Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 598 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Henry Virza
Abstrak :
Persetujuan Multilateral Agreement on Trade Related Aspect Of intellectual Property Right (TRW's) merupakan salah satu upaya untuk membantu promosi bagi berlangsungnya inovasi teknologi dan pengalihannya serta penyerapan teknologi demi kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. TRIPs memberikan perlindungan global terhadap aplikasi-aplikasi teknologi melalui Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Indonesia sebagai anggotanya berkewajiban menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional dibidang HKI dengan persetujuan internasional tersebut. Dengan diberlakukannya persetujuan mengenai TRIPs maka dunia penelitian yang diselenggarakan oleh lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) dan universitas menempatkan pemasyarakatan dan sosialisasi HKI pada prioritas utama. Dengan begitu para peneliti akan membuat penelitian-penelitian yang berorientasi HKI. Dalam penelitian ini dibahas dampak dari pemberlakuan TRIPs terhadap Sistem Inovasi Nasional di Indonesia serta menentukan langkahlangkah strategis yang dapat ditempuh oleh para pelaku dan elemen yang terkait dengan Sistem Inovasi Nasional khususnya lembaga litbang dan Industri farmasi di Indonesia. Akses akan teknologi yang dibutuhkan oleh industri akan dibatasi oleh peraturan HKI internasional. Untuk itu lembaga penelitan di Indonesia perlu mempunyai sumberdaya manusia yang memahami HKI sehingga analisa HKI dapat dilakukan sebelum suatu penelitian dimulai, untuk menyusun strategi agar produk yang akan dihasilkan sesedikit mungkin mengandung komponen yang dipatenkan dan memfasilitasi agar produk yang dihasilkan dapat dikembangkan di lapangan. Teori yang mendukung penelitian ini adalah teori Globalisasi, Inovasi Teknologi, Ekonomi Pasar, dan Strategi Pemasaran Global. Teori Globalisasi menjelaskan aspek ekonomi, faktor pemicu dan tahapan globalisasi. Dalam Inovasi Teknologi, penelitian ini menggunakan proses inovasi teknologi, keunggulan kompetitif dan sistem inovasi nasional. Ekonomi Pasar meliputi hak kekayaan intelektual. Sedang pada Strategi Pemasaran Global dibahas mengenai strategi pengembangan produk global. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan melalui studi literatur dari mass media, website dan sumber tertulis lainnya serta wawancara dengan instansi yang terkait dengan penelitian ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberlakuan perjanjian TRIPs adalah saiah satu faktor yang mendukung peningkatan inovasi teknologi lokal. Kinerja dan komersialisasi hasil litbang dan interaksinya dengan sektor industri ditentukan dengan indikator peningkatan jumlah aplikasi paten dan jumlah pendapatan royalti di suatu negara. Indikator-indikator ini belum dapat digunakan di Indonesia karena masih sedikitnya industri yang menerapkan paten domestik dalam proses produksinya. Melalui tesis ini, peneliti ingin menekankan peran lembaga litbang dalam memperkuat jaringan dan interaksinya dengan sektor industri dimana akan meningkatkan akses ke teknologi baru dan komersialisasi hasil litbang. Juga menekankan perlunya lembaga litbang memelihara siklus hidup proses inovasi teknologi.
Multilateral Agreement Implementation of Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) Impact on National Innovation System. Case Study: Interaction of Research Institution and Pharmaceutical IndustryMultilateral Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) is one of the efforts to promote the ongoing and transfer of technology innovation for the development of science and technology. TRIPs gives the global protection for the technology applications through Intellectual Property Right (IPR). Indonesia as the country member is obliged to arrange its laws in the field of IPR complied with the international agreement. With the implementation of TRIPs, researches done by the R & D institutions and universities have placed the socialization of IPR as top priority. This way will result IPR oriented researches. In this research implementation of TRIPS impact on Innovation National System is discussed to appoint the strategic moves that can be done by the actors and elements related with Innovation National System especially R & D institutions and pharmaceutical industries in Indonesia. Access on technology needed by the industry will be limited by international IPR laws. In order to set up the strategy that result the minimum patent component product and to allow the development of the product, Research institutes in Indonesia must have the human resources that comprehend IPR which will conduct the IPR analysis prior starting the research. Theories that support this research are theories in Globalization, Technology Innovation, Market Economy, and Global Marketing Strategies. Theory in globalization is described in the aspect of economy, trigger factor, and its staging. In technology innovation, this research is using the theory for technology innovation process, competitive advantage, and national innovation system. Market economy is covering the Intellectual Property Right. Strategy in developing global product is defining the Global Marketing Strategies. Research method used is descriptive analysis through literature study from mass media, website, other published written sources, and interviews with institutions and firms which are related with this research. This research come to the conclusion that TRIPs agreement is one of the factors that support the increase of the local technology innovation. Performance and commercialization of R & D and its interaction with industrial sector are determined by the increase number of patent application and royalty in a country. These indicators are not applicable yet in Indonesia since a very limited number of industries that apply domestic patent in its production process. Through this thesis, researcher would like to emphasis the role of the R & D institutions in strengthen the research networking and its interaction with industrial sector which will increase the access on new technology and commercialization R & D result. Also to emphasis the need of R & D institution in maintaining the life cycle of technology innovation process.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompoel, Ria Hetharia
