Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Purnamasari
Abstrak :
Sambandha merupakan salah satu unsur dari prasasti sīma, yaitu prasasti yang memperingati sebuah tanah dijadikan sīma. Sambandha merupakan alasan atau sebab dari sebuah peristiwa yang pada akhirnya diabadikan dalam sebuah prasasti. Hal yang unik adalah rupanya sambandha tidak hanya ditemukan pada prasasti sīma, namun juga pada prasasti jayapatra dan prasasti pajak. Sambandha dari ketiga jenis prasasti tersebut memiliki perbedaan dalam hal fungsi, ragam, dan cara penganugerahannya. Akan tetapi ketiganya sama-sama berfungsi mengantarkan alasan dibalik peristiwa yang diabadikan dalam prasasti. Dinamika masa pemerintahan Balitung berkembang dalam setiap periode. Berdasarkan sambandha dari prasasti-prasastinya, masa pemerintahan Balitung sangat penuh dinamika dan gejolak terutama pada akhir-akhir pemerintahannya. ......Sambandha is one element of the inscription sima, the inscription commemorating a land made sima. Sambandha is the reason or the cause of an event which in turn perpetuated in an inscription. The unique thing is apparently sambandha not only found in the inscriptions sima, but also the inscriptions jayapatra and inscriptions oftaxes. Sambandha of the three types of inscriptions may have differences in terms of function, range, and how it is given. However, they have in common is to deliver the reasons behind the events warned in inscriptions. The dynamics of Balitung reign developing in every period. Based sambandha from his inscriptions, Balitung reign is full of dynamics and turbulence, especially in the late reign.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43006
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edhie Wurjantoro
Abstrak :
ABSTRAK
Sampai saat ini penulisan sejarah Indonesia belum dapat dilakukan secara tuntas. Hal itu disebabkan ada beberapa periode yang sumber sejarahnya sangat kurang. Jadi dengan sendirinya gambaran yang menyeluruh dan jelas tidak dapat diperoleh.

Salah satu periode sejarah kuna Indonesia yang sampai sekarang belum dapat dituliskan dengan jelas adalah bagian permulaan kerajaan Mataram kuna. Kerajaan itu berkembang sejak ke-8 sampai akhir abad ke-10 dengan pusatnya di daerah Mdang di wilayah Poh Pitu.

Menurut sebagian ahli kerajaan itu diperintah oleh dinasti Saijaya dan Sailendra. Hamun pendapat itu dibantah oleh sebagian ahli lainnya, yang mengatakan bahwa hanya ada satu dinasti yang memerintah di kerajaan Mataram yaitu dinasti Sailendra. Tidak ada kata sepakat hingga saat itu mengenai hal itu.

Sehubungan dengan itu penelitian ini berusaha maninjau kembali masalah dinasti Sanjaya dan Sailendra yang memerintah di Jawa Tengah pada abad ke-8 sampai ke-10, dengan jalan meninjau dan mentafsirkan kembali sumber yang ada. Penelitian ini menggunakan sumber prasasti yang telah diterbitkan oleh J.L.A. Brande dalam bukunya '0ud~Javaansche Oorkonden' dan buku J.G. de Casparis 'Prasasti Indonesia I/II' prasasti yang belum diterbitkan.

Sebagai langkah awal dilakukan kajian kapustakaan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Terhadap prasasti yang belum diterbitkan dilakukan pengalih aksaraan dan terjemahan agar bisa bisa diperoleh gambaran tentang isinya. Sedangkan prasasti-prasasti yang telah diterbitkan diusahakan membaca kembali prasasti dan terjemahannya. Setelah melakukan kritik dan analisa terhadap sumber-sumber itu, lalu dilakukan interpretasi dan menuliskannya dalam bentuk cerita sejarah yang mudah dimengerti.

Temuan baru yaitu prasasti Wanua Tengah 3, yang diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai hal itu, ternyata menambah rumit persoalan. Hal itu di sebabkan karena tokoh yang disebut dalam prasasti Wanna Tengah 3 berbeda dengan tokoh yang disebutkan di dalam prasasti Mantyasih, padahal kedua prasasti itu dikeluarkan oleh raja yang sama. Dari hasil telah kembali sumber-sumber sejarah yang ada ternyata cenderung membenarkan pendapat adanya dua dinasti yaitu dinasti Sanjaya dan Sailendra, bahkan mungkin lebih.
