Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisaa Elina Dewi Sutyarjoko
"Infeksi parasit intestinal sering ditemukan pada masyarakat yang mempunyai perilaku kebersihan rendah dan sering kontak dengan tanah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui prevalensi infeksi parasitik pada murid Madrasah Tsanawiyah X, di daerah perkebunan sayur di Kecamatan Pacet, Cianjur. Desain penelitian adalah cross sectional dan data diambil pada tanggal 10 September 2011. Semua murid (133 orang) diikutsertakan dalam penelitian ini. Subjek diminta mengumpulkan feses, yang kemudian dibawa ke laboratorium parasitologi FKUI untuk dibuat sediaan dengan pewarnaan lugol 1% dan diperiksa di bawah mikroskop. Data diproses menggunakan SPSS program ver. 17.0 dan dianalisis dengan metode Fisher Exact, menunjukkan bahwa terdapat 63 (54.3%) subjek terinfeksi parasit dengan rincian Blastocystis hominis 76,2%, Giardia lamblia 1,6%, Ascaris lumbricoides 4,8%, Entamoeba coli 3,2 % infeksi campur Blastocystis hominis + Ascaris lumbricoides 7,9 %, Blastocystis hominis + Entamoeba coli 4,8 %, Trichuris trichiura + Hymenolepis diminuta 1,6 %. Disimpulkan bahwa infeksi protozoa intestinal tergolong tinggi sedangkan prevalensi cacing tergolong rendah.

Intestinal parasitic infection are commonly found in society with low hygiene behavior and frequent contact with soil. The objective of this research is to know the prevalence of intestinal parasitic infection among tsanawiyah students in Madrasah Tsanawiyah X, plantation site Pacet subdistrict, Cianjur. The design method of this research is cross sectional where data was taken at 10 September 2011. All students (133 respondents) were included in this study. Subjects were instructed to collect feces specimen, which later was taken to parasitology laboratorium at FKUI. The specimen were then made into preparation with lugol 1% staining then observed under microscope. Data was processed using SPSS program ver. 17.0 and analyzed using Fisher’s Exact method. Results showed 63 (54.3%) infected subjects with each infection of Blastocystis hominis 76.2%, Giardia lamblia 1.6%, Ascaris lumbricoides 4.8%, Entamoeba coli 3.2 % mixed infection Blastocystis hominis + Ascaris lumbricoides 7.9 %, Blastocystis hominis + Entamoeba coli 4.8 %, Trichuris trichiura + Hymenolepis diminuta 1.6 %. In conclusion, prevalence of intestinal protozoan infections was high while helminthes infections were low."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini dilakukan pada sebuah sekolah dasar negeri di Jakarta. Dari 265 murid yang tinjanya diperiksa ternyata 261 contoh tinja (98,4%) yang positif dengan telur cacing usus yang ditularkan melalui tanah. Prevalensi trikuriasis 94,7%, askariasis 81,8% dan infeksi cacing tambang 0,37%. Murid yang dapat dimasukkan ke dalam penelitian ini hanya 232 anak dan mereka diberi pengobatan dengan 400 mg Albendazol dosis tunggal selama 2 hari berturut-turut. Penurunan jumlah telur yang tinggi dapat menyebabkan berkurangnya pencemaran tanah dengan telur-telur tersebut sehingga kejadian infeksi baru dan reinfeksi dapat menurun. Pengobatan Albendazol selama 2 hari, dosis tunggal terhadap askariasis dan trikuriasis ternyata memberikan hasil yang tidak banyak berbeda bila dibandingkan dengan pengobatan 1 hari 400 mg dosis tunggal."
