Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 431 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanafi
Abstrak :
Tenaga kerja informal dimanfaatkan oleh pabrik pembekuan hasil laut seperti ikan, udang, cumi, rajungan, skalop pada tahap pembersihan sebelum proses pembekuan. Tenaga kerja informal umumnya mengeluh gatal pada tangan dalam bentuk dermatitis kontak, berobat dengan biaya sendiri. Tenaga kerja ini diupah secara harian. Pada bulan Desember 1999 dilakukan pemagangan di pabrik pembekuan hasil laut "A" Jakarta selama satu bulan lebih. Merupakan studi kasus dengan tahapan identifikasi permasalahan, intervensi, evaluasi. Identifikasi permasalahan dengan teknik kriteria matriks, didapatkan dermatitis kontak pada delapan responden dari lima belas tenaga kerja informal yang seluruhnya wanita. Prevalensinya 53,33%. Pajanan yang dialami yaitu faktor fisik berupa trauma mikro dari bagian tubuh hasil laut. Tekanan, gesekan bagian tubuh hasil laut dan alat bantu proses pembersihan. Kotoran lumpur hasil laut, pecahan es batu, suhu dingin, air, kaporit. Waktu dan rentetan kontak dialami tenaga kerja ini. Diagnosis dermatitis kontak berdasarkan anamnesis dan gambaran Minis. Bila dibandingkan dengan sebelas orang tenaga kerja tetap wanita yang tidak mengerjakan proses pembersihan, prevalensi dermatitis kontak 9,09%. Uji Fisher's Exact didapatkan p = 0,024. Pekerjaan proses pembersihan berisiko menimbulkan dermatitis kontak. Prioritas intervensi berdasarkan teknik kriteria matriks. Penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakit dermatitis kontak serta upaya pencegahannya. Uji t berpasangan didapatkan p < 0,01. Pemakaian sarung tangan dan pengobatan dapat menurunkan kasus dermatitis kontak tenaga kerja informal di pabrik "A".
Informal workers are used by the company to freeze marine source such as fish, shrimp, squid, crab, scallop, in cleaning process before freezing takes place. Informal workers usually experience some itchy on their hands which are in forms of contact dermatitis, cured with own expenses. These workers are paid daily. In December 1999 for more than one months. There's an industrial training done at freezing company "A". It is a case study with problems identification, intervention and evaluation processes. Problems identification with matrix technical criteria results in contact dermatitis on 8 from 15 informal workers respondents which all are women. The prevalence is 53,33 %. Exposed is physical factor in forms of micro trauma from parts of marine source body. Pressure, scratch from marine source body and cleaning processing tools. Mud in marine source, ice cube piece, cold temperature, water, calcium hypochlorite. These workers also experience time and continuous contact. Contact dermatitis diagnose is based on anamnesis and clinical background. Compared to another 11 fixed women workers who do not do cleaning, contact dermatitis prevalence is 9,09 %. Statistic test Fisher's Exact shows p = 0,024. Cleaning process is therefore due to contact dermatitis risks. Intervention priority is chosen based on matrix technical criteria. Seminar can develop knowledge about contact dermatitis disease and the prevention efforts. Statistical test show p<0, 01. The usage of personal protection equipment such as gloves and cure can reduce cases for contact dermatitis informal workers in factory "A".
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T2748
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanny Harjulianti
Abstrak :
Latar belakang: Para tenaga kerja yang terpajan debu kaca mempunyai risiko menderita gangguan fungsi paru restriktif. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang mempertinggi maupun yang memperkecil risiko gangguan fungsi paru restriktif yang terjadi di PT M. Metode: Penelitian dilakukan di PT M Cikarang terhadap 412 tenaga kerjanya yang datang pada 3 minggu pertama (10 April-28 April 2000) melakukan tes tahunan spirometri. Alat yang digunakan adalah spirometer Autospiro AS-505 merk Minato buatan Jepang. Karakteristik subyek yang diteliti adalah umur, bagian, lama kerja, riwayat penyakit, riwayat merokok, riwayat olah raga dan riwayat pajanan zat yang terdapat di dalam maupun di luar lingkungan kerja. Hasil: Proporsi restriktif terbesar terdapat pada subyek yang bekerja di bagian cutting line (86,8%). Relatif terhadap subyek yang mempunyai indeks massa tubuh (EMT) yang normal, subyek yang mempunyai IMT kekurangan berat badan (BB) tingkat berat dan kekurangan BB tingkat ringan mempunyai risiko menderita gangguan fungsi paru restriktif masing-masing sebanyak 11,1 kali dan 2,2 kali lipat lebih besar (Rasio odds suaian 11,9; 95% CI: 3,12-45,70 dan rasio odds suaian 2,3; 95% CI: 1,16-4,86). Pada subyek dengan riwayat pajanan