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1960
D1847
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Aryanto
Abstrak :
Prasasti sebagai sumber sejarah kuna mempunyai kualitas yang tinggi, dan merupakan sumber yang dapat dipercaya, karena apabila diteliti dengan seksama isinya dapat memberikan gambaran yang amat menarik tentang struktur kerajaan, birokrasi, kemasyarakatan, perekonomian, agama, kepercayaan, dan adat istiadat di dalam masyarakat Indonesia Kuna. Sejumlah besar prasasti banyak yang belum diteliti secara tuntas. Sebagian besar prasasti diterbitkan dalam bentuk alih aksaranya raja, itu pun tidak seluruhnya lengkap. Beberapa diantaranya dilengkapi dengan terjemahan, namun telaah atas isinya belum banyak dilakukan. Prasasti Munggut telah lama ditemukan dan muncul pertama kali dalam satu laporan yang terbit pada tahun 1887, namun hingga saat ini belum ada yang membahasnya secara khusus dan tuntas. Sehubungan dengan hal tersebut maka suatu kajian awal terhadap prasasti merupakan tema dalam skripsi ini. Mengingat pentingnya prasasti sebagai salah satu sumber sejarah kuna dan sekaligus berfungsi sebagai historiografi, maka harus dilakukan telaah terhadap isi prasasti Munggut, yaitu mencoba mengetahui latar belakang sebab-sebab dikeluarkannya prasasti Munggut oleh raja Airlangga, dan juga mencoba memberikan gambaran aspek-aspek kehidupan masyarakat pendukungnya saat prasasti Munggut ini dikeluarkan. Tetapi yang lebih penting pada awal penelitian skripsi ini adalah memecahkan persoalan pertanggalan yang dibaca secara berbeda-beda oleh beberapa sarjana. Apakah prasasti Munggut ini dikeluarkan tahun 944 S atau 955 S. selain itu ada hal yang menarik di dalam prasasti Munggut ini, yaitu penyebutan tanda rakryan ri pakirakiran makabehan sebagai golongan pejabat. Penyebutan itu tidaklah umum pada masa Airlangga, dan diketahui pula bahwa belum ada prasasti Airlangga lainnya yang telah diterbitkan hasil penelitiannya menyebutkan istilah tersebut. Hasil pembahasan yang dikemukakan dalam skripsi ini menyatakan bahwa prasasti Munggut memiliki angka tahun 944 S. hal ini didasarkan pada hasil pengajian terhadap fisik prasasti dan isi prasasti, yang lazim disebut dengan kritik ekstern dan intern, suatu bagian dari urutan metode penelilian yang biasa digunakan dalam ilmu sejarah, Sedangkan masalah penyebutan istilah tanda rakryan ri pakirakiran yang disebut dalam prasasti Munggut kemungkinannya merupakan bentuk istilah baru yang belum umum digunakan pada masa Airlanngga, terutama prasasti-prasastinya. kemungkinan lain muncul dari penyebutan istilah tanda ri pakirakiran tersebut, yaitu bahwa istilah itu telah dipergunakan terlebih dahulu oleh masyarakat Bali Kuna yang merupakan tanah asal kelahiran Airlangga untuk kemudian dibawa dan diperkenalkan oleh Airlangga ke tanah Jawa, khususnya Mataram Kuna pada masa pemerintahannya. Hal ini didapatkan melalui perbandingan terhadap prasasti-prasasti dari masa Bali Kuna. Namun hal ini masih perlu banyak diteliti kembali, karena masih diperlukan banyak waktu untuk dapat membuktikan apakah ada prasasti lain dari masa Airlangga yang juga menyebutkan istilah tanda rakryan ri pakirakiran. Masalah itu nantinya akan menimbulkan satu masalah baru yang menunggu waktu untuk pembahasan lebih lanjut
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11526
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwinsyah
Abstrak :
