Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Jakarta: The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program, 2010
343INDI004
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Abunawas
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian investasi di DKI Jakarta dalam kaitannya dengan dikeluarkannya Kebijakan Pakto 93. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (1) Memberikan penjelasan mengenai Kebijakan Ekonomi Pakto 93. (2) Memberikan penjelasan mengenai proses perijinan investasi di DKI Jakarta serta, (3) Analisis kebijakan Deregulasi Pakto 93 Bidang investasi di DKI Jakarta terhadap pengusaha yang telah memperoleh persetujuan investasi. Minat penanaman modal PMDN dan PMA di DKI Jakarta pada tahun 1993/1994 relatif rendah yaitu sekitar Rp. 11.670 milyar untuk PMDN dari target investasi Rp. 12.300 milyar, dan USS 2.229 juta untuk PMA dari target investasi USS 4.500 juta. Sementara itu minat investasi ditingkat nasional pada tahun 1993x'1994 adalah Rp. 50.525 milyar untuk PMDN dan USS 8.027 juta untuk PMA. Rendahnya minat investasi di DKI Jakarta ini memberi tanda kemungkinan adanya hambatan kegiatan investasi. Proses perijinan penanaman modal khususnya di DKI Jakarta sebelum dikeluarkan Pakto 93 yang mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 1984 dan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 17.30 Tahun 1985. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tabun 1984 tersebut disebutkan bahwa proses perijinan penanaman modal dilakukan dengan sistim pelayanan tunggal (One Stop Service). yaitu dikoordinir oleh BKPMD yang bekerjasama dengan instansi terkait baik di Tingkat I maupun di Tingkat II. Adapun inti dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tabun 1984 tersebut meliputi 3 hal yaitu :
Ijin Pencadangan Tanah/Surat Pencadangan Tanah diberikan kepada pemohon/calon Investor yang telah memperoleh Surat Persetujuan Sementara (SPS) dari BKPM Pusat dengan melampirkan bukti pemilikan Tanah dan Keterangan Rencana Umum dari Sudin Tata Kota wilayah.
Ijin Lokasi dan Ijin Pembebasan Hak atas Pembelian Tanah diberikan kepada pemohon/penanaman modal yang telah memperoleh Surat Persetujuan Tetap (SPT) atau Surat Pemberitahuan Persetujuan Presiden (SP3) dengan melampirkan bukti pemilikan tanah/bukti-bukti pembebasan tanah, keterangan rencana kota, dan rekomendasi Analisis Dampak Lingkungan.
Untuk Ijin Bangunan akan diberikan kepada pemohon/penanam modal setelah BKPMD terlebih dahulu mengadakan konsultasi teknis dan kelengkapan administrasi dengan Dinas Pengawas Peinbangunan Kota (DP2K) dan telah melunasi biaya retribusi yang telah ditentukan.
Sedang untuk Ijin Undang-Undang Gangguan baru akan diberikan kepada penanam modal setelah permohonan tersebut oleh Biro Ketertiban c.q. Bagian Undang-Undang Gangguan meneliti dan memeriksa keberadaannya di lapangan. Secara keseluruhan proses perijinan dan pemberian pelayanan ini dibutuhkan waktu selama 221 hari. Setelah keluarnya Pakto 93. maka terjadi pemangkasan birokrasi, dimana beberapa perijinan penanaman modal PMA dan PMDN kewenanganya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II, yaitu. meliputi (1) Ijin lokasi sesuai dengan Rencana Tata Ruang, dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. (2) Hak Guna Bangunan. Hak Guna Usaha dan Hak Pengelolaan dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. (3) Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum Dati II/Satuan Kerja Teknis atas nama Bupati/Walikotamadya yang bersangkutan atau Kepala Dinas P2K (bagi DKI Jakarta) atas nama Gubernur KDKI Jakarta. (4) Ijin Undang-undang Gangguan (HO) dikeluarkan oleh Sekretaris Wilayah Daerah Tingkat II atas nama Bupati/Walikotamadya yang bersangkutan atau Kepala Biro Ketertiban atas nama Gubernur KDKI Jakarta. Dengan berlakunya Pakto 93 berdasarkan perhitungan dan hasil studi lapangan menunjukkan adanya keterlambatan