Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riki Kartadinata
Abstrak :
Pendahuluan: Obstruksi strangulasi merupakan kedaruratan di bidang bedah digestif yang ditangani dengan pembebasan obstruksi, diharapkan setelah desobstruksi akan terjaat reperfusi yang akan mengembalikan viabilitas usus. Penilaian viabilitas usus dilakukan dengan mempertimbangkan tampilan Idinis serosa, peristalsis dan pulsasi arteri, dan sama sekali tidak mempertimbangkan lapisan lainnya yang sangat rentan terhadap iskemi-nekrosis. Penelitian terdahulu pada kambing oleh Silaban VUR, Pusponegoro AD, Diah R telah membuktikan bahwa iskemi nekrosis teljadi pada semua lapisan, setelah masa iskemik terlampaui. I Penanganan nekrosis iskemik pascastrangulasi adalah reseksi. Masalah muncul bila viabilitas u~s diragukan, resiko melakukan reseksi usus yang tidak perlu dan ditambah resiko melakukan anastomosis atau pembuatan stoma yang potensial meningkatkan morbiditas. Pada kondisi ini dilakukan penghangatan dengan menggunakan salin bersuhu 39°C dan 45°C, yang bertujuan membantu proses reperfusi agar dapat beJjalan lebih cepat, hal ini diikuti dengan penilaian bila usus menjadi merah muda, peristalsis teljadi dan teraba pulsasi dianggap vital dan tidak perlu dilakukan reseksi. Penelitian ini ingin membuktikan pengaruh penghangatan dengan salin hangat terhadap viabilitas usus pascastrangulasi menurut fungsi waktu, lapisan usus mikroskopik dan perlakuan suhu yang berbeda. Hasil penelitian diharapkan akan menjadi data dasar untuk penelitian berikutnya dan alat untuk melakukan evaluasi tindakan terhadap usus pascastrangulasi. Metoda : Penelitian bersifat eksperimental untuk menilai viabilitas usus halus kambing pascastrangulasi dan dilakukan penghangatan dengan saline. Dilakukan penjepitan selama 30 menit dan 60 menit, penjepitan dilepaskan dan dilakukan penyiraman dengan salin hangat bersuhu 39°C dan 45 0c. Dilakukan reseksi usus yang strangulasi dan disiapkan sebagai sampel untuk pemeriksaan mikroskopik, dengan fiksasi formalin. Kontrol diambil dari usus yang sehat sebelum dilakukan perlakuan. Penilaian histopatologi mukosa, submukosa, muskularis dan serosa pascastrangulasi diperiksa oleh konsultan patologi. Analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows versi 13 dengan Spearman's rho. Dinyatakan bermakna bilap <0,05. Hasil : Penghangatan dengan menggunakan saline hangat tidak memberikan basil bermakna bagi viabilitas usus pascastrangulasi.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T59024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wira Tirta Dwi Putra
Abstrak :
Latar belakang: Berdasarkan data National Institute of Health Amerika Serikat tahun 2015, kanker usus halus merupakan salah satu kanker langka dengan dengan insidensi yang diperikirakan meningkat lebih dari 100% selama 4 dekade terakhir di berbagai negara. Teknik diagnosis penyakit ini membutuhkan berbagai pendekatan karena sering terlambat didiagnosis. Standar emas diagnosis kanker usus halus saat ini adalah penilaian histopatologi oleh ahli. Kekurangan metode ini adalah sulit dideskripsikan secara objektif dan belum terdigitalisasi. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa metode spektrofotometri reflektans cahaya tampak dapat digunakan dalam diagnosis sejumlah jenis kanker, seperti kanker kulit dan lesi oral. Metode tersebut lebih terkuantifikasi, dapat didigitalisasi, sangat terjangkau dan mudah digunakan. Namun, penggunaan spektrofotometri cahaya tampak belum digunakan untuk lesi kanker usus halus. Tujuan: Studi ini merupakan studi pendahuluan untuk mengetahui kemampuan spektrofotometer reflektans cahaya tampak sederhana dalam mengklasifikasi derajat lesi kanker usus halus pada mencit berdasarkan pengukuran intensitas cahaya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik potong lintang menggunakan sampel bahan biologis tersimpan blok parafin usus halus mencit Mus musculus. Sampel dikelompokkan berdasarkan derajat lesi menjadi normal, prekanker, dan kanker berdasarkan penilaian ahli patologi anatomi. Seluruh sampel diukur intensitas cahaya reflektansinya pada 132 panjang gelombang cahaya tampak. Hasil pengukuran dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS 24.0 untuk uji komparatif dan Orange Data Mining untuk pengelompokan derajat lesi berdasarkan data yang diperoleh dengan machine learning. Hasil dan Pembahasan: Hasil uji komparatif menunjukkan sebanyak 105 dari 132 panjang gelombang cahaya tampak memiliki perbedaan intensitas reflektans bermakna (p<0,05) antar kelompok sampel. Pengelompokan derajat lesi berdasarkan data intensitas cahaya oleh machine learning dilakukan terbaik dengan model k-nearest neighbors yang memiliki akurasi sebesar 83,3%, AUC sebesar 90,8%, nilai F1 sebesar 0,836, presisi sebesar 0,856, dan recall 0,833. Analisis Tree menunjukkan panjang gelombang 450,3 nm terbaik dalam membedakan sampel. Simpulan: Metode spektrofotometer reflektans cahaya tampak sederhana mampu membedakan jaringan normal, prekanker, dan kanker usus halus pada mencit berdasarkan perbedaan intensitas cahaya. ......Background: According to the United States National Institue of Health in 2015, small intestine cancer is one of the rare cancer with estimated to increase the incidence by more than 100% in the last 4 decades in many countries. The diagnosis of this disease needs various approaches because it is usually late to diagnose. The current gold standard for diagnosing small intestine cancer is histopathology evaluation by the expert. The disadvantages of this method are hard to describe objectively and have not been digitalized. Some studies showed that visible light reflectance spectrophotometry method can be used in cancer diagnoses, such as skin cancer and the oral lesion. This method is quantified, able to be digitalized, affordable, and easy to use. However, the use of visible light spectrophotometry has not been used for small intestine cancer lesions. Objective: This is a pilot study that aims to evaluate the potency of simple visible light reflectance spectrophotometry to classify mice’s small intestine cancer lesion degree based on intensity measurement. Method: This analytical cross-sectional study was done using paraffin block preserve Mus musculus mice small intestine tissue. The samples were grouped according to the lesion degree that had been evaluated by a pathology expert. The reflectance intensity of all samples were measured in 132 different visible light wavelengths. The results were analyzed by using SPSS 24.0 for comparative test and Orange Data Mining’s machine learning for lesion degree classification based on obtained data. Results and Discussion: Comparative test results show that 105 of 132 visible light wavelengths have a significant difference (p<0,05) between groups. The best machine learning to classify lesion degree based on light intensity was performed by k-nearest neighbor, with accuracy 83,3%, AUC 90,8%, F1 score 0,836, precision 0,856, and recall 0,833. Tree analysis showed that 450,3 nm is the best wavelength to differentiate the sample. Conclusion: Simple visible light reflectance spectrophotometer is able to differentiate normal, precancer, and cancer on mice small intestine tissue based on the light intensity difference.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library