Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tutty Rajayu
Abstrak :
Hovarth, dkk mengevaluasi gastrointestinal pada 36 anak dengan gangguan autistik dan didapatkan adanya inflamasi kronis usus termasuk esofagus, lambung dan duodenum. Karena adanya defisiensi enzim yang menyebabkan gangguan pencernaan dan absorpsi karbohidrat yang mungkin menyebabkan adanya konstipasi dan terbentuknva gas. Abnormalitas ini mungkin berhubungan dengan dengan per ubahan tiba-tiba dari tingkah laku anak seperti iritabel, agresif dan bangun tengah malam. Malabsorbsi lemak, disfungsi pankreas, overgrowth bakteri di usus banyak ditemukan pada anak dengan gangguan autistik. Metoda untuk mengevaluasi permeabilitas usus masih dikernbangkan dalam beberapa tahun ini. Pemeriksaan permeabilitas usus dengan menggunakan laktulosa-maruitol dalam studi Minis menggambarkan perubahan yang sangat kecil dari permeabilitas usus, namun pemeriksaan ini belum dapat dilakukan di Indonesia. Xilosa adalah suatu pentosa yang tidak dimetabolisme, diabsorpsi pada usus halus sehingga dapat digunakan untuk menentukan permeabilitas usus. Hasil absorpsi yang menurun dari pemeriksaan uji xilosa darah menggambarkan terdapatnya enteropati usus halus bagian atas yang terutama terdapat pada celiac disease, sindrom postgastroenteritis dan cow's milk protein intolerance (CMPSE). Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka masalah dalam penelitian adalah: Apakah terdapat peningkatan permeabilitas usus dengan uji xilosa pada anak dengan gangguan autistik dibandingkan dengan anak normal di Jakarta. Tujuan penelitian Tujuan Umum - Mengetahui terdapatnya peningkatan permeabilitas usus dengan uji xilosa pada anak dengan gangguan autistik dibandingkan dengan anak normal di Jakarta. Tujuan Khusus - Menilai uji xilosa pada anak dengan gangguan autistik dibandingkan dengan anak normal. - Mengetahui batas nilai normal uji xilosa pada anak di Jakarta. - Mengetahui angka kejadian peningkatan permeabilitas usus pada anak dengan gangguan autistik. - Mengetahui hubungan gejala gangguan saluran cema pada anak dengan gangguan autistik dibandingkan dengan anak normal. - Mengetahui hubungan riwayat alergi pada anak dengan gangguan autistik dibandingkan dengan anak normal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dorothy
Abstrak :
Pendahuluan. Pada usus yang mengalami iskemia, maka tindakan reperfusi akan dapat membuat kerusakan yang lebih besar pada usus dan juga organ lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh destrangulasi intestinal terhadap organ yang dekat dengan organ yang mengalami iskemia yaitu usus halus, dan pada organ yang letaknya berjauhan yaitu gaster dan paru-paru, dibandingkan dengan subyek yang tidak mengalami destrangulasi sebelum reseksi usus. Metode. Studi eksperimental yang bersifat deskriptif analitik pada 14 ekor tikus Sprague-Dawley jantan. Pada kelompok perlakuan destrangulasi-reseksi DR dilakukan strangulasi dengan meligasi satu loop usus selama 4 jam, kemudian dilakukan destrangulasi dan reseksi segmen usus yang iskemia. Pada kelompok perlakuan reseksi R dilakukan strangulasi usus selama 4 jam, kemudian segmen usus yang iskemia direseksi tanpa melakukan destrangulasi terlebih dahulu. Pada kelompok kontrol dilakukan laparotomi tanpa strangulasi maupun reseksi. Empat jam setelah intervensi kedua, tikus dimatikan, dan dilakukan pengambilan sampel dari usus halus, gaster, dan paru-paru untuk pemeriksaan histomorfologi dan biokimia dengan menggunakan malondialdehyde MDA. Hasil. Pada pemeriksaan histomorfologi dan MDA, terdapat peningkatan kerusakan jaringan serta kadar MDA pada jaringan usus halus, namun perbedaannya tidak bermakna. Pada jaringan gaster dan paru-paru tidak ditemukan peningkatan kelainan histomorfologi maupun MDA. Kesimpulan. Destrangulasi intestinal sebelum dilakukan reseksi menimbulkan peningkatan kerusakan jaringan dan stress oksidatif pada usus yang berada di luar batas strangulasi, namun perbedaan yang didapatkan tidak bermakna secara statistik. Strangulasi terbatas pada satu segmen usus halus tidak selalu menimbulkan cedera iskemia-reperfusi pada organ gaster dan paru-paru.