MPARIN 6 (1-2) 1993
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan pemeriksaan terhadap lebih dari 450 sampel tinja dan darah sapi potong yang diambil di rumah pemotongan hewan (RPH) Kotamadya Bogor. Tinja diperiksa teradap adanya telur cacing, sedangkan darah diperiksa terhadap nilai PCV, kadar Hb, jumlah sel darah merah dan darah putih serta diferensiasi lekosit. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa jumlah telur dalam satu gram tinja (EPG) sangat bervariasi antara 20-3.140 untuk telur cacing trematoda. Demikian juga hasil pemeriksaan darah menunjukkan bahwa variasi yang cukup berarti. Hasil sepenuhnya akan didiskusikan di dalam makalah lengkap. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam pengamatan selama setahun terlihat adanya puncak produksi telur cacing nematoda, yakni pada bulan November dan April. Namun, gambaran pada telur cacing trematoda tidak begitu jelas (terjadi tiga titik puncak dan tertinggi pada bulan Juli). Gambaran ini tidak diikuti oleh gambaran darahnya."
MPARIN 6 (1-2) 1993
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini dilakukan pada murid sekolah dasar di Jakarta. Murid yang terinfeksi T.trichuria dibagi menjadi dua kelompok (masing-masing n=15). Kelompok I diobati dengan mebendazol (MBZ), sedangkan kelompok II dengan oksantel-pirantel pamoat (OPP). Tinja pada masing-masing kelompok dibiak dalam bejana Stoll dengan medium larutan formalin 1%, sebelum pengobatan, 2 hari, 5 hari, dan 30 hari setelah pengobatan. Masing-masing biakan diinkubasi selama 4-8 minggu. MBZ dan OPP dapat menghambat perkembangan telur T.trichuria pada 2 dan 5 hari setelah pengobatan. Selain itu, MBZ dan OPP dapat mempengaruhi perubahan bentuk telur T.trichiura. Setelah 30 hari pengobatan tidak ditemukan pengaruh obat terhadap perkembangan telur tersebut."
MPARIN 11 (1) 1998
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pemberantasan infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada murid sekolah dasar (SD) peserta program pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS) setelah program tersebut berjalan selama 2 tahun. Pemeriksaan tinja dilakukan di SD Selagalas dan SD Cakranegara, Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. SD Selagalas adalah peserta program PMTAS, sedangkan SD Cakranegara belum pernah mendapat baik program PMTAS maupun program pemberantasan penyakit cacing. Data bobot dan tinggi badan diambil dari data usaha kesehatan sekolah (UKS) dan data tentang ada tidaknya jamban serta kebiasaan mereka buang air besar diambil melalui kuesioner. Hasil studi menunjukkan bahwa prevalensi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura untuk SD Selagalas berturut-turut 78,53% dan 63,90% , sedangkan untuk SD Cakranegara berturut-turut 72,63% dan 60,00%. Reinfeksi untuk A.lumbrucoides dan T.trichiura di SD Selagalas berturut-turut 28,,30% dan 51,90%, sedangkan di SD Cakranegara berturut-turut 19,44% dan 50,00%. Reinfeksi di SD Selagalas adalah sesuai dengan kebiasaan anak-anak sekolah yang buang air besar, yaitu 76,00% buang air besar di selokan atau sungai. Bobot dan tinggi badan murid SD Selagalas meningkat setelah 3 bulan pengobatan, sedangkan di Cakranegara terjadi penurunan bobot badan sesudah pengobatan, namun masih dalam batas status gizi baik."