insektisida 1,7 kali lipat lebih besar (rasio odds suaian 1,7; 95% CI: 0,99-2,91; P- 0,050).Disamping itu subyek yang berpendidikan sekolah dasar dibandingkan subyek yang berpendidikan perguruan tinggi (PT) mempunyai risiko 8,3 kali lipat lebih besar namun tidak signifikan secara statistik. Kesimpulan: Subyek di bagian cutting line, yang berpendidikan sekolah dasar, yang masih batuk, mempunyai IMT kurang dan subyek dengan riwayat pajanan insektisida perlu mendapat perhatian khusus. ......Background: Workers who are highly exposed to glass dust in glass manufacturing company experienced high risk of suffering restrictive lung disorders. On that basis this study is conducted to identify risk factors that increase or decrease restrictive lung disorders occurrence. Methods: This study was performed at PT M on 412 employees who arrived in the first three weeks to undergo spirometry test. Equipment to run the test was Minato Autospiro AS-505 made in Japan. This research was designed based on employee?s criteria such as age, labor division, duration of work, experience of previous sickness, smoking and sport habits, chemical contaminated experience inside and outside the working environment. Results: The biggest proportion of restrictive lung disorders was among subjects working in the cutting line division (86,8%). Subjects who had body mass index (BMI) categorized as light and heavy grade of abnormality, had increased risk of 11, 1 and 2, 2 times than normal BMI subjects. Otherwise subjects who had primary school education facing restrictive lung disorders of 8, 3 times greater than those who had university education. Subjects exposed to insecticide had 1, 7 times increased risk of restrictive lung disorders. Conclusion: Subjects in cutting line division with primary school education, coughing and having BMI abnormality and who had insecticide exposure experience required to have serious attention in order to minimize the risk of restrictive lung disorders.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T2353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pitri Noviadi
Abstrak :
Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APD Telinga) merupakan tahap terakhir dari hirarki pengendalian kebisingan apabila pengendalian secara teknik dan administrasi tidak berhasil dijalankan, hal ini disebabkan risikonya masih cukup tinggi karena susahnya untuk memantau perilaku pekerja dalam menggunakan APD Telinga. Pada kenyataannya di PT Pupuk Sriwidjadja (PUSRI) Palembang dengan tingkat kebisingannya tinggi masih banyak ditemui pekerja yang tidak disiplin mengunakan APD Telinga. Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku pekerja sehingga tidak menggunakan APD Telinga tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pekerja dalam penggunaan APD Telinga di bagian Produksi Ammonia PUSRI II (P-II) PT PUSRI Palembang. Pendekatan yang digunakan adalah dengan mengadopsi teori Green, yaitu melihat dari faktor predisposing, faktor enabling dan faktor reinforsing. Rancangan penelitiannya adalah cross sectional, dengan sampel penelitian berjumlah 60 orang pekerja. Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan observasi langsung, serta mengkaji data sekunder. Data kemudian diolah secara statistik menggunakan teknik analisis chi square dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 30% pekerja yang berperilaku tidak baik dalam penggunaan APD Telinga dan 70% pekerja yang berperilaku baik dalam penggunaan APD Telinga. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara variabel: pengetahuan, sikap, kenyamanan, kebijakan, pelatihan dan keteladanan terhadap penggunaan APD Telinga, sedangkan variabel: umur, masa kerja, kondisi APD Telinga, perawatan, pengawasan dan tanda bahaya bising tidak berhubungan dengan penggunaan APD Telinga. Begitu pula dari model regresi logistik diketahui bahwa variabel yang menentukan Perilaku Penggunaan APD Telinga oleh pekerja adalah Pelatihan (OR=10,19; 95% CI: 0,769-135,243), Pengetahuan (OR= 8,85; 95% CI: 0,75-103,58), Sikap Keteladanan (OR= 8,40 ; 95% CI: 2,40-32,65), Kebijakan (OR= 7,87; 95% CI: 0,53-116,33) dan Kenyamanan APD Telinga (OR= 4,59; 95% CI: 0,25-81,24). Sebagai saran untuk tindak lanjut, maka upaya yang dilakukan oleh pihak manajemen adalah dengan meningkatkan penyuluhan/pelatihan dan motivasi tentang APD Telinga kepada pekerja agar dapat menambah pengetahuan dan menumbuhkan sikap positif pekerja. Selain itu agar lebih tegas dalam memberikan sanksi apabila pekerja tidak menggunakan APD Telinga dan diupayakan memberikan hadiah/penghargaan kepada pekerja yang disiplin menggunakan APD Telinga. Akhirnya, dalam penyediaan APD Telinga mengutamakan faktor kenyamanan alat tersebut dengan meminta masukan dan para pekerja.