Introduction. On the intestinal ischemia events, reperfusion towards the injured intestine can cause further damage to the bowel and other organ as well. This study aims to understand the influence of intestinal destrangulation before bowel resection towards organs that are near and far from the ischemic bowel, compared with subjects without intestinal destrangulation. The studied subject's organ was small bowel outside margin of strangulation, stomach, and lung. Methods. Fourteen male Sprague-Dawley rats were randomized either to destrangulation-resection DR, resection R, or control group. One bowel loop was ligated for 4 hours. On the DR group the strangulated bowel was released for 5 minutes and then resected. On the R group the strangulated bowel was immediately resected without destrangulation. The control group received sham laparotomy. After four hours the animals were euthanasized and samples were drawn from small bowel, stomach, and lung for histologic analysis and biochemical analysis of malondialdehyde MDA level. Results. The histologic injury and MDA level on the small bowel tissue is unsignificantly higher on the DR group compared to the R group p>0,05 . There was no significant injury to the stomach and lung tissue, or elevation of MDA level in both groups. Conclusion. Intestinal destrangulation before resection of the bowel cause more tissue injury and oxidative stress on the bowel outside the limit of strangulation, but the difference is not statistically significant. Limited strangulation of one bowel loop do not always cause ischemia-reperfusion injury to stomach and lung.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Herlien Widjaja
Abstrak :
ABSTRAK
Diagnosis infeksi parasit usus dilakukan menggunakan pemeriksaan mikroskopik feses, akan tetapi pemeriksaan mikroskopik memiliki banyak metode dan belum ditentukan metode mana yang merupakan baku emas. Laboratorium Departemen Parasitologi FKUI menggunakan dua metode pemeriksaan mikroskopik, yaitu metode langsung dan metode konsentrasi formalin-eter Ritchie untuk pemeriksaan rutin pada sampel feses. Penelitian ini pun disusun untuk membandingkan efektivitas kedua metode tersebut dalam diagnosis parasit usus. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan data berupa data sekunder, yaitu hasil pemeriksaan dari sampel feses yang dikirim ke Laboratorium Parasitologi FKUI. Data kemudian dianalisis dengan uji Fisher dan ditentukan nilai sensitivitas dan spesifisitasnya dengan pengganti baku emas berupa nilai positif gabungan kedua metode. Hasil didapatkan pemeriksaan mikroskopis menggunakan metode langsung memiliki sensitivitas 100 dan spesifisitas 100 , sedangkan metode konsentrasi formalin-eter Ritchie memiliki sensitivitas lebih rendah yakni 98 dan spesifisitas 100 . Uji Fisher menyatakan perbedaan bermakna untuk hasil pemeriksaan kedua metode
ABSTRACT
Microscopic stool examination has been used for diagnosing intestinal parasite infection. However, there are lots of methods for stool preparation prior to examination and a definite gold standard have yet to be determined. Laboratory of Parasitology FKUI has been using two methods, which are direct method and formol ether concentration method Ritchie . This study compared the effectivity of both method in diagnosing intestinal parasite infection. This was a cross sectional study that use secondary data which were result for examination of stool samples sent to Laboratory of Parasitology FKUI. The collected data would then be analyzed using Fisher test. The sensitivity and specifity of each method were determined using the total positive result from both methods as replacement for gold standard. It was found that direct method had the sensitivity of 100 and specificity of 100 when Ritchie method had lower sensitivity 98 and specificity 100 . Result from Fisher test showed that the difference in the two method was statistically significant
2016
S70374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranda Firstivia Seafty
Abstrak :
ABSTRAK
