Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Banjarnahor, Irwin Marlundu
Abstrak :
Metakaolin telah berhasil dibuat menggunakan kaolin Pulau Bangka dengan proses kalsinasi. Pada penelitian ini proses kalsinasi menggunakan lima variabel temperatur: 600, 650, 700, 750, dan 800°C selama 4 jam. Pada penelitian ini, kaolin juga diberikan perlakuan mekanik berupa milling untuk mempelajari pengaruh perlakuan milling terhadap produk hasil kalsinasi. Kaolin di-milling menggunakan planetary ball mill selama 15 menit dengan kecepatan milling sebesar 20rad/min dan kemudian dikalsinasi dengan masing-masing variabel temperatur. Sebagai material pembanding, metakaolin komersial dengan produk dagang MetaStar digunakan untuk dibandingkan karakteristiknya dengan metakaolin yang dihasilkan pada setiap temperatur. Hasil perlakuan milling kaolin, beserta kaolin dan MetaStar dikarakterisasi distribusi ukuran partikelnya menggunakan instrumen Particle Size Distribution. Kemudian, setiap metakaolin dan juga MetaStar akan dikarakterisasi menggunakan instrumen X-Ray Diffraction XRD dan Scanning Electron Microscope SEM . Pengujian Simultaneous Thermal Analysis STA juga dilakukan untuk mempelajari perilaku pemanasan kaolin dan kaolin dengan perlakuan milling. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan kemiripan antara metakaolin Bangka dengan MetaStar, pengecualian untuk metakaolin MK800-MT. Hasil pengujian STA menunjukkan adanya pergeseran temperatur dimana kaolin mengalami dehidroksilasi dan rekonstruksi setelah kaolin diberi perlakuan milling. Dan kemudian, hasil pengujian SEM menunjukkan keberadaan struktur kaolinite berbentuk lapisan lamelar-laminate. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan struktur yang terlihat setelah kaolin dikalsinasi. ......Metakaolin has been successfully made using Pulau Bangka rsquo s kaolin through calcination process. In this study, the calcination process used five temperature variables 600, 650, 700, 750, and 800°C for 4 hours. In this study, kaolin is subjected to mechanical treatment to study the effect of the treatment on the product of calcination. Kaolin is milled using a planetary ball mill for 15 minutes at a milling speed of 20rad min and then calcined with each temperature variable. As a comparison material, commercial metakaolin MetaStar products is used to compare its characteristic to the metakaolin produced at each temperature. The results of milling treatment, along with kaolin and MetaStar is characterized using the particle size distribution instrument to determine the particle size. Then, each metakaolin and MetaStar will be characterized using X Ray Diffraction XRD and Scanning Electron Microscope SEM instruments. Simultaneous Thermal Analysis STA was also conducted to study the heating behavior of kaolin and kaolin after milling treatment. The results of XRD characterization show similarities between metakaolin Bangka and MetaStar, except to MK800 MT metakaolin. The STA test results showed a temperature shift in which the kaolin was dehydroxylated and reconstructed after kaolin was treated with milling. And then, the SEM test results show the existence of kaolinite structures in the form of lamellar laminate layers. It can be concluded that there is no structural changes happened after the kaolin is calcined.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezki Ashidiqi
Abstrak :
Pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh temperatur kalsinasi dan jenis aktivasi kimia pada kaolin belitiung sebagai bahan baku zeolit. Tujuan dari aktivasi kaolin adalah untuk menjadi bahan baku pembuatan zeolit sebagai katalis proses hydrocracking minyak bumi. Pada penelitian ini menggunakan metode literature review. Penelitian ini mengambil hasil karakterisasi literatur dengan perbedaan media penukar kation NaOH, KOH, NH4Cl, NH4NO3, dan HNO3. Selain data perbedaan media penukar kation, perbedaan temperatur yang diambil pada suhu 500, 550, 600, 650, 700, 750°C. sampel- sampel yang didapatkan dari literatur merupakan karakterisasi Fourier transform infrared (FTIR) Spectroscopy dan X-Ray Diffraction Spectroscopy (XRD), dan X-Ray Diffraction Spectroscopy (XRF). Hasil yang diperoleh adalah dengan pemberian media penukar kation yang bersifat asam merupakan metode yang cocok untuk membuat zeolit sebagai cangkang katalis, sementara perlakuan pemberian media penukar kation KOH merupakan metode yang baik untuk membuat zeolit secara efisien. ......In this study to determine the influence of calcination temperature and type of chemical activation in kaolin Belitiung as the raw material of zeolite. The purpose of kaolin activation is to be the raw material of zeolite manufacture as a catalyst for petroleum hydrocracking processes. In this study used the literature method of review. This research took the results of the characterization of literature with the difference of media exchanger of NaOH, KOH, NH4Cl, NH4NO3, and HNO3. In addition to the difference data of cation exchangers, temperature difference taken at 500, 550, 600, 650, 700, 750°C. The samples obtained from literature are characterization of Fourier transform infrared (FTIR) Spectroscopy and X-Ray Diffraction Spectroscopy (XRD), and X-Ray Diffraction Spectroscopy (XRF). The results obtained is with the medium administration of cation of cations of acid is a suitable method to make zeolite as a catalyst shell, while the treatment of the media giving KOH cation exchanger is a good method to make zeolite efficiently.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herninta Fadhilah Novrianti
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu kalsinasi terhadap karakteristik kimia dan fisik dari kaolin alam. Kaolin sebagai bahan baku pembuatan zeolit untuk katalis hydrocracking minyak bumi diaktivasi menggunakan larutan asam sulfat dengan variasi konsentrasi 1, 5, dan 10 M untuk meningkatkan kadar SiO2 dan menurunkan kadar pengotor, seperti K2O, CaO, dan TiO2. Sampel kaolin dari berbagai daerah juga dikalsinasi dengan variasi waktu selama 10, 30, 45, 60, 90, 100, 120, 180, 240, 300, dan 900 menit pada range suhu kalsinasi 500-800 ºC. Sampel kaolin dikarakterisasi menggunakan XRF, FTIR, SEM, dan BET. Hasil percobaan menunjukkan adanya pengaruh dari variasi konsentrasi larutan media pertukaran ion yang digunakan. Terdapat kenaikan kadar SiO2 seiring bertambahnya konsentrasi asam sulfat hingga mencapai 87,46% pada konsentrasi 10 M. Perubahan morfologi kaolin menjadi metakaolin pada pengamatan SEM serta hilangnya gugus-gugus khas kaolinit pada pengamatan FTIR tidak dipengaruhi waktu kalsinasi. Sedangkan peningkatan waktu kalsinasi akan meningkatkan luas permukaan kaolin.
The goal of this study is to understand the effects of calcination time on chemical and physical characteristics of kaolin. Kaolin is used as a raw material for zeolites synthesis as petroleum catalysts support to modify the structure of hydrocarbon compunds into lighter fractions. Kaolin was treated using sulfuric acid 1, 5, and 10 M solution with the aim to increase its SiO2 content and decrease the impurities of kaolin, specifically K2O, CaO, dan TiO2. Kaolin samples from different regions were converted into metakaolin in order to increase its reactivity and properties through the calcination process for 10, 30, 45, 60, 90, 100, 120, 180, 240, 300, dan 900 minutes at temperatures range of 500-800 ºC. Samples were characterized using XRF, FTIR, SEM, and BET. Treated kaolin produces an increase in SiO2 levels to reach 87,46% at a concentration of 10 M sulfuric acid solution. Changes in morphology of kaolin to metakaolin on SEM observations and loss of typical kaolinite groups on FTIR observation were not affected by calcination time. However, increase in calcination time will increase the surface area of kaolin and also its reactivity. Calcined kaolin produces an optimum surface area at the time of calcination for 120 minutes with a 52% increase compared to the raw kaolin.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Mardiani
Abstrak :
