Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. A. Sudi Yatmana
Jakarta: Grasindo, 1992
392.592 SUD u (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Mumfangati
Abstrak :
Serat Wulang Pandhita Tekawardi merupakan salah satu karya sastra jawa yang berisi piwulang atau ajaran. Piwulang atau ajaran tersebut pada dasarnya berupa nilai nilai luhur hasil pemikiran nenek moyang pada masa lampau. Kehidupan masa lampau tercermin dalam karya sastra kuna, khususnya Serat Wulang Pandhita Tekawardi. Naskah ini sesuai dengan judulnya berisi piwulang atau ajaran, terdiri dari 2 bagian;bagian pertama adalah ajaran atau piwulang yang diberikan oleh pendeta purwaduksina kepada istrinya; bagian kedua berisi ajaran pendeta tekawardi yang berada di gunung melinggeretna kepada muridnya. permasalahan dalam kajian ini adalah apa saja kandungan nilai budaya dalam serat Wulang Panditha Tekawardi. selain itu akan dilihat relevansinya dalam kehidupan masyarakatsekarang. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengungkapkan nilai - nilai budaya dalam serat Wulang Panditha Tekawardi. pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan. selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif analisis. Hasil kajian menunjukkan bahwa Wulang Panditha Tekawardi berisi nilai- nilai yang masih dapat dimanfaatkan dan diterapkan dalam kehidupan masa sekarang. Nilai -nilai tersebut yaitu nilai religius, nilai kesetiaan, nilai moral, nilai etika, dan nilai didaktis. Oleh karena itu mempelajari, mengungkapkan dan melaksanakan ajaran ajaran yang ada dalam teks tersebut merupakan tindakan yang tepat. hal ini dimaksudkan agar nilai - nilai luhur tersebut tidak lenyap begitu saja bahkan mempu menjadi ciri jati diri bangsa Indonesia pada umumnya, masyarakat Jawa khususnya.
Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, 2017
794 PATRA
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Sejak usia muda, Sultan Hamengku Buwono II (HB II) telah menunjukkan pribadinya sebagai bangsawan Yogyakarta yang menjaga integritas dan kekuasaan Kesultanan Yogyakarta. Ia menjadi musuh utama Belanda yang dianggap telah melakukan intervensi terlalu jauh dalam kehidupan kraton Yogyakarta yang menurunkan wibawa raja-raja Jawa. Setelah memegang tampuk pemerintahan tahun 1792, ia tetap menunjukkan tekadnya untuk menjunjung tinggi kebesaran tradisi dan kewibawaan Kesultanan Yogyakarta. Hal ini mengakibatkan terjadinya benturan dengan tuntutan dan kepentingan para penguasa kolonial yang ingin memaksakan kehendaknya kepada raja-raja Jawa. Atas dasar itu, Sultan HB II selalu melawan tekanan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Sebagai akibat dari sikapnya itu, pemerintah kolonial menggunakan berbagai alasan untuk menurunkan tahtanya. Selama hidupnya, Sultan HB II mengalami dua kali penurunan tahta (tahun 1811 oleh Daendels dan 1812 oleh Raffles), bahkan dibuang sebanyak tiga kali sebagai hukuman yang dijatuhkan kepadanya (Penang 1812, Ambon 1817, dan Surabaya 1825). Pemerintah kolonial akhirnya harus mengakui kewibawaan Sultan HB II yang terdesak sebagai akibat dari pecahnya perang Diponegoro. Ia dibebaskan dari pembuangannya dan dilantik kembali menjadi raja di Yogyakarta. Sampai akhir hayatnya Sultan HB II tidak pernah mau bekerja sama dengan Belanda apalagi untuk menangkap Diponegoro atau menghentikan perlawanannya. Hingga kini masih banyak karya peninggalan Sultan HB II yang mengingatkan pada watak dan masa pemerintahannya. Baik karya sastra, karya seni maupun bangunan fisik mengingatkan pada kebijakan, tindakan dan watak Sultan HB II semasa hidupnya.
Abstract
Since his younger age, Sultan Hamengku Buwono II indicated that he always refused the Dutch intervention in the sultanate?s palace of Yogyakarta. He became rival of the Dutch governments because of his opinion that the Dutch had intervented too much in the cultural and noble life?s sultanate of Yogyakarta. After his coronation as a sultan in Yogyakarta in 1792, he kept his mind to guard the Java?s glorious tradition and the traditional power of the Sultan. This condition caused a great conflict between the Sultan and the Dutch government. Sultan HB II tried to refuse all the intervention of Dutch Government. As consequences of his character, the colonial government proposed to replace the Sultan with the crown prince. During his life, he accepted twice decoronation (in 1811 by Gouvernor General Daendels and in 1812 by Leutnant General Raflles) and he was exiled three times (Penang in 1812, Ambon in 1817 and Surabaya in 1825). Finally, the Dutch Government recalled him to be a sultan in Yogyakarta to persuade all princes who supported Prince Diponegoro?s revolt. Unfortunately, till his death, he still refused to cooperate with the colonial government. To the present, there are many works of this sultan as: literary works, philosophy, arts dan physical buildings, which describes his characters toward the colonial government.