Terdapat beberapa prinsip pemeriksaan mikroskopis feses yaitu dengan metode langsung, sedimentasi formalin-eter Ritchie , flotasi, dan biakan. Metode yang digunakan untuk mendiagnosis parasit usus yang biasa digunakan di Laboratorium Parasitologi FKUI yaitu pemeriksaan langsung dan formalin-eter Ritchie . Namun, belum diketahui apakah metode lainnya seperti flotasi memiliki efektifitas yang lebih baik atau buruk untuk mendiagnosis infeksi parasit usus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan efektifitas metode formalin-eter Ritchie dengan flotasi gula jenuh dalam deteksi parasit usus. Desain penelitian yang digunakan merupakan studi potong-lintang. Dari 32 pasien yang diperiksa fesesnya dengan metode flotasi gula jenuh ditemukan hasil positif sebanyak 27 sampel 84 dan hasil negatif sebanyak 5 sampel 16 . Dengan metode formalin-eter Ricthie didapatkan hasil positif sebanyak 24 sampel 75 dan hasil negatif sebanyak 8 sampel 25 . Nilai sensitivitas metode flotasi gula jenuh menunjukan hasil yang lebih besar daripada metode formalin-eter 95 vs 90 . Sedangkan nilai spesifisitas metode flotasi gula jenuh lebih rendah daripada formalin-eter 33,3 vs 50 . Pada uji Fischer untuk metode flotasi gula jenuh didapatkan nilai p=0,049
ABSTRACT
There are several principles of microscopic examination of stool, such as the direct method, formalin ether sedimentation Ritchie , flotation, and culture. The method used to diagnose intestinal parasites commonly used in the Laboratory of Parasitology FKUI is direct examination and formalin ether Ritchie . However, flotation method for intestinal parasitic infections diagnosis is unknown. This study aims to compare the effectiveness of formalin ether Ritchie and flotation saturated sugar method in the detection of intestinal parasites. This study was conducted by using cross sectional design. From 32 patients examined with saturated sugar flotation method found 27 samples 84 with positive results and 5 samples 16 with negative results. Formalin ether Ricthie method found 24 samples 75 with positive results and 8 samples 25 with negative results. Sensitivity of saturated sugar flotation method shows greater results than formalin ether method 95 vs 90 . Specificity of saturated sugar flotation method is lower than the formalin ether 33.3 vs 50 . Fischer test for saturated sugar flotation method p 0.049
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cesilia Permatasari
Abstrak :
ABSTRAK
Frekuensi pengambilan sampel tinja dalam pemeriksaan mikroskopik mempengaruhi hasil pemeriksaan, namun sampai saat ini belum ada pedoman jumlah pengambilan sampel tinja untuk deteksi infeksi parasit usus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi pengambilan sampel tinja yang lebih efektif untuk deteksi infeksi parasit usus dengan pemeriksaan mikroskopik. Penelitian dilakukan dengan desain cross sectional. Data pada penelitian merupakan hasil pemeriksaan dari sampel tinja yang dikirim ke Laboratorium Parasitologi FKUI tahun 2006-2015. Teknik sampling yang digunakan ialah non probability sampling yaitu consecutive sampling dengan mengambil sampel tinja dari subjek yang memeriksakan tinjanya 3 kali di hari yang berbeda dengan dengan interval pemeriksaan sampel pertama dan ketiga kurang dari 10 hari. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan dengan pengambilan sampel tinja dua kali meningkatkan hasil positif dibandingkan pengambilan sampel tinja satu kali 30,9 vs 34,1 uji Fisher
ABSTRAK
The sampling frequency of obtaining stool from patient rsquo s samples will determine the microscopic examination result, however the frequency of taking stool samples from a patient for detecting intestinal parasites has not been standardized. The aims of this study was to determine the most effective frequency of stool sampling for intestinal parasites detection by microscopic examination. The study was conducted by using cross sectional design. Data of this study were obtained from the examination result of stool samples sent to the Laboratory of Parasitology, FKUI from 2006 2015. The sampling technique used was consecutive sampling, which was done by taking stool samples from subjects being examined for three different days. The examination of three samples should not exceed ten days. This study showed that examination of stool samples taken twice increased positive outcomes compared to samples taken once 30.9 vs 34.1 Fisher 39 s exact test
