Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ikhwan Rinaldi
"

Entrustable professional activities (EPA) adalah kerangka kerja asesmen dengan pemberian tanggung jawab dari staf pengajar kepada peserta didik untuk dilakukan tanpa supervisi setelah peserta didik memiliki kompetensi yang memadai. EPA diharapkan dapat menjembatani kinerja sehari-hari peserta didik, kompetensi yang dimiliki dan supervisi yang sesuai sehingga meningkatkan secara sinergis keselamatan pasien dan kualitas pendidikan. Tujuan penelitian adalah menetapkan aktivitas residen program pendidikan dokter spesialis penyakit dalam sebagai EPA dalam kurikulum pendidikan berbasis kompetensi program pendidikan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Penelitian dilakukan dengan desain kualitatif yang meliputi telaah pustaka, panel ahli (expert panels) untuk menentukan daftar aktivitas residen program pendidikan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia yang dapat ditetapkan sebagai EPA menggunakan kuesioner Taylor dkk, serta pengambilan kesimpulan pendapat pemangku kepentingan melalui metode Delphi terhadap butir EPA yang telah disusun menggunakan kuesioner Hauer et al. Diskusi paneh ahli penelitian ini menghasilkan  28 EPA terbaru melalui penilaian kelayakan EPA sebagai unit kerja, esensi, dan peran menggunakan kuesioner Taylor dkk.  Metode Delphi menetapkan 28 butir EPA dapat diterima (Content Validity Index ≥ 80%). Pada analisis statistik tidak didapatkan perbedaan bermakna. Akhir tahap pendidikan butir EPA menunjukkan sebagian besar variasi yang tidak berbeda bermakna antara keempat kelompok dalam menentukan akhir tahap pendidikan suatu butir EPA.

 


Entrustable professional activities (EPA) is an assessment framework where teaching staff gives students responsibility to be carried out without supervision after students have sufficient competence. EPA is expected to be able to bridge daily performance of students, their competencies, and appropriate supervision so as to synergistically improve patient safety and education quality. Objective of this study was to determine activities of internal medicine resident as EPA in the competency-based educational curriculum of Indonesian internal medicine specialist education program. The study used a qualitative design which included literature review, expert panels to determine list of resident activities in Indonesian internal medicine specialist education program that could be designated as EPA using questionnaire by Taylor et al and drawing conclusions on stakeholder opinions through Delphi method on EPA items. Expert panel discussion resulted in 28 new EPAs through assessment using questionnaire by Taylor et al. The Delphi method determines that 28 EPA items are acceptable (Content Validity Index ≥ 80%). In statistical analysis, there was no significant difference. At the end of the education stage, the EPA item shows most of the variations do not differ significantly between the four groups in determining the final stage of education for an EPA item.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gestina Aliska
"Background: Amikacin is one of the antibiotics of choice for sepsis and septic shock. Pharmacokinetic of amikacin can be influenced by septic condition with subsequent effect on its pharmacodynamic. At Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM), Jakarta, adult patients in the ICU were given standard amikacin dose of 1 g/day, however the achievement of optimal plasma level had never been evaluated. This study aimed to evaluate whether the optimal plasma level of amikacin was achieved with the use of standard dose in septic conditions.
Methods: all septic patients admitted to the intensive care unit of a national tertiary hospital receiving standard dose of 1g/day IV amikacin during May-September 2015 were included in this study. Information of minimum inhibitory concentration MIC was obtained from microbial culture. Cmax of amikacin was measured 30 minutes after administration and optimal level was calculated. Optimal amikacin level was considered achieved when Cmax/MIC ratio >8.
Results: average Cmax achieved for all patients was 86.4 (43.5-238) µg/mL with 87% patients had Cmax of >64 µg/mL.MIC data were available for 7 of 23 patients. MICs for identified pathogens were 0.75 - >256 µg/mL (K. pneumonia), 0.75 - >256 µg/mL(A. baumanii), 1.5 - >256 µg/mL (P. aeruginosa)and 0.75 - 16 µg/mL(E. coli). Four out of seven patients achieved optimal amikacin level.
Conclusion: despite high Cmax, only half of the patients achieved optimal amikacin level with highly variable Cmax. This study suggests that measurement of Cmax and MIC are important to optimize septic patients management.

mikasin merupakan salah satu pilihan antibiotik untuk tatalaksana sepsis dan syok septik. Kondisi sepsis dapat mempengaruhi farmakokinetik amikasin yang juga dapat berefek pada farmakodinamiknya. Saat ini belum pernah dilakukan penelitian untuk mengevaluasi kadar puncak (Cmax) amikasin dengan dosis standar pada pasien sepsis dewasa di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketercapaian kadar amikasin optimal pada pasien sepsis dengan dosis standar.
Metode: semua pasien sepsis di ICU RSCM periode Mei-September 2015 yang mendapat amikasin dosis 1 g/hari IV diikutkan dalam penelitian. Data hasil kultur mikrobiologi dan minimum inhibitory concentration (MIC) didapatkan dari pemeriksaan mikrobiologi. Dilakukan pengukuran Cmax amikasin dan penghitungan Cmax/MIC. Kadar optimal amikasin dinyatakan tercapai bila Cmax/MIC >8.
Hasil: rerata Cmax amikasin adalah 86,4 (kisaran 43,5-238) μg/mL, dengan 87% pasien memiliki Cmax >64 μg/mL. Data MIC didapatkan dari 7 dari 23 pasien. Bakteri yang banyak ditemukan dari hasil kultur pasien sepsis di ICU RSCM ialah K. pneumonia, A. baumanii, P. aeruginosadan E. coli. Rentang nilai MIC untuk patogen tersebut berturut-turut yaitu 0,75 - >256 μg/mL, 0,75 - >256 μg/mL, 1,5 - >256 μg/mL dan 0,75 - 16) μg/mL. Sebanyak 4 dari 7 pasien mencapai kadar amikasin yang optimal.
Kesimpulan: Cmax amikasin yang dicapai dengan dosis 1g/hari sangat bervariasi. Hanya pasien mencapai kadar amikasin optimal meskipun kadar puncak yang dicapai cukup tinggi. Pengukuran kadar puncak dan MIC bakteri sangat penting dalam mencapai terapi yang optimal
"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
616 UI-IJIM 49:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library