The use of hearing protector is the last stage of noise control if technical control and administration control cannot run well. This is due to it's high risk because it's difficult to supervise workers behavior in using hearing protector. In fact, in PT PUSRI Palembang with it's high level of noise, there are still many workers do not use the hearing protector. The purpose of this research is to investigate factors related to workers behavior in using hearing protector at Ammoniac Production Department of PUSRI II (P-II) in PT PUSRI Palembang. The approach used is by using Green's theory which are consist of predisposing factor, enabling factor as well as reinforcing factor. The research use Cross sectional design, with 60 workers as samples. Data are collected by using interview and direct observation besides secondary data. Data analyzed statistically by using Chi square and logistic regression. The result of the research showed that there were 30% of workers did not use hearing protector appropriately. Based on bivariate analysis it is known that there is significant relation between variables: knowledge, attitude, comfort, policy, training and models of using hearing protector. On the other side, variables: age, length of work, the condition of hearing protector, maintenance of hearing protector, supervising and danger signal of noise didn't have significant relation with the use of hearing protector. Through logistic regression, it is known that the determinant variable in the workers behavior in using hearing protector is training (OR= 10,19; 95% CI: 0,769-135,243 ), knowledge (OR= 8,85; 95% CI: 0,75-103,58), attitude*models (OR= 8,40; 95% CI: 2,40-32,65), policy (OR=7,87; 95% CI: 0,53-116,33) and the comfort of hearing protector (OR= 4,59; 95% CI: 0,25-81,24). Referring to the result of this research, I advice that management should intensify the information/training and motivation about using hearing protector to the workers in order to add their knowledge and positive attitude as well As giving sanction to those without hearing protector. Employee should be rewarded or giving such appreciation especially to the workers who are discipline in using hearing protector. Finally, management should prepare hearing protector that comfort with asking if any workers have suggestion.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T5089
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumbung, Johny
Abstrak :
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan "cross sectional" menggunakan teknik analisis data kuantitatif. Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara terstruktur, menggunakan kuesioner dan observasi langsung, serta mengkaji data sekunder yang sudah ada di pabrik kayu lapis PT Jati Dharma Indah Kota Batu Gong Kota Ambon. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik menggunakan teknik analisis distribusi frekuensi, uji chi-square, serta analisis regresi logistik. Penelitian ini dilaksanakan di pabrik kayu lapis PT Jati Dharma Indah Batu Gong Kota Ambon dengan unit analisis pekerja di bagian Dryer dan Gluing sebanyak 204 orang sebagai sampel, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang penggunaan APD serta mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dan paling besar pengaruhnya terhadap penggunaan APD. Hasil penelitian ini diperoleh 27,9 % menggunakan APD dan 72,1 % tidak menggunakan APD secara lengkap. Berdasarkan analisis bivariat ternyata ada hubungan antara variabel pola pengawasan, kebijakan, pengetahuan, terhadap penggunaan APD di bagian Dryer dan Gluing, sedangkan faktor fasilitas APD, pelatihan, sikap, tidak ada hubungan dengan penggunaan APD. Begitu pula dengan analisis regresi logistik pada variabel pola pengawasan, kebijakan, pengetahuan yang diduga mempunyai konstribusi paling besar terhadap penggunaan APD, ternyata faktor pola pengawasan yang berhubungan dengan penggunaan APD dengan nilai p = 0,0015. Dengan melihat fasilitas APD, pelatihan, sikap, maka untuk peningkatan penggunaan APD perlu dikaji kembali maka pola pengawasan yang sudah ada terutama petugas pengawasnya, serta perlu dipikirkan keseimbangan antara pemberian sangsi dan penghargan bagi tiap tenaga kerja.
Research for the usage of Personal Protective Equipment in Dryer and Gluing section of PT. Jati Dharma Indah, a Timber Company at Batu Gong, AmbonThis research is a non experiment research with "Cross section" using technique analysis quantitative data. With structure interview, the data was collected using questionnaire and direct observation along with existing data from PT Jati Dharma Indah. Then the collected data was statically processed using a frequency technique analysis distribution, chi-square study and regression logistic analysis. This research was resembled at PT Jati Dharma Indah, using the 204 worker's as an example. To get a view of the usage of PPE along with the most influence factors of the PPE usage. The result of this research was 27, 9% using PPE and 72, 1% was not. Based on bivariate analysis results, there are connection between variable base care, knowledge experience, against the usage of PPE in Dryer and Gluing section, even though the facility factor, training, attitude, has no connection with the usage of PPE. Also with the logistic regression on base variable supervision, guidance, knowledge, which was predicted to have the biggest contribution to PPE usage, obviously the connection of base factor supervision and the usage of PPE was p = 0,001 5. To observe the PPE facility, enough training and attitude, therefore the increase of PPE usage needs to be reviewed. Therefore the existing base supervision especially the supervisor, including the needs of harmonization between sanction and appreciation to each employees.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T7896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Setiadi
