Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Naskah ini berisi contoh gambar senjata sebanyak 504 buah, terdiri dari jenis tombak, senjata bertangkai panjang, senjata yang diayunkan (jenis martil), gada, senjata genggam, pedang, sabet, jenis parang, limpung, tameng, keris, senapan dll. Beberapa di antara senjata pusaka yang digambarkan mengandung candrasengkala memet. Tafsiran candrasengkala tertera di bawah gambarnya. Berdasarkan sketsa-sketsa yang ada, terdapat beberapa ilustrasi yang masih merupakan imajinasi, atau bahkan khayalan belaka. Naskah merupakan salinan dari naskah induk yang tidak diketahui keberada-annya. Penyalinan dilakukan di Panti Boedaja, Yogyakarta, pada tahun 1943, atas perintah Dr. Tjan Tjoe Siem. Naskah MSB/F.37 yang terdapat di koleksi Museum Sonobudoyo, Yogyakarta merupakan tembusan karbon dari ketikan asli ini.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
UK.5-G 182
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
A. S. Dwidjasaraja
Abstrak :
Buku ini berisi keterangan-keterangan yang berkaitan dengan daerah Yogyakarta. Gambaran berbagai makam, gambaran keraton, peristiwa yang terjadi, cerita yang mendasarinya yaitu babad dan macam-macam dongeng, catatan kehidupan para raja Yogyakarta Hamengku Buwana I sampai HB VIII.
Ngayogyakarta: Mardi Moeljo, 1935
BKL.0757-CH 15
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Teks Serat Salokantara ini berisi uraian tentang kraton Yogyakarta, termasuk di dalamnya tentang riwayat tata bangunan kraton berikut makna masing-masing bagiannya, mitos dua buah pohon beringin yang terdapat di alun-alun utara dan Pohon-pohon beringin di bagian tempat yang lain, serta bentuk bangsal yang mempunyai makna sendiri-sendiri. Naskah dilengkapi dengan delapan buah gambar sebagai ilustrasi regol, bangsal, pohon, dll. Pigeaud memperoleh naskah ini dari Bale Poestaka pada tahun 1931. Pada koleksi FSUI terdapat empat eksemplar naskah ini (B 29a-d), yaitu ketikan asli (a) dengan tiga tembusan karbon (b-d). Hanya ketikan asli (a) yang dimikrofilm. Data penulisan Serat Salokapatra sedikit membingungkan. Menurut mukadimah (h.l), teks ditulis oleh R. Dartapramuja, berdasarkan catatan-catatan prosa yang disusun oleh seorang Bupati Wadana Taman di Kraton Yogya. Tahun penulisan rupanya ditandai dalam kolofon penutup, berbunyi Kamis Legi, 6 Jumadilakhir pada tahun Warga Ngemat Bujangga Ji. Namun, watak untuk kata warga dan ngemat kurang jelas; kalau diartikan bangsa dan suka, hasilnya tahun 1874 (1943), yang tidak mungkin karena Pigeaud sudah memilikinya dari tahun 1931. Pada salinan lainnya (milik Drs. Sukiyat, Sumbersari VIII, Moyudan, Pos Godean, Yogyakarta; fotokopinya pada Dr. Behrend), terdapat catatan yang menyatakan bahwa teks ditulis oleh M.Ng. Wignyawigena, pada tahun 1936. Tahun 1936 pun tidak mungkinanthimelihat tahun aksesi di Panti Boedaja. Di antara dua data ini, kami cenderung menganggap keterangan dari Dr. Pigeaud lebih kuat dibandingkan data Drs. Sukiyat, yang melaporkannya pada tahun 1984, 53 tahun setelah Pigeaud. Adapun tentang tahun penulisan, untuk sementara cukup tepat kalau dinyatakan bahwa naskah ditulis sekitar awal abad ke-20. Daftar pupuh: (1) dhandhanggula; (2) kinanthi; (3) sinom; (4) megatruh; (5) pucung; (6) asmarandana; (7) pangkur; (8) durma; (9) mijil; (10) gambuh; (11) kinanthi; (12) asmarandana; (13) sinom; (14) dhandhanggula; (15) pucung; (16) megatruh; (17) pangkur; (18) kinanthi.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
UK.7-B 29a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Dimas Adityo
Abstrak :
Kompleks Keraton Yogyakarta, adalah merupakan salah satu dari data arkeologi dari masa Kerajaan Islam yang keadaannya relatif masih utuh sampai dengan saat ini. Seper_ti halnya Keraton-keraton lainnya yang juga peninggalan dari masa Kerajaan Islam, sejarah pendiriannya juga tak lepas dari pengaruh pemerintahan kolonial, dalam hal ini adalah Belanda. Pengaruh tersebut adalah akibat dari adanya teka_nan-tekanan politik Pemerintah kolonial terhadap Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, seperti halnya yang terjadi pada Kasultanan Yogyakarta. Menurut sumber sejarah yang cukup representatif sebagai sumber sejarah asli Keraton Yogyakarta yaitu Babad Ngayogyakarta, telah menunjukkan adanya suatu pengaruh kehidupan pemerintahan kolonial Belanda, di dalam kehidupan sosial maupun seni-budaya Keraton Yogyakarta. Masuknya budaya barat seperti pesta-pesta, minum-minuman keras dan