Abstrak :
ABSTRAK Perkembangan Industri yang terjadi hampir di semua negara di dunia, telah mendorong persaingan yang semakin ketat, terutama dalam memasarkan produk sejenis ke negara lain. Dalam dunia bisnis seringkali ditemukan praktek-praktek yang dikategorikan sebagai persaingan curang seperti antara lain memalsu merek. Praktek-praktek demikian sangat dikhawatirkan oleh negara-negara penghasil barang, terutama bagi negara-negara manufaktur atau jasa-jasa tertentu yang datang dari negara maju. Negara-negara maju mendesak negara-negara berkembang untuk mengatur perlindungan merek di negaranya. Adanya pengertian, pemahaman, pengetahuan, persepsi serta kesadaran masyarakat, khususnya kelompok-kelompok yang berkepentingan seperti pemilik merek, Pimpinan Perusahaan, dan aparat penegak hukum berkenaan dengan merek serta perlindungan yang berlaku terhadapnya mempunyai arti serta pengaruh yang besar dalam membangun suatu Sistem Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), dalam hal ini mengenai merek. Hal ini penting, mengingat bahwa perlindungan hukum terhadap merek merupakan komitmen nasional dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi yang berlaku dengan pesat. Sebagai negara hukum, maka setiap langkah perkembangan di bidang hukum yang dilakukan di Indonesia merupakan hal yang harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh, hal itu disebabkan karena upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang akan memberi pengaruh yang luas terhadap nama baik bangsa dan negara dalam pergaulan Internasional. Salah satu pembangunan hukum yang menuntut perhatian serius dewasa ini adalah pengembangan implementasi oleh perangkat hukum dalam penegakan hukum hak merek, karena adanya keterkaitan antara kebutuhan-kebutuhan ekonomi dengan perlindungan hukum yang semakin tajam dalam era globalisasi. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui: 1. Apakah peraturan hukum di Indonesia, khususnya mengenai merek, telah sesuai dengan yang diinginkan dalam Persetujuan TRIPs ? 2. Bagaimanakah pengaruh dari Persetujuan TRIPs terhadap perlindungan hukum, khususnya mengenai merek, di Indonesia 3. Bagaimana usaha Indonesia mengantisipasi Persetujuan TRIPs dalam perlindungan hukum terhadap merek ? Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap ak merek telah sesuai dengan ketentuan yang terkandung dalam TRIPs. Untuk mengantisipasi berlakunya pelaksanaan TRIPS di Indonesia, maka langkah-langkah yang ditempuh: Memerlukan prasarana yang tangguh, tetapi sesuai dengan kandungan dan standar yang ditetapkan dalam persetujuan internasional, dalam hal ini persetujuan TRIPS. Pemasyarakatan dan penerapan perlindungan hukum terhadap merek harus terus dilakukan supaya dapat mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran, balk antar sesama pengusaha nasional maupun antara pengusaha nasional dan mitra asing. Pelanggaran terhadap perlindungan hukum, seperti pemalsuan merek, biasanya bermotifkan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mau membayar kompensasi. Untuk itu, semua merek yang ada supaya didaftarkan dalam melaksanakan TRIPs. Menjalin dan mengefektifkan jaringan informasi dan kerjasama antara departemen yang terkait di Indonesia. Hal ini penting, mengingat bahwa dalam pengoperasian masalah merek sangat dekat dengan perilaku ekonomi dan perdagangan. Dengan berlakunya Persetujuan TRIPs, maka keterkaitan antar masalah akan semakin erat, sehingga diperlukan adanya aparat di lingkungan departemen-departemen teknis yang terkait. Melengkapi dan menyempurnakan peraturan-peraturan HAKI, khususnya merek, dengan mengacu pada perkembangan peraturan HAKI, khususnya merek, dengan mengacu pada perkembangan peraturan HAKI secara internasional, dalam hal ini Persetujuan TRIPs. Indonesia perlu terus aktif di forum-forum Internasional, sehingga dapat berkesempatan menyuarakan kepentingan nasional di dalam penyusunanpenyusunan internasional. Dengan demikian kepercayaan dunia perdagangan internasional terhadap Indonesia menjadi kuat, yang pada akhirnya akan membuka pasar yang lebih luas.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Muthalib
Abstrak :
ABSTRAk Suparlan (1988:2, 1994;2) mendefinisikan kebudayaan sebagai : suatu pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai mahluk sosial, melalui pengalaman-pengalamannya; yang isinya adalah perangkat-perangkat model pengetahuan, dan atau sistem makna yang secara selektif digunakan oleh pelakunya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan yang dihadapinya, dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang sesuai dengan rangsangan-rangsangan yang dihadapinya dalam lingkungannya. Manusia dilihat dari konteks tersebut mampu memodifikasi lingkungan atau juga kemauan bebas manusia menentukan pilihan-pilihan terbuka untuk kemajuan manusia. Oleh karena itu, Suparlan (1994:2) tidak memasukkan kelakuan dan hasil kelakuan dalam definisi kebudayaan, tetapi menempatkannya sebagai suatu produk kebudayaan. Perubahan diartikan oleh Suparlan (1998:2) sebagai suatu modifikasi perangkat-perangkat ide dan disetujui secara sosial oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Munculnya suatu perubahan erat hubungannya dengan gagasan-gagasan yang dilontarkan oleh individu-individu seperti intelektual, pemikir, budayawan atau penulis terhadap kebudayaan yang dianggapnya mengekang atau menghambat kemajuan. Konflik yang muncul akibat dari gagasan-gagasan yang dikemukakan dalam masyarakat tidak selalu bermakna negatif jika dalam batas-batas tertentu konflik yang muncul akan