Abstrak :
Peningkatan kompetensi karyawan sekarang menjadi isu penting bagi perusahaan untuk menjaga kemampuan berkompetisi guna menghadapi tantangan bisnis dalam era perdagangan babas yang akan segera datang. Undang-undang Ketenagalistrikan (baru) akan mengatur kompetisi antar pelaku bisnis tenaga listrik seperti PT PLN (Persero), swasta, termasuk koperasi dan BUMN yang lain. Melalui pembahasan bersama institusi terkait, maka Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral secara bertahap mempersiapkan standarisasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan. Analisis kompetensi K3 pada Pengawas kegiatan penyediaan tenaga listrik di PT PLN (Persero) bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kompetensi K3 pada Pengawas pada beberapa Unit pengelola instalasi yang dipilih untuk melakukan penelitian yang dapat mewakili kegiatan penyediaan tenaga listrik di PT PLN (Persero), sekaligus untuk menggambarkan tingkat kompetensi pada kegiatan pembangkitan, transmisi dan distribusi tenaga listrik. Dengan menggunakan referensi elemen kompetensi dan kriteria unjuk kerja dari kompetensi K3 umum (generik) untuk Pengawas (NOHSC, Australia) sebagai instrumen penelitian, dilakukan wawancara kepada para Pengawas serta kuisioner kepada para Pelaksana, kelompok kerja pengelola instalasi dan kepada para Pejabat pengelola instalasi, diperoleh bahwa rata-rata tingkat kompetensi K3 pada Pengawas kegiatan penyediaan tenaga listrik di PT PLN (Persero) dapat diklasifikasikan antara "rendah" sampai "kurang dari cukup", di mana pada kegiatan pembangkitan lebih baik dari pada kegiatan transmisi dan pada kegiatan transmisi lebih baik dari pada kegiatan distribusi. Saran pembinaan untuk meningkatkan kompetensi dengan menambah wawasan pengetahuan, ketrampilan dan sikap K3 pada Pengawas, keharusan terdapatnya komitmen yang kuat terhadap K3 dari top manajemen (dukungan manajemen) dan memperhatikan tempat kerja (tantangan kegiatan atau pengaruh lingkungan).
The Analysis on Occupational Safety and Health Competency for Supevisor of Electric Energy Supply in PT PLN (Persero) Employee competency improvement is now becoming the important issues for corporations to maintain its competitive ability to meet business challenges for incoming free trade era. The (new) Electricity Act regulates the competition of electricity business players such as PT PLN (Persero), the private sector including ccoperative and other state owned corporations. Through agreements with related institutions, The Department of Mine and Energy is progressively set the standards to be used for technician competencies in electricity. The analysis on occupational health and safety (OHS) competency for Supervisor of electric energy supply in PT PLN (Persero) aims at identifying the competency level of OHS of Supervisors in a number of units chosen to investigate matters that may represent the activities of electricity supply in PT PLN, while also describing the competency levels in electricity generation, transmission and distribution. With reference to the competency elements and performance criteria for generic OHS c^mnPfencies for Supervisors (NOHSC, Australia) as research tool, interviews were conducted with Supervisors and questionnaires were given to Working groups who directly in charge for instalation maintenance administering installation and the respected Officers. The result obtained indicates that the average competency level of OHS among Supervisor of electric energy supply in PT PLN (Persero) can be classified ranging from "low" to "inadequate", whereas electricity generating activities scored higher than transmission activities, and distribution activities have the lowest score among them. Suggestions to improve competency include supplementary information of OHS knowledge, skill and attitude of Supervisors, need a strong commitment from the top management on OHS (managerial support) and awareness of the work location (in term of challenging activities and or environmental influence).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7267
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanihatu, Iwan Gimyar
Abstrak :
Penelitian ini bersifat studi observasional terhadap risiko muskulo skeletal pada pekerja di Lapangan Produksi Minyak dan Gas Bumi VICO Indonesia, Kalimantan Timur. Penelitian ini memfokuskan pada gerakan-gerakan, postur / posisi janggal menurut jenis pekerjaan pada Craftsman, Welder dan Floorman, dan juga mencoba untuk menganalisa jenis dan tingginya risiko ergonomik yang dapat terjadi. Data-data dalam penelitian ini adalah primer dan original, yang dikumpulkan dengan menggunakan kamera elektronik, kemudian dimasukkan dalam CD-Rom. Pengambilan data ini disesuaikan dengan waktu kerja masing-masing. Analisa semi kuantitatif yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menurut metode Ergonomic Assessment Survey (EASY) dengan menggunakan sistim skor dari Baseline Risk Identification Ergonomic Factors Survey (BRIEF).
