"Tulisan ini mencoba mempertanyakan kembali seberapa jauh keterlibatan peranan budaya Jawa dalam memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ajaran Islam, bidang-bidang apa yang tampak jelas pengaruhnya, serta corak Islam yang bagaimana yang akhirnya muncul ke permukaan Penyebaran dakwah Islam di tanah Jawa boleh dikatakan tidak mengalami tantangan secara fisik. Islam tumbuh dan berkembang pesat di Jawa melalui cara damai dan bukan melalui cara paksaan atau penaklukan. Akan tetapi suasana damai yang dirasakan dakwah Islam di Jawa, tidak berarti ikut mempercepat proses peralihan kepercayaan orang-oranq Jawa ke dalam Islam secara kafah (menyeluruh), karena unsur-unsur kepercayaan lama yang masih tertanam kuat di hati mereka malah turut berbaur ke dalam tubuh Islam yang baru mereka anut. Dan pada perkembangan selanjutnya telah menandai corak keislaman mereka dengan sebutan Islam Jawa. Munculnya corak keislaman seperti itu, secara kronologis akan ditelusuri melalui fase-fase pertumbuhan agama Islam; kapan, dari mana, siapa para penyebarnya, dan mazhab apa yang berkembang di tanah Jawa, serta metode pengenalan peran Islam yang bagaimana yang disampaikan kepada masyarakat setempat ? Tokoh penyebar agama Islam generasi pertama di tanah Jawa dikenal dengan sebutan Wali Songo. Di antara mereka, dikatakan ada yang telah menggunakan sarana budaya setempat untuk memperkenalkan ajaran Islam. Usaha ini dimaksudkan agar masyarakat setempat tidak merasa asing terhadap eksistensi Islam, sekaligus untuk menghindari kekhawatiran bahwa masyarakat setempat akan lari menjauh bila kepercayaan lama mereka dihantam secara frontal. Di sisi lain, budaya Jawa itu sendiri dikatakan memiliki suatu kemampuan dalam mengolah dan menyeleksi pengaruh asing untuk disesuaikan dan diselaraskan dengan cita-cita setempat (Local, Genius). Kemampuan ini telah dibuktikan ketika pengaruh Hindu-Budha datang di tanah Jawa. Lalu benarkah corak Islam Jawa itu muncul karena akibat adanya faktor Local Genius tersebut? Ataukah karena akibat penerapan metode pengenalan Islam yang kompromistis yang akhirnya malah memberi peluang bagi kambuhnya corak kepercayaan lama? Lewat penulisan skripsi ini, pertanyaan di atas akan dibahas melalui sebuah studi kasus tentang persentuhan antara dakwah Islam dan konsepsi kedudukan raja-raja Jawa yang dianggap memiliki citra adikodrati (Raja-Dewa)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S13353
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
"ABSTRAKPenulis dalam jurnal ini akan membahas salah satu pengajian bertarekat Amaliyah yang berada di Majelis zikir as-Samawat al-Maliki tepatnya di daerah Kembangan, Jakarta Barat. Pendiri Majelis as-Samawat al-Maliki adalah Syaikh KH. Sa rsquo;adih al-Batawy. Pada saat pendirian majelis zikir as-Samawat al-Maliki ini dianggap berbeda pada tarekat pada umumnya, tarekat Amaliyah tidak memiliki silsilah langsung yang terhubung ke Rasulullah. Hal-hal yang penulis ingin bahas dalam jurnal ini yaitu sejarah munculnya tarekat Amaliyah di majelis zikir as-Samawat, silsilah guru tarekat Amaliyah, cara persebaran tarekat Amaliyah, pendiri tarekat Amaliyah yang berada di majelis zikir as-Samawat al-Maliki di Kembangan, Jakarta Barat. Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk mendeskripsikan tarekat Amaliyah beserta amalan-amalannya yang berada di majelis zikir As-Samawat Kembangan Jakarta Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah metode penulisan kualitatif melalui wawancara dan studi kepustakaan. Kesimpulan dari penelitian dalam jurnal ini adalah Amaliyah merupakan tarekat baru, walaupun tarekat Amaliyah bersifat baru namun sudah banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Hal itu dikarnakan metode zikir dan program pengobatannya yang digunakan tarekat Amaliyah ini tidak terlalu ekstrim dan sangat membantu bagi masyarakat Indonesia.ABSTRACTThe author in this journal will discuss one of the Amaliyah inspired studies that are in the Assembly of dhikr as Samawat al Maliki precisely in Kembangan, West Jakarta. The founder of the Assembly as Samawat al Maliki is Shaykh KH. Sa 39 adih al Batawy. At the time of the establishment of the As Samawat al Maliki Assembly is considered different in the tariqa in general, the Amaliyah tariqa has no direct pedigree connected to the Messenger of Allah. Things that the author wants to discuss in this journal is the history of the emergence of the Amaliyah tarekat in the assembly of dhikr as Samawat, the lineage of the Amaliyah tariqa teacher, the way of the distribution of the Amaliyah congregation, the founder of the Amaliyah tariqa located in the assembly of dhikr as Samawat al Maliki in Kembangan, Jakarta West. The purpose of this journal is to describe the Amaliyah tarekat and its deeds in the assembly of dhikr As Samawat Kembangan West Jakarta. The method used by the authors in this study is the method of qualitative writing through interviews and literature study. The conclusion of the research in this journal is that Amaliyah is a new tarekat, although the Amaliyah tariqa is new but has been in great demand by the people of Indonesia. It was dikarnakan method of remembrance and treatment program used by Amaliyah tariqa is not too extreme and very helpful for the people of Indonesia."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library