2016
S70388
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aqila Sakina Zhafira
Abstrak :
ABSTRAK
Infeksi parasit usus adalah salah satu infeksi tersering di Indonesia, khususnya di Jakarta dikarenakan kebersihan diri dari orang Jakarta rendah. Infeksi ini sering menyerang anak-anak maka dari itu riset ini dibuat, untuk melihat adanya hubungan antara infeksi parasit usus dengan umur serta jenis kelamin. Metode penelitian yang digunakan adalah potong silang. Data diperoleh daripemeriksaan feses menggunakan pewarnaan lugol dan eosin dan kuesioner . Setelah itu, semua data di olah menggunakan Chi-Square test yang ada pada SPSS versi 17. Dari 157 sampel yang dikumpulkan, terdapat 60 siswa yang terinfeksi atau sekitar 38.2 dari populasi total. Umur dikategorikan menjadi 2 grup, grup yang pertama adalah grup dengan umur diantara 6-8 tahun 38.2 sementara grup kedua antara 9-11 tahun 61.8 . Rata-rata dari umur siswa adalah 9.5 tahun dan dari grup pertama, ditemukan 22 murid yang terinfeksi, sisanya tergolong ke grup ke 2. Untuk jenis kelamin, terdapat 78 siswa perempuan dan 79 siswa laki-laki yang memnuhi kriteria inklusi, di dalamnya terdapat 32.1 siswa perempuan yang terinfeksi dan 44.3 siswa laki-laki yang terinfeksi. Dari perhitungan statistik terdapat hubungan yang signifikan P=0.039 antara umur dan infeksi parasit usus, sementara itu, tidak ada hubungan ntara jenis kelamin dan infeksi parasit usus P=0.114 . Insidens infeksi parasit usus cukup tinggi pada anak usia sekolah di Jakarta Selatan. Dan ternyata faktor umur memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian infeksi parasit usus pada anak-anak tersebut.
ABSTRAK
Intestinal parasitic infection is one of the most common infections specifically in Indonesia because the location of Indonesia that is in tropical area, and the hygiene of Indonesia rsquo s people especially Jakarta is poor. Intestinal parasitic infections mostly infect children, and the purpose of this research is to know whether age and gender have correlation with it. This research using cross sectional method. Data was collected by using direct examination of stool with lugol and eosin and by interviewed questionnairees. Then, data was analyzed and compared by using chi square test, SPSS version 17. 157 samples are collected and from all samples there are 60 students or 38.2 from total population who was infected by intestinal parasite. Age category is divided into 2, 6 8 years old 38.2 and 9 11 years old 61.8 and the age average is 9.5 years old. 22 students from the 1st group of age found positive intestinal parasitic infection while the rest 38 students are included in the second categories. For the gender, there are 78 female and 79 male students that meets the inclusion criteria, and from all of that, 32.1 female and 44.3 of male infected by intestinal parasitic infection. Statistically, there is siginificant correlation between age and the incidence of intestinal parasites infection P 0.039 while there is not with gender P 0.114 . Overall, the incidence of intestinal parasitic infection is quite high in the school aged children population. Additionally, age has a significant correlation while gender has no correlation with the incidence of intestinal parasitic infection
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Gede Indah Citra Narini
Abstrak :
Latar belakang: Infeksi parasit usus (IPU) masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia. Utamanya, IPU disebabkan oleh STH dan protozoa usus. IPU berhubungan dengan penurunan kadar Hb dan mekanisme pertahanan inang melalui golongan darah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara infeksi parasit usus dalam variasi tipe golongan darah dengan kadar hemoglobin pada siswa sekolah dasar di Jakarta Utara. Metode: Studi cross-sectional dilakukan di salah satu sekolah dasar di Jakarta Utara yang telah mengikuti Program Penanggulangan Cacingan (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 15 Tahun 2017). Total 215 siswa didapatkan melalui teknik consecutive sampling. Intensitas dan prevalensi IPU diukur dengan