Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iyus Hidayat
"ABSTRAK
Bagian Spinning III merupakan salah satu bagian di PT. Grand Textile Industry yang mengolah serat kapas menjadi benang. Dalam kegiatan proses produksi, masing-masing unit operasi selain menghasilkan produk yang diinginkan juga menimbulkan debu ke udara lingkungan kerja. Adanya debu ini akan mengganggu kesehatan pekerja dan mengakibatkan sakit sehingga dapat mengganggu produktivitasnya.
Dalam rangka perlindungan pekerja dari pengaruh debu, maka informasi mengenai konsentrasi debu yang ada di masing-masing unit operasi perlu diketahui, agar pekerja merasa aman dalam melakukan pekerjaannya.
Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui gambaran konsentrasi debu total dan debu respirable di udara lingkungan kerja pada masing-masing unit operasi, baik pada saat proses bahan baku jenis biasa maupun pada saat proses bahan baku jenis khusus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi debu total di udara lingkungan kerja pada masing-masing unit operasi masih di bawah ambang batas, baik menurut NAB yang ditetapkan oleh Depnaker-RI (1978) maupun dalam TLV (ACGIH, 1994), yaitu di bawah 10 mg/a. Sedangkan konsentrasi debu respirable di atas TLV, yaitu di atas 0,2 mg/m= Dari hasil penelitian terhadap konsentrasi debu di udara lingkungan kerja berdasarkan jenis bahan baku yang diproses, diketahui bahwa jenis bahan baku biasa menghasilkan konsentrasi debu total dan debu respirable di udara lingkungan kerja lebih tinggi daripada jenis bahan baku khusus.
Agar pekerja tetap aman dalam melakukan pekerjaan, perlu dilakukan pengendalian, baik dengan menggunakan slat pelindung diri atau re-design sistem ventilasi ruangan. Dalam mendesign atau re-design sistem ventilasi ruangan, perlu dipertimbangkan komposisi jenis bahan baku yang akan diproses.

ABSTRACT
The Observation of Dust Concentration Surrounding Each Operation Unit of Spinning III Section, PT. Grand Textile IndustrySpinning III section is one of fiber cotton process to become tread in PT. Grand Textile Industrry. In this production process, cotton dust might be appeared in working environment. The presence of cotton dust will interfere the worker's health and productivity.
In order to protect workers againts cotton dust from each operation unit, must be measured to make sure that workers feel convinience and safe during doing their jobs.
This study is descriftive detailed examination to detect total dust and respirable dust concentration in its surrounding.
The result showed that total dust concentration still below Threshold Limit Values (TLV) of Indonesian Goverenment Regulation (Depnaker-RI, 1978) or American Conference Goverenmental of Industrial Hygienist (ACGIH, 1994) but respirable dust concentration above the TLV of ACGIH 1994.
In conection with row material use, design or re-design room ventilation must be consideration. In order to achieve safe and health environment control must be chose, whither by using personal protection or re-design room ventilation system.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Furqaan Naiem
"ABSTRAK
Industrialisasi dalam pembangunan Indonesia telah berkembang pesat disemua sektor, baik yang formal maupun yang informal. Perkembangan tersebut bukan saja menyajikan kesejahteraan bagi kehidupan bangsa, namun juga menyajikan dampak yang merugikan terhadap kesehatan pekerja. Ancaman tersebut berasal dari ketidak seimbangan interaksi antara kapasitas kerja, beban kerja dan beban tambahan yang dialami oleh pekerja tersebut. Dan selama ini, perlindungan terhadap kesehatan pekerja di sektor informal itu belum mendapat perhatian sebagaimana inestinya, padahal pekerjaan mereka menyajikan berbagai resiko yang dapat merugikan kesehatannya.
Dalam industri mebel sektor informal, salah satu komponen yang dapat merugikan kesehatan pekerja adalah debu kayu yang dihasilkan dalam proses pengolahan kayu menjadi mebel. Selama ini telah banyak dilaporkan bahwa berbagai jenis kayu yang digunakan dalam industri itu, mempunyai subtansi kimia yang bersifat patologis terhadap kesehatan manusia.
