Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2331 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahayu Permana
Abstrak :
Tokoh K.H. Sjam'un dari Banten yang dikaji di sini, melanjutkan perjuangan masyarakat dengan damai yang berorientasi pada keseimbangan hidup melalui pendidikan kader pejuang yang patriotis. Perjuangan dalam bidang pendidikan yang dipilih oleh tokoh K.H. Sjam'un. Memfokuskan sejarah pada seorang tokoh pemimpin perjuangan lokal di Banten tentang gagasan dan perjuangannya dalam sejarah perjuangan Indonesia untuk membina kesadaran masyarakatnya tentang arti kemerdekaan maupun dalam mempertahankan kemerdekaan. Bertitik tolak mengenai persoalan di atas, penulis dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana latar belakang kehidupan K.H. Sjam'un?, Bagaimana gagasan pembaharuan keagamaan di pesantren yang ia dirikan pada tahun 1916? Dan bagaimana aktifitas perjuangan politiknya pada periode 1916-1949? Dalam peneltian ini, penulis mempunyai lingkup permasalahan yang hendak di capai, yaitu: Untuk mengetahui latar belakang kehidupan K.H. Sjam'un. Untuk mengetahui gagasan pembaharuan keagamaan di pesantren yang dirintisnya sejak tahun 1916. Untuk mengetahui aktifitas kiprah politik K.H. Sjam'un pada tahun 1916-1949. Kerangka teori yang digunakan dalam peneltian ini, adalah metodologi teori strukturis dan teori colective action yang dijelaskan oleh Charles Tilly. Untuk mencapai penulisan K.H. Sjam'un dengan melalui metode sejarah. Langkah-langkah itu adalah tahapan pengumpulan data atau sumber. Sebagai langkah awal untuk mengumpulkan sumber-sumber di sekitar objek maupun informasi langsung mengenai K.H. Sjam'un, kemudian sumber-sumber dikritik melalui kritik sumber. Tahapan berikutnya adalah penulisan sebagai tahap akhir dari prosedur penelitian ini. Dari peneltian ini dapat penulis simpulkan bahwa K.H. Sjam'un merupakan cucu K.H. Wasjid yang berhasil diselamatkan dari kejaran pemerintahan Hindia Belanda sehingga masih dapat meneruskan ide perjuangannya. Gagasan pembaharuan yang dinginkannya adalah untuk mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan sebagai landasan berpikir yang melatar belakangi perlawanannya terhadap pemerintah Hindia Belanda. Jejak politiknya dapat ditandai pada jabatan-jabatan penting yang pernah didudukinya sejak pendudukan Jepang adalah sebagai tentara Peta, masa revolusi sebagai Ketua BKR Karesidenan Banten, sebagai Panglima Divisi 100011 pada Tentara Keamanan Rakyat (TKR), sebagai komandan Brigade I Tirtayasa pada Tentara Republik Indonesia dan posisi terakhirnya adalah menjadi Bupati Serang.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mashuri
Abstrak :
Berbagai daerah di Indonesia dalam periode 1947-1949 terlibat dalam perlawanan bersenjata dalam rangka menegakkan kedaulatan Indonesia yang terancam oleh kehadiran Belanda yang berkeinginan menguasai kembali Indonesia. Daerah Malang Selatan menjadi salah satu basis perjuangan sebagai akibat keputusan perjuangan diplomasi dalam bentuk Persetujuan Renville, namun yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana para pejuang dan rakyat menjalankan strategi untuk melawan Belanda, tanpa mengabaikan kebijakan yang digariskan oleh pemerintahan pusat dan Masrkas Besar Komando Djawa (MBKD). Kegiatan penelitian disesuaikan dengan langkah-langkah yang terdapat dalam metode sejarah. Langkah yang dimaksud meliputi heuristik, kritik, interpretasi dan penyajian. Data yang terkumpul berupa data deskriptif. Sumber data berupa arsip, arsip yang diterbitkan, catatan kenang-kenangan yang tidak diterbitkan, hasil wawancara, surat kabar, majalah dan buku. Agresi Militer Belanda tanggal 21 Juli 1947 membawa perubahan