Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eko Ariefianto
Abstrak :
Peningkatan ketergantungan organisasi pada sistem informasi sejalan dengan resiko yang mungkin timbul. Informasi menjadi suatu yang penting yang harus tetap tersedia dan dapat digunakan serta terjaga keberadaannya dari pihak yang tidak berwenang yang akan menggunakannya untuk kepentingan tertentu atau akan merusak informasi tersebut. Sebagai bagian yang menangani informasi yang bersifat strategis, Pusat Komunikasi Departemen Luar Negeri dituntut untuk dapat menjamin keamanan aset yang terkait dengan informasi agar visi dan misi serta sasaran Deplu dapat tercapai. Untuk mewujudkannya Puskom Deplu harus memiliki tata kelola keamanan informasi yang baik. Tata kelola keamanan informasi dapat disusun berdasarkan standar sistem manajemen keamanan informasi ISO 27001. Sistem manajemen keamanan informasi menyediakan pendekatan yang sistemik untuk mengelola informasi yang sensitif dalam kaitannya untuk mengamankan informasi tersebut. Manajemen resiko dilakukan untuk menilai sejauh mana dampak yang mungkin terjadi dapat ditangani dengan menerapkan kontrol berdasarkan ISO 27001.
The growing dependence of most organisations on their information systems, coupled with the risks that might be come up. Information has become an important thing that has to be available and usable when required, and is protected against unauthorized who will use it for certain purpose that will spoil the information. Communication centre of department of foreign affair as a division which manage the critical information is expected to guarantee the assets security related to information, so that the objective of Department of Foreign Affair can be achieved. To accomplish its responsibility, communication centre of department of foreign affair has to have excellent information security governance. Information security governance can be organized based on information security management system standard ISO 27001. Information security management system provides systematic approach to manage sensitive information in order to secure the information. Risks management performed to assess how far possible risks can be handled by control implementation based on ISO 27001.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aries Fajar Kurnia
Abstrak :
In this era of digital age where considerable business activities are powered by digital and telecommunication technologies, deriving customer loyalty and satisfaction through delivering high quality services, driven by complex and sophisticated Information Technology (IT) systems, is one of the main services objectives of the Bank towards its customers. From customer services perspective, "availability" is a degree of how closed the Bank is to its customers so that they can "consume" the Bank"s services easily and in preference to its competitors. "Reliability" is the degree of how adequate and responsive the Bank is in meeting its customers" needs. "Confidentiality" is the trust the customers have in the Bank in that their confidential information will not fall into the wrong hands. Information Technology is one of the means that Bank uses to achieve quality service objectives. Reliance on IT requires an understanding of the importance of IT Security within the IT environments. As business advantages are derived from the use of IT to deliver quality services, critical IT security issues related to the use of IT should be understood and addressed. Safeguarding and protecting security Information systems and assets are prominent issues that all responsible IT users must address. Information is the most valuable assets of the Bank. Adequate resources must be allocated to carry out the safeguarding of Bank"s information assets through enforcing a defined IT Security Policies, Standards and Procedures. Compliance with international and national standards designed to facilitate the Interchange of data between Banks should be considered by the Bank"s management as part of the strategy for IT Security which helps to enforce and strengthen IT security within an organization.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Syihabuddin
Abstrak :
Tesis ini membahas implementasi integrasi kerangka kerja keamanan informasi NIST Versi 1.1 dengan Tata Kelola I&T berbasis Cobit 2019, adapun pengukuran kinerja manajemen menggunakan metode Cobit Performance Management (CPM) model. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus, digabungkan dengan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif kuantitatif. Mengintegrasikan standar kerangka kerja keamanan informasi NIST Versi 1.1 dan tata kelola I&T Cobit 2019 dengan cara memetakan tahapan-tahapan pada cobit 2019 dan langkah-langkah pada NIST Vers 1.1. Tingkat kapabilitas untuk setiap Fungsi Kerangka Kerja Keamanan Informasi NIST Vers 1.1 di Direktorat ABC didominasi oleh level 2, namun terdapat fungsi yang masih berada di level 1 yaitu fungsi Deteksi [DE], yang artinya proses kurang lebih mencapai tujuannya melalui penerapan serangkaian kegiatan yang tidak lengkap yang dapat dikategorikan sebagai awal atau intuitif-tidak terlalu terorganisir. Hasil pengukuran diketahui bahwa terdapat 42 subkategori yang memiliki kesenjangan, 51 Subproses Cobit 2019 sebagai rekomendasi kepada pihak manajemen agar dapat terpenuhi dalam praktik operasional Direktorat ABC atau sebanyak 20 Governance & Management Objectives Cobit 2019 yang harus diperbaiki. Dengan menerapkan Kerangka Kerja Keamanan Informasi NIST Versi 1.1. yang diintegrasikan dengan Tata kelola Teknologi Informasi berbasis Cobit 2019 diharapkan dapat meningkatkan komunikasi tentang prioritas I&T, membantu memaksimalkan I&T untuk keunggulan kompetitif dan membawa transparansi ke definisi dan manajemen risiko I&T. ......This thesis discusses the implementation of the integration of the NIST information security framework Version 1.1 with the I&T Governance based on Cobit 2019, as for the measurement of management performance using the Cobit Performance Management (CPM) model. This research is a qualitative research with case study method, combined with quantitative research with quantitative descriptive methods. Integrate the standard information security framework NIST Version 1.1 with the I&T Governance based on Cobit 2019 by mapping the stages in Cobit 2019 and the steps in NIST Vers 1.1. The capability level for each function of the NIST Information Security Framework Vers 1.1 at the Directorate ABC is dominated by level 2, but there is a function that is still at level 1, the Detection function [DE], which means the process is more or less achieving its objectives through the implementation of a series of incomplete activities which can be categorized as initial or intuitive-not very organized. The measurement results are known that there are 42 subcategories that have gaps, 51 Subprocesses Cobit 2019 as a recommendation to management so that they can be fulfilled in operational practices Directorate ABC or as many as 20 Governance & Management Objectives 2019 Cobit that must be corrected. By implementing the NIST Information Security Framework Version 1.1. integrated with the Cobit-based Information Technology Governance 2019 is expected to improve communication about I&T priorities, help maximize I&T for competitive advantage and bring transparency to the definition and risk management of I&T.
[Jakarta, Jakarta]: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Lukitowati
Abstrak :
Tujuan utama keamanan informasi adalah menjaga aset informasi yang dimiliki oleh suatu organisasi, seperti kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan (dikenal sebagai CIA). Dalam memelihara aset informasi, perusahaan biasanya mengelola keamanan informasi dengan membuat dan menerapkan kebijakan Sistem Manajemen Keamanan Informasi (SMKI). Kebijakan SMKI yang banyak digunakan dan diterapkan di Indonesia adalah ISO/IEC 27001. PT ABC adalah salah satu perusahaan telekomunikasi yang telah menerapkan standar dan prosedur ISO / IEC 27001: 2013. Perusahaan melakukan audit setahun sekali untuk menjaga tingkat kepatuhan dengan ISO / IEC 27001: 2013. Namun, hanya beberapa orang yang terlibat dalam melakukan audit, dan masih belum diketahui berapa banyak karyawan yang mengetahui keamanan informasi perusahaan. Penelitian ini berfokus pada penilaian seberapa besar kesadaran keamanan informasi yang ada dalam PT ABC. Kuesioner dibagikan di dua departemen perusahaan: supply chain management dan service delivery Jakarta Operation Network. Penelitian ini juga memeriksa dokumen perusahaan dan surveillance audit pada tahun 2018, dan menilai kepatuhan PT ABC terhadap implementasi ISO 27001:2013. Para karyawan dikelompokkan berdasarkan masa kerja karyawan. Setelah pendistribusian kuisioner dilakukan, maka dapat dihitung margin kesalahan yaitu 6%. Kuisioner yang didistribusikan dapat menjadi salah satu cara untuk mempermudah pengukuran level kesadaran keamanan informasi. Data penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan yang telah bekerja di perusahaan selama lebih dari enam tahun memahami dan menerapkan kontrol ISO 27001. Sementara itu, perusahaan masih perlu mensosialisasikan ISO kepada karyawan yang telah bekerja di perusahaan hanya selama satu atau dua tahun. ......The main purpose of information security is to safeguard information assets owned by an organization, such as confidentiality, integrity and availability (known as the CIA). In maintaining information assets, companies usually manage information security by creating and implementing an Information Security Management System (ISMS) policy. The ISMS policy that is widely used and applied in Indonesia is ISO/IEC 27001. PT ABC is one of the telecommunication companies in Jakarta that has implemented ISO/IEC 27001:2013 standards and procedures. The company conducts audits once a year to maintain compliance with ISO/IEC 27001: 2013. However, only a few people are involved in conducting audits, and it is still unknown how many employees are aware of company information security. This study focuses on