Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Naskah ini merupakan jilid pertama dari lima jilid Serat Catur Pandaha. Namun rangkaian naskah ini tidak merupakan suatu seri yang utuh, karena baik teks awal maupun akhir tidak ada. Menurut keterangan di luar teks, naskah ini disalin oleh Citrasantana (h. i) dan dibeli oleh Pigeaud dari Sinoe pada bulan Juni 1939. Serat Catur Pandaha merupakan roman sejarah bercampur legenda yang menceriterakan empat kerajaan di Jawa Timur, yaitu Kediri, Jenggala, Ngurawan dan Singasari, masing-masing dengan rajanya yang bemama Prabu Lembu Amijaya, Prabu Lembu Amiluhur, Prabu Lembu Amisena dan Mahaprabu Amisani. Adapun Serat Catur Pandaha ini merupakan bagian dari rangkaian karangan Ranggawarsita yang diberi judul Serat Pustakaraja, yang terdiri dari Pustakaraja Purwa, Pustakaraja Madya dan Pustakaraja Wasana (atau Pustaka Puwara). Serat Catur Pandaha ini adalah bagian pertama dari Pustakaraja Wasana, yang meliputj periode 1087-1110 tahun 'suryasangkala' (1120-1144 'candrasangkald'). Untuk mengetahui lebih jauh tentang rangkaian karya besar Ranggawarsita ini dapat dilihat pada deskripsi SMP/MN.49-68, MSB/L.270-282a dan FSUT/CH.34-45; sedangkan untuk mengetahui isinya dapat diperiksa pada Pratelan I: 439-474. Teks Catur Pandaha I ini dimulai dari raja Jenggala, yaitu Lembu Amiluhur sedang menerima utusan dari adiknya, raja Kediri, yang memberitahukan bahwa permaisurinya baru saja melahirkan anak perempuan. Raja Jenggala sangat senang menerima kabar tersebut, dan meminta kepada patih Jayambadra, utusan tadi untuk menyampaikannya kepada adiknya, bahwa ia akan segera ke sana beserta para raja mancanegara. Teks berakhir dengan larinya Prabu Lembu Amisena, raja Ngurawan, karena pemberontakan untuk mengungsi ke negeri Jenggala diantar oleh raja Kediri dan Singasari. Ceritera disambung dengan patih Jaksanagara bertapa di tengah rawa, dan setelah 100 hari ditemui burung dhandhang, disusul bergantian berturut-turut oleh ikan deleg, ikan lele, dan ikan uceng. Kesemuanya memberitahukan dengan bahasa sasmita bahwa manusia di dunia ini ditempati nafsu angkara murka, sedih, kecewa dan lain-lain."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
CH.7-NR 371
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Jilid kedua dalam seri lima naskah Catur Pandaha (Pustakaraja Wasana) yang diturun oleh Citrasantana di Mangkunagaran, sekitar tahun 1920an (FSUI/CH.7-11). Lihat deskripsi naskah CH.7 untuk keterangan selanjutnya tentang teks prosa yang diciptakan oleh Ranggawarsita. Adapun jilid dua ini dimulai dari Jaksanagara yang bertambah sedih setelah mendengar bahasa sasmita para binatang. Tidak berapa lama Jaksanagara didatangi Jawata yang memberitahukan bahwa sebentar lagi ia akan bertemu orang-orang yang bemama Jakapiturun, Jakapiruku dan Jakapirurun, ketiga orang inilah yang akan menjadi lantaran pengampunan bagi dirinya, dan sejak itu pun Jaksanagara tidak merasa sedih lagi. Teks berakhir dengan kisah Raden Selaraja berperang melawan seekor gajah. Setelah gajah dapat dibunuh, tiba-tiba muncul lima raksasa yang menyambutnya dengan sangat ramah. Salah satu dari kelima raksasa tadi memberitahukan bahwa dirinya sebenamya adalah gajah yang ia bunuh. Mereka sebenamya sangat ingin berjumpa dengannya karena kagum akan kebijaksanan Raden Selaraja."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
CH.8-NR 372
