Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fajar Supriyatna
Abstrak :
Studi tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) saat ini belum banyak ditemukan. Setelah perubahan Undang Undang Dasar 1945, banyak kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihilangkan sehingga membuatnya tidak menarik lagi untuk diteliti. Namun sesungguhnya ada bagianbagian yang masih menarik untuk diteliti dalam rangka memperkaya khasanah ilmu politik di Indonesia. Salah satunya adalah proses pemilihan Pimpinan MPR. Proses pemilihan Pimpinan MPR yang terdiri dari seorang Ketua dan beberapa orang Wakil Ketua ini senantiasa berlangsung dinamis, tidak pernah sama dari masa ke masa, baik dalam hal aturan, mekanisme dan pelaksanaannya. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terpilihnya Taufiq Kiemas secara aklamasi sebagai Ketua MPR. Taufiq Kiemas didukung oleh PDI Perjuangan yang menempatkan diri sebagai partai oposisi. Terpilihnya Taufiq Kiemas ini didukung oleh hampir semua partai politik yang ada di MPR. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban mengapa bisa tercapai konsensus untuk menetapkan Taufiq Kiemas sebagai Ketua MPR secara aklamasi dan bagaimana konsensus tersebut dapat tercapai. Sebagai pijakan teoritis, Penelitian ini menggunakan teori konflik dan konsensus dari Maswadi Rauf sebagai teori utama, didukung juga dengan teori demokrasi dari Joseph Schumpeter, teori sistem dua kamar Giovani Sartori, serta teori elit dari Robert Michels. Untuk mengungkap fenomena yang diteliti, digunakan metode penelitian kualitatif dengan melakukan studi dokumen dan literatur serta wawancara mendalam terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemilihan Ketua MPR. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa konsensus yang dicapai terkait konflik politik yang terjadi dalam pemilihan Ketua MPR ditentukan oleh peran para aktor politik yang memiliki pengaruh kuat dalam partai politik yang terlibat selain itu superioritas mayoritas dalam demokrasi di Indonesia juga berpengaruh bagi tercapainya sebuah konsensus. Implikasi teoritis menunjukkan bahwa konflik dan konsensus dalam proses pemilihan Ketua MPR periode 2009-2014 merupakan bagian dari demokrasi. Konflik yang terjadi tidaklah bersifat destruktif, hal ini ditunjukkan dengan tercapainya konsensus untuk mengakhiri konflik. Konsensus yang terjadi merupakan kombinasi dari kompromi dari pihak-pihak yang berkonflik dan pemaksaan kekuasaan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah, selain itu peran dari elit partai politik juga sangat menentukan dalam pencapaian konsensus ini. Hal ini memperkuat pendapat Maswadi Rauf tentang konflik dan konsensus, juga menegaskan kebenaran hukum besi oligarkiyang dikemukakan oleh Robert Michels.
The study of the People's Consultative Assembly (MPR) is rarely writen. After the amendment of the 1945 constitution, many authorities of the Assembly are eliminated so it makes less attractive to be researched. In fact there are parts that still worthy and interesting to be studied in order to enrich the political science in Indonesia. Leaders election process is the one of interesting things to be researched. The process is very dynamic, never be same from time to time in terms of rules, mechanisms and excecutions. This research is motivated by the acclamation of Taufiq Kiemas as Chairman of the Assembly in the election process. Taufiq Kiemas was nominated by PDI-P which is reached in third position in 2009 Indonesian general elections. Taufiq Kiemas was supported by almost all factions in MPR. So this study aims to find answers about why the consensus achieving the assembly leaders election which was won by Taufiq Kiemas with acclamation way and how that consensus can be agreed. The main theory applies in this researech is Maswadi Rauf?s conflict and consensus theory. It is also completed by the theory of democratic by Joseph Schumpeter, bicameral system of Giovani Sartori, and elite theory of Robert Michel. This study used a qualitative approach with an explanatory analysis method . The data was collected by the study of documents and literatures as well as in-depth interviews of ten MPR faction/groups leaders members that involved in the process, the vice chairmen of the Assembly, and a member of the lobying team of Taufiq Kiemas. The result of this research shows that the consesnsus can be attained due to the role of political actors with strong influence in the political parties as well as can be attained by the superiority of the majority in Indonesian democracy. Theoretical implications show that the conflict and consensus in the election process of MPR Leaders is a part of democracy. The conflict is not destructive, therefore it?s reaches the consensus. The Consensus is a combination of a compromise of the parties and the coercive power of the strong towards the weak. The role of political elite also the crucial factor in achieving the consensus. This is confirms Maswadi Rauf`s theory about the conflict and consensus also confirms the truth of the iron law of oligarchy proposed by Robert Michels.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T38647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djakarta: [publisher not identified], 1969