assessing how much information security awareness exists in PT ABC. Questionnaires were distributed in two company departments: supply chain management and service delivery Jakarta Operation Network. This study also examined company documents and surveillance audits in 2018, and assessed PT ABC`s compliance with the implementation of ISO 27001: 2013. Employees are grouped based on their length of work. The results of the questionnaire, with a margin of error of 6%. The distributed questionnaire can be one way to facilitate the measurement of the level of information security awareness. Research data shows that most employees who have worked in the company for more than six years understand and implement ISO 27001 controls. Meanwhile, companies still need to socialize ISO to employees who have worked for the company for only one or two years.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T53152
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febri Aryanto
Abstrak :
ABSTRAK
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbang Kesehatan) adalah lembaga riset pemerintah di bawah Kementerian Kesehatan. Sebagai lembaga riset pemerintah, Badan Litbang Kesehatan memiliki sejumlah aset informasi untuk mendukung tugas dan fungsi organisasi dalam penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan. Selama kurun waktu lima tahun terakhir terjadi banyak insiden keamanan informasi baik dari internal maupun eksternal seperti email phising, perusakan aplikasi, hilang dan rusaknya data akibat ketidaksengajaan, dan lain sebagainya yang mengancam kinerja organisasi. Ancaman-ancaman tersebut membahayakan dan menyebabkan kerugian bagi organisasi seperti kerugian finansial, hilangnya data, atau bahkan hilangnya kredibilitas organisasi. Keamanan informasi adalah upaya melindungi dan mengamankan aset informasi dari ancaman yang membahayakan aset informasi. Upaya perlindungan dan pengamanan aset informasi bukan hanya mengenai penjagaan infrastruktur dan perangkat keras serta perangkat lunak dari eksternal. Salah satu faktor pentingnya adalah faktor sumber daya manusia sebagai internal organisasi yang menjadi mata rantai paling lemah dalam sistem keamanan informasi sehingga kunci dari keamanan informasi adalah pada kesadaran dalam mengamankan informasi. Oleh karenanya, pengukuran tingkat kesadaran keamanan informasi menjadi sangat penting dalam upaya peningkatan keamanan informasi untuk dapat menentukan kebijakan yang tepat di dalam organisasi. Penelitian dilakukan di Badan Litbang Kesehatan yang bertujuan mengukur tingkat kesadaran keamanan informasi pada pegawai. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner yang mengukur dimensi pengetahuan, sikap, dan perilaku dengan fokus area sesuai dengan kebutuhan di internal Badan Litbang Kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kesadaran keamanan informasi pegawai Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan berada pada tingkat sedang. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi untuk meningkatkan tingkat kesadaran dari para pegawainya.
ABSTRACT
National Institute of Health Research and Development (NIHRD) is a government research institution under coordination of The Ministry of Health. As a government research institution, NIHRD has a number of information assets to support the duties and functions of organizations in research and development in the health sector. Over the past five years there have been many information security incidents at NIHRD from both internal and external, such as phishing e-mail, application and website destruction, data loss and damage due to accident, etc. that potentially threaten organizational performance. These threats can harm the organization such as financial loss, loss of data, or even loss of organizational credibility. Information security is an effort to protect and secure information assets from threats that can endanger information assets. Efforts to protect and safeguard an organization's information assets from threats are not only about safeguarding infrastructure, hardware and software from outside attacks. One important factor is the factor of human resources as an internal organization which is the weakest link in the information security system, so the key to information security is awareness in securing information. Therefore, measuring the level of information security awareness is very important in efforts to improve information security to be able to determine the right policy in the organization itself. This research will be conducted at NIHRD with the aim to measure the level of information security awareness for employees. Data collection was carried out using a questionnaire that would measure the dimensions of knowledge, attitudes, and behavior in respondents with a focus on information security areas in accordance with the internal needs of NIHRD. The result shows that information security awareness of NIHRD in the middle level. That is why NIHRD needs supervision and evaluation to improve awareness level of its employee.