Dewasa ini, peningkatan penggunaan senyawaan sulfat dan nitrat mengakibatkan terjadinya peningkatan pencemaran senyawaan sulfat dan nitrat di lingkungan perairan. Penelitian ini bertujuan untuk memodifikasi permukaan ??-alumina dengan surfaktan HDTMA-Br membentuk bilayer (admisel) dan mempelajari aplikasinya sebagai penukar anion sulfat dan nitrat. Dalam penelitian ini, ??-alumina diperoleh dari pembakaran campuran amonium sulfat dan kaolin pada suhu 400oC selama 10 jam. Pzc (point of zero charge) yang diperoleh dengan metode titrasi adalah sebesar 7,5. Nilai CAC (Critical Admicelle Concentration) dan CMC (Critical Micelle Concentration) diperoleh dari kurva isoterm adsorpsi melalui variasi konsentrasi HDTMA-Br. Nilai CAC ??-alumina yang diperoleh berada pada konsentrasi awal HDTMA-Br 300 ??mol/L dan nilai CMC berada pada konsentrasi awal HDTMA-Br 600 ??mol/L. pH optimum dari adsorpsi alumina terhadap HDTMA-Br yang terbesar berada pada pH 10. Uji desorpsi dilakukan untuk mengetahui kekuatan adsorpsi HDTMA-Br pada alumina, hasil yang diperoleh sebesar 0,73%. Pertukaran anion sulfat dan nitrat dengan anion bromida dari admisel dilakukan dengan metode batch. Kemampuan tukar anion sulfat yang diperoleh sebesar 31,004 x 10-4 mek/g dan untuk anion nitrat sebesar 26,510 x 10-4 mek/g. Adsorpsi sulfat dan nitrat pada admisel mengikuti persamaan isoterm adsorpsi Freundlich.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2001
S29734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahdi Manfaluthi
Abstrak :
Silica memiliki beragam sifat dan karakteristik yang unik karena unluk setiap komposisi kimia dan sturktur kerangka yang berbeda pada tiap strulcturnya menghasilkan sifilt dan karakteristik yang berbeda pula, fakta tersebut membuat penelitian akan aplikasi silica tems berkembang sampai saat ini. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengeksplorasi dan mencoba untuk menggabungkan kcuntungan silica sebagai mineral porous yung memiliki sifat dan karalderistik yang unik dengan keimrungan mcmakai membran keramik yang tahan temperatur tinggi unmk aplikasi indusrri mcmbmn. Teknologi yang digunakan dalam proscs pcmbualan support mcmbran keramik ini antara lain pengayakan sebesar 200 mesh unruk mendapatkan ukuran partikcl yang semgam, pengeringan pada lemperatur 200 "C unluk menghilangkan molekul air, kompaksi dengan menggunakan tekanan sebesar 10 ton dan sinteiing pada ternperatur 1350 dan 1400 °C untuk mendapatkan kekuatan dan sifat iisik yang tinggi dari silica sebagai bahan baku dalarn pembuatan membran keramik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa porositas menunjukkan kecenderungan menumu dengan bertambalmya kandungan kaolin yaitu 14, 17, 20, 23 dan 26%. Niiai porositas pada temperatur 1350 °C yang didapatkan adalah 32,54; 33,56; 30,96; 30,25 dan 27,08%. Sedangkan pada temperatur 1400 °C adalah 27,45; 32,94; 32,79; 34,43 dan 28,84%. Nilai densitas yang dihasilkan menunjukkan kecendenmgan meningkat, yailu 1,776; 1,704; l,440; 1,384 dan I 730 gr/cm3 umxk temperatur 1350 ?C dan 1,4l9; 1,799; l,902; 1,884 dan 1,794 g:'cm3 untuk temperatur 1400°C. Untuk nilai kekerasan, semakin banyak kmdungan kaolin maka nilai kekerasaunya akan semaldn meningkat, untuk Lamperatur 1350 °C nilai kekerasalmya adalah 173,99; l89,22; 206,55; 233,62 dan 249,99 VHN, dan pada temperatur 1400 °C nilai kekerasannya aiialah 249,l8; 258,42; 260,l$; 262,78 dan 263,67 VHN.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S41426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ritonga, Muhammad Hisyam
Abstrak :
Kaolin merupakan mineral dengan kandungan silika dan alumina yang tinggi. Indonesia memiliki sumber daya alam berupa kaolin yang melimpah, salah satunya di Badau Belitung. Kaolin sebagai sumber silika dan alumina harus diubah menjadi metakaolin dengan rangkaian proses yaitu aktivasi dan kalsinasi sebelum bisa digunakan sebagai bahan dalam sintesis zeolit. Pada penelitian ini dilakukan aktivasi kaolin dengan menggunakan media pertukaran kation berupa larutan asam sulfat dengan konsentrasi yang berbeda, yaitu 3M dan 4M. Pencampuran dilakukan secara mekanik menggunakan magnetic stirrer selama 24 jam pada suhu 50oC. Kalsinasi dilakukan dengan furnace pada temperatur 500oC dan 700oC. Karakterisasi infra merah (FTIR) dilakukan untuk membuktikan bahwa gugus fungsi O-H hilang pada suhu kalsinasi tersebut, dengan melakukan analisis perbandingan terhadap kaolin tanpa perlakuan apapun. Sampel kaolin