Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amanda Julia
Abstrak :
Dalam perjanjian asuransi Penanggung bertanggungjawab atas klaim yang diajukan oleh Tertanggung bilamana Tertanggung mengalami peristiwa yang merugikan. Namun terdapat beberapa kondisi dimana Penanggung dapat dibebaskan dari tanggung jawab tersebut. Seperti halnya pada sengketa klaim asuransi yang terjadi antara PT Baruna Shipping Line (Tertanggung) dengan PT Asuransi Jasa Indonesia (Penanggung) yang menunjuk PT Global Insurance Broker (Broker) sebagai pialang asuransi. Dalam sengketa terkait adanya pelanggaran undang-undang pelayaran yang dilakukan oleh Tertanggung dan keterlambatan pembayaran premi yang dilakukan oleh Broker, Penulis melakukan penelitian mengenai bagaimana tanggung jawab Penanggung atas pembayaran klaim yang timbul karena kedua hal tersebut dan apakah putusan Peninjauan Kembali yang menghukum Penanggung untuk membayar nilai pertanggungan sebesar dua puluh delapan miliar Rupiah kepada Tertanggung telah sesuai dengan KUHD dan polis asuransi. Penelitian ini berjenis yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Teori yang digunakan yaitu Teori Legal Sistem dari Lawrence M. Friedman, yang mana teori tersebut menitikberatkan antara lain pada struktural hukum dan substansi hukum. Adapun kesimpulan jawaban dari permasalahan tersebut adalah dengan terbuktinya adanya pelanggaran undang-undang yang dilakukan oleh Penanggung maka merujuk pada Polis Asuransi dan Pasal 276 KUHD Penanggung dapat dibebaskan dari pembayaran klaim. Atas keterlambatan pembayaran premi yang dilakukan oleh Broker merujuk pada Pasal 5 ayat (1) POJK No.70/2016 konsekuensinya adalah Broker yang bertanggung jawab atas pembayaran klaim. Oleh karenanya Putusan Peninjauan Kembali yang menghukum Penanggung untuk membayar nilai pertanggungan kepada Tertanggung tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan polis asuransi dan Pasal 276 KUHD.<
In the insurance agreement the Insurer is responsible for claims submitted by the Insured if the Insured experiences an adverse event. However, there are a number of conditions where the Insurer can be freed from these responsibilities. As with the insurance claim dispute that occurred between PT Baruna Shipping Line (the Insured) with PT Asuransi Jasa Indonesia (the Insurer) who appointed PT Global Insurance Broker (the Broker) as an insurance broker. In a dispute related to violations of shipping laws carried out by the Insured and late premium payments made by the Broker, the Author conducts research on how the Insurer is responsible for paying claims arising because of both these matters and whether the Judicial Review Verdict punishes the Insurer to pay the insured value twenty-eight billion Rupiah to the Insured is in accordance with the Commercial Code (KUHD) and insurance policy. This research is a normative juridical type using secondary data which is analyzed qualitatively. The theory used is the Legal System Theory from Lawrence M. Friedman, in which the theory focuses on, among others, structural law and legal substance. The conclusion of the answer to this problem is to prove the existence of a violation of the law carried out by the Insurer, then referring to the Insurance Policy and Article 276 Commercial Code (KUHD) the Insurer can be exempted from payment of claims. For late premium payments made by the Broker referring to Article 5 paragraph (1) POJK No. 70/2016 the consequence is a Broker responsible for payment of claims. Therefore the Judicial Review Verdict which punishes the Insurer to pay the insurance coverage to the Insured is not in accordance with the terms and conditions of the insurance policy and Article 276 Commercial Code (KUHD).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valdy Adha Fireza
Abstrak :