metode Kato-Katz dan apusan langsung pada sampel tinja yang dikumpulkan dari tiap siswa. Kadar Hb siswa diukur dengan EasyTouch® GCHb. Golongan darah ABO siswa diuji melalui reaksi aglutinasi dengan reagen. Hasil: Pada 215 siswa, spesies parasit usus yang paling banyak ditemukan adalah A. lumbricoides (6,0%) dan B. hominis (5,1%), Ditemukan 30 siswa mengalami anemia (14,0%). Tipe golongan darah yang ditemukan, antara lain golongan darah A (29,8%), golongan darah B (31,6%), golongan darah O (32,1%), dan golongan darah AB (6,5%). Melalui analisis bivariat tidak ditemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara IPU dengan kadar Hb dalam variasi golongan darah (p > 0,05). Kesimpulan: Tidak ditemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara IPU dengan kadar Hb dalam variasi golongan darah pada siswa sekolah dasar yang telah mengikuti Program Penanggulangan Cacingan di Jakarta Utara ......Introduction: Intestinal parasitic infection (IPI) is still a public health problem in Indonesia and primarily caused by STH and intestinal protozoa. IPI is associated with decreased Hb levels and host defense mechanism depends on blood groups. Therefore, the aim of this study is to determine the association between IPI and Hb levels in blood groups variation in elementary school students in North Jakarta. Method: A cross-sectional study was conducted in one of the elementary schools in North Jakarta that has participated in the Deworming Program. Total 215 students were collected through consecutive sampling techniques. Intensity and prevalence of IPI were measured by the Kato-Katz method and direct smear on stool samples collected from each student. Students' Hb levels were measured by EasyTouch® GCHb. Students' ABO blood group was tested by agglutination reaction with reagents. Result: From 215 students, the most common IPI’s species were A. lumbricoides (6.0%) and B. hominis (5.1%). It was found that 30 students had anemia (14.0%). The blood group found included blood type A (29.8%), blood type B (31.6%), blood type O (32.1%), and blood type AB (6.5%). Through bivariate analysis, no statistically significant association was found between IPU and Hb levels in blood type variation (p > 0.05). Conclusion: There was no statistical association between IPU and Hb levels in blood groups variation in elementary school students who had participated in Deworming Program, North Jakarta.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmadi
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang : Diagnosis Inflammatory Bowel Disease (IBD) masih didasarkan pada pemeriksaan invasif (endoskopi dan histopatologi). Fecal calprotectin merupakan petanda inflamasi intestinal non invasif yang dapat digunakan untuk membedakan IBD dengan penyakit intestinal non inflamasi, namun studi-studi yang ada masih memberikan perbedaan nilai diagnostik dan hubungannya dengan derajat IBD. Tujuan : Membuktikan bahwa pemeriksaan fecal calprotectin memiliki nilai diagnostik yang tinggi untuk mendiagnosis IBD serta berhubungan dengan derajat IBD. Metode : Penelitian ini adalah studi potong lintang untuk melakukan uji diagnostik. Penelitian dilakukan di beberapa rumah sakit di Jakarta mulai bulan September 2014 sampai Februari 2015. Kurva ROC dibuat untuk mendapatkan nilai diagnostik fecal calprotectin dan uji Krusskal Wallis untuk menilai perbedaan kadar fecal calprotectin menurut derajat IBD. Hasil : Terdapat 71 pasien IBD berdasarkan pemeriksaan kolonoskopi diikutkan dalam penelitian. Dari pasien tersebut didapatkan sebanyak 57 pasien ditetapkan definite IBD berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Kadar fecal calprotectin lebih tinggi bermakna pada pasien IBD dibanding yang bukan IBD (553,8 μg/g vs 76,95 μg/g, p < 0,001). Didapatkan nilai titik potong 179,3 μg/g dengan sensitivitas 96% (IK 95% 0,88-0,99), spesifisitas 93% (IK 95% 0,69-0,99) dan Area Under Curve (AUC) 99,5% (IK 95% 0,98-1,00). Didapatkan perbedaan bermakna kadar fecal calprotectin pada masing-masing derajat IBD (p < 0,001). Kesimpulan : Pemeriksaan fecal calprotectin memiliki nilai diagnostik yang tinggi untuk mendiagnosis IBD serta berhubungan dengan derajat IBD.