terhadap tatanan politik. Belanda yang menggunakan strategi pendadakan dan pemusnahan (annihililation) menyulitkan posisi tentara Indonesia yang menggunakan sistem Linier mengakibatkan jatuhnya Kota Malang dan sekitarnya. Aparat pemerintahan mengundurkan diri ke daerah Malang Selatan. Jumlah aparat pemerintahan dan rakyat serta tentara yang menuju ke Malang Selatan semakin bertambah setelah disepakatinya Persetujuan Renville yang memisahkan wilayah Republik dengan daerah pendudukan Belanda. Menjelang berakhirnya tahun 1948 MBKD menetapkan pemilihan sistem wehrkreise sebagai upaya melanjutkan perjuangan. Sistem itu merupakan salah satu bentuk pelaksanaan Perintah Siasat Nomor 1 dari MBKD. Wehrkreise hakekatnya adalah upaya memobilisasi rakyat demi kepentingan perjuangan. Mobilisasi dana dan tenaga dilakukan dalam bentuk dukungan yang bervariasi. Kebutuhan logistik gerilyawan diperoleh berkat partisipasi rakyat dalam bentuk sumbangan wajib, sistem maro penggarapan tanah milik negara (PPN) yang terlantar. Partisipasi rakyat dalam perjuangan juga berupa terbentuknya Pasukan Gerilya Desa yang koordinasinya dibawah Komando Militer Karesidenan Malang. Penyempurnaan organisasi perjuangan yang dilakukan secara terus menerus bersamaan dengan upaya pemberdayaan seluruh lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam, mampu meningkatkan operasi gerilya kedaerah pendudukan Belanda. Tekanan seperti itu membawa korban yang besar terhadap Belanda, lebih-lebih ketika dalam waktu yang sama mendapat tekanan diplomatik dari PBB. Perjuangan dalam diplomatik dan militer itu mampu memaksa Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Di Malang hal itu ditandai dengan kembalinya Walikota dan Bupati ke Kota Malang.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11794
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwirta
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini berusaha untuk menjelaskan adanya perbedaan dan persamaan pandangan antara surat kabar Merdeka di Jakarta dengan Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta, dalam menanggapi kejadian dan persoalan yang dinilai penting pada masa revolusi di Indonesia. Dengan mengkaji dan menginterpretasi terhadap kolom tajuk rencana, catatan pojok, dan karikatur yang disajikan oleh kedua surat kabar itu -- dimana ketiga variable itu biasanya dianggap sebagai visi dan jatidiri sebuah pers --studi ini menunjukkan bahwa dalam menanggapi masalah strategi perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan RI dan masalah Persetujuan Linggarjati, surat kabar Merdeka dan Kedaulatan Rakjat ternyata memiliki ""suara"" yang berbeda. Sedangkan dalam menanggapi masalah berdirinya Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan, kedua surat kabar itu, tentu saja, memiliki pandangan yang sama yaitu menentang dan mengecamnya sebagai tindakan akan mengganggu keutuhan kemerdekaan RI.

Apa yang disuarakan oleh surat kabar Merdeka di Jakarta dan Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta itu, bagaimanapun, tidak bisa dilepaskan dari pandangan, sikap, dan pendirian para redaktur peri. sebagai pengelola surat kabar yang bersangkutan. Dalam hal ini maka pandangan dan sikap Pemimpin Umum dan P'mimpin Redaksi surat kabar Merdeka, yaitu B.M. Diah dan R.M. Winarno; serta pandangan dan sikap Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi surat kabar Kedaulatan Rakjat, yaitu Bramono dan Soemantoro pada masa awal revolusi perlu diperhatikan. Pandangan dan sikap mereka selama revolusi indonesia, sesungguhnya sangat diwarnai oleh latar belakang pendidikan, usia, agama, sosial, orientasi ideologi, kepentingan politik, dan pengalaman mereka masing-masing.