hiburan musik-musik barat, adalah sudah merupakan bagian dari suatu upacara protokoler penyambutan tamu-tamu barat dari pihak Pemerintah Kolonial Belanda yang berkunjung ke Keraton Yogyakarta. Hal tersebut, menurut Babad Ngayogya_karta terutama ditunjukkan pada masa pemerintahan Sultan HamengkuBuwono ke-V sampai dengan pemerintahan Sultan Ha_mengkuBuwono ke-VIII. Akibat adanya tekanan politik pemerin_tah kolonial terhadap Kasultanan Yogyakarta tersebut, menga_kibatkan Kasultanan Yogyakarta harus selalu menjaga hubungan baik dengan pihak Belanda. Oleh sebab itu, penyelenggaraan suatu upacara protokoler dalam setiap menjamu tamu-tamu Belanda di Keraton Yogyakarta pada saat itu merupakan kebu_tuhan. Kebutuhan-kebutuhan untuk terselenggaranya suatu upacara protokoler tidak hanya dalam penyediaan pesta dan hiburan-hiburan bergaya barat raja, tetapi juga diperlu_kannya beberapa bangunan untuk melengkapi jalannya upacara protokoler tersebut. Bangunan-bangunan tersebut, antara lain Bangsal Marais untuk tempat perjamuan makan dan minum, Ged_hong Gangsa untuk tempat memainkan Gamelan, Gedhong sarang_baya untuk tempat menyediakan minum-minuman keras, Gedhoug Patehan untuk tempat membuat minuman teh, Bangsal Kothak untuk tempat wayang orang, dan Bangsal Mandalasana sebagai tempat pertunjukan musik-musik barat. Bangunan-bangunan tersebut didirikan untuk melengkapi bangunan inti atau utama dalam suatu jalannya upacara protokoler, yaitu bangunan Bangsal Kencana sebagai Singgasana Sultan dan tempat duduk para tamu. Bangunan keperluan upacara protokoler tersebut sebagian besar dibangun pada masa pemerintahan Sultan Ha_mengkuBuwono ke-VIII, dan hanya beberapa yang sudah ada sejak masa sebelumnya. Bangunan yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan HB-VIII tersebut, diantaranya adalah Bangsal Mandalasana, sebagai bangunan untuk tempat pertunju_kan musik-musik barat di Keraton Yogyakarta. Bangunan Bang-sal Mandalasana ini memiliki beberapa kekhususan dan keisti_mewaan, karena bentuknya yang bukan merupakan bentuk bangu_nan tradisional Jawa, dan ornamen utamanya yang bergambar alat-alat musik barat yang menunjukkan fungsinya sebagai tempat pertunjukan musik barat. Hal-hal mengenai arsitektur, ragam hias, dan terutama fungsi serta kaitannya terhadap aspek-aspek politik, dan sosial-budaya Keraton Yogyakarta inilah yang akan dibahas dalam suatu hasil penelitian dalam karya tulis ini.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S11562
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mouna Pratika Mulia
Abstrak :
Tugas akhir ini mengkaji peran sekolah gubernemen dalam proses modernisasi birokrasi di Keraton Yogyakarta pada masa Sultan Hamengku Buwono VII. Sekolah-sekolah gubernemen yang berdiri lebih awal dari diberlakukannya politik etis di Hindia Belanda menjadi titik awal modernisasi kehidupan sosial dan politik di Yogyakarta. Lulusan sekolah ini memiliki sertifikat kelulusan yang dijadikan syarat untuk menduduki jabatan birokrasi Keraton Yogyakarta. Penelitian sebelumnya berfokus pada aspek pendidikan sehingga pendekatannya mengarah ke sejarah pendidikan. Penelitian ini berfokus pada peran sekolah gubernemen dalam modernisasi birokrasi di Keraton Yogyakarta dengan tujuan melihat perubahan dalam birokrasi Keraton Yogyakarta setelah berdirinya sekolah gubernemen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan empat tahap, yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ini diperoleh hasil bahwa sekolah gubernemen yang didirikan pada masa Hamengku Buwono VII menjadi tonggak awal modernisasi birokrasi Keraton Yogyakarta melalui perubahan mobilitas vertikal dari sistem mobilitas tradisional menjadi modern. ......This final project examines the role of government schools in the process of modernizing the bureaucracy in the Yogyakarta Palace during the reign of Sultan Hamengku Buwono VII. The government schools that were established earlier than the implementation of ethical politics in the Dutch East Indies became the starting point for the modernization of social and political life in Yogyakarta. Graduates of this school have a graduation certificate which is used as a requirement to occupy the Yogyakarta Palace bureaucracy. Previous research has focused on the educational aspect so that the approach leads to the history of education. This study focuses on the role of the government school in the modernization of the bureaucracy in the Yogyakarta Palace with the aim of seeing changes in the Yogyakarta Palace bureaucracy after the establishment of the governor school. The method used in this study is the historical method with four stages, namely heuristics, verification, interpretation, and historiography. Based on the research conducted, it was found that the gubernatorial school which was founded during the Hamengku Buwono VII period became the initial milestone in the modernization of the Yogyakarta Palace bureaucracy through changes in vertical mobility from traditional to modern mobility systems.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Utami