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI;Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia], 2008
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Kusparyati Boedhijono
Abstrak :
Penelitian tentang kehidupan Anak-anak pada masa lampau belum banyak dilakukan. Berdasarkan alasan itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi kelangkaan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memahami peran anak-anak di masa lampau dalam kegiatan kesehariannya. Kegiatan keseharian yang dimaksud adalah aktivitas anak pada saat tertentu sepanjang hari, yang meliputi : Anak dan pengasuhan, Anak dan pendidikan, Anak dan kegiatan rumah tangga, Anak dan kesehatan, Anak dan keagamaan. Penelitian ini dilakukan berdasarkan data artefaktual dan data tekstual. Dimaksud dengan data artefaktual adalah Arca dan Relief Anak, sedangkan data tekstual adalah ceritera tentang anak dalam sumber tertulis, yaitu prasasti dan naskah kuna yang berbahasa Jawa Kuna dan Jawa Tengahan. Tiga hal pokok yang dikaji dalam penelitian ini adalah: Identifikasi profil anak-anak; Lingkungan masyarakat di mana mereka hidup; Kehidupan keseharian anak-anak. Untuk mencapai Tujuan Penelitian digunakan tiga tingkat cara penelitian yang biasa dilakukan dalam penelitian Arkeologi yaitu: Tingkat pengumpulan data, Pengolahan data, dan Penafsiran data.
Abstract
There were not many researchers focus on the children?s life in the ancient times. This research was done based on that fact. Objective of this research is to comprehend the children?s roles in the ancient time, in their daily activities. Daily activities that included in this research are: child and nurture, child and education, child and home activities, child and health, and, child and religion. This research was done based on the artifacts? data and textual data. Artifacts? data are statues and reliefs, while textual data are written stories about children; i.e. inscriptions and ancient manuscripts in ancient Java language and mid-ancient Java language. Three main objects of research are: children?s profile identification, community environment in where they lived, children?s daily life. Research methodologies are: data collection, data processing, and data interpretation.
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI;Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia], 2008
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
PATRA 5(1-2) 2004
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mawaddatul Khusna Rizqika
Abstrak :
Budaya Jawa sangat dekat dengan unsur tanah. Orientasi kehidupan sehari-hari berpusat pada keselarasan antara dirinya sebagai makhluk manusia dengan alam sebagai kesatuan bagian yang lebih luas. Upaya manusia Jawa dalam menjaga hubungan baik dengan alam dapat dilihat pada penggunaan ani-ani saat proses panen padi di sawah. Konsep penghormatan kepada Dewi Sri atau Dewi Padi oleh masyarakat Jawa mendasari praktik budaya ini. Menjaga Dewi Sri sama halnya dengan menjaga alam. Demikian juga sebaliknya. Kajian ini bertujuan untuk menginterpretasi koleksi ani-ani yang dikelola oleh Museum dan Cagar Budaya. Koleksi ani-ani tidak hanya dilihat sebagai benda material, tetapi juga memiliki makna mendalam khususnya bagi para pendukung kebudayaan itu sendiri. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah kualitatif yang berdasarkan pada koleksi ani-ani milik Museum dan Cagar Budaya dari wilayah budaya Jawa, khususnya Jawa Tengah
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta, 2022
900 JSB 17:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lagiman
Abstrak :
Pengambilan bahan skripsi dari Kitab Wedhatama ini tiada lain hanyalah ingin memperdalam ajaran filsafat yang ada dalam kebudayaan Indonesia sendiri, khususnya kebudayaan Jawa. Kitab Wedhatama dapat ditinjau dari berbagai segi dan disiplin ilmu; seperti sejarah, kesusastraan, filologi dan sebagainya. Skripsi ini membatasi diri pada pembahasan ajaran moralnya saja dengan pendekatan filsafat. Wedhatama adalah sebuah karya sastra yang berbentuk syair dalam tembang Macapat. Menurut buku terjemahan Wedhatama terbitan Yayasan Mangadeg Surakarta, bentuk wedhatama itu ada dua naskah yang berbeda jumlah bait-baitnya...
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S16190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Noviyanti
Abstrak :
Pernikahan merupakan salah satu siklus kehidupan terpenting bagi masyarakat Jawa. Sebagai tahapan terpenting tentu pernikahan perlu dimaknai secara mendalam. Upacara pernikahan yang juga merupakan representasi kebudayaan pun tak lepas dari pemaknaan tersebut. Salah satu unsur kebudayaan adalah bahasa, maka bahasa merupakan media yang tepat untuk menggali pemaknaan dari upacara pernikahan. Pada penelitian ini, objek dikhususkan pada istilah yang digunakan untuk menamakan tahapan dalam upacara pernikahan Jawa. Lebih khusus lagi, penelitian ini mengambil istilah yang digunakan dalam panggih. Sumber data adalah naskah Gambar Manton Putri Putra Kraton Ngayogyakarta (KBG 929), berupa nama tahapan upacara yang meliputi balang-balangan gantal, dhaup, macul tumpeng, mijiki, kapondhong, dan nitih jempana. Data dianalisis dengan teori analisis komponen (Nida, 1975 dalam Rahyono, 2012). Teori tersebut digunakan untuk menggali makna kaitan antara bahasa yang bersangkutan dengan objek yang terdapat di dunia realitas. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa makna leksikal istilah-istilah tersebut berhubungan dengan harapan kehidupan berumah tangga mempelai. ......Marriage constitute one of the most important life cycle for Javanesse people. As one of the most important stages, it is certainly needed to be understood in depth. Wedding ceremony which also represents of the culture, included to be understood as well. As we know, language is one of the cultural elements. Language can be a good media to dig the meaning of the culture, in this context is wedding ceremony. On this research, object is devoted on the term which used for naming stages in Javanese wedding ceremony. More specifically, this research took the term which used in panggih. The data is taken from the manuscript Gambar Manton Putri Putra Kraton Ngayogyakarta (KBG 929), especially the name of the ceremonial stages which are balang-balangan gantal, dhaup, macul tumpeng, mijiki, kapondhong, and nitih jempana. Data were analyzed with componential analysis theory (Nida, 1975 in Rahyono, 2012). Those theories are used to dig the meaning by connecting the languages with the referent in reality. The result of this research shows that the words conduct the message of how marriage life should be.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3   >>