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T9182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Tusafariah
Abstrak :
Teknologi nuklir atau radiasi sudah banyak dimanfaatkan dalam bidang kehidupan, seperti bidang pertanian, kesehatan dan industri. Namun demikian selain memberi dampak positif, tenaga nuklir juga mempunyai potensi bahaya radiasi terhadap pekerjanya, anggota masyarakat dan lingkungan hidup, apabila didalam pemanfaatan tenaga nuklir ketentuan tentang keselamatan nuklir tidak diperhatikan dan diawasi dengan sebaiknya. Pusat Penelitian Tenaga Nuklir Serpong adalah salah satu pusat kegiatan yang melakukan penelitian dan pengembangan program -pemanfaatan tenaga nuklir. Dalam melaksanakan tugas tersebut para pekerjanya saling berhubungan dengan sumber radiasi maupun bahan zat radioaktif. Dengan demikian pekerjanya berpotensi untuk terpajan dengan radiasi baik secara interna maupun eksterna. Hal ini mungkin dapat menyebabkan ganguan kesehatannya, untuk itu perlu dilakukan pemantauan dosis radiasi baik itu pada pekerja maupun lingkungan kerjanya untuk menghindari agar dosis radiasi tidak melebihi nilai batas dosis yang diizinkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor apa saja yang berhubungan dengan dosis radiasi eksterna yang diterima oleh pekerja radiasi akibat interaksi antara pekerja radiasi dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Rancangan penelitian adalah pendekatan cross sectional, untuk melihat hubungan umur, jenis kelamin, pendidikan, pelatihan, masa kerja, pengetahuan dan sikap, peralatan proteksi radiasi, prosedur kerja dan pengawasan serta pajanan radiasi lingkungan daerah kerja dengan dosis radiasi eksterna yang diterima. Sebagai responder digunakan 100 orang pekerja radiasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang pekerja radiasi ada 10 % yang menerima dosis radiasi lebih besar dari 15 mSv. Jika dibandingkan dengan laporan dari UNSCEAR tahun 2000 (1%) untuk rata-rata penerimaan dosis pekerja radiasi di dunia selama periode 1990-1994, ternyata lebih tinggi, namun bila dibandingkan dengan penerimaan untuk rata-rata dengan jenis pekerjaan (13%), hasil yang diperoleh lebih rendah. Dari hasil pemantauan lingkungan kerja diperoleh pajanan radiasi daerah kerja pada umumnya di bawah 2,5 mR/jam. (yang tertinggi lebih dari 200 mR/jam), tetapi pajanan radiasi yang tinggi ini tidak berlangsung lama. Dengan demikian pajanan radiasi masih tergolong dalam daerah pengendalian sesuai dengan pembagian daerah kerja. Hasil penelitian dengan uji statistik menunjukkan bahwa umur, jenis kelamin, pendidikan, pelatihan, masa kerja, pengetahuan, peralatan proteksi radiasi tidak ada hubungan yang signifikan dengan dosis radiasi eksterna. Sementara sikap, prosedur kerja, pengawasan dan pajanan radiasi lingkungan daerah kerja berhubungan dengan dosis radiasi eksterna. Dari hasil analisis multivariat diperoleh 2 faktor yang saling berhubungan dengan dosis radiasi eksterna. Dari dua faktor tersebut ternyata yang paling berhubungan dengan dosis radiasi eksterna adalah pajanan radiasi daerah kerja kemudian prosedur kerja dengan nilai Odds Ratio masing-masing 89,9086 95% CI : 8,6600-933,4321 dan 14,0036, 95% CI : 1,9476-100,6859. Dengan demikian disarankan kepada instansi untuk mengambil langkah berusaha menurunkan pajanan radiasi lingkungan kerja dan lebih memperhatikan/mengawasi pekerja radiasi dalam melakukan pekerjaan agar mengikuti prosedur kerja yang telah ditetapkan dan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja radiasi yang menerima dosis lebih besar dari 15 mSv lebih diperhatikan. ......Analysis on Factors Related to External Radiation Dose to Radiation Workers at Serpong Nuclear Research Centre, National Nuclear Energy Agency in 2000/2001Nuclear or radiation technology has much been used in various fields of life: agriculture, health, industry etc. Nevertheless, along with its positive advantages, nuclear energy also potentially dangerous to the workers, public and environment, whose using the nuclear energy, whenever the requirements of safety radiation are not well establish. Serpong Nuclear Research Centre is one of the centres of activities that carries out research and development of nuclear energy. In the implementation of the task, the workers are often in contact with radiation sources and radioactivity materials. The workers will then potentially expose to radiation, externally and internally. This may affect his health so that it is necessary to monitor the radiation dose to the workers and his work environment to avoid the radiation dose that exceeds the dose limit. This study has purpose to analyze factors that related to the external radiation dose received by the workers or their work environment since there were interaction among workers with his job and his work environment. The design of the study was a cross sectional approach and to know the relationship of age, sex, education, training, work duration, knowledge, attitude, equipment for radiation protection, work procedures, supervision and radiation exposure to the environment of work area with external radiation dose received. As respondents, 100 radiation workers have been collected. The result of the study shown that 10% out of 100 radiation workers received radiation dose more than 15 mSv. If compared to 