Sumber utama yang dapat mendukung penyusunan sejarah kuna Indonesia adalah sumber-sumber tertulis. Prasasti sebagai salah satu sumber tertulis merupakan sumber yang mengungkapkan informasi di berbagai hal yang ada pada kehidupan masyarakat jaman dahulu. Dengan mempelajari tulisan-tulisan kuna di dalamnya, informasi tentang masa lalu dapat diungkap. Isi dari prasasti biasanya memuat keterangan yang berkisar pada peringatan suatu kejadian. Ada beberapa macam prasasti seperti penetapan sima, jayapattra, jayasong, rajaprasasti dan suddhapattra. Pada umumnyya prasasti yang banyak ditemukan berupa penetapan sima. Prasasti jenis ini di masa lalu merupakan peristiwa yang sangat panting menyangkut status tanah yang dipertahankan terus secara turun temurun. Prasasti Kawambang Kulwan 913 S merupakan jenis prasasti penetapan sima. Prasasti ini ditemukan di desa sendang Kamal, kecamatan Maospati, Madiun dan kini tersimpan di Museum Nasional dengan nomor D.37. Prasasti ini telah dibaca oleh J.L.A. Brandes walaupun hanya 12 baris bagian awal pada sisi depan. Bentuk dasar dari prasasti Kawambang Kulwan ini berupa batu padas dengan bentuk blok berpuncak lancip dengan tinggi 187, lebar 105 dan tebal 92 cm. Huruf yang dipahatkan terdapat di seluruh sisi dengan huruf dan bahasa Jawa kuna dan pada bagian bawah dihiasi dengan pahatan hiasan bunga padma. Banyak kerusakan di beberapa bagian prasasti ini yang menyebabkan kesulitan dalam pembacaan dan sedikit mendapat informasi dari isi prasasti tersebut. Hasil pembacan Brandes yang hanya sebanyak 12 baris menjadi perhatian penulis untuk melakukan penelitian terhadap prasasti Kawambang Kulwan ini untuk diteliti lebih lanjut Riwayat dan isi prasasti ini sebagai berikut : sekitar 70 tahun setelah masa pemerintahan Sindok dari Mataram, diantara kurun waktu tersebut tidak didapat informasi mengenai pemerintahan raja-raja di rentang waktu tersebut, hingga munculnya pemerintahan raja Airlangga. Prasasti Kawambang Kulwan berada di kurun waktu yang kosong itu, dengan angka tahun 913 S. Walaupun nama raja pada prasasti ini tidak terbaca tetapi dari angka tahun dan sumber data lain yang mendukung seperti kitab Wirataparwa yang ditulis tahun 918 S menyebut diantara tahun tersebut diperintah oleh raja Dharmmawangsa Teguh. Seperti telah diketahui bahwa raja ini tewas dibunuh dalam serangan raja Wurawun dalam suatu pralaya, kisah ini tertulis dalam prasasti Pucangan yang dikeluarkan oleh raja Airlangga. Prasasti yang dikeluarkan oleh raja Dharmmawangsa Teguh sedikit sekali dan banyak yang rusak sehingga sulit digambarkan bagaimana masa pemerintahan raja tersebut. Informasi yang didapat pada prasasti Kawambang Kulwan adalah berupa penetapan sima di desa Kawambang Kulwan yang berupa sima swatantra dari sri maharaja (Dharmmawangsa Teguh) yang diteruskan oleh Pu Dharmmasanggramawikranta dan diterima oleh Samgat Kanuruhan Pu Burung tentang pendirian bangunan suci untuk dewa Siwa dan adanya ajaran kitab Siwasasana. Upacara tersebut dihadiri oleh para samgat dari berbagai daerah di sekitar desa Kawambang Kulwan. Prasasti berhenti pada bagian pemberian hadiah, tidak tertutup kemungkinan terdapat kelanjutan dari isi prasasti ini di bagian batu yang lain. Penulis melihat masih banyak yang belum terungkap dari isi prasasti Kawambang Kulwan ini baik dari segi aspek kehidupan masyarakat, sosial, ekonomi dan sebagainya belum terjawab semua. Penelitian lebih lanjut masih terbuka untuk mengkaji lebih dalam prasasti Kawambang Kulwan ini
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11828
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Endah Nurvita
Abstrak :