Dalam studi kepustakaan disebutkan bahwa berbagai jenis debu bila terhirup masuk kedalam saluran pernapasan, dapat menimbulkan kelainan yang menurunkan kapasitas maksimal paru. Karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat efek pemaparan debu kayu terhadap kapasitas maksimal paru. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kapasitas paru sehingga berbeda antara seorang pekerja dengan pekerja yang lain. Faktor tersebut adalah jenis kelamin, umur, lama pemaparan debu, kelainan dada dan penyakit infeksi paru menahun. Juga diukur cuaca dan konsentrasi debu kayu lingkungan kerja.
Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif analitik dengan sampel yang .diperoleh secara purposif sebanyak 100 pekerja mebel dari Kelurahan Jatinegara-Jakarta Timur. Sampel tersebut telah dianalisa tentang riwayat pekerjaan dan kesehatan, pemeriksaan pisik serta pengukuran kapasitas maksimal paru dengan menggunakan spirometer. Juga dilakukan pengukuran terhadap konsentrasi debu kayu lingkungan kerja dan cuaca kerja industri mebel tersebut.
Dari hasil pengukuran yang dilakukan, diketahui bahwa 38% pekerja mebel itu mengalami penurunan kapasitas maksimal paru yang kesemuanya bersifat restriktif, walaupun konsentrasi debu kayu dalam lingkungan kerja itu berada dibawah Nilai Ambang Batas debu yang diperkenankan. Dan dalam uji statistik dengan Korelasi Dua Faktor antara lama pemaparan debu kayu terhadap umur pekerja, disimpulkan bahwa pada umur 40 tahun atau lebih terdapat pengaruh penurunan kapasitas makslmal paru setelah terpapar debu kayu selama minimal 12 tahun. Untuk itu, perlu dibentuk Pos Upaya Kesehatan Kerja dalam rangka pengendalian masalah Kesehatan Kerja yang ada dalam bentuk pendekatan PKMD atas kerjasama antara masyarakat pekerja dengan penyelenggara kesehatan (Departemen Kesehatan)."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rubini Sudarto
"Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program keselamatan kerja yang tepat memerlukan informasi yang lengkap dan tepat isi. Untuk itu diperlukan sistem yang dapat menyajikan informasi sesuai dengan kebutuhan.
Tujuan pengkajian ini diarahkan untuk menemukan. rancangan sistem informasi yang sesuai dengan kebutuhan program keselamatan kerja. Rancangan sistem merupakan pendekatan sistem informasi keselamatan kerja diperusahaan. Pendekatan sistem informasi ini mengambil model disalah satu industri berat di Cilegon-Jawa Barat.
Pengkajian ini dilakukan dengan pendekatan pemecahan masalah. Dengan instrumen kuesioner dan wawancara dapat ditemukan masalah pokok dan kebutuhan.
Masalah pokok yaitu pengumpulan data di Dinas Keselamatan Kerja tidak semua terkumpul langsung, ada yang tidak terlaporkan, teknik pencatatan dan pelaporan dilaksanakan sendiri-sendiri perbagian, jenis statistik kurang luas, memakai data yang tidak tepat. Kebutuhan yaitu berupa jenis informasi dan rancangan sistem informasi.
Jenis informasi terdiri dari angka kecelakaan Frekuensi rate, Severity rate, Safe-T-Score, statistik angka kecelakaan perdivisi, statitik corak kecelakaan, statistik bagian tubuh yang cedera, statistik derajat cedera dan biaya total kecelakaan.
Dengan teknik perancangan atas bawah dibangun diagram bertingkat. Tingkat paling atas memberikan fungsi dari keseluruhan sistem. Fungsi pokok diuraikan kebeberapa komponen yang saling berhubungan. Tingkat selanjutnya merupakan proses dari fungsi pada tingkatan sebelumnya. Tingkat yang paling bawah merupakan penjabaran fungsi lebih rinci.