mengalami peristiwa dehidroksilasi, vibrasi ulur, dan vibrasi tekuk pada beberapa daerah serapan yaitu 3692 cm-1, 3653 cm-1, 3620 cm-1, 1114 cm-1, 1029 cm-1, 911 cm-1, 527 cm-1, dan 460 cm-1. Karakterisasi dengan metode mikroskop elektron yang dilengkapi dispersi energi sinar-X (SEM-EDX) dilakukan untuk mengetahui morfologi dan komposisi secara semi kuantitatif dari kaolin yang telah melalui proses aktivasi dan kalsinasi. Hasil SEM memperlihatkan bahwa morfologi Kaolin Badau Belitung berupa lembaran yang berlapis, hal ini masih terlihat pada temperatur kalsinasi 500oC, sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC sudah tidak ditemukan lagi. Sementara EDX memperlihatkan bahwa larutan H2SO4 3M sebagai media pertukaran kation dapat mengurangi kadar pengotor pada Kaolin Badau Belitung berupa Kalium, Besi dan Zinc masing-masing sebanyak 17,5%, 56,7%, dan 54% pada temperatur kalsinasi 500oC. Sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC, kadar pengotor tersebut berkurang masing-masing sebanyak 56%, 9%, dan 29,2%. Sedangkan pada penggunaan larutan H2SO4 4M berdasarkan hasil karakterisasi EDX, kadar pengotor Besi naik 18%, Kalium berkurang 12% dan tidak ditemukannya lagi Zinc pada temperatur kalsinasi 500oC. Sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC, kadar pengotor Besi naik 30%, Kalium berkurang 15%, dan tidak ditemukannya lagi Zinc. Karakterisasi Brunauer-Emmett-Teller (BET) dilakukan untuk mengetahui pengaruh temperatur kalsinasi terhadap luas permukaan dari kaolin yang telah melalui proses aktivasi dan kalsinasi. Volume pori dan luas permukaan spesifik meningkat seiring dengan peningkatan temperatur kalsinasi masing-masing 311,36% dan 350% pada temperatur kalsinasi 500oC, sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC masing-masing menjadi 445% dan 515,62%. Sebaliknya diameter pori mengalami penurunan 26% dan 42%, masing-masing pada temperatur kalsinasi 500oC dan 700oC. Karakterisasi difraksi sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui perubahan kristalinitas dari kaolin, dimana grafik XRD menunjukkan hilangnya peak kaolinit. ......Kaolin is a mineral with a high content of silica and alumina. Indonesia has abundant natural resources in the form of kaolin, one of which is in Badau Belitung. Kaolin as a source of silica and alumina must be converted into metakaolin by a series of processes, namely activation and calcination before it can be used as an ingredient in zeolite synthesis. In this study, kaolin activation was carried out using cation exchange media in the form of sulfuric acid solution with different concentrations, namely 3M and 4M. The mixing was done mechanically using a magnetic stirrer for 24 hours at a temperature of 50oC. Calcination was carried out in a furnace at temperatures of 500oC and 700oC. Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) characterization was carried out to prove that the O-H functional group is lost at the calcination temperature, by performing a comparative analysis of kaolin without any treatment. Kaolin samples experienced dehydroxylation, stretching vibrations, and bending vibrations in several absorption areas, namely 3692 cm-1, 3653 cm-1, 3620 cm-1, 1114 cm-1, 1029 cm-1, 911 cm-1, 527 cm-1, and 460 cm-1. Characterization using Scanning Electron Microscopy with Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX) was carried out to determine the morphology and composition of kaolin which had gone through the activation and calcination processes. SEM results showed that the morphology of Kaolin Badau Belitung form is layered sheets, this is still visible at the calcination temperature of 500oC, but at the calcination temperature of 700oC the layered sheets are no longer found. Meanwhile, EDX showed that the H2SO4 3M solution as a cation exchange can reduce the impurities levels in Badau Belitung Kaolin such as Potassium, Iron and Zinc, respectively 17.5%, 56.7%, and 54% at calcination temperature of 500oC. Whereas, at calcination temperature of 700oC, the levels of those impurities were reduced 56%, 9% and 29.2%, respectively. Whereas in the use of H2SO4 4M solution based on the results of EDX