Masa pemerintahan Tribhuwana dapat dikatakan merupakan titik awal kejayaan kerajaan Majapahit. Dalam masa pemerintahannyalah muncul tokoh-tokoh yang sangat terkenal dalam sejarah dan berperan penting atas kejayaan Majapahit. Tokoh_tokoh yang dimaksud adalah Hayam Wuruk, Gajah Mada, dan Prapanca. Selama 22 tahun Tribhuwana memegang tahta, telah ditemukan 7 buah prasasti termasuk prasasti Palungan yang berangka tahun 1252 Saka (1330 M). Prasasti Palungan ini menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuna. Prasasti tersebut pernah diteliti sebelumnya oleh N.J. Krom pada tahun 1913 dan L.Ch. Damais tahun 1955. Penelitian sementara yang telah dilakukan oleh Krom menghasilkan tanggal dikeluarkannya prasasti, sedangkan penelitian Damais menghasilkan 3 baris alih aksara dari keseluruhan barisnya sehingga informasi yang dapat diperoleh sangat sedikit. Informasi tersebut adalah unsur-unsur pertanggalan dan nama raja yang mengeluarkan. Akan tetapi untuk menyusun sebuah kisah sejarah dibutuhkan unsur waktu, tokoh, peristiwa, dan tempat. Keempat unsur tersebut belum Iengkap digali dan diteliti lebih mendalam. Untuk dapat mengetahui empat unsur pokok sejarah prasasti Palungan di atas, maka dilakukan alih aksara dan alih bahasa terhadap prasasti Palungan yang menghasilkan lengkapnya keseluruhan isi prasasti dan keempat unsur pokok sejarah. Selain itu untuk mengetahui apakah data ini layak atau tidak, maka data harus diuji dengan serangkaian tahap analisis yang dimulai dengan tahap Heuristik, kemudian dilanjutkan Kritik Teks ( Ekstem dan Intern ), Interpretasi, dan terakhir Historiografi. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa prasasti Palungan yang berangka tahun 1252 Saka ini ditulis sesuai dengan jamannya dan bukan merupakan prasasti tiruan atau palsu sehingga Iayak untuk dijadikan sebagai data Sejarah Kuna Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11782
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trigangga
Abstrak :
Dalam usaha menyusun sejarah kuno para sejarawan akan selalu memperhatikan sumber-sumber tertulis seperti prasasti, naskah, dan berita asing sebagai sumber penelitian. Prasasti sebagai sumber penelitian sejarah memang memiliki kelebihan dibanding benda-benda arkeologis lain. Kelebihan prasasti ialah seolah-olah dapat berkisah mengenai perilaku kehidupan manusia dan lingkungannya pada jamannya. Oleh sebab itu tidak salah apabila dikatakan. bahwa prasasti merupakan tulang punggung sejarah kuno. Perlu diingat juga bahwa setiap penemuan prasasti baru tentu akan mengubah jalannya uraian sejarah. Kita, yang diwarisi begitu banyak peninggalan berupa prasasti, hingga sekarang belum banyak melakukan penelitian secara intensif. Dari sekian ratus prasasti, sebagian besar baru dikerjakan dan diterbitkan dalam bentuk transkripsi sementara saja (lengkap atau tidak lengkap), bahkan masih banyak yang belum diterbitkan sana sekali.Inilah tugas berat seorang ahli epigrafi, tidak aaja mene_liti prasasti-prasasti yang belum diterbitkan, tetapi juga meneleti kembali prasasti-prasasti yang baru terbit dalam bentuk transkripsi sementara. Prasasti Linggasuntan, salah satu di antara prasasti-prasasti yang telah dikerjakan dalam bentuk transkripsi (tidak lengkap) oleh JLA Brandes, pada kesempatan ini mendapat perhatian untuk diteliti. Banyak hal yang hendak dibahas, tetapi hanya satu atau dua aspek yang dapat dikemukakan di sini, yaitu mengenai penggunaan gelar rakai yang disandang raja dan pejabat-pejabat tinggi kerajaan. Di samping itu, studi kewilayahan juga menjadi perhatian; desa-desa ...