2000 UNSCEAR report (1%) for global averaged dose received by radiation workers dining 1990-1994, it is seen higher. But if compared to average rate received wording to the work classification (13%), the result obtained is lower. From the result of the monitoring of work area environment, in general its obtained under 2,5 mR/hour, the highest is over 200 mR/hour but not longer. Therefore, it can still be classified as of controlled area. The result of the study using the statistical test shows that age, sex, education, training, work duration, knowledge, equipment for radiation protection have no significant relationship with external radiation dose. However, attitude, work procedures, supervision and radiation exposure of work area environment have a significant relationship with external radiation dose. From the multivariate analysis result two factors which were related with external radiation dose. The most related of that factors were radiation exposure of work area, followed by the procedures having the Odds ratio value 89, 9086 95% CI: 8, 6600-933,4321and 14, 0036, 95% Cl : 1,9476-100,6859 respectively. It is therefore advisable for the institution to take the necessary measures to minimize radiation exposure of work environment and to give more attention to their radiation workers. Establishing work procedures, as well as to provide a more thorough health examination to workers who received radiation dose exceeding 15 mSv.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T9184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridlo Noor Wahab
Abstrak :
Era gobalisasi sebentar lagi akan tiba, dalam bidang K3 era tersebut ditandai dengan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi, dimana hal tersebut dapat berdampak pada efisiensi dan produktivitas kerja, namun disamping itu juga berdampak menambah risiko bahaya dan ragam dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Salah satu proses dalam industri adalah proses pengelasan, proses ini merupakan proses yang menghasilkan radiasi sinar ultra violet. Radiasi sinar ultra violet ini pada pekerja las dapat menyebabkan adanya keluhan mata akut berupa peradangan selaput mata, selaput bening, dan peradangan pada kelopak mata pada pekerja las atau yang biasa disebut "Welder Flash " atau "Arc Eye". PT. Bukaka Teknik Utama yang proses kerja utamanya adalah pengelasan, dijumpai para pekerja lasnya sering mengalami adanya keluhan mata akut, sehingga hal tersebut yang melatar belakangi penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa paparan radiasi sinar ultra violet dan faktor-faktor yang signifikan sebagai penyebab keluhan mata akut pada pekerja las dengan menggunakan metode fault tree analysis. Metode fault tree analysis (pohon kegagalan) adalah salah satu metode dalam K3 yang digunakan dalam analisa bahaya secara detil (detailed hazard analysis). Metode ini menggunakan pendekatan top down, di mana starting pointnya adalah adanya kerugian/loss atau konsekuensi yang tidak diinginkan dimana hal ini sebagai "Head Event" atau "Top Event", kemudian diidentifikasi seluruh faktor-faktor kegagalan dan urutan-urutan event-event yang mungkin memiliki kontribusi terhadap "Head Event". Hasil dari identifikasi tersebut baru dianalisa dan dievaluasi sehingga diketahui faktor kegagalan yang paling signifikan sebagai penyebab adanya "Head Event" atau "Top Event" tersebut. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dari 54 pekerja las yang diteliti sebanyak 38 orang yang mengalami keluhan mata akut. Hasil tingkat intensitas radiasi efektif menunjukkan nilai yang tinggi yaitu berkisar antara 179 µW/cm2 sampai dengan 2850 µW/cm2. Hasil lama pemaparan perhari berkisar antara 30 sampai dengan 376 menit. Hasil fault tree analysis menunjukkan bahwa paparan tinggi radiasi sinar ultra violet merupakan faktor yang potensial menyebabkan terjadinya keluhan mata akut pekerja las. Paparan tinggi radiasi sinar ultra violet disebabkan oleh adanya tingkat intensitas yang tinggi atau (hubungan OR gate) karena adanya waktu paparan tinggi. Tingkat intensitas yang tinggi disebabkan karena adanya kegagalan mesin las atau (hubungan OR gate) karena kegagalan penggunaan alat pelindung diri mata. Sedangkan waktu paparan tinggi disebabkan adanya kesalahan dalam posisi pengelasan atau (hubungan OR gate) karena volume pekerjaan yang tinggi. Kegagalan mesin las disebabkan oleh rangkaian kegagalan yang pada akhirnya berpangkal pada kegagalan pemeliharaan atau (hubungan OR gate) karena usia mesin yang sudah tua. Sedangkan kegagalan penggunaan alat pelindung diri mata disebabkan oleh rangkaian kegagalan yang pada akhirnya berpangkal pada kegagalan pengawasan. Kesalahan posisi pengelasan disebabkan karena kegagalan pengawasan, sedangkan kegagalan pengaturan jam kerja disebabkan volume pekerjaan tinggi atau karena waktu penyelesaian pekerjaan yang singkat. Kegagalan pemeliharaan dan kegagalan pengawasan merupakan jenis kegagalan yang sering muncul (common mode), sedangkan kegagalan pemeliharaan sendiri secara signifikan disebabkan oleh kegagalan pengawasan . Dengan demikian rangkaian kegagalan mulai dari kegagalan pengawasan, kegagalan pemeliharaan dan rangkaian kegagalan berikutnya sampai kepada paparan tinggi sinar ultra violet atau waktu paparan tinggi dimungkinkan sebagai penyebab adanya keluhan mata akut.