ABSTRACT Background : Diagnosis of inflammatory bowel disease (IBD) is still based on invasive examination such as endoscopy and biopsy. Fecal calprotectin as a intestinal inflammation marker can used for diagnosis, but studies still had different diagnostic value and it?s correlation with grading of IBD. Objective : Proving that fecal calprotectin have a high diagnostic value for IBD and correlation with grading of IBD. Methods : A cross sectional study for diagnostic of IBD. This study was conducted at several Hospitals in Jakarta from September 2014 until February 2015. A curve of ROC to determined diagnostic value of fecal calprotectin and Krusskal Wallis analysis to assessed of different value of fecal calprotectin according grade of IBD were made. Results : Based on colonoscopy, 71 patient IBD were participated in this study. There were 57 patient diagnosis as definite IBD based on histopathology examination. Value of fecal calprotectin for IBD patient was higher than non IBD (553.8 μg/g vs 76.95 μg/g, p < 0,001). Value of fecal calprotectin was 179.3 μg/g as a new cutoff value with sensitivity 96% (CI 95% 0.88-0.99), specificity 93% (CI 95% 0.69-0.99) and Area Under Curve (AUC) 99.5% (CI 95% 0.98- 1.00) for diagnostic IBD. There was significant differences value of fecal calprotectin according every grade of IBD ( p < 0.001 ). Conclusion : Fecal calprotectin has a high diagnostic value for IBD and correlated with grading of IBD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Adlina Panca Putri
Abstrak :
α-Mangostin adalah senyawa dari ekstrak kulit manggis yang terbukti mampu menjadi zat bioaktif dalam metode pelepasan terkendali untuk pengobatan kanker usus. Preparasi mikrosfer kitosan dalam pelepasan terkendali berpengaruh untuk menghasilkan mikrosfer obat yang mampu memberikan hasil rilis terkendali senyawa bioaktif terbaik pada sistem pencernaan. Metode preparasi dengan agen penaut silang tripolifosfat (TPP) dibuat dengan variasi perbandingan kitosan dan alginat 1:0,1; 1:0,25; 1:0,5; 1:0,75. Metode gelasi ionotropik dengan alginat dilakukan untuk mencegah peluruhan mikrosfer kitosan pada lambung. Uji rilis α-Mangostin menggunakan kitosan dengan berat molekul rendah (LMWCS), sedang (MMWCS) dan tinggi (HMWCS). Pelepasan terkendali di uji secara in vitro di sistem pencernaan dengan metode seri untuk menjerat obat. Hasil mikrosfer kitosan-alginat dievaluasi berdasarkan kandungan senyawa bioaktif dalam kitosan, efisiensi penjerapan α-Mangostin, serta profil rilis senyawa α-mangostin. Mikrosfer kitosan-alginat dengan menggunakan kitosan BM sedang dan tinggi memiliki rilis yang rendah pada semua kondisi variasi alginat. Kondisi profil rilis terbaik didapatkan dari mikrosfer kitosan alginat yang menggunakan kitosan BM rendah dengan kondisi optimum pada mikrosfer kitosan alginat dengan perbandingan 1:0,1. ...... α-Mangostin proven as bioactive of controlled release for colon cancer treatment. Preparation of microspheres of chitosan in controlled release can produce good release in digestive system. Preparation of microsfer using tripolyphosphate (TPP) as cross linking agent with a variation ratio of chitosan and alginate 1: 0.1; 1: 0.25; 1: 0.5;and 1: 0.75 . In Vitro tests in series method has used to entrape the drug. The microsphere preparation use ionotropic gelation method to prevent α-Mangostin release in the stomach. α-Mangostin release testing using a low molecular weight chitosan (LMWCS), medium (MMWCS) and high (HMWCS). The results of chitosan-alginate microsphere evaluated based on the content of bioactive compounds in chitosan, the efficiency entrapment of α-Mangostin,and profile release of α-mangostin. Chitosan-alginate matric which using MW medium and high chitosan show a slow release on all variations of alginate ratio. The best conditions of release profiles obtained from chitosan alginate microspheres using low MW of chitosan with optimum conditions on chitosan alginate microspheres with a ratio of 1: 0,1.