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1985
S12048
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fifia Wardhani
Abstrak :
Prasasti Salingsingan II berangka tahun 804 S dan berisi tentang Sima, yaitu peresmian sawah untuk bhatara di Dihyan. Terdapat penyebutan tokoh pu Padmanabhi sebagai istril selir Sri Maharaja Rakai Kayuwani dan merupakan anak dari seorang pejabat keagamaan atau penguasa daerah Tgan Rat yang bernama dark acaryya Widyasiwa. Informasi ini diperoleh dari transkripsi sementara yang pernah dibuat oleh Boechari dan belum pernah terbit (Soemadio, 1993: 242, cat. 260). Transkripsi sementara yang dibuat oleh Boechari tidak diketahui keberadaannya. Oleh sebab itu informasi yang diperoleh dari transkripsi tersebut perlu ditinjau kembali. Untuk menyusun kisah sejarah yang lengkap dalam suatu prasasti dibutuhkan 4 aspek pokok, yaitu waktu, tempat, tokoh, dan peristiwa yang dapat dijumpai dalam isi suatu prasasti. Akan tetapi pada prasasti Salingsingan II keempat aspek pokok tersebut belum diungkap secara maksimal. Oleh karena itu dibutuhkan serangkaian tahap analisis dan pembacaan kembali dengan harapan diperoleh alih aksara dan alih bahasa beserta catatan-catatannya yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya agar isi prasasti Salingsingan II dapat diungkap semaksimal mungkin guna menunjang penyusunan sejarah kuna Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode yang lazim digunakan dalam ilmu Sejarah, yaitu: 1.Heuristik yang merupakan tahap pengumpulan data 2. Kritik yang merupakan tahap pengolahan data 3. Interpretasi dan Historiografi yang merupakan tahap penafsiran berupapenjelasan data yang diperoleh dari hasil pembacaan dan pembahasan atas isi prasasti Salingsingan II dalam bentuk kisah sejarah yang lengkap. Data utama dalam penelitian ini adalah prasasti Salingsingan II 804 S yang termasuk ke dalam rentangan masa pemerintahan rakai Kayuwani. Data pembantu adalah semua prasasti yang berasal dari masa pemerintahannya (778-804 S) dan beberapa prasasti dari masa rakai Watukura dyah Balitun dan raja Sindok. Selanjutnya digunakan data pustaka untuk menunjang pengkajian masalah penelitian. Hasil penelitian ini adalah: Pembacaan angka tahun 804 Saka adalah benar, n Prasasti Salingsingan II tidak menyebutkan dalam kalimat-kalimatnya bahwa pu Padmanabhi itu adalah selir raja rakai Kayuwani Dalam prasasti hanya tertulis rakryan winihaji, bukan rakryan winihaji maharaja rakai Kayuwani, Tidak ada dalam kalimat-kalimat prasasti Salingsingan II bahwa rakryan winihaji pu Padmanabhi adalah anak dari San Pamgat Tga[n] Rat dan Acaryya Widyasiwa
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11815
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Sri Jaya Prabhu (1108 Saka) adalah seorang raja yang memerintah bersamaan dengan Sri Kameswara (1107 Saka) yaitu raja dari Kadiri. Wilayah kekuasaan Sri Jaya Prabhu berada di daerah sekitar Madiun dan Ponorogo, yang tentunya lepas dari kekuasaan Kadiri. Penyebutan Sri Jaya Prabhu ini hanya dijumpai pada prasasti Mrwak dan prasasti Shah Keting (1126 Saka). Dalam prasasti Shah Keting, Sri Jaya Prabhu juga menyebut dirinya sebagai Sri Jayawarsa Digwijaya Sastraprabhu. Prasasti Mrwak ini keberadaannya masih insitu sehingga masih terjaga keasliannya. Selain itu, nama Mruwak sampai sekarang masih digunakan untuk penyebutan nama desa yang bernama desa Mruwak di mana prasasti Mrwak ini berada (ditempatkan). Secara toponimi, keletakan desa Mrwak ini sesuai dengan isi dari prasasti Mrwak, yang menyebutkan bahwa terdapat sungai besar di sebelah barat laut dan terdapat gunung di sebelah desa Mrwak di mana pada saat prasasti Mrwak ini ditulis, desa Mrwak dipindahkan ke tempat yang mendekati gunung. Sungai tersebut sampai sekarang masih ada., di mana penduduk setempat menyebutnya dengan `kali catur' dan gunung yang dimaksud dalam prasasti Mrwak adalah Gunung Wilis yang letaknya tidak jauh dari desa Mrwak. Keistimewaan lain yang dimiliki prasasti Mrwak adalah mengenai unsur penanggalannya. Tidak seperti prasasti pada umumnya, prasasti Mrwak tidak menyebutkan adanya nama unsurnya misalnya masa, tithi, wara, wuku, dan beberapa nama unsur lainnya. Hal ini disebabkan sang citralekha kurang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menuliskan sebuah prasasti
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S11549
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damais, Louis-Charles
Paris: [publisher not identified], 1962
913.926 DAM e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>