MPARIN 12 (1-2) 1999
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Vania Syarira
"ABSTRAK
Background Intestinal parasitic infections are most prevalent in tropical and subtropical regions, especially in developing countries. Due to low sanitation and the lack of adequate water, intestinal parasitic infections are still one of the largest ongoing problems in Indonesia, due to the high prevalence and mortality of the infection. The high rates of intestinal parasites infection are influenced by several factors, such as education level, occupation, and also living environment. The most prominent group age that is infected by the parasites is the school age children. School age children have a high dependency on their parents, thus adding another factor to those three factors mentioned previously. The data shows the correlation between parent rsquo s occupation and intestinal parasitic infection in school age children in South Jakarta.Method Samples were obtained from the stool collection of 157 students of SDN Kalibata 04 Pagi and questionnaires. The stool collection was then examined directly by lugol and eosinstaining. The questionnaire was given to the parents to obtain their socioeconomic status and also their educational level. Results There is 38.2 of students that have intestinal parasite infection. On the other hand, statistically, there is no correlation between socioeconomic status of the parents and the incidence of intestinal parasitic infection of the subject, this could be seen in the statistical analysis of parent rsquo s occupation p 1.0 and parent rsquo s income p 0.5 . Educational level also did not have any correlation in the incidence of intestinal parasitic infection of the subjects p 1.0 Conclusion Overall, the incidence of parasite infection in school age children is high, there is no correlation between the incidence of intestinal parasitic infection in SDN Kalibata 04 Pagi students with their parent 39 s socioeconomic status and educational level.

ABSTRAK
Infeksi parasit usus sering terjadi di daerah tropis dan subtropis, terutama di negara-negara berkembang. Hal ini sebagai akibat dari sanitasi yang rendah dan kurangnya air yang cukup. Infeksi parasit usus masih menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia, ini adalah karena prevelensinya yang tinggi dan juga efek fatal infeksi. Tingginya tingkat infeksi parasit usus bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya tingkat pendidikan, pekerjaan, dan lingkungan juga hidup. Yang paling sering terinfeksi oleh parasit usus adalah kelompok usia anak-anak usia sekolah. Anak usia sekolah memiliki ketergantungan yang tinggi dari orang tua mereka, sehingga menambah faktor lain untuk tiga faktor yang disebutkan sebelumnya. Data penelitian sebelumnya menunjukkan korelasi antara tingkat pendidikan orang tua dan infeksi parasit usus pada anak-anak usia sekolah di Jakarta Selatan.Metode: Data sampel diperoleh melalui koleksi tinja dari 157 siswa dari SDN Kalibata 04 Pagi dan kuesioner. Sampel tinja kemudian diperiksa langsung untuk mengetahui adanya infeksi parasit usus menggunakan pewarnaan lugol dan eosin. Kuesioner yang diberikan bertujuan untuk mengetahui status sosial ekonomi dan pendidikan orang tua.Hasil: Insidens infeksi parasit usus di SDN Kalibata 04 adalah 38.2 . Tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dan kejadian infeksi parasit usus siswa, hal ini dapat dilihat pada analisis statistik pendudukan orang tua p = 1,0 dan pendapatan orang tua p = 0,5 . Tingkat pendidikan juga tidak memiliki korelasi dalam kejadian infeksi parasit usus siswa p = 1,0 Kesimpulan: Secara keseluruhan, infeksi parasit usus di SDN 04 pagi cukup tinggi, namun tidak ada korelasi antara kejadian infeksi parasit usus pada siswa SDN Kalibata 04 Pagi dengan status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua mereka. Kata kunci: status sosial ekonomi, infeksi intestinal, parasite"
[;;, ]: 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khoirul Huda
"Infeksi parasit usus di negara berkembang dan tropis masih menjadi masalah kesehatan di komunitas. Di negara berkembang seperti Indonesia, banyak dijumpai kelompok masyarakat dengan ekonomi lemah termasuk mereka yang ada di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Karena faktor kemiskinan, anak-anak di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampahpun terpaksa bekerja untuk membantu orang tuanya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui prevalensi parasit usus pada anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi dan hubungannya dengan jenis pekerjaan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional. Pada bulan Mei 2012, dilakukan pengambilan data dengan subjek penelitian berjumlah 74 anak. Data diolah dengan program SPSS 17.0 dengan uji chi square dan Fischer’s exact.