Abstrak :
Pada bangunan-bangunan kuna yang mempunyai halaman serta pager berlapis-lapis biasanya akan ditemukan gapura atau pintu gerbang yang berfungsi sebagai pintu masuk maupun pintu penghubung antar halamannya. Bangunan-bangunan tersebut pada umumnya memakai gapura candi bentar sebagai pintu gerbang pertama kemudian untuk rnemaauki_ halaman kedua dan seterusnya digunakan gapura bentuk paduraksa. Penelitian gapura-gapura yang terdapat pada kompleks bangunan kraton Yogyakarta bertujuan untuk rnengetahui adanya hubungan antara bentuk gapura dengan bangunan_bangunan di sekitarnya, bagaimana bentuk hubungan tersebut serta untuk mengetahui hubungan antara bentuk gapura dengan keletakannya di dalam kompleks kraton. Adapun metode penelitian yang digunakan meliputi tahap pengumpulan data, pengolahan data dan tahap eksplanasi. Pertama-tama, dilakukan pengumpulan data kepustakaan kemudian ke-16 gapura kraton dicatat, diukur dan dipotret. Pada tahap pengalahan data dilakukan pemilahan-pemilahan bentuk serta ragam hias gapura kemudian dicari hubungan antara gapura dengan bangunan di sekitarnya. Pada tahap eksplanasi diadakan tinjauan bentuk, keletakan dan tinjauan kronologi gapura kraton. Hubungan antara gapura dengan bangunan-bangunan di sekitarnya terlihat pada persamaan penggunaan nama, bentuk asap tradisional rumah Jawa, ragam hias serta adanya penyelarasan bentuk serta ukuran antara gapura dengan pagar dan bangunan di dalamnya. Penerusan tradisi seni bangunan Hindu pada gapura-_gapura kompleks kraton Yogyakarta ternyata hanya terlihat pada bentuk gapuranya saja, yaitu dengan dikenalnya gapura candi bentar dan gapura paduraksa. Sedangkan pengaruh tradisi tentang bentuk dan ketetakan sudah tidak terlihat lagi karena gapura A dan gapura M yang merupakan pintu masuk pertama dari arah utara dan selatan memiliki bentuk paduraksa. Tata letak gapura tersebut mungkin terjadi akibat dari perkembangan jaman
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kustiniyati Mochtar
Jakarta: Anjungan TMII D. I. Yogyakarta , 1989
306 KUS u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Meirissa Ramadhani
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang candrasengkala yang terdapat di keraton Yogyakarta. Candrasengkala bukan sekedar rangkaian kata-kata yang bermakna harfiah, tetapi merupakan pembahasaan dari suatu konsep. Penelitian ini bertujuan untuk mencari ide gagasan yang terdapat pada candrasengkala di keraton Yogyakarta. Dengan menggunakan Teori Semantik, Analisis Komponen, Teori Pragmatik dan Unsur-unsur Kebudayaan menurut Koentjaraningrat, candasengkala dalam keraton Yogyakarta merupakan sau kesatuan konsep tentang keraton. This study focused on Candrasengkala which be found in Yogyakarta?s palace. Candrasengkala is not just a couple of series which have denotation meaning, but it also discussed from a concept. The aim of this study is to find the ideas of Candrasengkala in Yogyakarta?s palace. The study is applied descriptive analytical methods by using the Semantic, Pragmatics theory, Component Analysis and substances of cultures by Koenjaraningrat. The result of the study is Candrasengkala in Yogyakarta?s palace is a group of concept about the Palace it self.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11371
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sultan Hamengku Buwana VIII
Abstrak :
Buku ini adalah buku panduan mengenai pergelaran wayang yang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta pada tahun 1923. Pada bagian pendahuluan, J. Kats memberikan pemahaman mengenai seni pertunjukan wayang di Jawa dan cerita atau lakon wayang. Adapun lakon wayang yang dipergelarkan selama 4 hari tersebut adalah, lakon Jaya Semadi dan Sri Suwela.
Weltevreden: Kolf, 1923
BKL.0793-WY 39
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2012
920.1 SEP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library