Analysis of Presentation on Radiation of Ultra Violet Light Against Welders of PT Bukaka Teknik Utama, District of Bogor, Year of 2002Era of globalization, that is coming in the near future, is identified by utilization of high technology and science. On one side, such condition gives positive impact on efficiency and working productivity. However, on the other side, it will also give negative impact on increasing of hazard risks as well as of types of occupational accidents and diseases. One of industrial production process is welding that produces radiation of ultra violet light. Radiation of ultra violet light results in acute irritation on cornea and on eyelid of welders that is commonly called as "Welder Flash" or "Arc Eye". This research based on the fact that welders those are working at PT Bukaka Teknik Utama often complains about acute irritation on their eyes. This research is designed to analysis of presentation on radiation of ultra violet light and of significant factors as the causes of acute irritation complained by the welders. In this respect, this research uses "fault tree analysis" method. "Fault tree analysis" method is a "detailed hazard analysis", as one of analysis method used in Occupational Safety and Health. This method uses top-down approach, in which the starting point is the occurrence of loss or unexpected consequences that is called as "Head Event" or "Top Event". Next step of this method is identification of all failure factors and sequence of events that may give contribution to "Head Event". Result of identification is then analyzed or evaluated in order to find the most significant failure factor to the mentioned "Head Event" or "Top Event". The research shows that 38 out of 54 sampling welders are suffered from acute eyes irritation. Intensity of effective radiation shows high value that is between 179 µW/cm2 to 2,850 µW/cm2. Length of presentation is between 30 to 376 minutes per day. Fault Tree Analysis proves that high presentation on radiation of ultra violet light is the potential factor causes acute irritation on eyes of welders. The high presentation on ultra violet light is caused by high intensity or (relations of OR gate) as the result of high volume of works. Failure of welding machine is caused by series of failures that ultimately based on failure in maintenance or (relations of OR gate), as caused by old age of the machine. Meanwhile, failure in using self protective for eyes is caused by series of failures that ultimately based on failure in inspection. Failure in welding position is caused by failure in inspection, and failure in regulating working hours is caused by high volume of works or by limited time to finish works. Failures in maintenance and in inspection are types of failures that become common mode. Meanwhile, failure in maintenance alone is significantly caused by failure in inspection. It comes to conclusion that series of failures from failure in inspection, in maintenance and to other following failures up to high presentation on ultra violet light and high time of presentation are identified as possible causes of acute irritation on eyes.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 9756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Bagus Wicaksono
Abstrak :
Ketel uap dalam penggunaannya untuk berbagai kebutuhan industri mengandung resiko bahaya yang memerlukan perhatian, karena menghasilkan uap panas, bertekanan dan dapat meledak. Kegiatan-kegiatan di dalam mengoperasikan ketel uap tersebut harus dipenuhi agar dalam pengoperasiannya berjalan lancar dan aman. Agar tahu seberapa besar resiko dari kegiatan-kegiatan pengoperasian ketel uap tersebut perlu dilakukan analisa resiko terhadap salah satu jenis ketel uap yang bila meledak akan menghasilkan ledakan yang hebat dibandingkan dengan jenis ketel uap lainnya, yaitu ketel uap silinder mendatar pipa api. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meadapatkan gambaran resiko dari kegiatan-kegiatan pengoperasian ketel uap pipa api di pabrik NSD PT. Unilever Indonesia Tbk - Cikarang - Bekasi dan di pabrik PT. Nestle Indonesia - Cikupa - Tangerang. Penelitian dilakukan dengsn pengamatan secara langsung di unit pengoperasian ketel uap. Sampel penelitian adalah kegiatan-kegiatan pengoperasian ketel uap. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan check list, diskusi dan wawancara langsung dan dari data-data sekunder. Analisa data terdiri dari analisa terhadap kegiatan-kegiatan sebelum pengoperasian ketel uap pipa api, terhadap kegiatan-kegiatan pada saat mulai pengoperasian ketel uap pipa api dan terhadap kegiatan-kegiatan selama pengoperasian ketel uap pipa api. Dari hasil analisa di dapat bahwa kegiatan-kegiatan pengoperasian ketel uap pipa api di kedua perusahan tersebut telah dilakukan secara baik dan benar, selain itu alat-alat perlengkapan termasuk alat-alat pengaman ketel uap pipa api di kedua perusahaan tersebut juga masih bekerja dengan baik, yang menjadikan kegiatan-kegiatan pengoperasian ketel uap pipa api di kedua perusahaan tersebut mempunyai tingkat resiko paling tinggi adalah pada tingkat substansial. Saran yang dapat diberikan adalah agar peneliti lain dapat melanjutkan penelitian ini dengan jenis ketel uap yang berbeda. Sebaiknya PT. Unilever Indonesia - Cikarang - Bekasi dan PT. Nestle Indonesia Cikupa - Tangerang - menugaskan para operator ketel uap hanya untuk melayani ketel uap saja. Kinerja terus ditingkatkan agar kegiatan-kegiatan pengoperasian ketel uap pipa api tetap mempunyai tingkat resiko yang rendah.
