktu hancur tablet Kalsiuin laktat menurut F.I. II. tidak lebih dari 30 menit maka telah dilakukan penelitian tentang forlasi dani bentuk formula tablet Kalsium laktat yang menggunakan bahan-bahan konvensionil (Imyium Gelatin), hasilnya masih memenuhi persyaratan umum tablet, khususnya persyaratan tablet menurut monografi F. I. II Dan tablet yang dihasilkan dengan biaya yang relatif murah. Sedangkan formula dengan inenggunakan bahan - bahan baru (Kollidon, Aerosil) hasilnya tidak terlihat perbedaan yang prinsipil, dan pada formula mi biaya reltif mahal sehingga kurang ekonomis. Dari formula-formula yang menggunakan bahan konven sionil ternyata formula IV merupakan formula yang terbaik. Pada formula-formula mi sebaiknya ditambahkan bahan pengawet. Misalnya; nipagin0,2 % atau nipasol 0,02 %.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Hisbullah Amrie
Abstrak :
Kadar laktat darah, yang menjadi indicator kelelahan, akan meningkat pada atlet setelah menjalani latihan apa pun cabang olahraganya. Peningkatan kadar laktat darah akan menyebabkan penurunan performa atlet pada latihan berikutnya atau pun dalam pertandingan. Skripsi ini membahas pengaruh pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit terhadap kadar laktat darah pada atlet dayung nasional laki-laki tahun 2013. Desain studi eksperimental pretest-posttest control group design melibatkan 28 atlet dayung nasional laki-laki tahun 2013 yang dibedakan mejadi dua kelompok dengan metode randomisasi (random assignment). Minuman yang diberikan adalah minuman berkarbohidrat dan berelektrolit 6% yang diberikan pada kelompok perlakuan dan minuman berkarbohidrat dan berelektrolit 3% yang diberikan pada kelompok kontrol sebanyak satu liter dengan pemberian 500 ml segera setelah latihan dayung air selesai dan berselang 20 menit setelahnya. Kadar laktat darah diukur dengan alat Lactate Scout ® saat sebelum latihan, setelah latihan, dan 30 menit setelah perlakuan. Terdapat perbedaan bermakna (nilai p < 0.05) terhadap kadar laktat darah setelah perlakuan antara kelompok kontrol (7.11 ± 1.57 mmol/L) dan kelompok perlakuan (5.99 ± 0.94 mmol/L) yang menunjukkan pemberian minuman 6% menurunkan kadar laktat darah lebih besar dibanding minuman 3%. Pemberian minuman berkarbohidrat dan berelektrolit memberikan efek positif dalam menurunkan kadar laktat darah sebagai indicator kelelahan pada jangka pendek. ......Blood lactate level is the fatigue indicator which will be increasing after exercise in any kind of sport. Increased blood lactate will cause lack of performance in the next exercise or even in competition. This thesis investigated the effect of carbohydrate-electrolyte beverage to blood lactate level in national kayak-canoeing athlete 2013. Pretest-posttest control group design lead 28 male kayak-canoeing athletes into 2 groups which were experiment group and control group by random assignment. The experiment group would consume 6% carbohydrate-electrolyte beverage whereas the control group would consume 3% carbohydrate-electrolyte beverage as follows; 500 ml was consumed exact after finishing water paddling exercise and 20 minutes later 500 ml was consumed. Blood lactate level was measured by Lactate Scout ® before exercise, after exercise, and 30 minutes after last 500 ml beverage was consumed. There was significant difference (p value < 0.05) of after experiment blood lactate level between control group (7.11 ± 1.57 mmol/L) and experiment group (5.99 ± 0.94 mmol/L) which presented the 6% beverage decreased more blood lactate level than the 3% beverage. Carbohydrate-electrolyte beverage had a positive effect to decrease acute blood lactate level as fatigue indicator.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52670
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winson Jos
Abstrak :