dalam pengurusan perizinan khususnya dalam pemberian Ijin Lokasi dan Pembebasan Hak Atas Pembelian Tanah serta Pemberian Hak Atas Tanah sebagai akibat dan hambatan internal (instansi pemberi pelayanan) maupun sebagai akibat hambatan eksternal (pengurusan untuk penyelesaian pemrosesan perijinan). Rata-rata lama proses perijinan investasi baik PMA/PMDN adalah 515 Mari, sedangkan khusus untuk PMA lama keterlambatan proses perijinan adalah 599 hari, serta untuk PMDN 423 hari. Realisasi investasi nasional baik PMA maupun PMDN, realisasinva masih rendah. Untuk PMA realisasi investasi dari tahun 1993 - 1994 sebesar 40,7 persen dan terus menurun dimana pada tahun 1996 - 1997 hanya sebesar 27,3 persen. Sedangkan untuk PMDN pada tahun 1997 sebesar 58,6 persen. dimana pada tahun 1995/1996 sebesar 60,4 persen dan pada tahun 1996/1997 mengalami penurunan sehingga menjadi 54,5 persen. Untuk menarik minat investasi. tindak lanjut dari berbagai kebijaksanaan untuk mengurangi hambatan investasi sebaiknva dilakukan usaha untuk mempercepat lamanya waktu pemrosesan perijinan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mangindaan, Belinda
Abstrak :
Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi. Dalam perkembangannya, Reksa Dana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif telah banyak diminati oleh para pemodal terutama nasabah bank karena proses pembentukkannya lebih mudah. Dalam kegiatan penjualan produk Reksa Dana saat ini lembaga perbankan mulai berperan aktif sebagai agen penjual dalam bentuk kerja sama antara lembaga perbankan dengan Manajer Investasi sebagai penerbit Reksa Dana. Sehingga permasalahan yang diajukan adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah bank pemegang Reksa Dana yang telah membeli Unit Penyertaan melalui bank sebagai agen penjual dan bagaimana tanggung jawab bank sebagai lembaga terpercaya terhadap nasabahnya yang telah membeli Unit Penyertaan Reksa Dana melalui bank sebagai agen penjual? Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dan termasuk dalam bentuk penelitian yang evaluatif. Tidak berbeda dengan pemegang Reksa Dana yang membeli Unit Penyertaan tanpa melalui bank sebagai agen penjual, perlindungan hukum terhadap nasabah bank pemegang Reksa Dana yang membeli Unit Penyertaan Reksa Dana melalui bank sebagai agen penjual hanya terlihat dari kewajiban Manajer Investasi yang memberikan kesempatan dengan jangka waktu tertentu kepada pemodal untuk menjual kembali Unit Penyertaannya. Tanggung jawab bank sebagai agen penjual Reksa Dana hanya sebatas kewajiban memberikan transparansi informasi produk secara utuh mengenai karakteristik, risiko serta biaya-biaya yang melekat pada produk yang ditawarkan. Karena Bank Indonesia melalui peraturannya telah mengizinkan perbankan untuk memasarkan produk yang diterbitkan oleh lembaga keuangan selain bank, maka saran yang dapat penulis berikan untuk dapat memberikan kepastian hukum kepada para nasabah bank adalah agar Bank Indonesia segera membuat ketentuan mengenai kebijakan dan prosedur perbankan dalam kegiatannya sebagai agen penjual Reksa Dana.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16393
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Asri Maya
Abstrak :
Reksadana seperti mata uang dengan dua muka: how to gathering money and how to managing money. Para pemodal harus mengetahui bahwa manajer investasi memperoleh imbalan setiap bulan, tak soal apakah nilai kekayaan bersih setiap unit penyertaan naik atau turun. Sedangkan Manajer investasi adalah lembaga yang mengelola portofolio investasi, baik reksa dana maupuri portofolio lainnya. Manajer investasi dapat dilihat dari dua segi, yaitu manajer investasi sebagai lembaga yang mempunyai izin sebagai pengelola reksa dana dan manajer investasi sebagai pengelola reksa dana dan bekerja pada lembaga pengelola portofolio. Seorang yang piawai dalam mengelola portofolio dikarenakan