Bentuk rancangan yang dihasilkan mengandung enam komponen sumber informasi kecelakaan kerja. Liana sumber mengirimkan laporan kecelakaan secara langsung ke Dinas Keselamatan Kerja. "
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Arminsih Wulandari
"Timah hitam merupakan salah satu komponen aki yang diperlukan sebagai bahan dasar pembuatan aki. Aki adalah salah satu komponen penting sebagai tenaga pembangkit Iistrik untuk kendaraan bermotor. Dengan meningkatnya kebutuhan kendaraan bermotor di Indonesia tentunya juga terjadi peningkatan kebutuhan aki, dimana kebutuhan aki ditentukan juga oleh mass pakai kendaraan sehingga akan terdapat penumpukan aki bekas.
Aki bekas dapat didaur ulang yaitu dengan melebur timah hitam yang terdapat pada plat-platnya menjadi batangan timah hitam yang dapat digunakan kembali sebagai bahan baku pembuatan aki baru. Telah dibuktikan pada literatur melalui penelitian-penelitian akan bahaya timah hitam terhadap kesehatan manusia. Pada proses peleburan aki bekas timah hitam yang terdapat pada plat positip fan negatip dilebur maka akan dihasilkan debu/fume timah hitam yang sangat berbahaya untuk kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah melampaui nilai ambang batas dan dalam waktu yang Iama. Untuk itu penulis ingin melihat beberapa hubungan yang dapat berpengaruh pada pemaparan timah hitam terhadap pekerja peleburan aki bekas.
Penelitian ini dilakukan pada pekerja peleburan aki bekas di jalan Rawa Buaya Jakarta Barat dan di desa Cinangka Kecamatan Ciampea Bogor sebanyak 70 pekerja laki-laki. Sebagai pembanding adalah pekerja tahu Tempe di Kecamatan Ciracas Jakarta Timur dalam jumlah yang sama. Pada kedua sampel dilakukan pengambilan darah sebanyak 4 ml., untuk mengetahui kadar timah hitam dalam darah dan kadar Hb serfs wawancara dengan menggunakan kuesioner.
HasiI dari penelitian ini adalah bahwa pekerja peleburan aki bekas sebanyak 80% dari 70 pekerjanya mempunyai kadar timah hitam dalam darah melampaui nilai ambang batas (25 mg/100 ml. darah). Rata-rata pekerja mempunyai kadar timah hitam dalam darah sebesar 118.14 ug/100 ml. darah, sedangkan pekerja tahu tempe yang dalam hal ini dijadikan sebagai pembanding (kontrol) 80% dari 70 pekerjanya mempunyai kadar timah hitam dalam darah lebih kecil dari nilai ambang batas. Dari hasil penelitian kemudian dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan maupun perbedaan antar variabel.
Dapat disimpulkan pada penelitian ini bahwa ada perbedaan kadar timah hitam dalam darah antara pekerja peleburan aki bekas dengan pekerja tahu tempe. Dengan mempunyai masa kerja yang lebih lama dan kebiasaan merokok pada pekerja peleburan aki bekas akan meningkatkan jumlah kadar timah hitam dalam darah, yang mana dapat pula berpengaruh pada kadar Hb dalam darahnya."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atastina Sri Basuki
"ABSTRAK
Kebisingan lingkungan, khususnya dilingkungan industri mulai menggejala diberbagai tempat di Indonesia, bersamaan dengan lahirnya industri itu sendiri. Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti di Barat diketahui bahwa kebisingan lingkungan dapat mengakibatkan kerugian bagi manusia.
Pengaruh buruk dari kebisingan lingkungan itu disamping berupa timbulnya penyakit karena gangguan fisiologis, namun juga dapat menimbulkan penurunan performa kerja karena gangguan psikologis.
Dalam proses pembangunan disegala bidang sebagaimana telah diprogramkan dalam semua tahapan Pelita, maka akibat buruk dari kebisingan lingkungan terhadap performa kerja kiranya perlu ditangani sedini mungkin. Hal ini bukan saja berguna dalam menunjang kebijaksanaan pembangungan ekonomi nasional, namun juga mempunyai arti dalam pembangunan kesejahteraan manusia.