342.05 HIM (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harmaily Ibrahim
Jakarta: Sinar Bakti, 1979
342.05 HAR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Simorangkir, J.C.T.
Jakarta: Erlangga, 1973
342.05 SIM t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, A.S.S.
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan , 1991
342.05 TAM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Widyaningsih
Abstrak :
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan adanya fakta hukum mengenai Tap MPR yang saat ini masih berlaku sebagai produk hukum dari MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sedangkan tata urutan peraturan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun tidak memasukkan Tap MPR sebagai peraturan perundang-undangan. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Kewenangan apa saja yang dimiliki MPR Pasca Perubahan UUD'45? 2. Bagaimana eksistensi Tap MPR Pasca Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam hierarki perundang-undangan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, ada dua tujuan penelitian ini yang dimaksudkan untuk lebih menjelaskan dan mengemukakan tinjauan dari segi hukum administrasi negara, adalah: 1. meneliti dan menganalisis kewenangan yang dimiliki MPR Pasca Perubahan UUD'45. 2. meneliti dan menganalisis eksistensi Tap MPR pasca perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam hierarki perundang-undangan.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Rhamadani
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai sistem ketatanegaraan Indonesia setelah terjadinya Perubahan UUD 1945, karena terjadi perubahan penting terutama pada perubahan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) baik dari segi fungsi maupun struktur. MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, dan pemegang kedaulatan rakyat. Perubahan tersebut berpengaruh terhadap hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Setelah perubahan UUD 1945 Ketetapan MPR tidak dimasukkan ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan, kini dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Ketetapan MPR kembali ditempatkan dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Hal ini akan menimbulkan implikasi baik terhadap MPR sebagai lembaga negara, terhadap Ketetapan MPR sebagai produk hukum, maupun terhadap konsekuensi pengujian terhadap Ketetapan MPR tersebut.
ABSTRACT
This study is focus to The Indonesian Constitusional system after The amandements of 1945 Constitustion (UUD 1945), because there are significant reformation happened specially to the reposition of People Consultative Assemby (MPR) both function and structure. Its no longer become the highest state organ in Indonesia, neither as a holder of peoples soverignity. That MPR’s reposition also effecting the hierarchy of Indonesian Legislations. After the constitution amandements, MPR Decree was eliminated from the hiearchy. But now, by the Law number 12 year 2011 concerning Forming of Legislation, The MPR Decree back to the hierarchy. It will cause some implication, implication to the MPR as a state organ, implication to the MPR Decree as a legislation product, and implication for the review consequences to the MPR Decree itself.