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusetiawan
Abstrak :
Sistem Penyelenggaraan Berbasis Elektronik (SPBE) adalah bagian penting dari transformasi digital di instansi pemerintahan, salah satunya adalah Instansi XYZ. Meskipun era digital menawarkan banyak keuntungan akan tetapi tidak lepas dari risiko, seperti ancaman siber yang mengancam keamanan nasional. Fokus penelitian ini adalah Pusat Data dan Informasi,  sebagai satuan kerja pelaksana teknologi informasi dalam upaya meningkatkan keamanan siber di Instansi XYZ. Indeks KAMI adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa siap dan lengkap keamanan informasi. Ini memastikan bahwa proses peningkatan kualitas keamanan informasi dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Indeks KAMI v 4.2 digunakan untuk mengukur tingkat kematangan keamanan informasi, selain itu digunakan untuk mengevaluasi dan memberikan rekomendasi keamanan informasi sesuai dengan kerangka kerja SNI ISO 27001:2013 untuk Instansi XYZ. Berdasarkan data tahun 2022, hasil penilaian dari sistem elektronik Instansi XYZ masuk dalam kategori “Tinggi”. Sedangkan hasil evaluasi akhirnya mendapatkan nilai total 213 dari total 645 untuk kesiapan dan kelengkapan keamanan informasi. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari bagian Tata Kelola 35 poin, Pengelolaan Risiko 18 poin, Kerangka Kerja Keamanan Informasi 40 poin, Pengelolaan Aset 59 poin, dan Teknologi dan Keamanan Informasi 61 poin. Dengan kata lain, Instansi XYZ masih memiliki tingkat kematangan keamanan informasi pada level I hingga I+ dengan status kesiapan "Tidak Layak". Menurut Peraturan BSSN Nomor 8 Tahun 2020 tentang Sistem Pengamanan dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik, Penyelenggara Sistem Elektronik yang menyelenggarakan Sistem Elektronik diwajibkan untuk menerapkan SNI ISO 27001:2013  dan atau standar keamanan lain yang terkait dengan keamanan siber yang ditetapkan oleh BSSN dan standar keamanan lain yang terkait dengan keamanan siber yang ditetapkan oleh Kementerian atau Lembaga, yang penerapannya tergantung pada tingkat kategori Sistem Elektroniknya. Hasil analisis Instansi XYZ belum memiliki kebijakan sistem manajemen keamanan informasi yang ditetapkan, walau sudah menerapkan aspek teknis dibeberapa kategori. Hasil penelitian ini merekomendasikan penerapan kontrol keamanan serta penyusunan kebijakan sistem manajemen keamanan informasi dengan menggunakan kerangka kerja SNI ISO 27001:2013.  Rekomendasi ini diharapkan dapat diimplementasikan pada Instansi XYZ guna menjamin implementasi keamanan informasinya. ......The System of Electronic-Based Organization (SPBE) is an important part of digital transformation in government agencies, one of which is XYZ Agency. Although the digital era offers many advantages, it is not free from risks, such as cyber threats that threaten national security. The focus of this research is the Data and Information Center, as the implementing work unit for information technology in an effort to improve cybersecurity at XYZ Agency. KAMI Index is one of the tools that can be used to measure how ready and complete information security is. This ensures that the process of improving the quality of information security can be done quickly and efficiently. KAMI Index v 4.2 is used to measure the maturity level of information security, besides that it is used to evaluate and provide information security recommendations in accordance with the SNI ISO 27001: 2013 framework for XYZ Agencies. Based on 2022 data, the assessment results of the XYZ Agency's electronic system fall into the "High" category. While the final evaluation results get a total score of 213 out of a total of 645 for information security readiness and completeness. These values are obtained from the Governance section 35 points, Risk Management 18 points, Information Security Framework 40 points, Asset Management 59 points, and Technology and Information Security 61 points. In other words, XYZ Institution still has an information security maturity level at level I to I+ with a readiness status of "Not Feasible". According to BSSN Regulation Number 8 of 2020 concerning Security Systems in the Implementation of Electronic Systems, Electronic System Providers that operate Electronic Systems are required to implement SNI ISO 27001: 2013 and or other security standards related to cybersecurity set by BSSN and other security standards related to cybersecurity set by Ministries or Institutions, whose application depends on the level of the Electronic System category. The results of the analysis of XYZ Institution do not yet have a defined information security management system policy, even though they have implemented technical aspects in several categories. The results of this study recommend the implementation of security controls and the preparation of an information security management system policy using the SNI ISO 27001: 2013 framework.  This recommendation is expected to be implemented at XYZ Agency to ensure the implementation of information security.