pengalaman dan informasi yang sangat cepat serta jaringan kerja sangat luas. Dalam melasanakan pekerjaannya, Manajer Investasi diawasi oleh Bapepam. Bapepam merupakan badan yang mewakili pemerintah yang bertugas untuk mengawasi semua aktifitas pasar modal yang salah satunya reksa dana. Pengawasan tersebut semata-mata karena pemerintah bertanggung jawab untuk melindungi harta masyarakat, supaya dana investor dikelola ulah Manajer Investasi secara layak dan Manajer investasi bekerja sesuai dengan kontrak dan peraturan yang berlaku. Bapepam melakukan pengawasan terhadap kinerja Manajer investasi melalui instrumen undang-undang untuk memberikan batasan-batasan wewenang dan tanggung jawabnya, larangan-larangan, dan teknis pada aktifitas pengelolaan dana yang dihimpun dari para investornya.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Silviana
Abstrak :
Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain tunduk pada Undang-Undang Pasar Modal untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal. Bagaimana penegakan Prinsip Keterbukaan di Pasar Modal serta bagaimana tanggung jawab Direksi Perusahaan jika terjadi pelanggaran Prinsip Keterbukaan dalam suatu perusahaan merupakan masalah yang akan diteliti dalam tesis penelitian yang digunakan dalam adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggung jawab atas kepengurusan perusahaan dan mewakili perusahaan baik didalam maupun diluar pengadilan. Sebagai kewajiban untuk menerapkan Prinsip Keterbukaan Direksi bertanggung jawab penuh atas kebenaran setiap informasi yang dikeluarkan perusahaan terhadap pihak ketiga. Dalam pelanggaran prinsip keLerbukaan di Pasar Modal terdapat dua jenis sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar, yaitu sanksi administratif atau sanksi pidana. PenjaLuhan sanksi administratif ditujukan untuk perbuatan melanggarnya sedangkan penjatuhan sanksi pidana ditujukan kepada si pelanggar dengan tujuan memberikan hukuman kepada si pelaku. Dengan adanya sanksi yang diatur dalam Undang-Undang pasar Modal, diharapkan dapat memajukan manajmen suatu perusahaan yang bertanggung jawab sehingga dapat terlaksananya Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sompie, Talita Tamara
Abstrak :
Kebijakan liberalisasi ritel yang membuka bisnis ritel terhadap investasi asing, mendorong pesatnya pertumbuhan industri ritel Indonesia, mengakibatkan menjamurnya ritel-ritel modern. Hal ini selain membawa dampak positif, juga membawa dampak negatif kepada pelaku usaha dalam negeri, khususnya para pelaku usaha kecil. Ritel modern umumnya adalah pelaku usaha dengan modal besar serta jaringan yang luas, yang secara otomatis dapat mendominasi pasar. Dominasi pasar tersebut tidak hanya akan berdampak pada pelaku usaha lain dalam hubungan horizontal, melainkan juga pada pelaku usaha lain dalam hubungan vertikal, yaitu pemasok. Tesis ini memberikan penjelasan bahwa dominasi ritel modern dapat menciptakan ketidaksebandingan posisi tawar antara ritel modern dan pemasok yang dapat mengarah kepada penyalahgunaan posisi tawar yang dominan (abuse of dominant bargaining position) oleh ritel modern yang dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat. Oleh karena itu, hampir semua negara melarang tegas aktivitas tersebut, tidak terkecuali Indonesia, Amerika Serikat dan Jepang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang mengacu pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam Tesis ini, penulis mengambil studi kasus penyalahgunaan posisi tawar yang dominan oleh Carrefour Indonesia yang dilakukan dengan menerapkan persyaratan perdagangan (trading terms) yang memberatkan pemasok, yang dilakukan dengan menganalisa putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun 2005 dan 2009. Selain itu Tesis ini juga memberikan gambarang tentang bagaimana larangan atas penyalahgunaan posisi dominan di dalam hukum persaingan Amerika Serikat dan Jepang.