Latar belakang: Deteksi dini dengue berat dapat mengurangi mortalitas akibat infeksi dengue. Saat ini, observasi harian terhadap keadaan klinis dan laboratorium pasien merupakan cara yang paling lazim dipakai dalam mendeteksi kejadian dengue berat. Namun demikian, cara ini biasanya terlambat mendeteksi kebocoran plasma berat. Laktat serum adalah salah satu penanda yang lazim dipakai dalam menilai hipoksia atau hipoperfusi jaringan akibat penyakit sistemik sehingga dipikirkan dapat dipakai sebagai prediktor kejadian dengue berat. Tujuan: Menilai kemampuan laktat darah sebagai prediktor kejadian dengue berat. Metode: Telaah sistematis ini disusun berdasarkan standar PRISMA. Pencarian primer dilakukan melalui penulusuran artikel secara daring di PubMed/Medline®, Cochrane Library, Embase, dan Scopus®. Penelusuran sekunder dilakukan secara daring menggunakan Google Scholar® dan portal lokal di Indonesia serta secara manual dengan korespondensi dengan peneliti atau Institusi yang berhubungan. Artikel dicari dengan kata kunci “dengue” dan “laktat” dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Artikel yang diambil dan mencakup studi observasi prospektif dan retrospektif pada pasien dewasa (> 15 tahun) dengan infeksi dengue yang melaporkan hasil pemeriksaan laktat. Pencarian dilakukan tanpa membatasi waktu penelitian dan bahasa. Data dianalisis dengan RevMan dan Medcalc untuk mencari effect measure kemampuan laktat darah dalam prediksi kejadian dengue berat. Hasil: Sebanyak enam artikel diinklusi ke dalam telaah sistematis ini dan lima diantara artikel tersebut diikutsertakan ke dalam meta-analisis. Dari analisis yang dilakukan, diketahui bahwa laktat darah merupakan prediktor kejadian dengue berat yang cukup baik dengan pooled OR 8,38 (95%CI: 2,13 – 32,93); I2 87%, p <0,00001 dan pooled AUC 0,749 (95%CI 0,687-0,81); I2 48,98%, p = 0,1176. Lebih jauh, laktat darah terutama lebih baik dalam prediksi kejadian renjatan dengue/gagal organ (pooled OR 21,27 (95%CI 11,05 – 40,91); I2 44%, p = 0,17) dibandingkan terhadap kejadian kebocoran plasma tanpa gagal organ/renjatan dengue (pooled OR 1,6 (95%CI 0,77 – 3,32); I2 0%, p = 0,33). Beberapa hal yang diketahui dapat mempengaruhi kemampuan prediksi laktat terhadap kejadian dengue berat antara lain, waktu pengambilan laktat darah, luaran yang dinilai, dan nilai ambang batas laktat yang dipakai. Kesimpulan: Laktat darah merupakan prediktor kejadian dengue berat yang cukup baik, terutama terhadap kejadian renjatan dengue/gagal organ. ......Background: Early detection of severe dengue may decrease mortality caused by dengue infection. Currently, daily observation of patient’s clinical and laboratorium parameter is the most common way to detect severe dengue. However, this common practice is lacking in punctuality to detect severe dengue. Serum lactate is one of common biomarkers to detect hypoxia or hypoperfusion due to systemic disease. Accordingly, serum lactate may be a valuable predictor of severe dengue. Objective: Evaluate the value of blood lactate as a predictor of severe dengue. Methods: This systematic review is conducted by following the PRISMA standard. PubMed/Medline®, Cochrane Library, Embase, and Scopus® were systematically searched for studies evaluating the value of blood lactate to predict severe dengue. Moreover, manual searching by searching Google Scholar® and local Indonesia journal database and by corresponding to some researchers or any institution that may have conducted research about the topic. “Dengue” and “lactate” in English and Bahasa were used as keywords. Prospective and retrospective cohort studies with samples of adult (> 15 y.o) with dengue infection and reported the blood lactate result of any language and publication years are included. Data analysiswas conducted by using RevMan and