memperkuat kesadaran masyarakat terhadap batas-batas wawasan kebudayaan masyarakat tersebut atau memungkinkan masyarakat melihat kehidupan sosialnya sebagai suatu masalah. Perubahan dalam kebudayaan yang diikuti oleh penggantian unsur-unsur lama oleh yang baru secara fungsional dapat diterima oleh unsur-unsur lainnya disebut perubahan melalui substitusi (Lihat Suparlan, 1988:2), Sementara Parsons (1964:210) mendefinisikannya sebagai suatu proses "transferring cathexis from one object, but in addition it involves the capacity to transfer, to 'learn' that the new object can provide gratifications which are more or less equivalent to the old. " Menjelang permulaan abad keduapuluh terjadi suatu perubahan melalui substitusi dalam masyarakat Amerika. Fenomena itu tampak jelas dalam sikap masyarakatnya untuk menerima sistem nilai baru yaitu kebudayaan bisnis, dan mulai meninggalkan sistem nilai dominan Jefferson yang begitu lama dihargai dalam masyarakat Amerika. Diperkirakan fenomena itu lebih tepat muncul setelah Appomattox, tetapi keabsahannya tampak lebih jelas ketika Presiden Coolidge menyatakan bahwa "the business of America is business " Pernyataan Coolidge tersebut di atas mencerminkan suatu "intervensi" politik pemerintah dalam membantu kaum bisnis mengembangkan bisnis mereka di Amerika pasca perang. Dalam arti lain adalah bahwa slogan Pergerakan Progresif itu tidak lain adalah perwujudan kembali gagasan kesatuan politik dan ekonomi Hamilton.
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Samzos
Abstrak :
Pada saat ini bangsa Indonesia dituntut untuk berkreasi secara berkelanjutan dan fair tanpa meniru karya orang lain, oleh sebab itu masalah sistem hak kekayaan intelektual merupakan suatu tantangan bagi semua pihak yang terkait, baik dari kalangan pegawai sendiri, maupun bagi kalangan industri sebagai tulang punggung pembangunan, dan masyarakat sebagai konsumen. Oleh karena itu perlu dikembangkan sistem hak kekayaan intelektual. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merupakan Lembaga Pemerintah di bawah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. Dalam misi dan visinya untuk dapat mengembangkan sistem hak kekayaan intelektual yang efektif dan kompetitif secara internasional dalam menopang pembangunan nasional dengan memberikan pelayanan yang sesuai dengan atau melebihi apa yang diharapkan oleh pelanggan. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk meneliti pengembangan sistem pelayanan hak kekayaan intelektual serta memberikan masukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di dalam penyusunan strategi dalam mewujudkan tingkat kepuasan pelanggan. Untuk itu peneliti telah melakukan penelitian terhadap para pegawai dan para pelanggan jasa pelayanan hak kekayaan intelektual. Dalam melakukan studi kasus terhadap kualitas sistem pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dilakukan pengukuran terhadap tingkat kepuasan para pengguna jasa pelayanan, digunakan dimensi-dimensi yang terdapat pada metode Servqual, yaitu : Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy dengan sampel sebanyak : 188 responden, metode pengumpulan data melalui teknik kuesioner dengan waktu pelaksanaan pada tanggal : 1 April 2004 hingga 30 April 2004. Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi menurut pegawai diketahui bahwa kualitas sistem pelayanan telah baik dengan dimensi Assurance berada pada posisi terbaik, kemudian diikuti oleh dimensi Responsiveness, dimensi Reliability serta dimensi Tangibles, sementara dimensi Empathy merupakan dimensi terendah di mana sebagian besar pegawai menilai kurang baik. Sementara hasil analisis distribusi frekuensi menurut pelanggan diketahui bahwa dimensi Assurance berada pada posisi terbaik, kemudian diikuti oleh dimensi Responsiveness serta dimensi Empathy sementara untuk Tangibles dan dimensi Reliability merupakan dimensi terendah. Dilihat dari data hasil tingkat kesenjangan, Kesenjangan Pertama, dimensi Empathy merupakan dimensi dengan tingkat kesenjangan terbesar, Kesenjangan Kedua, dimensi Empathy merupakan dimensi dengan tingkat kesenjangan terbesar, Kesenjangan Ketiga, dimensi Assurance merupakan dimensi dengan tingkat kesenjangan terbesar. Sementara Kesenjangan Keempat, dimensi Responsiveness merupakan dimensi yang terbesar tingkat kesenjangennya. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual harus melakukan perbaikan pada atribut yang dianggap penting oleh pegawai, yaitu : kemandirian para pegawai dalam melakukan penilaian terhadap permohonan hak kekayaan intelektual, keakuratan pelayanan sesuai dengan yang dipersyaratkan peraturan perundang-undangan, komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan dan rasa simpati pegawai kepada pelanggan. Sementara itu, harus pula melakukan perbaikan pada atribut yang dianggap penting oleh pelanggan, yaitu : kehandalan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, ketersediaan prosedur dan kebijakan sistem pelayanan yang jelas dan tegas, terdapatnya interaksi antara manajemen dengan pelanggan, reputasi dalam mengelola sistem hak kekayaan intelektual serta pemberian rasa aman berupa perlindungan, penghargaan dan pengakuan terhadap hak kekayaan intelektual. Untuk memperkecil tingkat kesenjangan dilakukan dengan : pembenahan terhadap pihak manajemen, pengadaan riset pasar, penambahan sumber daya yang dimiliki, pengurangan ketidaksesuaian manajemen dalam pengelolaan hak kekayaan intelektual, pembentukan komitmen dari pucuk pimpinan, pengadaan kejelasan tujuan standarisasi tugas mengenai kualitas pelayanan. Untuk para pegawai dapat dilaksanakan dengan pemberian pelatihan agar memahami spesifikasi tugas pokok dan fungsi yang ada, memiliki keahlian yang dipersyaratkan oleh spesifikasi pelayanan, peningkatan motivasi untuk meningkatkan kinerja, peningkatan komunikasi antara pegawai dengan pelanggan dan pengurangan janji yang berlebihan kepada pelanggan.
