Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Khoirnafiya
"Disertasi ini membahas tentang gerakan kebangkitan kembali (revival) Penghayat-Kejawen yang dalam arti luas juga merupakan gerakan kepercayaan, adat, dan tradisi. Keberadaan gerakan ini menunjukkan adanya dinamika gerakan kembali kepada Kepercayaan, adat, dan tradisi di tengah-tengah gencarnya gerakan keagamaan yang berbasis trans-nasional yang cenderung kosmopolitan. Bingkai gerakan kebangkitan mengartikulasikan ajaran, praktik ritual keseharian, aksi resistensi (perlawanan), serta aksi-aksi lain yang dikonstruksi dan digunakan dalam gerakan kebangkitan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memotret kekompleksan kondisi dan akvitas Penghayat-Kejawen dalam penelitian. Kerja lapangan (fieldwork) dalam penelitian ini dilakukan dengan etnografi multisitus, mengikut gerak dari Penghayat. Teknik pengumpulan data pada penelitian adalah observasi partisipasi dan wawancara mendalam, dan analisis konten terhadap media sosial yang dipergunakan Penghayat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada artikulasi faktor pendorong munculnya gerakan kebangkitan Penghayat-Kejawen. Gerakan kebangkitan itu didorong oleh berbagai determinan (penentu), yaitu landskap, sejarah, dan nilai-nilai Kejawen yang saling terkait. Nilai-nilai Kejawen menjadi penting ketika dipandang sebagai ideologi dari aktivis yang mendorong aksi gerakan. Dalam teori gerakan sosial, konstruksi nilai-nilai tersebut adalah bingkai budaya yang menunjukkan bahwa perjuangan Penghayat-Kejawen adalah perjuangan budaya (simbolik/identitas/nilai) melampaui perjuangan kelas yang dilakukan oleh aktor (aktivis) Penghayat dalam merespon kesempatan politik dan mengkonstruksi sumber daya. Hasilnya pada era sekarang, Penghayat-Kejawen melakukan caracara mobilisasi “baru”, yaitu artikulasi cara-cara/strategi dengan memadukan cara-cara tradisional (ritual) dan modern (kelembagaan dan media internet/media sosial) dalam berbagai bentuk bukan serta opoisisi (resistensi), tetapi pemosisian dengan kolaborasi, negosiasi, dan lobi. Jika asumsi bahwa Penghayat-Kejawen bersifat mistis dan ekslusif (tertutup), penelitian ini justru menunjukkan bahwa mereka menjalin interaksi dengan berbagai pihak yang menjadi aliansi (sekutu), yaitu berkolaborasi dengan orang atau kelompok lain yang berada di pemerintahan (negara) dan lembaga swadaya masyarakat. Interaksi tersebut menentukan eleman gerakan Penghayat-Kejawen dan menciptakan bentuk gerakan revivalisme/nativisime “baru” yang dilakukan oleh Penghayat-Kejawen yang berbeda dengan gerakan Penghayat era kolonialisme.

This dissertation discusses Penghayat-Kejawen and their revival movement, generally defined as a movement of belief, custom and tradition. Its presence indicates a dynamics of returning to belief, custom, and tradition, amid the vigorous movement of trans-national and relatively cosmopolitan religiosity. Its framework articulates teachings, daily ritual practice, resistance, and other actions that are constructed and applied in the revival movement.
This research applies qualitative method to portray Penghayat-Kejawen’s condition complexity and activity. Fieldwork during this research was conducted by means of multi-sited ethnography, by following the movement of Penghayat. Data was collected using participatory observation and in-depth interview, as well as content analysis of social media used by Penghayat.
Research result indicates that the revival of Penghayat-Kejawen is encouraged by articulation factor, with its various determinants, i.e., landscape, history, and related values of Kejawen. The values become crucial when viewed as ideologies of activists encouraging the movement. In the theory of social movement, construction of the values is a cultural framework, indicating that the struggle of PenghayatKejawen is a cultural struggle (related to symbol/identity/value), surpassing class struggle performed by actors (activists) of Penghayat in responding to their political opportunity and reconstructing resources. As a result, Penghayat-Kejawen performed “new” mobilization method, i.e., method/strategy articulation by integrating traditional method (rituals) and modern (institutional method and internet/social media) in various forms, i.e., positioning by means of collaboration, negotiation, and lobby, instead of opposition (resistance). In spite of the assumption that Penghayat-Kejawen is mystical and exclusive, this research reveals that they interact with various alliance parties, by collaborating with other person or groups of people under the goverment (state) and non-governmental organization. The interaction determines the element of Penghayat-Kejawen and creates “new” revivalism/nativism movement which differs from Penghayat during colonialism era.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galih Andy Prasetya
"Masjid Kuncen Madiun merupakan masjid yang dibangun beriringan dengan berdirinya Madiun sebagai pusat pemerintahan tahun 1575 oleh Pangeran Timur, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga sebagai artefak budaya yang merefleksikan proses islamisasi di Madiun. Penelitian ini mengkaji gaya bangunan Masjid Kuncen sebagai representasi akulturasi antara budaya lokal Jawa dan ajaran Islam dalam konteks arsitektur masjid kuno. Metode penelitian yang digunakan mengacu pada pendekatan arkeologi menurut Robert J. Sharer dan Wendy Ashmore (2003) yang meliputi tujuh tahapan. Gaya bangunan Masjid Kuncen menampilkan ciri khas masjid kuno Jawa sebagaimana dikemukakan oleh G.F. Pijper dan Sumijati Atmosudiro, seperti atap tumpang, tidak memiliki menara, soko guru sebagai penopang utama, serta pawestren sebagai ruang ibadah perempuan. Elemen-elemen bangunan seperti, teras, serambi, ragam hias, dan sistem tata ruang mengadopsi rumah tradisional Jawa sekaligus mengintegrasikan arsitektur Islam. Hasil analisis mengungkapkan adanya adopsi bentuk, teknologi, dan ornamen dari budaya lokal Jawa yang kemudian diselaraskan dengan Islam.

Kuncen Mosque in Madiun was established in 1575 alongside the founding of Madiun as a governmental center by Prince Timur. Besides serving as a place of worship, the mosque functions as a cultural artifact that reflects the Islamization process in the region. This study examines the architectural style of Kuncen Mosque as a representation of the acculturation between Javanese local culture and Islamic teachings within the context of ancient mosque architecture. The research method follows an archaeological approach as proposed by Robert J. Sharer and Wendy Ashmore (2003), consisting of seven stages. The architectural features of Kuncen Mosque reflect traditional Javanese mosque characteristics as described by G.F. Pijper and Sumijati Atmosudiro, such as tiered roofs (atap tumpang), the absence of a minaret, soko guru (main pillars), and pawestren (a dedicated prayer space for women). Architectural elements such as terraces, porches, ornamentation, and spatial layout adopt forms from traditional Javanese houses while also integrating Islamic architectural principles. The analysis reveals an adaptation of form, technology, and ornamentation from Javanese local culture that has been harmonized with Islamic values. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library