Medcalc to synthesis the pooled effect measure of blood lactate as a predictor of severe dengue. Results: This systematic review included six articles. However, only five articles were included in the meta-analysis. The analysis showed that blood lactate was a fairly good predictor of severe dengue with a pooled OR: 8.38 (95% CI: 2.13 - 32.93); I2 87%, p <0.00001 and pooled AUC: 0.749 (95% CI 0.687-0.81); I2 48.98%, p = 0.1176. Furthermore, blood lactate was particularly better at predicting dengue shock/organ failure (pooled OR: 21.27 (95% CI 11.05 - 40.91); I2 44%, p = 0.17) compared to predict plasma leakage without organ failure/dengue shock (pooled OR 1.6 (95% CI 0.77 - 3.32); I2 0%, p = 0.33). Several things that are known to affect the ability of blood lactate to predict the incidence of severe dengue including the time of blood lactate examination, the outcome measured, and the value of lactate’s cut-off. Conclusions: Blood lactate is a fairly good predictor of severe dengue, particularly good predictor to predict the incidence of dengue shock/organ failure.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Werda Indriarti; Wijoto
Abstrak :
Recently, lactate has been recognized as energy resources for neuron metabolism. According to ANLS hypothesis, glucose being particularly uptaken by astrocyte is eventually metabolized via glycolisis. Lactate produced in astrocyte is then released into extracelluler matrix and uptaken by neuron then converted into pyruvate that used in oxydative metabolism. That proccess is resulted more ATP than that of conventional theory. A few in vitro studies has demonstrated that there is an increased of ATP in neuron at hypoxic condition, agreed with ANLS hypothesis. This study was aimed to learn the correlation between plasma lactate level and functional scale in acute thrombotic stroke patients. Forty patients with acute thrombotic stroke were admitted to neurology ward, dr. Soetomo General Hospital Surabaya in May until July 2013. Those patients had been examined for plasma lactate level using lactate-oxydase colorimetric method and functional scale by NIHSS (National Institute of Health Stroke Scale). The results showed that mean of age was 58,98 ± 11,91 years old, plasma lactate level was 1,51 ± 0,47 mmol/L, and mean of NIHSS was 6,83 ± 2,978. There was negative correlation between plasma lactate level and functional scale measured by NIHSS in acute thrombotic stroke patients, which was statistically significant (r = - 0,366 and p = 0,020).
Jakarta: Universitas Yarsi, 2015
362 STK 2:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Tatang Puspanjono
Abstrak :
Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan utama di Asia dan Pasifik khususnya Indonesia. Angka kematian sindom syok dengue (SSD) di rumah saldt masih tinggL Data di Departemen Jimu Kesehatan Anak FKUI/RSCM antara 1 Januari 2003 sampai dengan 30 Juni 2004 didapatkan jumlah kasus DBD yang dirawat sebanyak 263 pasien. Jumlah kasus SSD pada periode tersebut sebesar 31,7% DBD derajat III, diikuti DBD derajat 11 sebesar 30,7% dan DBD ensefalopati pada DBD derajat IV sebesar 1%. Salah satu gangguan keseimbangan asam basa adalah asidosis laktat, suatu bentuk asidosis metabolik. Kondisi ini terjadi akibat akumulasi laktat yang disebabkan oleh hipoksia atau iskernia jaringan. Asidosis laktat erat hubungannya dengan akumulasi laktat di dalam cairan ekstraseluler, alcibat ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan pemakaian oksigen untuk kebutuhan metabolik. Kadar laktat darah telah banyak dipelajari dan digunakan sebagai petanda biokimia adanya hipoksia jaringan pada keadaan sakit gawat. Asidosis laktat dibuktikan sebagai faktor penyebab umum dan tersering dari berbagai keadaan sakit gawat. Hipoperfusi/ hipoksia jaringan menjadi dasar