Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sidik Hadi Suwito
Abstrak :
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam upaya memenuhi kebutuhan personel Polri khususnya yang berpangkat Perwira, maka dilaksanakan proses seleksi Akpol (Akademi Kepolisian)  bertahap oleh Polri. Pada pelaksanaan seleksi tersebut, Kapolri mendeligasikan kewenangan kepada Kapolda dan jajaran melalui seleksi penerimaan Akpol yang dilaksanakan masing - masing Kepolisian Daerah. Hal ini dilakukan untuk memenuhi standar rasio jumlah personel Polri sesuai dengan DSP (Daftar Susunan Personel) Polri seperti yang tercantum dalam peraturan Kapolri. Kegiatan seleksi penerimaan perwira Polri merupakan salah satu bagian dari  kegiatan manajemen sumber daya manusia Polri. Hal ini dikarenakan kualitas pelaksanaan kegiatan seleksi tersebut akan berpengaruh kepada kualitas calon-calon perwira Polri yang akan dihasilkan. Agar kualitas pelaksanaan dari kegiatan seleksi menjadi lebih baik dan menghindari berbagai macam bentuk penyimpangan dari ketentuan yang telah ditetapkan maka dalam kegiatan seleksi tersebut harus merujuk pada Good Governance. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan rekrutmen Akpol dapat menjaring calon pemimpin-pemimpin yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip-prinsip good governance dalam kegiatan Rekrutmen Akpol tingkat daerah yaitu di Polda Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskripsi. Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Hasil akhir dari penelitian ini yaitu masih ada beberapa prinsip-prinsip good governance yang masih belum diterapkan dalam rekrutmen Akpol tahun anggaran 2017 di Polda Jawa Barat, Sehingga pada pelaksanaanya terjadi kericuhan. Hal tersebut dikarenakan adanya kebijakan yang dibuat oleh Kapolda Jawa Barat mengenai kebijakan persentase kelulusan Akpol dibagi menjadi kuota khusus putra daerah dan kuota non putra daerah. Kebijakan itulah yang membuat adanya polemik dalam pelaksanaan Rekrutmen akpol di Polda Jawa Barat, sehingga Rekrutmen akpol di Polda Jawa Barat akhirnya diambil alih oleh Mabes polri. ......The Indonesian National Police (Polri) in an effort to meet the needs of Polri personnel, especially those with the rank of Officers, a gradual selection process for the Police Academy (Police Academy) by the National Police. In the implementation of the selection, the Chief of Police delegated authority to the Regional Police Chief and ranks through the selection of the Police Academy that was carried out by each Regional Police. This was done to meet the standard ratio of the number of Polri personnel in accordance with the DSP (List of Personnel Arrangements) of the Indonesian National Police as stated in the National Police regulation. Polri officers' recruitment selection activities are part of the National Human Resources management activities. This is because the quality of the implementation of the selection activities will affect the quality of the candidates for the Police officers who will be produced. In order for the quality of the implementation of the selection activities to be better and avoid various forms of deviations from the stipulated provisions, the selection activities must refer to Good Governance. This is so that the Police Academy recruitment activities can recruit qualified leaders. The study aims to determine how the principles of good governance are applied in the Regional Police Academy Recruitment activities at the West Java Regional Police. This study uses a qualitative approach with the method of description. Based on its benefits, this study included descriptive research. The final result of Police Academy recruitment in the West Java Regional Police is that there are still some principles of good governance that are still not applied in the 2017, so there is chaos in the implementation. This is because the West Java Regional Police Chief made the policy about percentage of the Police Academy graduation is divided into special quota for male regions and non-male regional quota. That policy made the polemic in the implementation of the Police Academy recruitment in the West Java Regional Police, so that the recruitment of the AKPOL in the West Java Regional Police was finally taken over by the National Police Headquarters.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T52004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tabah Sulistyo
Abstrak :