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Haryanto
Abstrak :
Cybersecurity Information Sharing (CIS) merupakan langkah proaktif dan kolaboratif dalam meningkatkan keamanan organisasi dengan bertukar informasi keamanan siber menggunakan layanan penyimpanan tersentralisasi antar organisasi sektoral. Namun pada praktiknya, penggunaan layanan tersentralisasi memiliki ancaman single point of failure yang menyebabkan berkurangnya ketersediaan informasi serta serangan man-in-the-middle (MITM) yang dapat mengakibatkan modifikasi dan pencurian informasi yang dipertukarkan. Ancaman dan serangan ini mengakibatkan kurangnya kepercayaan pengguna terhadap kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan informasi. Penelitian ini mengusulkan rancangan sistem Secure Cybersecurity Information Sharing (SCIS) untuk mengamankan informasi terkait dengan keamanan siber dalam organisasi sektoral dengan menggunakan Interplanetary File System (IPFS) sebagai penyimpanan informasi terdesentralisasi, serta blockchain sebagai pencatatan data transaksi yang terdesentralisasi. Kedua teknologi tersebut memiliki skalabilitas yang baik dalam kinerja dan penyimpanan, serta mampu meningkatkan ketersediaan informasi hingga 75% lebih banyak dibandingkan dengan penyimpanan tersentralisasi. Selain itu, teknologi ini juga membantu mendeteksi hingga 2 proses modifikasi dan melindungi dari 2 jenis akses tidak sah yang dapat mengakibatkan pencurian informasi. Dengan demikian, sistem SCIS dapat menjamin tiga aspek keamanan informasi yaitu kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan informasi, sehingga organisasi sektoral dapat menyimpan, berbagi, dan memanfaatkan informasi keamanan siber dengan aman ......Cybersecurity Information Sharing (CIS) is a proactive and collaborative measure in enhancing organizational security by exchanging cybersecurity information using a centralized repository service between sectoral organizations. However, in practice, the use of centralized services has the threat of a single point of failure which causes reduced information availability and man-in-the-middle (MITM) attacks which can result in modification and theft of information exchanged. These threats and attacks result in a lack of user confidence in the confidentiality, integrity and availability of information. This study proposes the design of a Secure Cybersecurity Information Sharing (SCIS) system to secure information related to cybersecurity in sectoral organizations by using the Interplanetary File System (IPFS) as a decentralized information store, and blockchain as a decentralized record of transaction data. Both technologies have good scalability in performance and storage, and are able to increase the availability of up to 75% more information compared to centralized storage. In addition, this technology also helps detect up to 2 modification processes and protects against 2 types of unauthorized access that can lead to information theft. Thus, the SCIS system can guarantee three aspects of information security, namely confidentiality, integrity, and availability of information, so that sectoral organizations can safely store, share, and utilize cybersecurity information.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayatul Muttaqin
Abstrak :
Perusahaan sektor air Kota XYZ atau disebut perusahaan ABC adalah perusahaan negara yang memiliki perjanjian kerjasama (PKS) dengan dua mitra swasta selama 25 tahun sejak tahun 1998 dalam hal mendistribusikan air minum ke seluruh warga kota. PKS tersebut berakhir pada tahun 2023 sehingga perusahaan ABC kembali mengelola 100% operasional air minum tanpa swastanisasi melalui transisi operasional selama 6 bulan. Fokus pada penelitian ini adalah berdasarkan hasil konsultan transisi operasional bahwa kerangka kerja informasi dan siber yang dirujuk tidak mencakup seluruh proses bisnis serta organisasi dan tata kelola TI tidak cukup kuat mendukung proses bisnis perusahaan. Metode pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah membuat desain kerangka kerja keamanan informasi dan siber yang sesuai dengan lingkup industri utilitas (C2M2 dan ISO 27019) dan memenuhi ketentuan pemerintah Republik Indonesia dalam PP 71:2019. Kerangka