The retail liberalization policy which opened the retail sector towards foreign investments, encouraging the rapid growth of the retail industry in Indonesia. Beside causing a positif impact, the situation also causing negative impact towards local businesses. Generally, modern retail come with high capital and extensive networks, which automatically could dominate the market. The market domination not only have impact to other businesses in horizontal relation, but have impact to other businesses in vertical relation, which is the supplier. This thesis giving explanation that the modern retail domination may cause unequality bargaining position between modern retail and the supplier which may leads to abuse of dominant bargaining position by the modern retail that leads to unfair competition. Therefore, almost every countries stricly prohibited the said activity, Indonesia, America and Japan are no exception. The thesis is made with judicial normative research methods which refers to Law Number 5 of 1999 on Prohibition on Monopoly and Unfair Practices. In this thesis, the researcher take a case study of abuse of dominant bargaining position by Carrefour Indonesia by implementing the trading terms, by analyzing the decision of Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) of 2005 and 2009.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T32643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivi Wijayanti
Abstrak :
Adanya upaya dari masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya membuat maraknya kegiatan menanamkan modal/investasi, akan tetapi hal itu berpotensi terjadinya kejahatan di bidang ekonomi yang dilakukan para pelaku usaha dalam bentuk korporasi, seperti pada pemasaran melalui cara Multi Level Marketing yag digunakan pada Virgin Gold Mining Corporation, yang mengaku sebagai sarana investasi yang focus pada eksplorasi dan industry tambang emas. Akan tetapi di Indonesia Virgin Gold Mining Corporation meskipun telah memiliki banyak investor Indonesia, ia tidak memiliki kantor perwakilan dan izin beroperasi di Indonesia. Sebagaimana permasalahan tersebut maka  permasalahan yang diangkat penulis pada penelitian hukum ini mengenai: (i) regulasi penipuan investasi dengan cara multi level marketing di Indonesia; (ii) bentuk pertanggungjawaban leader Virgin Gold Mining Corporation; dan (iii) peran Otoritas Jasa Keuangan dalam kasus Virgin Gold Mining Corporation dengan Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum dotriner atau yuridis normatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa belum adanya regulasi tindak pidana terhadap dugaan pelanggaran investasi dengan cara multi level marketing, dan leader Virgin Gold Mining Corporation dapatdimintakan pertanggungjawaban secara pidana bukan hanya perdata saja, serta peran Otoritas Jasa Keuangan memanglah terbatas karena Otoritas Jasa Keungan hanya bisa mengawasi sepanjang usaha tersebut mendapatkan izin yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keungan itu sendiri. ......The effort put by a society to improve their quality of  life causes opportunity of potential economic crimes committed by business people in form of corporations  such as marketing through the multi level marketing method used by VGMC which claims to be an investment medium that focuses on an exploration of gold mining industry. However, VGMC, despite having many investors from Indonesia, still does not have a representative office and permits to operate in Indonesia. As with the problems, the problems raised by the author in this legal research are: (i) regulation of investment fraud through the multi level marketing in indonesia; (ii) the form of the responsibility of the leader of Virgin Gold mining Corporation; (iii) the role of the financial services authority in the case Virgin Gold mining Corporation eith the type of research used in this thesis in normative legal or judicial legal research. So that it can be concluded that there is no regulation of criminal act against alleged investment violation by means of multi  level marketing and leader of Virgin Gold mining Corporationcan be asked for criminal responsibility, not just civil matters, also the role of the financial services authority is indeed limited because the financial services authority can only overseas as long as the business gets a permit issued by the financial services authority itself.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ermanto Fahamsyah
Abstrak :
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder yang terdiri dari sumber bahan hukum primer, sumber bahan sekunder dan sumber bahan tersier. Yang menjadi permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana substansi hukum pengaturan penanaman modal di Indonesia khususnya berkaitan dengan pemberian insentif dan pembatasan penanaman modal dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal? Bagaimana peranan aparatur pelaksana Undang-Undang Penanaman Modal dalam penanaman modal di Indonesia? Budaya hukum masyarakat Indonesia yang bagaimana yang mempengaruhi penanaman modal di Indonesia? Pelaksanakan pembangunan di Indonesia yang dilakukan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi memerlukan modal yang cukup besar dan tersedia pada waktu yang tepat. Modal ini dapat diperoleh melalui kegiatan penanaman modal. Untuk bisa mendorong penanaman modal dibutuhkan adanya syarat legal certainty atau kepastian hukum. Berkaitan dengan kepastian hukum setidak-tidaknya ada tiga kualitas yang perlu diciptakan oleh Undang-undang Penanaman Modal, sehingga dapat menciptakan kepastian hukum yaitu pertama, stability; kedua, predictability; ketiga, fairness. Pembahasan kepastian hukum ini harus meliputi aspek substansi hukum, mulai dari undang-undang sampai dengan peraturan-peraturan daerah dan putusan-putusan pengadilan. Untuk menjamin adanya konsistensi dalam pelaksanaan peraturan diperlukan adanya dukungan aparatur hukum yang profesional dan bermoral serta didukung dengan budaya hukum masyarakat. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagai dasar pelaksanaan penanaman modal di Indonesia diberlakukan di antaranya dalam rangka menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional sehingga perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional. Sebagai hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ditinjau dari aspek kepastian hukum, substansi hukum Undang-undang Penanaman Modal yang memuat tentang insentif dan pembatasan dalam kegiatan penanaman modal sudah dapat menciptakan stability, predictibility dan fairness. Sedangkan aparatur pelaksana Undang-undang Penanaman Modal dan budaya hukum masyarakat Indonesia dalam Penanaman Modal belum dapat memenuhi kualitas yang dipersyaratkan untuk dapat memberikan kepastian hukum yaitu stability, predictibility, dan fairness.