patogenesis dari berbagai kasus asidosis laktat. Pengukuran laktat serial dapat memprediksi kemungkinan timbulnya syok septik dan gagal organ multipel Iebih baik dibandingkan pengukuran variabel-variabel transpor oksigen. Beratnya asidosis laktat dapat dilihat dari nilai pH darah, senjang anion, dan kadar laktat darah dengan metode kuantitatif. Pemantauan kadar laktat darah dapat membedakan pasienpasien yang akan tetap hidup dan pasien yang akan meninggal. Kadar laktat darah juga merupakan indikator yang lebih sensitif untuk daya tahan hidup dibandingkan dengan nilai rush jantung, hantaran oksigen, tumor necrosis factor a (TNF a), dan interleukin-6 (IL-6). Kadar laktat darah dapat digunakan untuk evaluasi penilaian terhadap terapi syok. Pada syok septik penurunan kadar laktat darah saat terapi menandakan prognosis yang baik. Pemantauan kadar laktat darah langsung di sisi pasien penting untuk evaluasi terapi. Penelitian kadar laktat darah serial pada penderita demam berdarah dengue sangat jarang dilaporkan. Setiati dkk dalam penelitiannya melaporkan pemeriksaan kadar laktat darah sebagai prediktor mortalitas DBD berat yang dirawat di pediatric intensive care unit (PICLI) maupun di intermediate emergency care unit. Parameter yang diperiksa meliputi kadar laktat darah, analisis gas darah, elektrolit, hemoglobin, hematokrit dan trombosit yang diperiksa saat masuk, saat perburukan dan saat pasien keluar dari unit perawatan. Didapatkan peningkatan kadar laktat darah pada penderita dengan serologi dengue blot yang positif. Pada keadaan hipoksia terjadi metabolisme anaerob diikuti peningkatan senjang anion. Didapatkan korelasi kuat antara kadar laktat darah dengan saturasi 02 (r = -0,77) dan senjang anion (r = 0,79). Rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat perbedaan kadar laktat darah serial pada penderita DBD tanpa syok dan SSD? 2. Apakah terdapat hubungan kadar laktat darah dengan variabel faktor terjadinya syok pada DBD (kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit, Pa02, saturasi 02, dan senjang anion darah) ? 3. Berapa kadar laktat darah pada penderita DBD anak yang dapat digunakan sebagai petanda memburuknya perjalanan penyakit/syok pada DBD?
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandita Melati Putri
Abstrak :
ABSTRACT Latar belakang. Kadar laktat dalam plasma darah merupakan indicator adanya hipoksia seluler. Sementara pada pasien luka bakar proses inflamasi tidak hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena luka bakar tetapi mengubah respon sistemik tubuh. Pasien dengan luka bakar derajat sedang akan memiliki kadar laktat yang melebihi kadar noermal, pengukuran kadar laktat yang berulang akan embantu dalam menilai respon terhadap terapi yang diberikan. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur kadar lakat di masa awal cedera dan hubungannya dengan komplikasi sepsis dan angka mortaitas. Metodologi. Studi dilakukan secara retrospektif di Unit Luka Bakar Ciptomangunkusumo. Pasien dengan luka bakar derajat sedang akibat api atau air panas yang datang dalam rentang waktu 24 jam pertama dari bulan jauari 2012 hingga januari 2013 dimasukkan dalam studi ini. Kriteria inklusi adalah pasien dilakukan pemeriksaan lakatat saat 24 jam pertama dan setidaknya 2 kali selama rawat inap. Nilai laktat normal didefinisikan sebagai 1 ± 0.5 mmol/l. Hasil. Dalam 12 bulan studi ini terdapat 20 pasien yang masuk dalam kriteria inklusi. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 16 :4. Usia rata-rata pasien adalah 30.55 tahun. Rerata luas luka bakar adalah 25.38 persen. Dalam 24 jam pertama kadar laktat meningkat dalam 75% pasien, dan pasien-pasien tersebut memiliki angka morbiditas sepsis yang lebih tinggi. Kesimpulan. Lactate value is a good predictor outcome for sepsis and mortality in burn patients.