Berkenaan dengan pertimbangan diatas, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar akibat buruk oleh kebisingan lingkungan tersebut terhadap performa kerja individu yang memperoleh pemaparan dari padanya.
Untuk maksud tersebut, penelitian dilakukan di lingkungan industri keramik, yang memprodukai tegel keramik. Sebagai subyek penelitian atau responden adalah semua karyawan yang melakukan pekerjaan sortasi tegel keramik, sedangkan kebisingan lingkungan bersumber dari alat-alat proses yang sedang beroperasi
Dari hasil pengukuran diketahui bahwa kebisingan lingkungan tertinggi adalah sebesar 75 - 84 dB, terdapat disuatu titik lokasi didalam bangunan pabrik dimana karyawan melakukan pekerjaan sortasi. Kebisingan lingkungan terendah adalah sebesar 71 ?73 dB, berada di suatu titik lokasi didalam bangunan pabrik pula. Di dua titik lokasi tersebut karyawan serta melakukan pekerjaannya yang diukur performanya. Sebagai performa kerja adalah banyaknya tegel ukuran tertentu yang dapat disortir setiap hari kerja oleh subyek.
Dari 32 orang subyek yang melakukan sortasi di dua lingkungan kebisingan tersebut, dilakukan pengujian statistik terhadapa perbedaan performa kerja oleh perbedaan lingkungan kebisingan, yaitu pada 71 - 73 dB dengan 75 - 84 dB. Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah bahwa performa kerja lebih kecil di lingkungan yang kebisingannya antara 75 - 84 dB daripada di lingkungan yang kebisingannya 71-73 dB.
Dari pengujian statistik terhadapa perbedaan performa kerja di lingkungan tenang (dengan memakai "ear plug") dengan dilingkungan kebisingan (73 - 84 dB) menyimpulkan bahwa performa kerja di lingkungan tenang lebih besar daripada di lingkungan kebisingan.
Pengujian ini dilakukan terhadap 12 subyek penelitian. Karena latar belakang sosial ekonomi, latar belakang pendidikan, ,jarak tampat tinggal, dapat dikatakan tak ada perbedaan antara subyek satu dengan lainnya, maka masukan lain yang mungkin berperan mempengaruhi perbedaan performa tersebut adalah pengalaman kerja. Oleh karena itu dari 32 orang subyek yang ada kerjanya antar 1 s.d 3 tahun dan kelompok yang pengalaman kerjanya 5 tahun keatas. Dengan membandingkan performa kedua kelompok subyek tersebut didalam lingkungan kebisingan yang sama dapat disimpulkan bahwa antara kedua kelompok tersebut tidak ada perbedaan performa kerja. Jadi perbedaan performa kerja hanya dipengaruhi oleh perbedaan kebisingan lingkungan."
1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karnen Garna Baratawidjaja
"ABSTRAK
Latar belakang
Kemajuan teknologi dan industri yang dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia, kadang-kadang justru dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, bahkan malapetaka. Debu mineral dan organik Industri yang terhirup para karyawan dan penduduk sekitar dapat menimbulkan berbagai gangguan saluran napas. Asma bronkial dapat timbul pada karyawan Industri logam, plastik, kayu, sabun, obat dan berbagai industri lainnya Ditaksir bahwa 2 % dari seluruh asma adalah akibat lingkungan kerja. Di Jepang, 15 % asma bronklal pada pria disebabkan akibat lndustri.
Bisinosis adalah penyakit saluran napas akibat kerja yang disebabkan penghirupan debu kapas, flax atau hemp yang dianggap sebagian peneliti sebagai asma dan oleh peneliti lainnya dibedakan dari asma. Kata bisinosis berasal dari perkataan Yunani byssos yang berarti fine flax atau fine linnen yang dihasilkan tanaman flax yang diakukan Proust pada tahun 1877 untuk pertama kali. Oliver pada tahun 1902 menggunakan istilah tersebut untuk gejala-gejala saluran napas dalam berbagai derajat akibat pemaparan debu kapas dan flax. Collis pada tahun 1909 menemukan keluhan serupa asma yang timbul sesudah bekerja hari Senin pada 74-91 % karyawan dari 31 pabrik tekstil di Blackburn yaitu pada 126 strippers dan grinders yang sekarang dikenal sebagai bisinosis.