characterization, showed that impurities content of Iron increased by 18%, but potassium was reduced by 12% and zinc was not found at the calcination temperature of 500oC. Meanwhile, the calcination temperature of 700oC, iron impurities levels increased by 30%, but potassium was reduced by 15%, and zinc was no longer found. Brunauer-Emmett-Teller (BET) characterization was carried out to determine the effect of calcination temperature on the surface area of kaolin which had gone through the activation and calcination processes. The pore volume and specific surface area increased with increasing the calcination temperature, respectively 311.36% and 350% at 500oC, while at the calcination temperature 700oC became 445% and 515.62%, respectively. In contrast, the pore diameter decreased 26% and 42%, respectively at the calcination temperature of 500oC and 700oC. X-ray Diffraction (XRD) characterization was carried out to determine the change in crystallinity of kaolin, where the XRD graph showed the loss of kaolinite peaks.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysius Almadeo Sukoco
Abstrak :
Penelitian mengenai pengaruh penambahan bahan pengisi atau filler berupa bahan pati dan bahan kaolin terhadap peningkatan kekuatan rekat Polivinil Asetat (PVAc) telah dilakukan. Penambahan filler dilakukan dengan dua kondisi yang berbeda yakni filler tanpa pemanasan dan filler yang melibatkan pemanasan. Pada setiap kondisi, dilakukan variasi komposisi filler yang ditambahkan ke PVAc antara lain 1%, 3% dan 5%. Terkhusus untuk kondisi filler dengan pemanasan, filler dilarutkan dengan akuades dengan temperatur 70-80 °C serta kecepatan pengadukan 300 rpm selama 60 menit. Pencampuran PVAc dengan berbagai variasi komposisi filler pati dan kaolin dilakukan dengan kecepatan agitasi 300 rpm selama 60 menit. Pengujian kekuatan rekat sampel dilakukan berdasarkan ASTM D905-03 tentang uji kuat geser dan diperoleh hasil kekuatan rekat PVAc meningkat seiring penambahan filler pati dan kaolin hingga batas komposisi 3%, lalu untuk komposisi filler sebanyak 5% kekatan rekat yang dihasilkan menurun. Evaluasi beberapa parameter juga dilakukan dalam penelitian ini yang meliputi, pengukuran pH, densitas, viskositas, dan kandungan padatan (solid content). Beberapa metode karakterisasi juga dilakukan yakni FTIR, SEM dan PSA. Spektrum FTIR menunjukkan adanya kemiripan antara PVAc murni dan PVAc yang dilakukan penambahan filler, dengan adanya sedikit pergesaran serta penambahan spektrum dan intensitas puncak. Hasil SEM menunjukkan morfologi partikel filler pati dan kaolin yang tersebar dan mengisi pori matriks PVAc. Seiring penambahan komposisi filler, hasil PSA menunjukkan peningkatan ukuran rata-rata diameter partikel dari 2,12 μm hingga 6,29 μm. ......Polyvinyl Acetate (PVAc) has been studied to find out what happens when fillers like starch and kaolin are added to make the glue stronger. Filler were added in two different ways: with or without heat. In each condition, different amounts of filler were mixed into the PVAc, such as 1%, 3%, and 5%. For the filler condition with heating, the filler was mixed with distilled water at 70–80°C and 300 rpm for 60 minutes. The PVAc was mixed with different combinations of starch and kaolin filler at a speed of 300 rpm for 60 minutes. The shear strength test of the samples was carried out according to ASTM D905-03, and the results showed that adding starch and kaolin fillers increased the adhesive strength of PVAc up to a composition limit of 3%. After that, the adhesive strength actually went down at a composition limit of 5%. Several parameters, such as pH, density, viscosity, and solid content, were also measured as part of this study. FTIR, SEM, and PSA were also used to figure out what the material was like. With a small shift and spectrum addition, the FTIR spectrum shows that pure PVAc and PVAc with filler added are generally similar. The SEM results showed the shape of the starch and kaolin filler particles, which were scattered and filled the holes in the PVAc matrix. When more filler is added to PVAc, the PSA results show that the average particle size was increased from 2,12 µm to 6,29 µm. 