Hasil penelitian menunjukkan angka infeksi parasit usus pada anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi adalah 83,7% dengan rincian Blastocystis hominis 60,8%, Giardia lamblia 33,8%, Trichuris trichiura 29,7%, Ascaris lumbricoides 5,4%, Entamoeba histolytica 1,4% dan Ancylostoma duodenale 0%. Selain itu, hasil menunjukaan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis pekerjaan dan infeksi parasit usus (p>0,05). Namun, secara proporsi anak yang bekerja sebagai pemulung lebih banyak terinfeksi parasit usus daripada yang tidak terinfeksi walaupun tidak siginifikan. Perlu upaya untuk mencegah penyakit akibat kerja yaitu dengan memberikan penyuluhan, melaksanakan pemeriksaan rutin, menggunakan alat pelindung diri dan tindakan pelarangan bagi anak-anak di bawah 14 tahun untuk bekerja.

Intestinal parasitic infections in tropical and developing countries still become a health problem in the community. In developing country, like Indonesia, it is found low-income societies including those who live around the Garbage Final Disposal. Because of poverty, children around the Garbage Final Disposal forced to work to help their parents. This study aims to determine the prevalence of intestinal parasites among children in TPA Bantar Gebang, Bekasi and their relationship with the type of job. The design used in this study was crosssectional. In May 2012, data collection was carried out with research subjects totaling 74 children. The data were processed using SPSS 17.0 with chi square and Fischer’s exact test.
The result showed that the prevalence of intestinal parasites among children in TPA Bantar Gebang, Bekasi was 83,7% consisted of 60,8% Blastocystis hominis, 33,8% Giardia lamblia, 29,7% Trichuris trichiura, 5,4% Ascaris lumbricoides, 1,4% Entamoeba histolytica, and 0% Ancylostoma duodenale. Besides, result showed that there was no relationship between the type of job and intestinal parasitic infection (p>0.05). But in proportion, children who work as scavengers are more infected with intestinal parasites than those who are not infected although it is not significant. It needs some efforts to prevent occupational disease such as giving counseling, carrying out routine examination, using personal protective equipment and doing prohibition to children under 14 years to become workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Sejumlah tanaman dan bahan alami lainnya telah banyak digunakan oleh peternak dalam mengatasi penyakit pada kambing dan domba, yang pada umumnya belum diuji aktivitasnya secara ilmiah. Aktivitas getah pepaya dalam mengatasi parasit saluran pencernaan Haemonchus contortus diuji pada domba yang telah diinfeksi secara buatan. Makanan dan lingkungan dijaga tidak terkontaminasi dan terinfeksi oleh H.contortus. Digunakan 20 ekor domba jantan yang dibagi menjadi 4 kelompok, satu kelompok digunakan sebagai kontrol dan kelompok yang lain diberi getah pepaya dengan dosis 0,33 g/kg bobot badan, 0,50 g/kg bb , dan 0,75 g/kg bb. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang nyata nilai telur per gram tinja (tpg) antara kelompok yang diberi 0,75 g/kg bb dan kelompok kontrol (P<0,05), akan tetapi tidak ada perbedaan yang nyata dalam jumlah cacing yang ditemukan (P>0,05) dari semua kelompok, walaupun kelompok kontrol menunjukkan jumlah cacing yang paling banyak dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Dapat disimpulkan bahwa getah pepaya dapat digunakan untuk menanggulangi parasit H.contortus.