Universitas Indonesia, 2013
T34597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safrizal Arifin
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S25507
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Biondi Insani
Abstrak :
ABSTRAK
Hampir setiap negara yang memiliki konstitusi tertulis memiliki cara untuk mengubah konstitusi yang diatur di dalam konstitusi tersebut. Di Indonesia, berdasarkan Pasal 37 UUD 1945, perubahan konstitusi dilakukan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat. Namun, pada masa Orde Baru, Undang-Undang Dasar 1945 atau konstitusi tertulis di Indonesia, diperlakukan sakral dan dikehendaki untuk tidak diubah. Hambatan selanjutnya adalah diaturnya dua produk hukum, yaitu TAP MPR/IV/1983 tentang referendum, dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1985 tentang refrendum. Kedua ketentuan ini, sangat mempersulit dan sangat tidak sesuai dengan Pasal 37 UUD 1945. Bentuk penelitian ini adalah kepustakaan-normatif dimana penulis menggunakan teori-teori mengenai konstitusi dan perubahan konstitusi terhadap kewenangan MPR dalam mengubah konstitusi UUD di Indonesia sebelum dan sesudah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Pembahasan penelitian dikaitkan dengan prosedur atau mekanisme perubahan konstitusi dari beberapa negara lain dengan studi perbandingan konstitusi. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa setelah amandemen pengaturan dan mekanisme perubahan konstitusi diatur secara lebih rinci dan mekanisme perubahan konstitusi diatur sehingga konstitusi tidak begitu mudah, tetapi juga tidak begitu sukar untuk diubah.
ABSTRACT
Nearly every nation that possesses written constitution has a method to change or amend the constitution that is regulated within the constitution itself. In Indonesia, according to Article 37 of the 1945 Constitution Undang Undang Dasar 1945 , the People 39 s Consultative Assembly MPR has the right to and authority to change the constitution. However, during the New Order era, the 1945 Constitution as the written constitution in Indonesia is considered sacred to be changed. Furthermore, the political power made the possibility to change the constitution more difficult with the regulation of 2 legal products TAP MPR IV 1983 and Undang Undang No. 5 1985 about Referendum which are not in accordance with Article 37 of the 1945 Constitution. With a normative library research, theories about the constitution and the constitutional amendment were utilised to analyse the authority of MPR in changing the constitution before and after the 1945 Constitution. The research 39 s discussion is linked with the procedure and mechanism of the constitutional amendment from other countries with a comparative constitutional study. This study concludes that after the amendment, the regulation and mechanism of the constitutional amendment is more detailed and is regulated so that the constitution is not so easy nor difficult to change.
2017
S68920
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrurrahman
Abstrak :
Pengisian jabatan presiden dan wakil presiden merupakan aspek utama pada sistem pemerintahan presidensial. Saat ini, mekanisme pengisian jabatan presiden dan wakil presiden Indonesia dilakukan melalui pemilihan umum. Namun, UUD NRI 1945 masih memberikan kewenangan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk menyelenggarakan sidang pemilihan wakil presiden jika terjadi kekosongan jabatan atau pemilihan jabatan presiden dan wakil presiden jika terjadi kekosongan jabatan secara bersamaan sebagaimana menurut Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945. Tulisan ini dihasilkan melalui penelitian normatif dengan metode kualitatif yang menjadikan sumber-sumber hukum sebagai landasan utama. Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa adanya kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam memilih lembaga kepresidenan sebagaimana menurut Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 merupakan pelaksanaan prinsip ‘checks and balances’ yang dibangun oleh UUD NRI 1945 dalam rangka penguatan sistem presidensial. Oleh sebab itu, penguatan sistem presidensial terkait kandungan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI 1945 kedepannya perlu diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang terkait lembaga kepresidenan. ......Filling the positions of president and vice president is a major aspect of the presidential government system. Currently, the mechanism for filling the positions of president and vice president of Indonesia is carried out through general elections. However, the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia still authorizes the People's Consultative Assembly to hold a vice presidential election session in the event of a vacancy in office or the election of the president and vice president in the event of a vacancy of office simultaneously as stated in Article 8 paragraph (2) and paragraph (3) of the Constitution of the Republic of Indonesia. 1945. This paper was produced through normative research with qualitative methods that use legal sources as the main basis. The conclusion obtained is that the existence of the authority possessed by the People's Consultative Assembly in choosing the presidential institution as stated in Article 8 paragraph (2) and paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is the implementation of the principle of 'checks and balances' developed by the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia in order to strengthen presidential system. Therefore, strengthening the presidential system related to the contents of Article 8 paragraph (2) and paragraph (3) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia needs to be comprehensively regulated in a law related to the presidential institution.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>