ABSTRACT Background: Lactate is a marker for cellular hypoxia. In burn patients the inflammation process not only affect the local wound but also affects the systemic response.,thus the increased value of lactate. Patients with moderate burn can have a higher level of lactate than normal value. Serial lactate measures can also help assess response to therapy that has been given. This study was made to assess whether the early plasma lactate (PL) level is a useful biomarker to predict septic complications and outcome in burn patients, Material and methods. The study is done retrospectively in a burn center in ciptomangunkusumo hospital. Moderate burn patients due to thermal injury admitted within 24 hours post burn injury, from january 2012 to january 2013, were included. The inclusion criteria is the plasma lactate was measured early in the first 24 hours and controlled more than twice during the patients stay in the hospital. The normal lactate value was defined as 1 ± 0.5 mmol/l. Results. During the 12?month period of study, 20 patients were enrolled. Seixteen of them were male and four were female. The mean age was 30.55 years old. The average burn surface area was 25.38 percent. During the first 24 hour in burn patients the plasma lactate value more than normal was 75 percent. In those patients the results of sepsis and mortality rate is higher. Conclusion. Lactate value is a good predictor outcome for sepsis and mortality in burn patients.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Suciati Ningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Keloid adalah kondisi abnormal dalam proses penyembuhan luka yang tumbuh menyebar melebihi batas luka normal. Keloid berada dalam kondisi hipoksia relatif yang melibatkan proses adaptasi berupa perubahan lingkungan mikro dari normoksia menjadi hipoksia, termasuk dalam hal ini adalah metabolisme laktat. Monocarboxylate transporters MCTs yang berperan dalam metabolisme laktat pada patogenesis keloid belum jelas dipahami. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis metabolisme laktat pada jaringan keloid dengan mengukur ekspresi MCT1 dan MCT4 yang berperan penting dalam transpor laktat melalui membran plasma. Jenis penelitian ini adalah studi observasional deskriptif analitik dengan desain studi potong lintang cross sectional study . Sampel jaringan dan stroma keloid diperoleh dari 3 jaringan keloid dengan metode eksplan dan dibandingkan dengan stroma dari kultur primer dermis preputium sebagai kontrol. Ekspresi mRNA MCT1 dan MCT4 diukur dengan menggunakan quantitative real time-polymerase chain reaction qRT-PCR . Ekspresi protein MCT1 dan MCT4 dideteksi dengan teknik enzyme linked immunosorbent assay ELISA . Kadar laktat ekstraseluler diukur dengan EnzyChromTM L-Lactate Assay Kit. Ekspresi mRNA MCT1 dan MCT4 jaringan dan stroma keloid lebih tinggi bermakna dibandingkan stroma preputium.
ABSTRACT
Keloid is an abnormality of wound healing process that growing spread beyond the limits of normal injury. Keloid is in relative hypoxia condition that involves the adaptation of microenvironmental change from normoxia into hypoxia including lactate metabolism. The role of monocarboxylate transporters MCTs in lactate metabolism of keloid patogenensis still not clearly understood. Therefore, the aim of this study is to analyze lactate metabolism in keloid tissue by measuring the expression of MCT1 and MCT4 as the key player of lactate transport through the plasma membrane as in tumor microenvironment. The type of this research is descriptive analytic observational study with cross sectional study design. Keloid samples derived from 3 keloid tissue culture using explants method and compared with primary cultures of dermis foreskin as a control. MCT1 and MCT4 mRNA expression were measured using real time quantitative polymerase chain reaction qRT PCR. MCT1 and MCT4 protein expression was detected by using enzyme linked immunosorbent assay ELISA . Extracellular lactate levels measured by EnzyChromTM L Lactate Assay Kit. MCT1 and MCT4 mRNA expression of keloid tissues and stromal cells significantly higher compared with foreskin fibroblasts p
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eyleny Meisyah Fitri