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59289
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arin Aulia Rahma
Abstrak :
ABSTRAK
Infeksi parasit usus merupakan salah satu infeksi parasit yang paling umum di negara berkembang. Penyakit ini memiliki berbagai dampak dalam berbagai aspek kehidupan seperti pertumbuhan dan perkembangan anak, status gizi, dan anemia. Sebuah studi cross sectional dilakukan pada bulan Mei, 2015, di antara 157 siswa SD di Jakarta Selatan, Indonesia. Kuesioner digunakan untuk menilai kebersihan pribadi dari subyek penelitian. Sampel feses dikumpulkan dari subyek penelitian dan diperiksa menggunakan teknik pemeriksaan langsung untuk mengidentifikasi parasit di usus. Analisis regresi logistik bivariat dilakukan dan signifikansi ditentukan oleh nilai P kurang dari 0,05. Insiden keseluruhan infeksi parasit usus adalah 38,2 . Parasit yang paling dominan adalah B. hominis 44 69,4 diikuti oleh G.intestinalis 8 15,3 , E.coli 3 1,9 , cacing tambang 1 1,4 dan T. trichiura 1 1,4 . Tidak ada perbedaan signifikan antara insidensi infeksi parasit usus dengan penggunaan alas kaki p = 0,972 , pemotongan kuku seminggu sekali p = 0.718 , mencuci tangan sebelum makan p = 0.688 , dan mencuci tangan setelah buang air besar p = 0,618 , Namun ada hubungan yang signifikan antara kebersihan kuku dan IPI. Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kejadian IPI dengan kebersihan pribadi pada aspek kebersihan kuku, menunjukkan kebutuhan intervensi seperti pendidikan kesehatan pada perilaku kebersihan kuku.
ABSTRAK
Intestinal parasitic infection is still one of the most prevalent parasitic infections in developing countries. This disease may have several impacts in children rsquo s growth and development, nutritional status, and anemia. A cross sectional study was performed in May, 2015, among 157 pupils in a primary school in South Jakarta, Indonesia. Structured questionnaire was developed to assess the personal hygiene behavior of the students. Faecal samples were collected from study subjects. A bivariate analysis was done. The overall incidence of intestinal parasite infections of 157 students finding was 38,2 . The most predominant parasite was B. hominis in 44 students 69,4 followed by G.intestinalis in 8 students 15,3 , E.coli in 3 students 1,9 , Hookworm in 1 students 1,4 and T.trichiura in 1 students 1.4 . There is no significant difference between prevalence of Intestinal Parasitic Infection with footwear usage p 0.972 , nail cutting once a week p 0,718 , handwashing before meal p 0,688 , handwashing after defecations p 0.618 , however there is a significant relation between nail cleanlilness p 0.03 and IPI. It can be conclude that there is a significant association between incidence of IPI with personal hygiene on nail cleanliness aspect indicating the requirement of interventions like health education on the nail hygiene behaviour.
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>