Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bohtlingk, F.R. (Frederik Robert), 1925-1959
Djakarta: Neijenhuis, 1950
342.025 98 BOH u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Amiroeddin Sjarif
Jakarta: Rineka Cipta, 1997
340 AMI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sarifudin
"ABSTRAK
Secara historis, keberadaan Penghubung Komisi Yudisial tidak terlepas dari
keberadaan jejaring. Bahkan dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
Republik Indonesia tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004
tentang Komisi Yudisial yang dibuat oleh DPR, ketentuan tentang Penghubung ini
tidak ada, yang ada adalah nomenklatur jejaring. Namun, nomenklatur jejaring ini
hilang diganti dengan nomenklatur penghubung setelah keluarnya Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2011. Ketentuan tentang penghubung ini tercantum dalam Pasal 3
ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 yang menyebutkan: Komisi Yudisial
dapat mengangkat Penghubung di daerah sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya,
Pasal 3 ayat 3 menyatakan: Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan,
susunan, dan tata kerja penghubung Komisi Yudisial di daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Komisi Yudisial. Undang-Undang Nomor 18
tahun 2011 telah memberikan delegasi kepada Komisi Yudisial untuk menjabarkan
lebih rinci tentang pembentukan, susunan dan tata kerja Penghubung Komisi Yudisial
di daerah dalam Peraturan Komisi Yudisial. Delegasi kewenangan untuk mengatur
lebih lanjut ketentuan-ketentuan yang tidak diatur dalam peraturan yang lebih tinggi
merupakan kewenangan yang bersumber dari pembuat legislasi delegated
legislation. Secara yuridis, kedudukan peraturan KY berada di luar hierarki peraturan
perundang-undangan, sesuai ketentuan Pasal 8 ayat 1 dan 2 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011. Keberadaan peraturan di luar hierarki diakui dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Namun, ada perbedaan pendapat dari para ahli hukum tentang kedudukan peraturan
yang dibuat oleh lembaga-lembaga di luar eksekutif dan legislatif, seperti: peraturan
yang dibuat oleh KY, MK dan MA. Ada yang berpendapat bahwa peraturan tersebut
masuk dalam peraturan perundang-undangan, sedangkan pendapat lainnya
mengatakan tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan.

ABSTRACT
Historically, the existence of the Liaison of the Judicial Commission is
inseparable from the existence of networks. Even in the Academic Manuscript of the
Draft Law of the Republic of Indonesia concerning Amendments to Law Number 22
Year 2004 concerning the Judicial Commission made by the House of Representatives,
the provisions regarding this Liaison do not exist, there is a network nomenclature.
However, the missing network nomenclature is replaced by the liaison
nomenclature after the issuance of Law Number 18 Year 2011. Provisions regarding
this link are listed in Article 3 paragraph 2 of Law Number 18 Year 2011 which states:
The Judicial Commission can lift liaison in the regions according to their needs.
Furthermore, Article 3 paragraph 3 states: Further provisions regarding the
formation, arrangement and arrangement of the work of the Judicial Commission in the
regions as referred to in paragraph 2 shall be regulated by the Judicial Commission
Regulation. Law No. 18 of 2011 has given a delegation to the Judicial Commission to
describe in more detail the formation, structure and work procedures of the Liaison of
the Judicial Commission in the region in the Judicial Commission Regulation. The
delegation of authority to further regulate provisions that are not regulated in a higher
regulation constitutes the authority originating from legislated legislators delegated
legislation. Juridically, the position of KY regulations is outside the hierarchy of laws
and regulations, in accordance with the provisions of Article 8 paragraph 1 and 2 of
Law Number 12 of 2011. The existence of regulations outside the hierarchy is
recognized and has binding legal force insofar as it is ordered by Legislation - higher
law or formed based on authority. However, there are differences of opinion from legal
experts about the position of regulations made by institutions outside the executive and
the legislature, such as: regulations made by KY, MK and MA. Some argue that the
regulation is included in legislation, while other opinions say it is not included in the
legislation.
"
2019
T54469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2010
340.11 IND e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Banyaknya permohonan uji materiil terhadap undang-undang sebagai produk legislasi DPR dan Presiden di Mahkamah Konstitusi, menandakan pembuatan undang-undang sebagai salah satu produk hukum di Indonesia saat ini oleh banyak pihak dipandang belum berhasil memenuhi harapan masyarakat. Kontras, dengan konsekuensi sudah ratusan pasal yang dibatalkan oleh MK sejak berdirinya itu menandakan begitu buruknya pembuatan undang-undang selama ini. Salah satu penyebabnya adalah kelemahan untuk meneliti dengan cermat agar draf- draf undang-undang tersebut sesuai dengan konstitusi dan harapan masyarakat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ingin mengkaji dan mengembangkan suatu mekanisme check list guna memastikan bahwa tiap proses pembuatan undang- undang sesuai dengan konstitusi yang berlaku dan harapan masyarakat. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan memakai pendekatan perundang-undangan, konseptual dan historis. Dari hasil penelitian mengetengahkan sebuah mekanisme tambahan bagi MK untuk memverivikasi nilai konstitusionalitas suatu rancangan undang-undang."
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini bertujuan untuk menelaah sejauh mana kontribusi putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 1/PHPU.PRES-XII/2014 terkait sengketa PHPU Pilpres 2014 dalam kaitannya dengan penguatan legitimasi konstitusional dalam negara demokrasi yang berdasarkan hukum dan konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PHPU.PRES-XII/2014 memberi arti penting bagi pengembangan sistem pemerintahan demokrasi konstitusional kita di era modern ini. Putusan MK tersebut mempunyaimakna demokrasi substansial dalam pengertian penegakan keadilan substantif. Sebagai lembaga negara yang menjaga dan mengawal konstitusi, MK telah menjalankan fungsi dan wewenangnya berdasarkan ketentuan Pasal 24C UUD 1945 dan UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga tinggi negara yang diberi wewenang lewat Pasal 24C UUD 1945 yakni berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang sifat putusan final dan mengikat, yang antara lain memutus perkara PHPU, dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, serta Pasal 29 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Mahkamah Konstitusi, pada intinya sama, yakni berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang sifat putusannya final dan mengikat termasuk perkara PHPU. Dalam pengertian inilah putusan MK mengakhiri berbagai pertentangan politik termasuk menutup segala dinamika penafsiran politik yang berkembang di masyarakat."
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Universitas Indonesia, 2003
348.02 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Achmad Ubbe
Jakarta: Pengayoman, 1999
340.072 AHM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>