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Jilid ketiga dalam seri lima naskah Catur Pandaha (Pustakaraja Wasana) ini diturun oleh Citrasantana di Mangkunagaran, sekitar tahun 1920an (FSUI/CH.7-11). Lihat deskripsi naskah CH.7 untuk keterangan selanjutnya tentang teks prosa yang diciptakan oleh Ranggawarsita. Adapun jilid tiga ini dimulai dari kehma raksasa yang menyambut Raden Selaraja memberitahukan keadaan hutan dan jalan yang akan ditempuhnya. Raden Selaraja pun merasa senang atas pemberitahuannya ini dan mengucapkan terima kasih sebelum meneruskan perjalanan. Teks berakhir dengan kisah Prabu Pandayadarma, raja di Bojanagara yang mengembara di hutan. Di tengah hutan banyak binatang bersuara, seakan-akan menasehatinya, maka ia pun bertambah sedih, dan kemudian menyerahkan diri kepada Jawata linuwih. Pada malam harinya merangkak hingga tiba di jurang."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
CH.9-NR 373
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Jilid keempat dalam seri lima naskah Catur Pandaha (Pustakaraja Wasana) yang diturun oleh Citrasantana di Mangkunagaran, sekitar tahun 1920an (FSUI/CH.7-11). Lihat deskripsi naskah CH.7 untuk keterangan selanjutnya tentang teks prosa yang diciptakan oleh Ranggawarsita. Adapun jilid empat ini berawal ketika pada suatu malam, Prabu Pandayadarma sampai di suatu jurang, kemudian berendam dalam sendang sambil memohon kepada Jawata linuwih. Pagi harinya beberapa orang kampung yang mau mengambil air menemukannya, dan menanyakan siapa sebenamya orang yang sedang berendam dalam sendang. Prabu Pandayadarma mengaku dirinya adalah raja di Bojanagara. Orang-orang kampung pun menyebarkan berita tersebut kepada seluruh warga, maka berdatanganlah mereka sambil membawa sirih dan buah-buahan untuk disuguhkan kepada Prabu Pandayadarma. Orang-orang kampung sepakat meminta Prabu Pandayadarma untuk mengusir wabah penyakit yang sedang melanda kampung mereka, sebab mereka mengira bahwa prabu Pandayadarma seorang dukun. Teks berakhir dengan kisah Arya Subrata atau Arya Murdaningkung yang diserahi kerajaan oleh mertuanya, raja Sumedang, karena ia dan patihnya, yaitu adiknya sendiri, akan mencari kesempumaan. Sebelum meninggalkan kerajaan ia memberi nasihat bagaimana menjadi seorang raja yang baik dan bijaksana."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
CH.10-NR 374
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Jilid terakhir dalam seri lima naskah Catur Pandaha {Pustakaraja Wasana) yang diturun oleh Citrasantana di Mangkunagaran, sekitar tahun 1920an (FSUI/CH.7-11). Lihat deskripsi naskah CH.7 untuk keterangan selanjutnya tentang teks prosa yang diciptakan oleh Ranggawarsita. Isi teks mengisahkan Arya Subrata ketika mendengarkan nasehat dari raja Sume-dang yang akan meninggalkan kerajaan, menyerahkan kerajaan kepadanya. Ia sangat berterima kasih dan semoga sepeninggal beliau kerajaan Sumedang tetap sejahtera. Teks berakhir dengan kisah Kyai Pangrawit yang ketakutan setelah diketahui siasatnya oleh Raden Brajanata. Ia minta maaf, karena ia sebenarnya hanya melakukan perintah seorang kyai yang bernama Kyai Pangawi, anak Kyai Pangawin."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
CH.11-NR 375
