Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
Syifa Fauzi Almushally
"Pembangunan sumber daya manusia menjadi arah prioritas kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini. Hal tersebut ditenggarai munculnya berbagai permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia yang menyebabkan meningkatnya tingkat pengangguran terbuka. Salah satu permasalahan yaitu adanya ketidakcocokan (mismatch) keterampilan dengan kebutuhan industri, hal ini juga berdampak pada kesejahteraan para pekerja yang terjebak pada pekerjaan dengam keterampilan dan upah yang rendah. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi dan memiliki kawasan industri terbesar di Indonesia. Potensi kawasan industri terbesar menjadi peluang bagi Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Bekasi untuk mengembangkan kerja sama dan meningkatkan kecocokan keterampilan dengan kebutuhan industri. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Sedangkan pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam dengan 20 informan yang terdiri dari staf Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Bekasi, industri dan peserta pelatihan. Hasil penelitian ini menunjukan penguatan program pelatihan telah diarahkan dan disesuaikan dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia dan menghimpun masukan atas kebutuhan keterampilan melalui forum komunikasi industri untuk menciptakan link and match. Melalui kerja sama pelatihan dan penempatan antara BBPLK Bekasi dan industri dapat meningkatkan kemampuan peserta pelatihan dan peningkatan peluang untuk dipekerjakan. Melalui program pelatihan triple skilling yang dipetakan kedalam 3 target dan 3 sasaran perlu adanya penyesuaian metode pelatihan dan administratif guna mendorong penguatan link and match di BBPLK Bekasi.
Human resource development has become the priority of President Joko Widodo's current policy. It is suspected that the emergence of various labor problems in Indonesia has led to an increase in the open unemployment rate. One of the problems is the mismatch of skills with industrial needs, this also has an impact on the welfare of workers who are trapped in low skilled jobs and low wages. West Java Province is a province with the highest unemployment rate and has the largest industrial area in Indonesia. The potential for the largest industrial area is an opportunity for the Bekasi Center for Job Training Development to develop cooperation and improve the match between skills and industrial needs. This research uses a qualitative approach with descriptive research type. Meanwhile, data collection used in-depth interviews with 20 informants consisting of staff from the Bekasi Center for Job Training Development, industry and training participants. The results of this study indicate that the strengthening of the training program has been directed and adjusted to the Indonesian National Work Competency Standards and has gathered input on skills needs through industrial communication forums to create links and matches. Through cooperation in training and placement between BBPLK Bekasi and industry, it can improve the skills of training participants and increase the opportunities for employment. Through the triple skilling training program, which is mapped into 3 targets, it is necessary to adjust training and administrative methods to encourage link and match strengthening at BBPLK Bekasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Zulfa Huria Triafani
"Tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada seorang pria umumnya dikaitkan dengan peningkatan untuk melakukan perilaku seks dengan imbalan. Perilaku seks dengan imbalan merupakan perilaku seseorang dalam melakukan layanan seksual dengan cara memberi uang atau barang. Perilaku seks dengan imbalan dikategorikan sebagai perilaku seksual yang berisiko tinggi untuk tertular HIV. Pada tahun 2017, kelompok berisiko pada pria penjaja seks merupakan kelompok yang tertinggi diantara populasi kunci lainnya, yaitu (9,36%). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan dan faktor lainnya yang bisa berpengaruh terhadap perilaku seks dengan imbalan pada pria kawin di Indonesia tahun 2017. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Analisis yang digunakan adalah regresi logistik yang dilakukan pada 10.009 responden berusia 15-54 tahun yang menjawab pertanyaan pada bagian kuesioner pria kawin. Hasil analisis multivariabel didapatkan bahwa terdapat asosiasi antara tingkat pendidikan dengan perilaku seks dengan imbalan, dimana responden yang memiliki tingkat pendidikan tidak tamat sekolah menengah memiliki odds 1,3 kali lebih besar untuk melakukan seks imbalan dibandingkan dengan responden yang memiliki pendidikan tamat sekolah menengah atau perguruan tinggi, sedangkan setelah di kontrol dengan variabel
confounder perbandingan odds nya tidak terlalu jauh berbeda yaitu menjadi odds 1,33. Oleh karena itu, program pencegahan pada perilaku berisiko tinggi perlu terus ditingkatkan terutama bagi kelompok pria yang melakukan seks dengan imbalan untuk mencegah penularan virus HIV dan IMS.
A higher level of education in a men is generally associated with an increase in transactional sex. Transactional sex is a person's behavior in conducting sexual services by giving money or goods. Transactional sex is categorized as high-risk sexual behavior for contracting HIV. In 2017, the risk groups among sex workers were the highest among the other key populations (9.36%). The purpose of this study was to determine the effect of education level and other factors that could influence sexual behavior in return for married men in Indonesia in 2017. This study uses secondary data from the Indonesian Health Demographic Survey (IDHS) in 2017. The analysis used is regression logistics carried out on 10.009 respondents aged 15-54 who answered questions in the questionnaire for married men. The results of multivariable analysis found that there is an association between the level of education with transactional sex, where respondents who have an education level not graduated from high school have 1.3 times greater odds of engaging in transactional sex compared to respondents who have completed high school or college education , whereas after being controlled with a confounder variable the odds ratio is not too far which is 1.33. Therefore, prevention programs on high-risk behaviors need to be continuously improved for groups of men who have sex in return to prevent transmission of the HIV and STI viruses."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Chichester: John Wiley & Sons, 1979
301.441 CAS
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library