The Development Of Intellectual Property Rights Service System In Forming Customers Satisfaction Level (A Case Study At Directorate General Of Intellectual Property Rights)In this present time Indonesian demanded to sustainable creativity and fair without having to imitate others people work, therefore intellectual property rights system is a challenge to all people involved, not only among employees of Directorate General of intellectual Property Rights, but also to industrial people as main actor on development, and to public as customers. Therefore, intellectual property rights system must be improved. Directorate General of Intellectual Property as a governmental institution under the Department of Justice and Human Rights Republic of Indonesia. in that vision and mission, there were demanded to foster an effective and internationally competitive intellectual property rights system to supports national development within delivering service suitable within or greater than customers expectation. The purpose of this case study to examine Intellectual Property Right system development and also to give suggestion for Directorate General of Intellectual Property Rights management in composing strategy to form customer satisfaction level. For that reason the researcher has conduct to research on intellectual property rights services to employees and customers. Conducting to the case study on quality service system which delivered by Directorate General of Intellectual Property Rights in this research using measurement tools based on customer satisfaction level, the dimensions in service quality (SERVQUAL) method are : Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance and Empathy within the number of samples are 188 respondent, the method of collecting data used in this case study is questionnaire technique and duration time on April 1 up to April 30, 2004. Based on the analysis of frequency distribution results according to the employee's judge, it's known that quality service system Directorate General of Intellectual Property Rights has been good with Assurance dimension on the best position, and then followed by Responsiveness dimension, Reliability dimension and Tangibles dimension, while Empathy dimension is the lowest dimension where most of employees judge that quality service system is less than good. Whereas the result of the analysis on frequent distribution results according to customer's judge, that known the quality service of Directorate General of Intellectual Property Rights system that Assurance dimension .en the best position, and then followed by Responsiveness dimension, and Empathy dimension, which the lowest dimensions were Tangibles dimension and Reliability dimension. The results of gap value level data shown that the first gap is Empathy dimension, the dimension which the biggest value level, secondary gap is Empathy dimension which the biggest value level, third gap is Assurance dimension which the biggest value level, meanwhile for fourth gap Responsiveness dimension is the dimension with the biggest value level. Directorate General of Intellectual Property Rights must be improve quality service system based on the attributes that employees pointed important, which are: employees independent in judgment intellectual property application, accuracy of service required to the laws and regulations, adequate management commitment on service quality and employees emphasis to customers. Meanwhile must be improve on the attributes that customers pointed important, which are : reliable on delivering service for customers, clarify and clear policy and procedure on service system, increasing management and customers interaction, reputable to managing and securing on protection, rewards and recognition of intellectual property rights. In order to reduce the gap level value following actions can be done : put in order the management, adequate market research activities, increase the own resources, decrease inappropriateness in administering intellectual property rights, establish top management commitment, adequate clarify purpose job specification standard on quality service. For employees can be done with implementing: organizing employees training on job specification, having expertise required by service specification, increasing of employee motivation for their performance, increasing communication between employees and customers, and eliminating exaggerated promises to customers.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lahindah
Abstrak :
Hak Kekayaan Intelektual sebagai bagian dari sistem hukum sangat erat kaitannya dengan industri, perdagangan dan investasi. Produk-produk yang berkualitas dan handal dapat dihasilkan jika sistem HKI-nya sudah baik. Direktorat Jenderal HKI mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang hak kekayaan intelektual. Desain Industri (industrial design) merupakan salah satu dari hak kekayaan intelektual yang pelaksanaannya mulai berlaku sejak tanggal 20 Desember 2000. Undang-undang tentang Desain industri dalam pelaksanaannya masalah yang dihadapi adalah adanya anggapan di kalangan masyarakat khususnya pemohon yang mengajukan permohonan desain industri bahwa banyak pendaftaran desain industri yang baru, padahal desain industri yang mendapat perlindungan adalah desain industri yang baru. Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang tersebut di atas untuk menjelaskan implementasi kebijakan pemberian hak desain industri tersebut ditinjau dari indikator prosedur, SDM pelaksana dan lingkungan. Kriteria evaluasi dengan indikator efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan ketepatan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan populasi adalah sampel terdiri dari Konsultan HKI yang terdaftar di Direktorat Jenderal HKI. Data penelitian adalah data ordinal dengan menggunakan skala Likert (gradasi penilaian 1 sampai dengan 5). Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan analisis data dengan menggunakan SPSS 11.0. Berdasarkan hasil analisis deskriptif kuantitatif diperoleh hasil sebagai berikut: Korelasi variabel Sistem pemberian hak desain industri dengan variabel Pelaksanaan dari pemberian hak desain industri dengan tingkat hubungan kuat. Korelasi indikator Prosedur dengan Pelaksanaan dari pemberian hak desain industri dengan tingkat hubungan rendah, indikator SDM pelaksana dengan Pelaksanaan dari hak desain industri dengan tingkat hubungan kuat, dan indikator Lingkungan dengan Pelaksanaan dari pemberian hak desain industri dengan tingkat hubungan sedang. Variabel Sistem pemberian hak desain industri mampu menjelaskan Pelaksanaan dari pemberian hak desain industri sebesar 40,6%. Di antara ketiga indikator di atas, ternyata kontribusi indikator Prosedur paling kecil. Hal ini menjelaskan bahwa ada kelemahan dalam Prosedur. Sistem pemberian hak desain industri melalui pemeriksaan substantif dan yang tidak melalui pemeriksaan substantif adalah meragukan dan bukan merupakan aturan yang jelas. Berdasar perhitungan signifikan pengaruh dapat diketahui bahwa SDM pelaksana berpengaruh signifikan terhadap keadilan kelompok usaha dan berpengaruh signifikan terhadap perlindungan hukum dengan pengaruh cukup berarti. Prosedur tidak memberi pengaruh terhadap Pelaksanaan dari pemberian hak desain industri, dengan adanya dua cars prosedur pendaftaran yang melalui pemeriksaan substantif dan yang tidak melalui pemeriksaan substantif. Semakin meningkatnya jumlah pendaftaran desain industri, sebaiknya keputusan pemberian atau penolakan permohonan dilakukan melalui pemeriksaan substantif. Implementasi kebijakan pemberian hak desain industri di masa yang akan dating perlu direvisi terhadap undang-undang desain industri terutama pada pasal-pasal yang dianggap krusial.
The Evaluation Of The Policy Implementation On The Grant Of Industrial Design Rights By Directorate General Of Intellectual Property RightsIntellectual property rights as a part of law system is closely related to industry, trade and investment. Good quality products can be produced if the system of intellectual property rights is well established. Directorate General of Intellectual Property Rights has to define and perform policies and standardized technique in the field of intellectual property rights. Industrial design is one of intellectual property rights which has been valid since December 20th, 2000. The implementation of laws of Industrial Design has to deal with the issue of public assumption, particularly the applicants of industrial design, that many registration of industrial design are not new, as a matter of fact, industrial design can be protected if it is new. Considering the above background, this research was conducted in order to find out the implementation of the policy to grant industrial design rights in view of procedure indicator, human resources and the environment The criteria of evaluation are effectiveness indicator, efficiency, sufficiency, fairness, responsiveness and accuracy. This research is a descriptive research with population of the sample consists of IPR Consultants registered is Directorate General of IPR. The data is collected using questioners and data analysis using SPSS 11.0. The results of descriptive quantitative analysis shows the strong correlation between variable the system of industrial design rights grant and the variable of the implementation on the grant of industrial design rights. Low correlation is shown between the procedure indicator and the implementation of the grant of industrial design rights. Human resources indicator and the implementation of the grant of industrial design rights have strong correlation, where as environment indicator and the grant of industrial design rights have medium correlation. The system on the grant of industrial design rights variable explains that the implementation on the grant of industrial design rights is 40.6%. Among those indicators mentioned above the smallest contribution is given by procedure Indicator. It explains that there is a weakness inside the procedure. The system of the grant of industrial design rights through substantive examination and without substantive examination is doubtful and indecisive regulation. The calculation of influence significance shows that human resources has a significant influence over the fairness of others enterprises as well as over the law protection where the influence is significant. The procedure does not give influence to the implementation of industrial design rights grant in two ways, which are through substantive examination and without substantive examination. The arising number of industrial design registration should be followed by substantive examination before deciding the grant or the refusal of the application.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Martin
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana peran kepabeanan (customs) dalam rangka perlindungan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual; implementasi the TRIPs Agreement dalam peraturan perundang-undangan tentang kepabeanan di Indonesia apakah dapat memberikan kontribusi terhadap perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual di Indonesia; kendala yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam menerapkan perlindungan hukum terhadap Hak atas Kekayaan lntelektual di Indonesia dan bagaimana upaya mengatasinya. Hasil penelitian adalah pertama, dalam rangka perlindungan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual, kepabeanan (customs) berperan dalam posisinya diperbatasan negara untuk melaksanakan "border enforcement", berupa tindakan penangguhan pengeluaran barang impor 1 ekspor hasil pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual. Kedua, implementasi the TRIPs Agreement dalam peraturan perundang-undangan tentang kepabeanan di Indonesia (tepatnya dalam Pasal 54 sampai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 10 Tabun 1995 tentang Kepabeanan) dapat memberikan