Telemarketing menjadi suatu hal yang penting dalam dunia bisnis, termasuk dalam bidang asuransi. Telemarketing dalam bidang asuransi selain memasarkan produk asuransi, juga melakukan hubungan hukum (perjanjian) kepada tertanggung, hal ini telah memudahkan perusahaan asuransi dalam menjalankan usahanya namun disisi lain praktik perjanjian asuransi yang dilakukan secara lisan melalui telemarketing menuai banyak permasalahan dan kelemahan, seperti Surat Permohonan Asuransi Jiwa yang di gantikan dengan Voice Recording System atau Rekaman telepon yang bentuknya tidak tertulis, selain itu juga terdapat permasalahan bahwa telemarketer tidak memberikan informasi mengenai syarat dan ketentuan secara jelas, lengkap dan rinci juga permasalahan mengenai perbedaan antara syarat dan ketentuan dalam perjanjian asuransi dengan polis, sedangkan terdapat ketentuan dalam Pasal 258 Ayat (1) dan Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang bahwa pembuktian adanya perjanjian Asuransi juga pembuktian adanya perbedaan antara syarat dan ketentuan dalam Perjanjian Asuransi dengan Polis harus dibuktikan dengan adanya bukti tertulis. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan hukum perjanjian asuransi yang dilakukan secara lisan melalui telemarketing mengikat para pihak dan untuk mengetahui perlindungan terhadap tertanggung yang mengikatkan diri terhadap Perjanjian Asuransi yang dilakukan secara lisan melalui telemarketing. Hasil dari Penelitian ini adalah bahwa Perjanjian Asuransi keabsahannya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan perjanjian asuransi yang dilakukan secara lisan melalui telemarketing  tidak memenuhi syarat sah perjanjian yang pertama (Pasal 1320 Ayat (1) KUH Perdata) yaitu kesepakatan para pihak karena adanya penyalahgunaan keadaan ketika membentuk perjanjian asuransi, selain itu juga tidak memenuhi asas konsensualisme, itikad baik dan kepastian hukum sehingga tidak memiliki kekuatan hukum secara sempurna karena dapat dibatalkan. Selain itu perjanjian asuransi yang dilakukan secara lisan melalui telemarketing juga tidak memenuhi hak dari konsumen yaitu mengenai hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa dan rekaman telepon (VRS) tidak dapat dijadikan alat bukti karena adanya ketentuan Pasal 258 Ayat (1) dan (2) KUHD dan juga VRS tersebut tidak dimiliki oleh tertanggung sehingga membuat posisi tertanggung lemah ketika terjadi sengketa.<
The Telemarketing is an important things in the business nowadays, including in the Insurance field. Besides promoting the product of the insurance, Insurance telemarketing also make an legal relation (agreement) on behalf of Insurance company to the insured. On the other hand, the practice of Insurance Agreement which conducted verbally through The Telemarketing triggered many problems and weaknesses, such as insurance agreement (written form) has replaced by the voice recording system that is unwritten form, moreover, there are some issue regarding the telemarketer do not provide or give the information about the terms and condition clearly, completely and detailed and also regarding the differences terms and condition between insurance agreement and the insurance policy, whereas Article 258 Paragraph (1) and Paragraph (2) in Indonesian commercial code stated that the proof of the existence of the insurance agreement and differences of terms and conditions between Insurance agreement and Insurance policy should be proven by written evidence. The purpose of this research is to find out the force of law of Insurance agreement conducted verbally through the telemarketing bounds the parties and to find out the protection of the insured who binds to the Insurance agreement conducted verbally through the telemarketing. The result of the research are that the validity of the Insurance Agreement is regulated in Indonesian Civil Code, and the Insurance agreement conducted verbally through the telemarketing do not fulfill the first requirments of valid agreement (Article 1320 Paragraph (1) in Indonesian Civil Code) since the telemarketer do a circumstance abuse when issuing the agreement. The telemarketing insurance practice also does not fulfill the principle of consensualism, good faith and legal certainty. Consenquently the insurance agreement do not have a perfect force of law since it voidable. Furthermore, telemarketing insurance practice do not fulfill the right of consumers regarding the right to get an information correctly, clearly, and honestly concerning the condition and the guarantee of goods and/ or services and regarding the Voice Recording system (VRS), it can not be used as evidence according to the Article 258 Paragraph (1) and (2) Indonesian Commercial Code. Further, the VRS is not owned by the insured, hence positioning the insured weaker when a dispute arises.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafa Nissa Amanda
Abstrak :