Risk Analysis of Fire Tube Boiler Operation at Non Soap Detergent Plant PT. Unilever Indonesia Tbk - Cikarang - Bekasi and at Plant of PT. Nestle Indonesia -Cikupa - TangerangThe usage of boilers in many industries is contains hazard risk that need a special treatment. They generate a pressure steam and can explode. The activities of boiler operation should be allowed in order -to operate smoothly. In order to know how big the risk of boiler operation activities, it need to be carried out risk analysis of one kind of boiler that could explode and cause big explosion. That is fire tube cylinder boiler. The aim of this research is to get risk description of boiler operation activities at NSD Plant PT. Unilever Indonesia Tbk - Cikarang - Bekasi and at Plant of PT. Nestle Indonesia - Cikupa - Tangerang. The research is carried out visually in boiler operation unit. Research samples are boiler operation activities. The data collection is carried out by check list, discussion, interview and secondary data. The data analysis is comprised of analysis on activities before operation, start operation and during operation for fire tube cylinder boiler. Based on results of analysis, it will be getting that the activities of boiler operation have been carried out appropriately. The accessories and safety devices of fire tube boiler in both companies have the highest risk -that is substantial level. The advice is the other research could continue this research with different type of boiler. The both companies assign boiler operator to operate boiler only. The performances keep to be developed in order to that activities of boiler operation have low risk level.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 10043
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohannes N.P.
Abstrak :
Ruang lingkup dan metodologi Pajanan panas merupakan salah satu faktor risiko yang terdapat pada pabrik pembuatan tabung LPG. Dampak yang ditimbulkan dari pajanan panas adalah tenaga kerja banyak mengeluarkan keringat sehingga mengalami kekurangan cairan bila tidak diimbangi dengan minum yang cukup. Keadaan ini bila berlangsung lama akan mengakibatkan supersaturasi urin dan memudahkan terjadinya kristal dalam urin antara lain adalah kristal kalsium oksalat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui manfaat pemberian air minum terhadap kristal kalsium oksalat urin tenaga kerja yang terpajan panas di pabrik LPG X Jakarta. Penelitian ini menggunakan disain studi intervensi dengan memberikan penyuluhan dan air minum kepada 16 orang tenaga kerja yang dipilih secara purposif. Dilakukan pengumpulan data panas lingkungan kerja menggunakan index suhu bola basah(ISBB), dan beberapa variabel subyek seperti umur, lama kerja, beban kerja, pendidikan, pengetahuan, dan kebiasaan minum yang didapatkan dari wawancara dan kuesioner. Pengukuran berat badan, keluhan subyektif, dan kristaI kalsium oksalat sebelum dan sesudah intervensi. Hasil dan kesimpulan: Panas lingkugan kerja berkisar antara 27.42 - 29.34°C ISBB, beban kerja fisik tenaga kerja katagori sedang. Didapatkan keluhan subyektif: rasa haus 100%, tidak nyaman 50%, cepat lelah 37.50%, tidak semangat 18.75%, pusing 12.50%, penurunan berat badan berkisar antara 0.1-0.6 kg, hasil pemeriksaan kristal kalsium oksalat urin tenaga kerja 56.25% meningkat menjadi 75% setelah terpajan panas. Terjadi perubahan bermakna (p<0.05) kristal kalsium oksalat urin tenaga kerja terpajan panas setelah dilakukan intervensi dengan penyuluhan dan pemberian air minum.
Heat exposure is one of the risk factors of manufacturing the LPG cylinder. The effect of heat exposure will make the workers get sweat profusely, which may let them be dehydrated if they do not drink enough water. If this condition happens for quite long time, it will make super-saturation urine, which may easily cause a crystallization of urine such as calcium oxalate crystal. The point of this study is to find out the benefit of giving drink water to the urinary calcium oxalate crystal of the worker who heat exposure at the factory of LPG X Jakarta. We use an intervention - Study design, by giving lectures and ask 16(sixteen) workers, who had chosen purposefully, to drink some water. We also collect some data, of the hot temperature of the field, by using WBGT, and some subject variable such as: ages, working period, working load, education, knowledge and drinking water attitude, which are collected from interviews and questioners. The weight, subject complaint and calcium oxalate crystal urine of the worker are also noted before and after the intervention. Result and conclusion Study finding showed that the temperature working area range, about 27.42-29.34°C WBGT. Subject complaint were thirsty 100%, discomfort 50%, fatigue 37.50%, headache 12.50%, loss body weight 0.1-0.6 kg, and crystallization of the worker urine is growth from 56.25% to 75% after heat exposure. There is significant result (p<0.05) of urinary calcium oxalate crystal of the worker after this intervention and lectures, and after giving them some drinking- waters.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T10343
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>