kontribusi terhadap perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual di Indonesia, karena disebutkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai diberi kewenangan untuk menangguhkan sementara atau menghentilkan barang ekspor-impor yang diduga melakukan pelanggaran Hak Merek dan Hak Cipta yang diliridttngi di Indonesia yang berarti Direktorat Jenderal Bea dan Cukai turut serta membantu menghindari irtasuknya barang-barang palsu ke Indonesia. Ketiga, beltirh adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur secara jelas dan rinci mengenai pelaksanaan Pasal 54 sampai dengan Pasal 64 Undang-Urtdang Nomor 10 Tabun 1995 tentang Kepabeanan sehingga menjadi hambatan terhadap pelaksanaan presedur penangguhan pengeluaran barang yang ntelanggar Hak atas Kekayaan Intelektual oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; pelaksanaan perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai masih relatif barn, sehingga masih diperlukan berbagai perbaikan, pembenahan dan penyempumaan, baik terhadap sumber daya manusia, maupun perangkat sarana dan prasarana yang tersedia; terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi dan menimbulkan terjadinya kejahatan Hak atas Kekayaan Intelektual yang tidak terlepas dari kondisi lingkungan yang dipengaruhi oleh aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek budaya. Saran yang diajukan adalah pertama, perlu segera diadakannya Peraturan Pemerintah yang mengatur secara jelas dan rinci mengenai pelaksanaan Pasal 54 sampai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 10 Tabun 1995 tentang Kepabeanan. Kedua, diperlukan kerjasama dan pemilik 1 pemegang hak untuk menyampaikan informasi tentang kemungkinan terjadinya pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual dan juga kerjasama serta koordinasi perlu ditingkatkan dengan aparat penegak hukum lainnya. Ketiga, Harus ada ketegasan dan aturan-aturan pembaasan izin memasukkan suatu barang tertentu, atau komponen untuk pembuatan software, atau untuk pembuatan optical disc, atau yang memberikan fasilitan untuk membuat barang bajakan.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wongkar, Marla Regina
Abstrak :
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam hayati. Sumber daya tersebut merupakan kekayaan alam bangsa Indonesia dais bebarapa bersifat sangat khas yang tidak ada di tempat lain, kecuali di Indonesia. Sumber daya hayati selain sebagai sumber pangan dan obat-obatan, jugs merupakan sumber ekonomi yang jika dimanfaatkan dengan benar dapat menjadi sumber ekspor Indonesia. Teknologi dewasa ini telah menjadikan suatu tanaman atau bibit dapat direkayasa sedemikian rupa, sehingga akan lahir produk-produk tanaman pangan yang memiliki sifat-sifat unggui Negara-negara maju di mana teknologi sudah demikian maju, giat melakukan penelitian-penelitian untuk menciptakan bibit unggul tanaman pangan dan buah-buahan. Jika negara-negara maju tadinya merupakan konsumen pangan dan bush dari negara berkembang, maka kini negara berkembang dengan kemampuan teknologinya melahirkan bibit unggul melalui rekayasa genetika tanaman untuk menghasilkan tanarnan unggul yang mereka produksi sendiri, sebagai akibatnya negara berkembang sebagai sumber bibit akan kehilangan sumber daya hayatinya yang khas, sekaligus kehilangan pasar. Hal yang sama terjadi untuk sumber daya hayati yang dipergunakan untuk obat-obatan. Convention for the Protection of Varieties of New Varieties of Plants (UPOV), bersamasama Persetujuan TRIPS, UU No. 14 Tabun 2001 tentang Paten, dan UU No. 29 Tabun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman menjadi dicar hukum bagi Indonesia untuk melindungi sumber daya hayatinya, khususnya yang berkenaan dengan tanaman pangan dan tanaman obat. Sayangnya sampai saat ini kita belum melihat penegakan hukum di bidang varietas tanaman, maupun pendaftaran atas varietas tanaman melalui paten juga masih sangat kurang. Namun perlindungan ini wajib disosialisasikan kepada masyarakat, mengingat sangat banyak sekali terjadi kasus-kasus di mana negara-negara asing dengan dalih penelitian, ternyata melakuakan pencurian dan mengembangkan manfaat sumber daya asli Indonesia dan mendapatkan keuntungan karenanya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18677
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Diah Rusanti
Abstrak :
Modal intelektual telah digunakan sebagai suatu pengukuran terhadap kompetensi inti dan keunggulan bersaing yang menjelaskan perbedaan antara nilai pasar dan nilai buku organisasi sejalan dengan penurunan kegunaan laporan keuangan. Betapapun pentingnya modal intelektual, pemilihan indikator modal intelektual adalah tugas utama perusahaan dalam mempersiapkan laporan modal intelektual. Penelitian ini mengajukan model hirarki keputusan berdasarkan analisa kerangka kerja konseptual dari karakteristik kualitatif. Aplikasi proses analisa bertingkat memungkinkan untuk mendapatkan bobot diantara kriteria dari perusahaan minyak. Pada dekade sebelumnya, industri ini mengalami pertumbuhan yang dramatis dalam operasionalnya namun sejalan dengan itu, sumber daya alamnya semakin terbatas. Hal ini menyebabkan perubahan kebijakan strategis perusahaan. Dan modal intelektual dapat memberikan nilai lebih terhadap perusahaan. Berdasarkan kriteria spesifik dan bobotnya, penelitian memberikan gambaran pemilihan indikator dari perusahaan minyak. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan survei, dan menghasilkan 6 kriteria utama: Kompetensi karyawan, Sikap karyawan, Struktur organisasi, Sistem informasi, Kemampuan melakukan hubungan dengan mitra, dan Lingkungan. Indikator modal manusia mendapatkan bobot yang lebih besar dibanding modal struktural dan modal hubungan. Hal ini menjelaskan bahwa modal manusia adalah dasar dan elemen primer agar modal intelektual berfungsi. Perusahaan minyak memiliki kriteria yang berbeda dengan perusahaan dan industri lain, yang disesuaikan dengan lingkungan industrinya.