This research use the legal research method the normatif by using secondary data consisted of by the substance source legal the primary, source of substance of secondary and tertiary substance source. Becoming the problem of this thesis is how legal substance the arrangement of investment in Indonesia specially go together the gift of incentive and demarcation of investment in Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal? How role of legal structure of Undangundang Penanaman Modal in investment activity in Indonesia? Legal culture the Indonesia society which is how influencing investment activity in Indonesia? Development in Indonesia performed within frame push the economic growth need the big enough capital and made available when correct. This capital is obtainable passing activity of investment. To be able to push the investment required by the existence of condition of legal certainty. Go together the legal certainty in any case there is three quality which require to be created by Undang-undang Penanaman Modal, so that can create the rule of law that is first, stability; second, predictability; third, fairness. This legal certainty solution have to cover the aspect legal substance, start from law of up to by legislation decision and justice decision. To guarantee the existence of consistency in regulation execution needed by the existence of professional support legal structure and have moral to is and also supported legal culture society. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal as base of investment activity in Indonesia gone into effect among other things in order to facing global economics change and taking part in of Indonesia in so many job of is of equal international so that require to be created by climate of investment which kondusif, promotif, giving legal certainty, justice, and efficient fixed pay attention to the economic importance of national. As inferential research result that evaluated from of legal certainty aspect, legal substance the Undang-undang Penanaman Modal loading about incentive and demarcation in activity of investment activity have earned to create the stability, predictibility and fairness. While legal structure of UU Penanaman Modal and legal culture the Indonesia society in investment activity not yet earned to fulfill the quality which qualify to can to give the rule of law that is stability, predictability, and fairness.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37607
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Hasanuddin
Abstrak :
Penanaman modal asing secara langsung di Indonesia harus dilakukan dalam bentuk pendirian perusahaan joint venture antara investor asing dengan investor nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Selain berdasarkan adanya ketentuan Undang-undang, pendirian perusahaan joint venture juga dilakukan berdasarkan pertimbangan politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berkaitan dengan kepentingan para pihak terutama insvestor asing dalam melakukan investasi di Indonesia. Perusahaan joint venture ini didirikan dalam bentuk Perseroan Terbatas, yang tunduk kepada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sebelum membentuk Perusahaan Joint Venture para pihak terlebih dahulu membuat perjanjian joint venture yang menjadi dasar pendirian perusahaan joint venture. Dalam merumuskan perjanjian joint venture para pihak terikat dengan kaidah-kaidah yang terdapat dalam hukum perjanjian baik yang bersifat nasional maupun internasional seperti pacta sunt servanda, consensus, dan kebebasan berkontrak, karena para pihak berasal dari Negara yang berbeda. Dalam perjanjian joint venture ditetapkan tujuan dan kebijakan dari perusahaan joint venture yang dapat dipergunakan untuk menafsirkan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh perusahaan dengan para partner. Oleh karenanya dipandang perlu untuk mengkoordinasikan perjanjian joint venture dengan Anggaran Dasar Perusahaan Joint Venture yang tunduk kepada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Struktur perjanjian joint venture itu sendiri sekurang-kurangnya meliputi: objek usaha patungan, modal dan proporsi masing-masing pemegang saham, kepemilikan saham dan kemungkinan pengalihan saham pada pihak lain, penambahan modal dan pengeluaran saham baru, pengurusan perusahaan, kontrol atau pengendalian perusahaan, alih teknologi dan pengetahuan, lisensi paten dan merek dagang, klausul wanprestasi, keadaan darurat, klausul pilihan hukum dan klausul penyelesaian sengketa, pengakhiran perjanjian, dan pengaturan tentang amandemen atau perubahan perjanjian. Dalam hal adanya sengketa pada perusahaan joint venture, apabila sengketa tersebut terjadi antara pemegang saham, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui arbitrase atau melalui pengadilan tergantung kepada choice of jurisdiction yang menjadi kesepakatan kedua belah pihak. Apabila sengketa tersebut terjadi antara direksi, atau antara pemegang saham dengan direksi perusahaan joint venture (kasus gugatan derivatif), maka penyelesaiannya dilakukan melalui Pengadilan Negeri menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Apabila sengketa yang terjadi antara investor asing dengan Pemerintah, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui arbitrase internasional, seperti ICSID, atau lembaga penyelesaian sengketa lainnya yang disepakati oleh kedua belah pihak. ......Foreign direct investment in Indonesia shall be realized in form of joint venture company established by domestic and foreign investor, which is stipulated by law number 25 of 2007 concerning