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Xerosis kutis sering ditemukan pada lanjut usia lansia . Aplikasi pelembap merupakan tatalaksana utama. Pelembap mengandung humektan, misalnya laktat dan urea, dapat memperbaiki hidrasi dan disfungsi sawar kulit. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efikasi dan keamanan antara krim pelembap yang mengandung amonium laktat 12 dan urea 10 dalam mengatasi xerosis kutis pada populasi lansia. Metode: Penelitian uji klinis acak tersamar ganda dengan subjek kelompok berpasangan dilakukan pada 40 orang penghuni panti werdha di Jakarta. Evaluasi specified symptom sum score SRRC , skin capacitance SCap , transepidermal water loss TEWL , dan efek samping dilakukan pada awal terapi, minggu kedua dan keempat terapi, serta minggu kelima seminggu setelah terapi dihentikan. Hasil: Penurunan nilai SRRC dan TEWL, peningkatan nilai SCap, setelah empat minggu tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok terapi dengan nilai p masing-masing 1,000; 0,636; dan 0,601. Pada minggu kelima, terjadi peningkatan nilai SRRC dan TEWL serta penurunan nilai SCap minggu keempat pada kedua kelompok, namun masih lebih baik daripada nilai dasar dan minggu kedua terapi. Tidak ditemukan efek samping subjektif dan objektif pada kedua kelompok. Kesimpulan: Efikasi dan keamanan krim pelembap yang mengandung amonium laktat 12 sama baiknya dengan krim pelembap yang mengandung urea 10 dalam mengatasi xerosis kutis pada populasi lansia. Kata kunci: amonium laktat 12 ; lanjut usia; urea 10 ; xerosis kutis
ABSTRACT
Background Xerosis cutis is widely known in geriatric population. Application of moisturizer is the treatment.. Moisturizer with humectant property, e.g lactate and urea, could restore skin hydration and barrier dysfunction. This study aims to compare the efficacy and safety between moisturizing cream containing 12 ammonium lactate and 10 urea in geriatric population with xerosis cutis. Methods A double blind randomized controlled trial with matching paired subject was conducted on 40 residents of a nursing home in Jakarta. Evaluation of specified symptom sum score SRRC , skin capacitance SCap , transepidermal water loss TEWL , and side effects were measured at baseline, week 2 and week 4 after therapy, and week 5 one week after therapy cessation. Results The decrease of SRRC and TEWL score, increase of SCap score after four weeks of therapy between two group yield no statistical different p 1.000 p 0.636 p 0.601 respectively . On the fifth week, SRRC and TEWL score were increased and SCap score was decreased compared to the fourth week, but they are still better than the score on baseline and the second week. No objective and subjective side effects were found. Conclusions The efficacy and safety of moisturizing cream containing 12 ammonium lactate are the same as 10 urea in treating xerosis cutis of geriatric population. Keywords 12 ammonium lactate 10 urea geriatric xerosis cutis
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faathimah Mahmudi Isma`il
Abstrak :
Hipoksia merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau ketidakmampuan dalam menggunakan oksigen. Keadaan ini telah dikaitkan dengan patologi dari penyebab utama kematian, termasuk penyakit kardiovaskuler. Agar tetap dapat menghasilkan ATP meskipun oksigen terbatas, sel memiliki kemampuan untuk mengubah glikolisis aerob menjadi glikolisis anaerob. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati aktivitas spesifik enzim laktat dehidrogenase (LDH) pada jaringan jantung tikus yang diinduksi hipoksia sistemik. Penelitian ini merupakan studi eksperimental pada 25 ekor tikus Sprague-Dawley yang secara acak dibagi kedalam satu kelompok tikus normoksia sebagai kontrol dan empat kelompok tikus yang diinduksi hipoksia (10% O2 dan 90% N2) selama 1 hari, 3 hari, 7 hari, dan 14 hari, sehingga tiap kelompok terdiri lima ekor tikus. Pengukuran aktivitas spesifik LDH menggunakan kit LDH QuantiChromTM (DLDH-100). Aktivitas spesifik LDH jantung tikus hipoksia cenderung menurun selama perlakuan hipoksia dibandingkan dengan tikus normoksia. Analisis dengan Kruskal Wallis menunjukkan aktivitas spesifik LDH pada jaringan jantung tidak berbeda bermakna antara tikus normoksia dengan tikus hipoksia (p = 0,391). Disimpulkan bahwa tidak ditemukan perbedaan aktivitas LDH antara jantung tikus normoksia dan tikus yang diinduksi hipoksia sistemik.
Hypoxia is a state of oxygen deficiency in tissues or inability to use oxygen. This condition has been associated with the pathology of the leading causes of death, including cardiovascular disease. In order to maintain the ability to produce ATP although oxygen is limited, the cell has an ability to change from aerobic to anaerobic glycolysis. This research aims to evaluate the lactate dehydrogenase (LDH) spesific activity during systemic hypoxia in the heart. This research is an experimental study on 25 Sprague-Dawley rats that randomly divided into one group of normoxic rats as control and four groups of hypoxia induced rats (10% O2 and 90% N2) for 1 day, 3 day, 7 day, and 14 day, so that each group consisted of 5 rats. Measurement of LDH specific activity was done using LDH QuantiChromTM (DLDH-100) kit. Cardiac LDH specific activity of hypoxia induced rat tend to decrease during hypoxia compared with normoxic rat. Analysis with Kruskal-Wallis shows that there is no significant difference of cardiac LDH specific activity between groups (p = 0.391). So, it can be concluded that there is no difference of cardiac LDH activity between normoxic and systemic hypoxia induced rats.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>