kerja ini menjadi acuan dalam penentuan langkah-langkah keamanan informasi dan siber serta penentuan prioritas berdasarkan kerangka SWOT dan Matrix Einsenhower. Selanjutnya kerangka kerja ini dijadikan acuan untuk perencanaan implementasi pada perusahaan ABC. Hasil dari penelitian ini adalah Kerangka Kerja (framework) keamanan informasi dan siber menghasilkan 73 sub-domain, selain itu juga menghasilkan 16 rekomendasi rencana kegiatan yang dapat diimplementasikan oleh organisasi. Melalui hasil tersebut diharapkan dapat menjadi masukan dalam penyusunan Key Performance Indicator (KPI) dalam mewujudkan keamanan informasi dan siber secara organisasi. ......Since 1998, the XYZ City water sector firm, also known as company ABC, has had a 25-year cooperation agreement (PKS) with two private partners to deliver drinking water to the entire city's people. The Agreement has been end in 2023, after which company ABC retake complete management of the drinking water operations through a 6-month operational transition. The findings of the operational transition consultant, which indicate that the referenced information and cybersecurity framework does not encompass the entire business processes and organization, and IT governance is insufficient to support the company's business operations, are the focus of this research. The problem-solving strategy is to construct an information and cybersecurity framework that fits with the utilities sector scope (using C2M2 and ISO 27019) and complies with the government regulation of the Republic of Indonesia in PP 71:2019. Based on the SWOT framework and the Eisenhower Matrix, this framework serves as a guide for determining information and cybersecurity measures and prioritizing tasks. Furthermore, this framework serves as a roadmap for putting the action plan within company ABC. The study produces a complete information and cybersecurity framework with 73 sub-domains and 16 suggestions for actions plan that enterprises can implement. These findings are likely to be used to produce Key Performance Indicators Indicators (KPIs) to achieve organizational information and cybersecurity.
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlangga Putro Subagyo
Abstrak :
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi, PT. XYZ harus memastikan bahwa mereka memiliki kemampuan yang memadai untuk melindungi data sensitif perusahaan dan pelanggannya. Meskipun berbagai sistem dan proses keamanan informasi sudah tersedia, sumber daya manusia masih merupakan mata rantai terlemah dalam keamanan siber. Metode bekerja Work From Home pada era New Normal membuat ancaman siber semakin besar. Pada dasarnya, Information Security Awareness (ISA) menunjukkan apakah pengguna menyadari tujuan dari keamanan informasi atau tidak. Dengan menggunakan skenario simulasi phishing assessment, penelitian ini menguji tingkat ISA karyawan PT. XYZ dan bagaimana edukasi ISA dapat meningkatkan tingkat kesadaran mereka. Hasil simulasi dibandingkan antara sebelum dan sesudah mereka menerima edukasi ISA dalam skala prosentase. Hasil penelitian menunjukkan adanya dampak yang positif setelah edukasi diberikan. Karyawan yang mengklik URL phishing sebelum edukasi mencapai 31% berkurang menjadi 11% setelah edukasi. Sementara itu, karyawan yang terkena phishing menurun dari 24% menjadi 4%. ......As a company that is operating in the telecommunication sector, PT. XYZ must ensure that they have adequate capabilities to protect their company’s and customers’ sensitive data. Although various information security systems and processes are already in place, human resources still are the weakest link in cyber security. The new method of Work From Home in the New Normal era makes the threat even larger. Basically, Information Security Awareness (ISA) denotes whether or not users are aware of information security objectives. Using a phishing scenario, this study examined the level of ISA of PT. XYZ employees and how ISA training might improve their awareness level. The simulation outcomes were compared to the results before and after they received ISA education on a percentage scale. The results showed that there was a positive impact after ISA education was given. Employees who clicked on phishing URLs before training reached 31% reduced to 11% after training. Meanwhile, employees affected by phishing decreased from 24% to 4%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Fitri Kurnia Dewi