Rekrutmen Hakim merupakan basis independensi kekuasaan kehakiman. Penelitian ini bermaksud menjawab permasalahan terkait konstruksi rekrutmen hakim di Indonesia, bagaimana implementasi setelah rekrutmen menjadi kewenangan satu atap, dan bagaimanakah rekrutmen hakim ideal untuk ketatanegaraan Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode yuridis normatif melalui studi literatur, dengan perbandingan Negara Belanda, Perancis, Italia, Jepang dan India. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Konstruksi rekrutmen hakim Indonesia dibangun dari pergeseran rekrutmen oleh kementerian kehakiman menjadi model rekrutmen oleh Mahkamah Agung dengan sistem satu atap. Selanjutnya pasca amandemen rekrutmen hakim dijalankan dengan model Komisi Yudisial. Implementasi rekrutmen hakim di Indonesia masih belum sejalan dengan konsepsi Judicial Self governance, dimana rekrutmen masih belum terstandarisasi baik dari sisi pelaku, metode dan persyaratan. Rekrutmen hakim agung menggunakan metode appointment by judicial commission meskipun kewenangan DPR telah dianulir MK, namun metode cooperative appointment masih terus dijalankan dengan metode double fit and proper test. Rekrutmen hakim tingkat pertama dilaksanakan dengan metode recruitment by political institution dengan sub model Ministry, meskipun pasca putusan MK diperintahkan untuk dilakukan secara judicial self appointment namun nyatanya MA menyerahkan proses kepada Menpan-BKN yang notabene eksekutif. Sedangkan untuk hakim adhoc dan hakim pajak, potensial dengan intervensi eksekutif dalam pelaksanaan rekrutmennya. Sebagai bentuk ideal yang ditawarkan adalah rekrutmen hakim dengan metode appointed by judicial commission dengan model single body appointment, idealitas model rekrutmen terletak pada asas-asas rekruitmen yang transparan, akuntabel, partisipatif dan obyektif dengan sinergi antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.  Saran penelitian, pengaturan rekrutmen hakim perlu diatur dalam konstitusi kita, standarisasi tersebut termasuk dalam konsistensi personal judicial self-governance dengan berpegang pada Independensi dan efektifitas administrasi peradilan.    ......The selection of Judges is the basis of judicial independence. This research was designed to exercise, the construction of judge appointment process in Indonesia, How the recruitment of judge was implemented under the one roof system and answering the ideal model of judge appointment in Indonesia. This was normative juridic research, conducted by literature study, and comparative study to Netherland, France, Italy, Japan, and India. The conclusions show that the construction of Judicial Appointment in Indonesia was shifted from Ministry of Justice to Judicial self-Appointment by the one roof system enactment.  The construction shifting continuous to “appointment by Judicial council/commission model” after the amendment. The implementation of the judge appointment process was not suitable to the principles of Judicial Self-governance, since the subject, method and requirement were not standardized. The judge appointment was Implemented as follow, Supreme court judge appointment was using the “appointment by judicial commission model” even though Legislative involvement were annulled by the supreme court, but the cooperative appointment is still being practiced with the double fit and proper test method. The Implementation of first instance judge appointment was conducted ala recruitment by political institution, in sub-Ministry model, this model was against the constitutional court decision since it should be held by “judicial self-appointment” since judicial commission involvement was unconstitutional, but supreme court was given the authority to state apparatus ministry and state civil servant Body (Menpan-BKN) instead. While the appointment of ad hoc judges and tax judges were potentially open the interference by the executive.  The study proposed the appointment by judicial commission with the single body appointment model as the ideal model. The ideal appointment method needs to rely on the core principles of appointment which are transparent, accountable, participative, and objective, this also need Supreme Court dan Judicial Commission synergy. The study suggests that our constitution needs to arrange the Judge appointment mechanism, this also includes the personal judicial self-governance based on independence and effectiveness of the judiciary.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guspita Arfina
Abstrak :