Diagnosis bisinosis ditegakkan atas dasar gejala subjektif. Dalam bentuk dini bisinosis berupa dada rasa tertekan dan atau sesak napas pada hari kerja pertama sesudah hari libur akhir minggu (selanjutnya disebut hari Senin). Gejala khas yang hanya ditemukan pada bisinosis itu disebut Monday feeling, Monday fever, Monday morning fever, Monday morning chest tightness atau Monday morning asthma (1508,18,22,23) yang dapat menghilang bila karyawan meninggalkan lingkungan tempat kerjanya. Keluhan bisinosis tersebut diduga disebabkan oleh karena obstruksi saluran napas. Obstruksi yang terjadi setelah karyawan terpapar pada hari Senin disebut obstruksi akut. Bila karyawan tidak disingkirkan dari lingkungan kerjanya yang berdebu, obstruksi akut yang mula-mula reversibel akan menjadi menetap. Maka obstruksi saluran napas tersebut sudah ditemukan pada hari Senin sebelum karyawan terpapar. Obstruksi demikian disebut obstruksi kronik.
Antara tahun 1910-1932, angka kematian yang disebabkan oleh karena penyakit saluran napas pada karyawan ruang carding pabrik tekstil di Inggris yang masih sangat berdebu adalah dua kali lebih tinggi dibanding dengan karyawan dari bagian akhir pemintalan dan karyawan gudang. Rata-rata satu dari 10 karyawan ruang carding menunjukkan gangguan saluran napas yang berat. Pada tahun 1939, prevalensi bisinosis pada umumnya sudah menurun, tetapi pada karyawan bagian blowing dan carding hal tersebut masih merupakan masalah, sehingga pada tahun 1941 dl Inggris dikeluarkan peraturan kompensasi untuk bisinosis. Biaya untuk hal tersebut adalah yang tertinggi yang pernah dikeluarkan untuk penyakit akibat pemaparan debu sesuai Pneumoconiosis Act of Britain Penelitian bisinosis yang dilakukan di Manchester tahun 1950 pada 103 orang pria di atas 35 tahun yang terpapar sedikitnya 10 tahun dengan debu kapas, menemukan bisinosis derajat dini lanjut pada 52 % dan derajat berat pada 10 % karyawan.
Schilling pada tahun 1955 membagi bisinosis secara klinis yang ditandai dengan huruf C dalam derajat Cl dan C2. Kemudian Schilling dan Watford pada tahun 1963 menambahkan derajat C1/2 dan C3, sehingga derajat bisinosis dewasa ini dibagi dalam empat derajat sebagai berikut :
Derajat C1/2 : dada rasa tertekan dan atau sesak napas yang kadang-kadang timbul pada hari Senin.
Derajat Cl : dada rasa tertekan dan atau sesak napas pada setiap hari Senin.
Derajat C2 : dada rasa tertekan dan atau sesak napas pada hari Senin dan hari kerja lainnya.
Derajat C3 : derajat C2 disertai sesak napas yang menetap.
Berbagai penyakit akibat kerja serta permasalahannya telah banyak kita ketahui dari hasil penelitian epidemiologis. Klasifikasi bisinosis tersebut di atas telah membuka era baru, sehingga sejak tahun 1965 penelitian epidemiologis bisinosis sudah dilakukan di berbagai negara. Penelitlan-penelitian yang dilakukan adalah cross sectional dan prevalensi bisinosis yang ditemukan di berbagai negara bervariasi antara 2-90 % dan pada umumnya tergantung atas kadar debu lingkungan kerja.