Abstrak :
Sektor kesehatan merupakan salah satu sektor yang menjadi target utama serangan siber. Penggunaan teknologi informasi pada sektor kesehatan menyebabkan munculnya berbagai kerentanan dalam sektor kesehatan. Pengelolaan risiko keamanan informasi merupakan salah satu hal yang harus dilakukan oleh organisasi sektor kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan kerangka kerja manajemen risiko keamanan informasi pada sektor kesehatan berdasarkan kajian terhadap profil risiko yang ada pada sektor kesehatan. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif. Berdasarkan hasil risk profiling, sektor kesehatan mempunyai enam aset kritikal yang akan berdampak signifikan bila dieksploitasi. Untuk mengatasi hal tersebut, diajukan kerangka kerja manajemen risiko keamanan informasi yang terdiri atas empat tahap, yaitu Risk Profiling, Pengukuran Level Risiko, Perlakuan Risiko, dan Pemantauan. Risk Profiling merupakan tahap yang penting dalam proses manajemen risiko untuk menghasilkan gambaran profil risiko keamanan informasi berdasarkan aset kritikal yang dimiliki instansi dan kondisi ruang siber dalam konteks keamanan informasi di sektor kesehatan. Desain kerangka kerja diuji coba pada Klinik Utama XYZ yang merupakan salah satu instansi fasilitas pelayanan kesehatan. Pada hasil uji coba tersebut, terdapat 20 aset dengan 24 risiko yang terdiri atas 1 risiko level Sangat Tinggi, 5 risiko level Tinggi, 8 risiko level Sedang, dan 10 risiko level Rendah. Perlakuan terhadap seluruh risiko tersebut adalah dikurangi dengan penerapan kontrol dan disalurkan. Hasil evaluasi terhadap usulan kerangka kerja menyatakan bahwa desain kerangka kerja sudah menggambarkan urutan kegiatan, mencakup seluruh aktivitas yang diperlukan, dapat diaplikasikan pada instansi fasilitas pelayanan kesehatan, ideal untuk menyelenggarakan manajemen risiko keamanan informasi, serta memudahkan instansi fasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan self-assessment dan melakukan tindak lanjut terkait hasil kegiatan. ......The healthcare sector is currently becoming one of the paramount targets for cyberattacks. The utilization of information technology in the healthcare sector triggers the emergence of its varied vulnerabilities. Information security risk management is considered one of obligatory jobs for healthcare sector organizations. This study aims at constructing an information security risk management framework in the healthcare sector based on a study of its risk profile. This research employed qualitative method. Based on risk profiling results, the healthcare sector had six critical assets that will caused significant impact if exploited. To overcome this, an information security risk management framework consisting of four stages is proposed, namely Risk Profiling, Risk Level Assessment, Risk Treatment, and Monitoring. Risk Profiling is a vital stage in the risk management process to produce an overview of the information security risk profile resulted from critical assets owned by the organization and the condition of cyberspace in the information security in the healthcare sector. The proposed framework design was tested in Klinik Utama XYZ which is kind of health care facility agencies. The result of the test is there are 20 assets with 24 risks consist of a very high risk, 5 high risks, 8 medium risks, and 10 low risks. All the risks are reduced by applying some controls. Trea are two risks that will be transferred. The result of the evaluation of proposed framework state that it has described the sequence of security risk management stage, all required activities in information security risk management are includes, can be applied into the healthcare facilities institution, it is the ideal framework to conduct risk management in the healthcare sector, and it is easy to be applied in the health care facility institution to conduct a sel-assessment as well as to follow up related activity results
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>