Ketika para redaktur pers dihadapkan pada masalah politik penting pada masa awal revolusi, yaitu apakah usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia itu akan dilakukan dengan cara ""bertempoer"" atau ""beroending"", pro-kontra terhadap masalah itu melanda kalangan pers juga. Tidak terkecuali dengan surat kabar Merdeka di Jakarta dan Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta. Adalah menarik bahwa kedua surat kabar itu memiliki ""suara"" yang berbeda dalam menanggapi masalah menentukan strategi untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia itu. Dalam hal ini faktor keadaan dan tempat di mana kedua surat kabar itu diterbitkan, selain faktor orientasi ideologi-politik tentunya, merupakan salah satu penyebab dari adanya perbedaan pandangan, sikap, dan pendirian para redaktur persnya. Sebagai redaktur pers yang tinggal di Jakarta dan menyaksikan secara langsung kekuatan tentara Sekutu (Inggris) dan Belanda) yang menduduki daerah itu di satu sisi, serta melihat masih lemahnya pemerintah dan tentara Indonesia di sisi lain, maka surat kabar Merdeka (dalam hal ini B.M. Diah dan R.M. Hinarno) berpandangan bahwa politik diplomasi itu sangat penting untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sebaliknya dengan para redaktur pers yang tinggal di kota pedalaman, seperti surat kabar Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta, yang tidak merasakan kehadiran tentara Sekutu dan menyaksikan gelora semangat dari badan-badan perjuangan yang ada, maka jalan pertempuran dalam mempertahankan kemerdekaan RI itu merupakan keharusan. Pandangan dan sikap Soemantoro, sebagai Pemimpin Redaksi surat kabar Kedaulatan Rakjat, yang dekat dengan tokoh-tokoh politik oposisi yang bergabung dalam organisasi Persatuan Perjuangan (PP), menyebabkan surat kabar itu berpandangan sangat kritis dan bersikap menentang politik diplomasinya pemerintah.

Dalam menanggapi masalah Perundingan Linggarjati, surat kabar Merdeka dan Kedaulatan Rakjat juga memiliki ?suara? yang berbeda. Dalam hal ini faktor kepentingan politik, merupakan salah satu penyebab dari adanya perbedaan pandangan dan sikap kedua surat kabar itu. Keterlibatan B.H. Diah (Pemimpin Umum surat Rabar Merdeka) dalam pergumulan politik di Parlemen KNIP dan kedekatannya dengan tokoh-tokoh politik oposisi yang bergabung dalam kubu Benteng Republik (BR), menyebabkan surat kabar Merdeka yang dikelolanya itu bersikap sangat kritis dan menentang kebijaksanaan politik pemerintah yang mau menerima hasil-hasil Perundingan Linggarjati. Sebaliknya dengan surat kabar Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta. Akibat tekanan yang dilakukan pemerintah terhadap Pemimpin Redaksinya, Soemantoro, yang selalu menentang politik diplomasi; dan masuknya Hadikin Wonohito yang moderat menggantikan kedudukan Bramono sebagai Pemimpin Umum. menyebabkan surat kabar Kedaulatan Rakjat bersikap mendukung kebijaksanaan politik pemerintah dan menerima hasil-hasil Perundingan Linggarjati.

Secara umum, kehidupan pers pada masa revolusi Indonesia, bagaimanapun, memiliki dinamikanya yang khas. Sebagai institusi sosial yang lahir di tengah-tengah perubahan sosial yang cepat, pers mampu menyajikan berita (news) dan memberikan pandangan-pandangan (views) yang sangat bebas. Dengan demikian sikap pro-kontra, simpati-antipati, dan moderat-radikal yang ditunjukkan pers pada masa revolusi itu merupakan sesuatu yang wajar, sebagai manifestasi dari nilai-nilai dan semangat kemerdekaan. Kebebasan pers pada masa revolusi Indonesia juga nampak dari bentuk bahasa dan gayawacana (mode of discourse) yang digunakan. Pers acapkali menggunakan bahasa yang bersifat tegas, terus terang, emosional, dan bahkan kasar kepada pihak- pihak yang dipandang sebagai lawan. Dalam hal ini kepada pihak Belanda dan kepada orang-orang Indonesia yang mau bekerjasana dengan Belanda -- seperti nampak dalam menanggapi masalah berdirinya Negara Indonesia Timur dan Negara Pasundan -- pers Indonesia nengecam dan menyerangnya dengan bahasa yang kasar dan emosional. Kepada pihak pemerintah RI sendiri, pers Indonesia juga sering bersikap kritis apabila pihak yang pertama itu, dalam pandangan pers, kebijaksanaan politiknya dinilai tidak sejalan dengan nilai-nilai dan semangat kemerdekaan,