Intellectual capital (IC) has prevailed as a measure of core competency and competitive advantage which explains the gap between the market value and book value of an organization at a time of decreasing usefulness of current financial reporting. In spite of the importance of IC, the selection of effective IC indicators is a major task of the companies that are preparing IC reports. This paper has proposed a decision model based on the analysis of the conceptual framework of the qualitative characteristics. The application of the analytic hierarchy process makes it possible to extract weights for setting the priority among criteria in oil company. During the last decade, this industry has experienced a dramatic growth in its operation but the natural resource become scarce. It makes a change in strategy objective of company. And the value of IC seems to have had a major impact on the value of companies. Based on specified criteria and weighting, this paper presents the results of a case study illustrating the results of selected indicators from candidate indicators in the oil company. This research was done by surveying the indicators and the results were consisted of 6 attributes: Employees' competence; Employees' attitude; Organizational Structure; Information Systems; Relationship capability to the Partner; and Environment. The indicators in human capital gained higher weights than structural capital and relationship capital. It explains that human capital is the foundation and primary element to functioning Intellectual Capital. The firms in the oil company have different criteria with other company in other industries that suitable for their industrial circumstances.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T18630
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Susilo
Abstrak :
Penelitian ini menganalisa tentang persepsi pelaksanaan Pelatihan Kemampuan Teknis Pemeriksa dengan menggunakan metode pengukuran efektivitas pelatihan yang dikembangkan oleh Donald Kirkpatrick. Metode ini memiliki 4 (empat) aspek atau kriteria pengukuran, yaitu: Aspek Reaksi terhadap Isi dan Pelaksanaan Pelatihan, Aspek Pengetahuan dan Pembelajaran, Aspek Perubahan Perilaku, dan Aspek Hasil. Aspek hash tidak diikutkan dalam penelitian ini karma merupakan evaluasi jangka panjang. Populasi penelitian adalah eks peserta Pelatihan Kemampuan Teknis Pemeriksa dan atasan peserta, sedangkan data yang digunakan adalah berupa karakteristik dari eks peserta dan atasan, yaitu: jenis kelamin, umur, golongan, dan masa kerja. Dalam penelitian ini hanya menggunakan karakteristik umur dan rnasa kerja. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu pertama melihat persepsi eks peserta menurut umur dan masa kerja. Kedua, melihat persepsi atasan peserta terhadap eks peserta menurut umur dan masa kerja. Ketiga, mengelompokkan indikator-indikator prioritas atau indikator-indikator yang perlu mendapat perhatian khusus oleh Ditjen HKI untuk pelaksanaan pelatihan berikutnya. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data berupa analisis deskriptif, distribusi rata-rata, dan interval keyakinan. Distribusi rata-rata untuk melihat pola penyebaran rata-rata penilaian atau persepsi eks peserta dan atasan menurut karakteristiknya. Kemudian, interval keyakinan untuk melihat rata-rata skor tiaptiap indikator berada pada kisaran normal atau tidak. Setelah melakukan analisa-analisa di atas, maka hasil penelitian mengemukakan bahwa ada pola penyebaran yang bervariasi antara setiap rata-rata skor per subvariabel pada aspek reaksi, rata-rata skor aspek pengetahuan dan pembelajaran, dan aspek perubahan perilaku menurut karakteristiknya. Selanjutnya, terdapat 12 indikator berada di bawah interval keyakinan yang perlu mendapat perhatian khusus dari Ditjen HKI.