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafie Alifasyah
Abstrak :
Penelitian mengenai pengaruh konsentrasi asam klorida dan suhu kalsinasi terhadap pembentukan metakaolin sebagai bahan baku zeolit telah dilaksanakan dengan baik. Kaolin memiliki kandungan utama alumina dan silika. Aktivasi kaolin dilakukan secara kimia dan termal untuk mendapatkan metakaolin yang lebih reaktif. Pada penelitian ini aktivasi kimia kaolin dilakukan dengan mencampur media aktivasi berupa asam klorida dengan konsentrasi 3M dan 4M. Pencampuran dilakukan dengan magnetic stirrer selama 24 jam pada suhu 50oC. Kalsinasi dilakukan dengan furnace pada temperatur 500oC dan 600oC. Data pengujian inframerah (FTIR) menunjukkan peningkatan transmitansi peak gugus hirdoksil pada kaolin pada konsentrasi 4M lebih besar dibandingkan dengan 3M sebesar 2% pada peak 3692 cm-1, 1,95% pada peak 3653 cm-1, dan 1,91% pada peak pada 3620 cm-1 pada suhu kalsinasi 600°C yang menandakan penetrasi dari ion H+ ke struktur kaolin dan berikatan dengan gugus hidroksil, serta terdapat perubahan bentuk dan posisi dari gugus Si-O yang menunjukkan distorsi saat kalsinasi. Karakterisasi dengan menggunakan metode mikroskop elektron yang dilengkapi dispersi energi sinar-X (SEM-EDX) dilakukan untuk mengetahui morfologi dan komposisi secara semi kuantitatif dari kaolin setelah dilakukan aktivasi. Pada sampel kaolin dengan temperatur kalsinasi 500°C dan 600°C memiliki morfologi yang tidak teratur yang menandakan terbentuknya metakaolin. Hasil dari pengujian difraksi sinar-X (XRD) menunjukkan penurunan secara signifikan peak kaolinit setelah kalsinasi temperatur 500°C dan 600°C yang menandakan perubahan kaolin menjadi metakaolin Berdasarkan pengujian EDX terjadi penurunan pengotor pada sampel kaolin teraktivasi asam klorida 3M terhadap raw kaolin sebesar 63,89% elemen Zn, 35% elemen Fe, dan 36,17% elemen K pada suhu kalsinasi 600°C. secara signifikan setelah dilakukan aktivasi asam. Karakterisasi Brunauer-Emmett-Teller (BET) dilakukan untuk mengetahui pengaruh temperatur kalsinasi terhadap luas permukaan dari kaolin yang telah dilakukan aktivasi dan kalsinasi. Luas permukaan kaolin meningkat sebesar 344% terhadap raw kaolin setelah dilakukan kalsinasi pada temperatur kalsinasi 500°C dan meningkat sebesar 389% terhadap raw kaolin pada temperatur kalsinasi 600°C. ......Research on the effect of hydrochloric acid concentration and calcination temperature on metakaolin ordering as a zeolite raw material has been carried out well. Kaolin contains mainly alumina and silica. Activation of kaolin is carried out chemically and thermally to obtain metakaolin which is more reactive. In this research, kaolin chemical activation was carried out by mixing with ion exchange medium in the form of hydrochloric acid with a concentration of 3M and 4M in a magnetic stirrer for 24 hours at a temperature of 50°C. Calcination is carried out in a furnace at temperatures of 500°C and 600°C. Infrared (FTIR) test data showed that the increase in transmittance of the hydoxyl group peaks on kaolin at a concentration of 4M was greater than that of 3M by 2% at the peak of 3692 cm-1, 1.95% at the peak of 3653 cm-1, and 1.91% at the peak at 3620 cm- 1 at a calcination temperature of 600°C which indicates the penetration of the H + ion into the kaolin structure and binds to the hydroxyl group, and there is a change in the shape and position of the Si-O group which shows distortion during calcination. Characterization using the electron microscope equipped with X-ray dispersion (SEM-EDX) method was carried out to see the calculated data and composition of kaolin after activation. Kaolin sample with a calcination temperature of 500°C and 600°C shows an irregular morphology which indicate transformation from kaolin to metakaolin. Results of the X-ray diffraction (XRD) test showed a significant decrease in the peak kaolinite after calcination at a temperature of 500°C and 600°C, which indicates a change in kaolin to metakaolin. Based