Pada tahun 1974-1980 di Inggris masih didapatkan 770 karyawan dengan bisinosis derajat C2 dan C3 yang memperoleh kompensasi tetapi sejak tahun 1988 bisinosis telah dapat diturunkan menjadi 3,99 %. Bisinosis di Amerika Serikat pada tahun 1974 masih ditemukan pada 20-50 % karyawan ruang carding dan banyak di antara mereka yang sudah menunjukkan gangguan saluran napas yang berat. Setelah?."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
D62
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumamur P. K.
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Batas Sehat Pemaparan Kerja (BSPK) dan standar operasional Batas Pemaparan Kerja Operasional (BPKO) merupakan konsep yang terakhir dalam perlindungan kesehatan tenaga kerja. Penelitian ini menguji penerapan BSPK sebagai suatu standar praktek higene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes). Pengujian penerapan BSPK kepada timbal (Pb) pada pabrik aki bertujuan menentukan besarnya BSPK untuk timbal, menilai standar yang sekarang berlaku yaitu kadar timbal udara sebesar 150 pg/m3 dan menyusun BPKO untuk timbal atas dasar nilai BSPK tersebut. Untuk pengujian penerapan BSPK timbal dipergunakan kelompok kelola yang terdiri atas 97 dan 44 orang laki-laki dan wanita yang sehat, tidak mengalami pemaparan timbal dan berusia lebih dari 20 dan kurang dari 55 tahun, dan tenaga kerja pria yang mengalami pemaparan timbal pada pabrik aki nomor 1, 2, 3, dan 4 dengan masing-masing 153, 112, 41 dan 111 orang serta 43, 20 dan 38 tenaga kerja wanita pada pabrik aki nomor I, 2 dan 4. Kadar timbal darah atau larutan sampel debu timbal udara ditentukan dengan metoda spektrofotometri absorpsi atom tanpa nyala api. Kadar seng-protoporfirin sel darah merah diukur secara flu orometri menurut metoda ekstraksi dengan etanol. Pengambilan sampel debu dari udara dilaksanakan dengan mempergunakan alat pengambil sampel debu perorangan. Selain itu, diperiksa pula kesehatan, kadar Hb, hematokrit, dan adanya sel darah merah bernoktah basofil.
Hasil dan Kesimpulan: Pada kelompok kelola pria dan wanita yang berusia rata-rata 33,1 (DS = 8,3) dan 27,6 (DS = 5,4) tahun, rata-rata kadar timbal darah adalah 117,3 (DS = 61,0) dan 102,2 (DS = 49,4) pg/l masing-masing untuk pria dan wanita. Adapun rata-rata kadar sengprotoporfirin sel darah merah pada kelompok kelola adalah 534,2 (DS = 174,2) dan 571,5 (DS = 173,6) pg/l masing-masing untuk pria dan wanita. Kadar seng-protoporfirin sel darah merah yang dipakai untuk menetapkan BSPK timbal darah dan didapat dari rumus nilai rata-rata kadar normal + 2 deviasi standar dengan ditambah 50 % dan nilai jumlah tersebut adalah 1324 dan 1378 pig/1 masing-masing bagi pria dan wanita. Nilai BSPK timbal darah untuk pria ditemukan sebesar 376,8 gel dengan batas nilai dari 331,2 sampai dengan 422,4 pg/l (p 0,05). Nilai BSPK timbal darah bagi pria ini diperoleh dengan menggunakan persamaan-persamaan garis regresi dari masing-masing, pecahan atau gabungan tenaga kerja pabrik aid nomor 2, 3 dan 4. Koefisien korelasi antara kadar seng-protoporfirin sel darah merah dan kadar timbal darah pada tenaga kerja terse but secara statistik adalah bermakna atau sangat bermakna ( p adalah < 0,05, <0,01 atau <0,001 ). Nilai BSPK ini adalah nilai rata-rata dari seluruh nilai BSPK yang dihasilkan oleh delapan persamaan garis regresi. Nilai BSPK timbal darah untuk wanita adalah 306,9 pg/l dengan batas nilai dari 269,7 sampai dengan 344,0 pg/1 (p = 0,05). Nilai BSPK timbal darah untuk wanita ini ditetapkan dengan menggunakan nilai BSPK timbal darah untuk pria setelah diadakan penyesuaian atas