Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Putu Wahyu Diasmika
"Tulang tengkorak berfungsi untuk membentuk struktur kepala dan melindungi organ-organ penting di dalamnya. Keretakan tulang tengkorak dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, mental, dan bahkan kematian. Polilaktida (PLA) telah menjadi salah satu bahan implan yang paling banyak digunakan untuk keretakan tulang tengkorak. Hal ini dikarenakan PLA memiliki sifat toksisitas yang rendah, biokompatibilitas, dan biodegradabilitas, serta sifat mekanis yang baik. Salah satu turunan dari PLA adalah PLLA (poli(L-laktida)) dengan struktur semi-kristalin yang digunakan pada penelitian ini. PLLA tersebut perlu dilakukan alterasi supaya sifat mekanis dan sifat degradasi sesuai dengan aplikasi pelat fiksasi patah tulang kraniomaksilofasial. Bahan yang ditambahkan dalam matriks PLLA merupakan agar-agar dengan struktur amorf. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh komposisi campuran yang optimal dari variasi campuran agar-agar, yaitu 4%, 8%, dan 12%. Pencampuran menggunakan metode melt-blending yaitu mencampurkan dan mengaduk bahan dalam kondisi lelehan. Sampel dicetak dengan dimensi 80×10×4 mm sesuai standar ISO 178 untuk pengujian kekuatan tekuk polimer. Sampel dilakukan karakterisasi FTIR, TGA, DSC, three-point bending UTM. Hasil karakteriasi dengan FTIR menunjukan terdapat gugus C=O, C-H simetris dan asimetris, C-O, C-COO, serta pergeseran nomor gelombang karena pengaruh suhu yang lebih tinggi. Selain itu, karakteriasi termal TGA menunjukan bahwa campuran dengan konsentrasi agar-agar yang lebih tinggi menunjukkan degradasi yang lebih besar pada suhu campuran 180°C. Suhu yang lebih tinggi juga mempercepat degradasi agar-agar dalam campuran. Hasil DSC menunjukan bahwa semakin tinggi penambahan agar-agar dalam matriks PLLA, maka titik leleh dan %Xc dari PLLA akan semakin menurun. Hal tersebut juga berdampak dengan hasil pengujian sifat mekanis, di mana kekuatan tekuk semakin menurun seiring bertambahnya agar-agar. Nilai dari kekuatan tekuk dan regangan cenderung terus menurun dari 0,87 hingga 0,35 MPa seiring dengan bertambahnya kadar agar-agar dalam matriks PLLA baik untuk T1 (160oC) maupun T2 (180oC).

The skull functions to form the structure of the head and protect the vital organs within it. Skull fractures can cause various health issues, mental disturbances, and even death. Polylactide (PLA) has become one of the most widely used implant materials for skull fractures due to its biocompatibility, biodegradability, low immunogenicity and toxicity, and good mechanical properties. The main material used is poly(L-lactide) (PLLA) with a semi-crystalline structure. The PLLA needs to be altered to achieve the appropriate mechanical and degradation properties for craniomaxillofacial fracture fixation plates. Agar-agar with an amorphous structure is added to the PLLA matrix. This study aims to obtain the optimal composition from the variations of agar-agar mixtures, namely 4%, 8%, and 12%. The mixing is done using the melt-blending method, which involves mixing and stirring the materials in a molten state. Samples are molded to dimensions of 80×10×4 mm according to ISO 178 standards for polymer bending strength testing. The samples are characterized using FTIR, TGA, DSC, and three-point bending UTM. The FTIR characterization results show the presence of C=O, symmetric and asymmetric C-H, C-O, C-COO groups, and shifts in wave numbers due to the influence of higher temperatures. Additionally, the TGA thermal characterization shows that mixtures with higher agar-agar concentrations exhibit greater degradation at a mixing temperature of 180°C. Higher temperatures also accelerate the degradation of agar-agar in the mixture. DSC tests indicate that the higher the addition of agar-agar in the PLLA matrix, the more the melting point and %Xc of PLLA decrease. This also impacts the mechanical properties test results, where the bending strength decreases with increasing agar-agar content. In the mechanical properties test, the values of bending strength and strain tend to continuously decrease with increasing agar-agar content in the PLLA matrix for both T1 (160oC) and T2 (180oC)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adisty Setyari Putri
"Tujuan: Mini implan ortodontik berbahan titanium alloy sebagai penjangkaran skeletal diketahui memiliki ketahanan korosi yang tinggi, namun beberapa penelitian menemukan adanya perubahan ketahanan korosi setelah berkontak dengan larutan kumur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan topografi permukaan dan perubahan komposisi elemental mini implan ortodontik titanium alloy setelah pemaparan dengan tiga jenis larutan kumur.
Metode: Sebanyak 28 mini implan ortodontik dibagi menjadi empat kelompok secara merata dan direndam selama 28 hari dalam larutan klorheksidin glukonat 0.2%, sodium fluoride 0.2%, dan kitosan 1.5%, dan air destilasi. Topografi permukaan bagian kepala dan leher mini implan ortodontik diperiksa menggunakan scanning electron microscopy (SEM) dan komposisi elemental dinilai menggunakan energy-dispersive x-ray spectroscopy energi (EDS).
Hasil: Topografi permukaan mini implan ortodontik pada semua kelompok menunjukkan beberapa iregularitas permukaan karena cacat manufaktur, tetapi tidak ditemukan korosi celah maupun korosi lubang. Mini implan ortodontik yang direndam dalam kitosan menunjukkan permukaan yang lebih halus. Komposisi elemental hanya menunjukkan perbedaan bermakna pada elemen titanium dan aluminium antara kelompok sodium fluorida dan kitosan.
Kesimpulan: Mini implan ortodontik titanium alloy menunjukkan ketahanan korosi yang baik setelah pemaparan dalam larutan klorheksidin glukonat, sodium fluoride, dan kitosan selama 28 hari. Mini-implan ortodontik yang direndam dalam kitosan menunjukkan permukaan yang lebih halus dan komposisi elemen titanium dan aluminium yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lain.

Objectives: Orthodontic mini-implants are widely used as an intraoral skeletal anchorages. Titanium alloy orthodontic mini-implants are known to have high corrosion resistance, but studies have found some corrosion behavior after contact with mouthwashes. The current in- vitro study aimed to examine surface topography and elemental composition as parameters of corrosion resistance for titanium alloy orthodontic mini-implants after being immersed in three different types of mouthwashes.
Methods: A total of 28 titanium alloy orthodontic mini- implants were divided equally into four groups and immersed for 28 days in chlorhexidine gluconate 0.2% mouthwash, sodium fluoride 0.2% mouthwash, chitosan 1.5% mouthwash, and distilled water. All the orthodontic mini-implants’ heads and necks were then examined for surface topography using a scanning electron microscopy (SEM) and the elemental composition was assessed using energy-dispersive x-ray spectroscopy (EDS).
Results: Surface topography of the orthodontic mini-implants immersed in chlorhexidine gluconate, sodium fluoride, chitosan, and distilled water exhibited some manufacturing defects and rough surfaces, but no signs of crevices or pitting corrosion on the heads and necks. The elemental composition of all groups was comparable, but there was a statistically significant difference between titanium and aluminum (at%) between the sodium fluoride group and the chitosan group.
Conclusion: Titanium alloy orthodontic mini-implants exhibited good corrosion resistance after immersion for 28 days in chlorhexidine gluconate 0.2%, sodium fluoride 0.2%, and chitosan 1.5%. Orthodontic mini-implants immersed in chitosan showed a smoother surface and higher titanium and aluminum (at%) than other groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library