on the EDX testing, there was a significant decrease in impurities in the kaolin sample activated by 3M hydrochloric acid against raw kaolin by 63.89% Zn elements, 35% Fe elements, and 36.17% K elements at a calcination temperature of 600°C. after acid activation was performed. Brunauer-Emmett-Teller (BET) characterization was carried out to see the effect of calcination temperature on the surface area of activated and calcined kaolin. The surface area of kaolin increased by 344% against raw kaolin after calcination at a calcination temperature of 500°C and increased by 389% for crude kaolin at a calcination temperature of 600°C.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Revita Saragi
Abstrak :
ABSTRAK
Sintesis Zeolit NaY menggunakan sumber alam alumina dan silika memiliki banyak tantangan. Berfokus pada pengurangan bahan sintetis, dalam penelitian ini, sintesis telah dilakukan menggunakan kaolin alam Bangka Belitung sebagai sumber silika dan alumina. Pre-treatment pada kaolin diperlukan melalui proses aktivasi, pemurnian, dan kalsinasi. Selanjutnya, zeolit NaY juga disintesis menggunakan kaolin alami sebagai sumber silika dan alumina dengan beberapa jenis benih yang dibuat dari sumber silika yang berbeda, yaitu Ludox HS40, Na-silikat, dan NaY komersil dari Wako. Semua material kemudian dikarakterisasi menggunakan XRD, FTIR, dan SEM-EDX. Dapat dilihat bahwa seed dari Ludox HS40 memberikan NaY terbaik. Tapi, zeolite NaP menjadi pengotor utama. Rasio Si/Al NaY zeolit adalah ~1.78 dengan bentuk pola difraksi mirip dengan yang ada dalam literatur. Sehingga disimpulkan, sintesis NaY menggunakan aluminasilika alam sebagai sumber silika dan alumina cukup berhasil. Hasil uji perengkahan memperlihatkan jika katalis dengan material sintetik (HY sintetik) memiliki persen konversi, yield dan selektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan katalis dengan campuran bahan alam (HY MKSE dan HY SE). Namun, setiap katalis memiliki persen yield dan selektivitas lebih tinggi terhadap produk C5 dibandingkan dengan produk lainnya.
ABSTRACT
Synthesis of sodium Y zeolite (NaY Zeolite) using natural sources of alumina and silica is interesting yet challenging. Focused on reducing synthetic material, in this research, synthesis has been carried out using Bangka natural Kaolin as silica and alumina sources. Pretreatment on kaolin was needed through the process of activation, purification, and calcination. The purpose of activation process is to remove the polar impurities, free oxides in the surface that cover up the pores, and release the water that trapped in the pores of the materials. The purification was conducted using Na-acetate buffer solution with ratio 1:3 (w/v). The calcination process was required because Si-O and Al-O structures in Kaolin are inactive and inert. Synthesis of NaY zeolite was conducted with the addition seed gel using hydrothermal method with 24 hours at the temperature 100 oC for crystallization. Furthermore, NaY zeolites were also synthesized using natural kaolin as silica and alumina sources with several types of seeds made from different silica sources, i.e Ludox HS40, Na-silicate, and NaY zeolite from Wako . All materials then were characterized using XRD, FTIR, and SEM-EDX. It can be seen that seed from Ludox HS40 gives the best NaY. But, NaP zeolite becomes the main impurities. The Si/Al ratio of NaY zeolite is ~1.78 but the shape of the crystals is similar to that in literature. To conclude, synthesis of NaY using natural aluminasilicates as source is considerably successful. The cracking test results show if the catalyst with synthetic material (HY synthetic) has a higher percent conversion, yield and selectivity compared to a catalyst with a mixture of natural materials (HY MKSE and HY SE). However, each catalyst has a higher percent yield and selectivity for C5 products compared to other products.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T51691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>