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Teks berbentuk dialog kakak beradik, yang masing-masing menjabat sebagai demang dan kebayan. Pembicaraan membahas tentang keanehan makam Nyai Demang yang meninggal ketika sedang hamil tua. Keanehan tersebut adalah dengan keluar masuknya seorang bayi melalui sebuah lubang yang terdapat di makam tersebut. Ternyata bayi tersebut merupakan anak Nyai Demang. Keanehan lainnya adalah ketika kubur tersebut dibongkar, ternyata mayat Nyai Demang tinggal tulang, tetapi pada bagian dada sebelah kiri masih tampak segar, dan saat itu sang bayi sedang menyusu ibunya. Anak tersebut kemudian diasuh oleh saudara perempuan Kyai Demang, dan diberi nama Tuhusih. Setelah dewasa, Tuhusih diambil selir oleh Pakubuwana V dan mempunyai anak laki-laki bernama Pangeran Harya Panular. Adapun makam Nyai Demang tersebut terletak di desa Karangturi, kecamatan Tegalreja, Magelang. Naskah ini merupakan salinan ketikan dari sebuah naskah yang mendapatkan hadiah utama dalam sayembara yang diadakan oleh Poesaka Djawi tahun 1927 Penyalinan diprakarsai Th. Pigeaud pada tahun 1928. Bandingkan FSUI/LS.12, 42, 45, 46, dan 87 untuk contoh lain tulisan para peserta lomba tersebut. Keberadaan naskah induk itu sendiri tidak diketahui hingga kini."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
LS.43-A 12.06
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Mas Reditanaja Atmaja
"Naskah ini ditulis oleh RM. Reditanaja Atmaja pada tanggal 14 Januari 1939. Teks bercerita mengenai kelahiran Rara Beruk anak Ki Jagawara dari desa Palar yang nantinya menjadi istri Paku Buwono VIII. Orang tuanya hidup dalam keprihatinan dan rajin bersemedi sehingga memperoleh anak yang cantik dan bersinar. Cerita diakhiri dengan pernikahannya dan mendapatkan gelar Kanjeng Ratu Kencana Beruk. Daftar pupuh sebagai berikut: 1. Dandanggula; 2. Megatruh; 3. Sinom; 4. Asmaradana; 5. Sinom; 6. Mijil; 7. Pucung; 8. Pangkur; 9. Maskumambang; 10. Dandanggula. Asal koleksi milik R. Tanojo."
LS.9-KS 7
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini beris teks yang menceritakan tentang kejayaan Prabu Jayabaya dari kerajaan Daha (Kediri). Pada sampul naskah disebutkan bahwa naskah ini milik GPH. Prabu Winata, Surakarta."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
LS.3-KS 48
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Gubahan Jayengwiharja ini, berisi teks yang menerangkan sejarah terjadinya petilasan Sendhang Mudal dan Astana Pasareanipun Kyai Arisbaya. Cerita pertama tentang riwayat hidup R. Jaka Kalaras, dari saat membuka hutan untuk pemukiman di lereng G. Kendheng, hingga akhir hayatnya. Istrinya, Retna Dewi Pandan Arum tak berapa lama kemudian juga meninggal, makamnya diberi nama makam Nyai Ageng Rengganis. Cerita kedua berkisah tentang sepak terjang Raden Jaran Panolih (Kyai Arisbaya), menantu Prabu Brawijaya V, yang berasal dari Madura, hingga akhir hayatnya, dan kemudian dimakamkan di Pesisir Samudra Hindia. Naskah mulai dikerjakan pada bulan Januari 2603 (1943)."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
LS.39a-W 66.19
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini terdiri dari tiga teks, yaitu: 1. Aji Jayabaya berisi nasihat kepada seseorang bahwa sebaiknya meninggalkan perbuatan buruk dan melakukan perbuatan yang penuh kebaikan; 2. Serat wedharaga berisi pegangan hidup menuju kesempurnaannya kehidupan; 3. Kisah perjalanan hidup Jaka Tarub sampai bertemu dengan Dewi Nawangwulan, menikah kemudian mempunyai anak bernama Dewi Nawangsih. Asal koleksi R. Tanojo."
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], [Date of publication not identified]
LS.7-KT 55
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>