Proses pengisian jabatan hakim konstitusi merupakan salah satu persoalan mendasar pada sistem peradilan Mahkamah Konstitusi. Seleksi yang dilakukan dapat memengaruhi kualitas, kinerja dan keputusan dari seorang hakim. Menurut, Pasal 24C ayat 3 UUD NRI 1945, Mahkamah Konstitusi memiliki sembilan orang hakim yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden. Pada praktiknya, ketiga lembaga negara tersebut memiliki perbedaan dalam proses seleksi hakim konstitusi. Perbedaan terjadi karena tidak terdapat peraturan yang jelas yang mengatur standar seleksi tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu aturan dan mekanisme pengisian jabatan hakim konstitusi yang dilakukan saat ini sehingga konsep yang ideal dapat diformulasikan khususnya untuk Presiden. Metode penelitian adalah yuridis-normatif yang mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Analisis berupa pembahasan mengenai kesesuaian antara penerapan prinsip transparansi, partisipasi, objektivitas dan akuntabilitas yang diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan praktek dilakukan oleh Presiden. Ketiadaan peraturan yang jelas mendorong perumusan peraturan agar mengatur secara jelas standar seleksi hakim konstitusi melalui undang-undang yang berlaku bagi seluruh lembaga negara atau melalui peraturan presiden yang berlaku khusus untuk Presiden sebagai salah satu lembaga negara. Penelitian akan mencoba memberikan saran pelaksanaan seleksi terbuka melalui panitia seleksi guna memenuhi penerapan empat prinsip pengisian jabatan hakim konstitusi. Proses pengisian jabatan hakim konstitusi merupakan salah satu persoalan mendasar pada sistem peradilan Mahkamah Konstitusi. Seleksi yang dilakukan dapat memengaruhi kualitas, kinerja dan keputusan dari seorang hakim. Menurut, Pasal 24C ayat 3 UUD NRI 1945, Mahkamah Konstitusi memiliki sembilan orang hakim yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden. Pada praktiknya, ketiga lembaga negara tersebut memiliki perbedaan dalam proses seleksi hakim konstitusi. Perbedaan terjadi karena tidak terdapat peraturan yang jelas yang mengatur standar seleksi tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu aturan dan mekanisme pengisian jabatan hakim konstitusi yang dilakukan saat ini sehingga konsep yang ideal dapat diformulasikan khususnya untuk Presiden. Metode penelitian adalah yuridis-normatif yang mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Analisis berupa pembahasan mengenai kesesuaian antara penerapan prinsip transparansi, partisipasi, objektivitas dan akuntabilitas yang diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan praktek dilakukan oleh Presiden. Ketiadaan peraturan yang jelas mendorong perumusan peraturan agar mengatur secara jelas standar seleksi hakim konstitusi melalui undang-undang yang berlaku bagi seluruh lembaga negara atau melalui peraturan presiden yang berlaku khusus untuk Presiden sebagai salah satu lembaga negara. Penelitian akan mencoba memberikan saran pelaksanaan seleksi terbuka melalui panitia seleksi guna memenuhi penerapan empat prinsip pengisian jabatan hakim konstitusi. ...... The process of filling the position of constitutional court justices is one of the fundamental issues in judicial system, especially the Constitutional Court. Under the provisions of Article 24C Paragraph 3 of 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, the Indonesian Constitutional Court has nine justices, nominated by Supreme Court, People 39 s Legislative Assembly, and President. The three state institutions have differences in selecting justices because of lack of clear regulation as standard for the selection. Therefore, research is conducted to find out current regulations and mechanisms of selecting justices so that later the ideal concept can be formulated, particularly for the President. The research method is juridical normative method that refers to legal norms in legislation. Analysis is conducted by discussing the conformity between the implementation of transparency, participation, objectivity and accountability principles that have been regulated in the Constitutional Court Law with practices conducted by President. The lack of clear regulation encourages the formulation of regulation that clearly regulates standard selecting justices through applicable laws for three state institutions or presidential decree specifically for President. Furthermore, the research will try to advise the implementation of open selection through selection committee to fulfill the implementation of principles in selecting the justices.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library