Saat ini belum terdapat lembaga tersendiri yang menjamin perlindungan bagi para pemegang polis di Indonesia. Dalam skripsi ini, menganalisis skema serta mekanisme yang sesuai dalam pembentukan Lembaga Penjamin Polis di Indonesia. Dalam skripsi ini terdapat 3 (tiga) permasalahan yaitu: 1. Perlindungan pemegang polis di Indonesia pada saat perusahaan asuransi mengalami gagal bayar yang diatur oleh peraturan perundang-undangan; 2. Pengaturan Lembaga Penjamin Polis di Jepang; 3. Regulasi dan mekanisme yang tepat dalam pembentukan Lembaga Penjamin Polis di Indonesia. Metode penilitian dalam penilitian ini adalah yuridis normatif dan menggunakan data sekunder. Berdasarakan penilitian yang dilakukan maka perlindungan pemegang polis pada saat terjadi peristiwa gagal bayar diatur dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Usaha Perasuransian dan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Perasuransian. Negara Jepang memiliki lembaga tersendiri yang difungsikan sebagai Lembaga Penjamin Polis, diatur dalam ketentuan Insurance Business Act 1995. Dalam pembentukan Lembaga Penjamin Polis di Indonesia harus memiliki regulasi tersendiri yang mengatur mengenai ketentuan Lembaga Penjamin Polis, selanjutnya skema yang tepat dalam pembentukan Lembaga Penjamin Polis di Indonesia adalah memberikan penjaminan kepada para anggota Lembaga Penjamin Polis yang mengalami gagal bayar dengan memberikan bantuan keuangan kepada Perusahaan Asuransi Penyelamat, mengalihkan kontrak asuransi ke Perusahaan Asuransi Jembatan, dan mengambil alih kontrak asuransi. ......Currently, there is no separate institution that guarantees protection for policyholders in Indonesia. In this thesis, we analyze the appropriate scheme and mechanism in the formation of a Policyholder Protection Institution in Indonesia. In this thesis there are 3 (three) problems, namely: 1. Protection of policyholders in Indonesia when an insurance company experiences a default which is regulated by laws and regulations; 2. Regulation of the Policyholder Protection Institution in Japan; 3. Appropriate regulations and mechanisms in the establishment of a Policyholder Protection Institution in Indonesia. The research method in this research is normative juridical and uses secondary data. Based on the research conducted, the protection of the policyholder in the event of a default is regulated in Article 20 paragraph (2) of the Insurance Business Law and Article 52 paragraph (1) of the Insurance Act. The State of Japan has its own institution that functions as a Policyholder Protection Institution, regulated in the provisions of the Insurance Business Act 1995. In the establishment of a Policyholder Protection Institution in Indonesia, it must have its own regulation that regulates the provisions of the Policyholder Protection Institution n, then the appropriate scheme in establishing a Policyholder Protection Institution in Indonesia is to provide guarantees to Policyholder Protection Institution members who have defaulted by providing financial assistance to the Rescue Insurance Company, transferring the insurance contract to the Bridge Insurance Company, and taking over the insurance contract.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Adelia
Abstrak :
Pada masa ini, teknologi informasi telah menjadi sarana utama yang digunakan untuk menopang berbagai sektor yang vital. Akan tetapi, perkembangan teknologi informasi dapat menimbulkan risiko siber yang menganggu kehidupan masyarakat, sehingga para pemangku kepentingan dituntut untuk mengatasi risiko siber dan mewujudkan keamanan siber. Cara yang paling umum dilakukan untuk mengatasi risiko siber adalah menggunakan asuransi siber. Dalam hal ini, objek asuransi siber tidak mengenal batas negara borderless, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian diatur bahwa objek asuransi di Indonesia yang hanya dapat diasuransikan pada perusahaan asuransi Indonesia yang mendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan. Sehubungan dengan hal ini, yang menjadi permasalahan adalah apakah objek asuransi siber dapat diasuransikan pada perusahaan asuransi Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan hukum positif. Untuk menjawab permasalahan, perlu dilihat bahwa asuransi merupakan perjanjian. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, apabila pemilik objek asuransi siber sepakat untuk mengasuransikan objek tersebut pada perusahaan asuransi Indonesia, perjanjian sah dan berlaku sebagai undang undang bagi para pihak yang membuatnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa objek asuransi siber dapat diasuransikan pada perusahaan asuransi Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library