Investment. Beside according to the provisions of the law, the carrying out of establishment of joint venture company also based on politic, economic, and socio-culture considerations related to all parties interests, especially foreign investors in making investment in Indonesia. The joint venture company was established in the form of Limited Liability Company, which is subject to Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Company. Before establishing joint venture company, all parties make a joint venture agreement that will be the groundwork of establishing that company. To formulate the joint venture agreement, the all parties was bound by norms contained in law of contract both nationally and internationally, such as pacta sunt servanda, consensus, and freedom of contract, because they come from different nations. The policy and purpose of joint venture company was stipulated by Joint venture agreement that can be used as a tool or guidance of contracts interpretation made by company with partners. Because of that, it is necessary to coordinate joint venture agreement with article of association of joint venture company pursuant to law number 40 of 2007 concerning Limited Liability Company. The structure of the joint venture agreement itself include at least : the object of joint venture, initial capital and capital contribution, equity ownership and and the possibility of transfer of shares on the other party, capital increase and issuance of new shares, the management of company, control of the company, transfer of technology and know-how, patent and trademark licenses, profit sharing, breach of contract clause, force majeur clause, choice of law clause, and dispute settlement clause, termination of contract, and rules concerning the amendment of contract. In the event any dispute arises in connection with joint venture company, if the dispute arises between shareholders of the company, the settlement may be carried out through arbitration or through the Court depending on choice of jurisdiction agreed by the parties. If the dispute arises between directors of the company, or between shareholder and directors of the company (derivative suit case), the settlement must be carried out through the Court, pursuant to law number 40 of 2007. If the dispute arises between foreign investor and Government, the settlement may be carried out through the international arbitration, such as ICSID, or other dispute settlement body agreed by the parties.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T37829
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Afif Muhammad
Abstrak :
ABSTRACT
Saat ini telah lahir sistem alternatif penyelesaian sengketa investasi yaitu Investment Court System yang unggul dalam beberapa aspek seperti kepastian hukum, konsistensi, transparansi dan lain sebagainya. Skripsi ini mengambil tiga rumusan masalah yaitu untuk mengetahui apa itu Investment Court System, apa keunggulan dan kelemahan dari gagasan Investment Court System, dan untuk mengkaji penerapan gagasan Investment Court System ini pada hukum Indonesia.Metode penelitian skripsi ini adalah yuridis-normatif mengacu kepada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma-norma lain yang berlaku dan mengikat di masyarakat. Perolehan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan yakni melalui pengumpulan data sekunder. Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa Investment Court System memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sistem arbitrase dan mampu melengkapi mekanisme arbitrase. Kesiapan hukum Indonesia dalam penerapan gagasanini dapat dikatakan belum siap karena belum memiliki infrastruktur hukum untuk menerapkannya secara paripurna. Diperlukan penyesuaian UU Penanaman Modal, khususnya dalam ketentuan penyelesaian sengketa penanaman modal. Saran Penulis untuk Pemerintah Indonesia adalah perlu kembali mengkaji mengenai sistem penyelesaian sengketa investasi asing yang selama ini diterapkan dalam UU Penanaman Modal dan mempertimbangkan alternatif baru, yaitu Investment Court System. Saran Penulis bagi kalangan akademisi Indonesia adalah untuk mengkaji lebih lanjut mengenai gagasan Investment Court System ini dan bagaimana penerapannya.
ABSTRACT
An alternative system of investment dispute resolution has been born, namely Investment Court System that excels in several aspects such as legal-certainty, consistency, transparency and so on. This thesis takes three problems, namely to find out what Investment Court System is, what are the advantages and disadvantages of the Investment Court System, and the application of Investment Court System to Indonesian law. This thesis research method is juridical-normative refers to legal norms and other norms that bind in the community. Data acquisition is done through library research which is through secondary data collection. The thesis conclusion is that the Investment Court System has several advantages and able to complete the arbitration mechanism. It can be said that Indonesia is not ready to implement the idea because it does not yet have a legal infrastructure for it. Adjustments of law are needed, especially in terms of investment dispute resolution provisions. The authors suggestion for the Indonesian Government is to review the system of investment disputes that have been implemented in the Investment Law and consider an alternative, Investment Court System. The authors suggestion for Indonesian academics is to study more about this Investment Court System idea and how it is implemented.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>