"
MPARIN 10 (1-2) 1997
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh biji dan getah pepaya terhadap cacing Haemonchus contortus secara in vitro. Biji dan getah diambil dari bauh pepaya, sedangkan cacing H.contortus dikumpulkan dari abdomasum domba. Untuk pelarut biji dan getah pepaya digunakan cairan abomasum domba dengan 3 konsentrasi larutan dan 3 ulangan dalam cawan petri yang masing-masing berisi 10 ekor cacing. Untuk biji pepaya dibuat 0,0% ; 0,5% ; 1,0% dan 1,5% sedangkan getah pepaya dibuat 0,0% ; 0,25% ; 0,5% ; 1,0%. Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas cacing yang dilihat dalam selang waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi maka jumlah cacing yang mati makin bertambah. Konsentrasi yang dapat membunuh 100% cacing untuk biji pepaya adalah 1,5% dalam waktu 2 jam, sedangkan untuk getah pepaya adalah konsentrasi 1,0% dalam waktu 4 jam 30 menit. Pada akhir percobaan semua konsentrasi biji pepaya menyebabkan kematian cacing sebesar 100%, sedangkam konsentrasi 0,25% ; 0,5% ; dan 1,0% getah pepaya masing-masing menyebabkan kematian cacing sebesar 70% ; 93% ; dan 100%. Hasil ini menunjukkan bahwa kemungkinan biji dan getah pepaya dapat digunakan sebagai antelmintik. "
MPARIN 10 (1-2) 1997
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Ngurah Surya Adi Witama
"Prevalensi parasit usus menjadi masalah di dunia khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Tingginya angka infeksi terutama terjadi pada anak-anak diakibatkan kurangnya pola hidup bersih dan sehat serta kurangnya pengetahuan akan infeksi parasit usus. Pemukiman kumuh, seperti pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, dan kegiatan sehari-hari yang dilakukan juga menjadi faktor tingginya angka infeksi parasit usus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui angka infeksi parasit usus dan hubungannya antara jenis kelamin dan kelompok umur pada anak-anak di TPA Bantar Gebang. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang pada bulan Mei 2012 dengan menggunakan subjek penelitian sebanyak 139 anak. Pengolahan data penelitian menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji chi-square, Fischer's exact, dan Kolmogorov-Smirnov.
Hasil penelitian didapatkan sebanyak 72,7% anak mengalami infeksi parasit usus dengan infeksi tertinggi yaitu Blastoycstis hominis (52,5%). Infeksi lain berupa Giardia lamblia 30,9%, Trichuris trichiura 20,9%, Ascaris lumbricoides 4,3%, dan Entamoeba histolytica 1,4%. Hasil lain penelitian juga menunjukan hubungan yang tidak bermakna antar infeksi parasit usus dengan jenis kelamin (p>0,05) dan kelompok umur (p>0,05). Secara proporsi, didapatkan infeksi parasit usus lebih banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan dan kelompok umur 6-9 tahun. Perlu adanya intervensi berupa pencegahan seperti penyuluhan pada keluarga dan pada anak di sekolah untuk meningkatkan pengetahuan mereka akan infeksi parasit usus dan pola hidup bersih sehat untuk mengurangi angka infeksi penyakit ini.

The prevalence of intestinal parasites is one big problem in the world, especially in developing countries like Indonesia. The high numbers of infections mainly occur in children due to a lack of a clean and healthy lifestyle as well as a lack of knowledge of intestinal parasitic infections. Slums, such as the Garbage Final Disposal, Bantar Gebang, and daily activities are performed also be a factor in the high rate of intestinal parasitic infections. The purpose of this study was to determine the infection rate of intestinal parasites and the relationship between gender and age groups of children at Bantar Gebang. This study used a cross-sectional in May 2012 using 139 children as research subjects. Processing of research data using SPSS 17.0 program with chi-square test, Fischer's exact, and the Kolmogorov-Smirnov.
The result showed as much as 72.7% of children suffered intestinal parasitic infections with the highest infection Blastoycstis hominis (52.5%). Other infections such as Giardia lamblia 30.9%, Trichuris trichiura 20.9%, Ascaris lumbricoides 4,3%, and Entamoeba histolytica 1.4%. Other results of the study also show no significant relationship between intestinal parasitic infection by gender (p> 0.05) and age groups (p> 0.05). In proportion, obtained intestinal parasitic infections are more prevalent in the female gender and age group of 6-9 years. There needs to be prevention interventions such as counseling to families and children in schools to improve their knowledge of intestinal parasitic infections and a clean healthy lifestyle to reduce the infection rate of this disease.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>