Pertumbuhan pers pada masa revolusi selain didorong oleh pemerintah RI juga didukung oleh masyarakat. Pemerintah RI sangat berkepentingan dengan keberadaan dan pertumbuhan pers itu untuk menunjukkan kepada masyarakat dunia, terutama tentara Sekutu yang menjadi pemenang dalam Perang Dunia II, bahwa dalam revolusi Indonesia juga terdapat unsur-unsur kehidupan yang demokratis. Adanya parlemen, partai-partai politik, dan pers yang bebas dan mandiri, bagaimanapun, dipandang sebagai ciri dari sebuah negara nasional yang demokratis. Karena itu penerintah RI selain mendorong pertumbuhan pers, membiarkan juga kebebasan pers di Indonesia. Menghadapi suara-suara pers yang kritis dan oposisional kepada pemerintah, misalnya, pihak terakhir itu bersikap cukup demokratis, yaitu membiarkannya sepanjang tidak mengganggu keamanan dan ketertiban. Namun dalam perkembangan selanjutnya, kekebasan pers pada masa revolusi itu bukannya tanpa restriksi. Terhadap pers yang bersikap kritis dan oposisional itu, dengan dalih membahayakan keselamatan negara dan menggangu ketertiban masyarakat, pemerintah RI akhirnya melakukan tekanan-tekanan juga kepada pers. Tekanan yang dilakukan pemerintah RI terhadap pers itu tidak dalam bentuk penbredeilan -- karena tindakan seperti itu dianggap tidak demokratis -- melainkan dengan penahanan atau penangkapan terhadap Pemimpin Umun atau Pemimpin Redaksi sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam memberikan warna pada suara dan visi Surat kabar yang bersangkutan. Sesungguhnya, dengan tindakan pemerintah yang seperti itu sudah cukup bagi pers yang semula bersikap kritis dan oposisional kepada pemerintah, berubah menjadi pers yang bersikap moderat dan akomodatif, sebagaimana ditunjukkan pada kasus surat kabar Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta pada masa revolusi Indonesia.
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kresno Brahmantyo
Abstrak :
Hubungan Australia-Indonesia merupakan hubungan bilateral dua negara yang menarik untuk diamati. Letak strategi dari posisi geografis kedua negara, menyebabkan kedua negara saling memperhatikan, terutama bilamenyangkut soal keamanan dalam negeri mereka. Pada waktu perjuangan kemerdekaan Indonesia, Australia merupakan negara Barat pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia dan bersimpati pada perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Masa ini merupakan awal tahun-tahun terbaik dari hangatnya hubungan kedua Negara. Sampai kemudian muncul isu Irian Barat yang diklaim Indonesia sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya. Hubungan kedua negara menjadi tegang dengan munculnya isu Irian Barat yang diklaim Indonesia. Dan sejak itu dimulailah sejarah panjang perdebatan antara kedua negara dalam masalah Irian Barat, untuk masa satu decade lebih (1949-1982)
1990
S12247
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Mubarok
Abstrak :
Setiap tarikat mempunyai berbagai tata cara peribadatan, teknik spiritual dan latihan-latihan rohani, seperti zikir, suluk atau menyepi, dan lain-lain. Di dalam tarikat Naqsyabandiyah Haqqani terdapat suatu latihan untuk mencapai kedekatan diri dan persatuan dengan Tuhan, yaitu meditasi sufistik yang merupakan suatu latihan konsentrasi untuk menghadirkan seorang syekh ke dalam diri orang yang melakukan meditasi. Meditasi sufistik membutuhkan suatu perantara untuk meraih cinta Ilahi. Pengikut tarikat mempercayai guru-guru besar mereka merupakan penghubung tersebut. Guru-guru mereka dipercayai merupakan para wali AIlah (kekasih Allah). Seseorang yang berhasil menguasai meditasi sufistik dipercaya dapat melakukan penyembuhan spiritual, karena ia telah mendapatkan akses pada kekuatan rohani dan jasmani. Mereka menjadikan penyembuhan spiritiual sebagai pelengkap penyembuhan kesehatan. Akan tetapi, penyembuhan spiritual ini sering diabaikan oleh ilmu kedokteran modern, sekalipun penyembuhan spiritual ini sudah lama diterapkan oleh tarikat ini.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Legge, John D.
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, 1964
958.8 LEG i (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Gramedia Widiasarana , 2001
959.8 KON
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ricklefs, Merle Calvin, 1943-
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994
959.8 RIC s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997
959.8 HEA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>