dasar data kadar timbal darah dan kadar seng-protoporfirin set darah merah pada kelompok kelola pria dan wanita. Nilai BSPK tersebut dapat dikatakan sama dengan nilai yang ditetapkan oleh Kelompok Studi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) yaitu 400 pg/l dan 300 pbf l masing-masing untuk pria dan wanita (masing-masing p > 0,05). Kadar timbal udara ternyata tidak berkorelasi secara statistik bermakna dengan kadar timbal darah (masing-masing p > 0,05). Sebagai standar BPKO, kadar tertinggi timbal darah yang tidak boleh dilewati guna melindungi kesehatan tenaga kerja adalah 700 pgf 1 bagi pria dan 600 pg/l bagi wanita. Se-lain itu, pada kadar timbal darah 500-599 pg/l terjadi kenaikan secara kentara reaksi dalam bentuk kadar seng-protoporfirin sel darah nierah yang sama atau lebih besar dari 3000 pg/l. Selanjutnya, kadar timbal udara yang tidak boleh dilewati sebagai standar operasional higene dan lingkungan dianjurkan sebesar 70 pgjm3 debu timbal yang respirabel dalam udara. Kadar timbal udara ini tidak boleh dipakai untuk pemantauan dan pengendalian tingkat pemaparan timbal kepada tenaga kerja, melainkan hanya petunjuk bagi aplikasi dan penilaian ketepatan teknologi pengendaiian kadar timbal dalam udara tempat kerja. Dengan demikian, maka standar NAB sebesar 150 pgfm3 timbal dalam udara perlu ditinjau kembali serta disesuaikan dengan standar BPKO untuk timbal sebagai hasil penelitian ini."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1986
D178
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Rahutami
"Penggunaan bahan baku yang mengandung silika bebas dan terikat pada berbagai industri dapat menimbulkan dcbu silika di udara lingkungan kerja yang dapat terhirup masuk ke dalam saluran respirasi. NIOSH menyatakan bahwa. pekexja yang terpajan debu silika dalam waktu 5 tahun mempunyai risiko tinggi menderita silikosis sebesar 0,2 %, 6 - 9 tahun sebesar 1,5 %, lebih dari 10 mhun sebesar 16,6 %, 11 - 16 tahun sebesar 20 % dan lebih dari 16 tahun sebesar 42 % dan dapat mengakibatkan gangguan fungsi paru pekerjanya.
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dan menggunakan pendekatan nilai Odds Ratio yang mempelajari hubmmgan amara faktor risiko dengan gangguan kesehatan pckcrja yang dilaksanakan di bagian produksi sebuah pabrik saniter di Jawa Barat tahun 2001 dengan ng uan diketahuinya gambaran umum iimgsi pam pekcrja pabrik saniter dan mencari faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Hasil penelitian ini mcnunjukkan bahwa konsentrasi debu silika bebas dan terikat di indusui saniter melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan, sedangkan umur tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan gambaran fungsi paru pekenja dan faktor-faktor yang paling mempengaruhi gambaran fmmgsi paru pekelja pabdk saniter X adalah konsentrasi debu silika bebas dan tedkat rata-rata, masa kexja, kebiasaan merokok dan kebiasaan memakai alat pelindung dir Untuk mendukung program kesehatan dan kcselamatan kelja bagi pekerja di lingkungan industd yang memakai bahan dasar silika bebas dan terikat disarankan untuk dilakukan pengawasan yang ketat terhadap alat pengendali dcbu dan memonitor Nilai Ambang Batas ( NAB ) yang tclah ditentukan oleh pemerintah Republik Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T6129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pheasant, Stephen
London: Macmillan, 1991
613.62 Phe e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Asfahl, C. Ray
New Jersey: Pearson/Prentice Hall, 2004
613.62 ASF i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>