This research use to analyze of perception for Examiner Technical Ability Training with training effectiveness measuring method by Donald Kirkpatrick. This method has four aspects: Reactions, Learning, Behavior, and Result. Result not uses in the research because of it a long distance evaluation. Population of the research is ex-participant and their supervisor of Examiner Technical Ability Training. Thus, data has been use included ex-participant and their supervisor, such as genital status, age, echelon, and work time experience. This research had been included three steps: first, saw the perception of ex-participant accordance to age and work time experience. Second, saw the perception of supervisor accordance to age and work time experience. Third, categorize many priority indicators. This research has been use technique data analysis such as descriptive analysis, distribution of mean, and goodness of fit. Distribution of mean had been use to see participant's reactions, a positive reaction does not guarantee learning; a negative reaction almost certainly reduces its possibility. After have been done with many analyze above, so there are many various type of distribution mean score at reactions level, learning level, and behavior level accordance their characteristic. Thus, there are 12 indicators needs special intentions or priority from DGIPR.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20798
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Hadisetyono
Abstrak :
ABSTRAK
Hak paten merupakan bagian dari pada Hak Kekayaan Intelektual, secara umum pengertian HKI yaitu sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektuaI manusia, dimana sebagai bagian dari hukum harta benda (hukum kekayaan). Perlindungan Paten diberikan untuk perlindungan dalam bidang teknologi termasuk teknologi produk farrnasi atau obat. Hak monopoli dari yang dimiliki pemegang paten mengakibatkan obat menjadi mahal sehingga banyak kalangan masyarakat tidak mampu membelinya pada hal obat tersebut sangat diperlukan, maka pemiliknya pada prinsipnya adalah bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya, dan memberikan isi yang dikehendakinya sendiri pada hubungan hukumnya. Hanya dalam perkembangan selanjutnya kebebasan itu mengalami perubahan, yaitu misalnya pembatasan berbpa adanya pengambilalihan oleh Negara. Kebutuhan terhadap kebijakan tentang PeIaksanaan Paten Oleh Pemerintah sangat mendesak sehubungan dengan penyakit menular HIVIAIDS yang perkembangannya dari tahun ke tahun sedemikian cepat, tingginya angka korban yang meninggal akibat penyakit HIV/AIDS serta semakin meningkatnya jumlah penderita HIVIAIDS, hal ini perlu pemerintah segera mengambil tindakan untuk mengatasinya. Dengan adanya campur tangan Pemerintah dengan melaksanakan Paten obat antiretroviral (lamivudin dengan Nomor Paten ID 0 002 473 dan Nevirapin dengan Nomor Paten ID 0 001 338), mama harga that dapat ditekan menjadi Iebih murah bahkan diberikan dengan gratis kepada penderita HIVIAIDS, sehingga semakin banyak penderita HIVIAIDS yang dapat menggunakan obat tersebut, namun kenyataannya masih banyak penderita HIVIAIDS yang belum memanfaatkan atau menggunakan obat anti retroviral tersebut. Permasalahannya adalah sebagai berikut : "Kendala-kendala apakah yang dihadapi penderita HIVIAIDS dalam memperoleh obat-obat anti retroviral 7', khusunya that anti retroviral yang dilindunggi paten, dan paten tersebut dilaksanakan oleh Pemerintah. Berdasarkan basil riset bahwa hambatan penderita HIVIAIDS terhadap akses that anti retroviral adalah dalam pelayanan kesehatan dan disebabkan juga oleh penderita HIVIAIDS sendiri yang belum bersedia untuk menggunakan obat anti retroviral karena berbagai pertimbangan.
ABSTRACT
Rights of health of patient HIV/AIDS constraints faced by the patient HIV/AIDS in obtaining drugs of anti retroviral as exploitation of patent by Government. Patent right represent the part of intellectual equity, in general congeniality intellectual property rights that is as rights for properties of arising out or born because intellectual ability of human being, where as part of good and chattel law (law of properties). Patent protection given for the protection of in the field of technology of is inclusive of technology of product of pharmacy or drug. Monopolistic rights from owned by the patent holder result the drug become costly so that a lot of society circle unable to buy it though the drug matter very needed, hence its owner in principle is free go to any length as according to its, and give the content desired own at its contractual terms. Only in growth here in after that freedom experience of the change, that is for example demarcation in the form of existence of take over by State. Requirement to policy about exploitation of patent by imperative Government referring to contagion HIV/AIDS which its growth from year to year in such a way quickly, height of victim number dying effect of disease HIV/AIDS and also progressively the increasing of amount of patient HIV/AIDS, this matter is governmental need immediately bring an action against to overcome it. With the existence of Governmental interference by exploitation patent medicine the antiretroviral (lamivudin with the number of patent id 0 002 473 and nevirapin with the number of patent id 0 001 338), hence drug price can be depressed to become cheaper is even given free of charge to patient HIV/AIDS, so that more and more patient HIV/AIDS which can use the drug, but in reality still a lot of patient HIV/AIDS which not yet exploited or use the drug of anti retroviral. Its problems shall be as follows: "Constraints whether/what faced by the patient HIVIAIDS in obtaining drugs of anti retroviral?", especially medicine anti retroviral which protected by patent, and Exploitation of Patent By Government. Pursuant to result research into that resistance of patient HIVIAIDS to accessing drug antiretroviral in health service and caused also patient HIVIAIDS by self which not yet have the kindness to use the drug of anti retroviral because various consideration.
2007
T20833
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>