Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alisa Nurul Muthia
"Latar Belakang: Mikofenolat adalah salah satu imunosupresan yang efektif pada berbagai manifestasi LES. Penggunaan jangka panjang dihubungkan dengan teratogenisitas, risiko infeksi, dan biaya yang besar. Strategi "think-to-untreat" adalah strategi potensial untuk mengurangi beban imunosupresan jangka panjang pada pasien LES remisi, namun dihadapkan pada risiko eksaserbasi. Penelitian terkait risiko eksaserbasi dan faktor prediktornya pada penurunan dosis imunosupresan masih sangat terbatas. Tujuan: Mengetahui dampak penurunan dosis mikofenolat pada pasien LES yang telah mencapai remisi. Metode: Data diambil dari rekam medis Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangunkusumo periode Januari 2021-Desember 2024. Desain penelitian kohort retrospektif. Pemilihan subjek dengan consecutive sampling. Kriteria inklusi: usia ≥18 tahun, diagnosis LES sesuai klasifikasi EULAR 2019, remisi sesuai kriteria DORIS 2021, mendapatkan terapi mikofenolat hingga tercapai remisi yang kemudian dosisnya diturunkan, kontrol >1 kali dalam 12 bulan pemantauan. Kriteria eksklusi: memiliki kondisi autoimun selain LES, mendapat mikofenolat untuk indikasi selain LES, dalam terapi imunosupresan lain selain mikofenolat, mengalami infeksi berat saat pengamatan, tidak memiliki data yang lengkap. Analisis kesintasan menggunakan kurva Kaplan Meier dan log-rank test. Faktor prediktor dievaluasi melalui analisis bivariat dan multivariat dengan metode regresi Cox. Hasil: Kesintasan bebas eksaserbasi 1 tahun pasca penurunan dosis mikofenolat pada LES remisi adalah 60,5%, dengan mean survival time 9,9 bulan. Berdasarkan analisis multivariat, anti-dsDNA yang tinggi saat remisi dan durasi remisi <6 bulan meningkatkan risiko ekaserbasi dengan HR 1,998 dan 1,985. Usia saat terdiagnosis, riwayat nefritis, riwayat neuropsikiatrik, kadar komplemen rendah, dan penurunan dosis steroid tidak terbukti sebagai faktor prediktor eksaserbasi. Simpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan penurunan dosis mikofenolat dapat dilakukan pada LES remisi, namun diperlukan stratifikasi risiko. Pasien dengan kadar anti-dsDNA yang tinggi saat remisi memerlukan pemantauan lebih ketat. Durasi remisi perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk menurunkan dosis mikofenolat

Background: Mycophenolate is one of the effective immunosuppressants for various SLE manifestations. Long-term use is associated with teratogenicity, infection risk, and high costs. The "think-to-untreat" strategy is a potential approach to reduce the long-term immunosuppressant burden in SLE patients in remission, but faces the risk of flare. Research regarding flare risks and their predictive factors during immunosuppressant dose reduction remains very limited. Objective: To determine the impact of mycophenolate dose reduction in SLE patients who have achieved remission. Methods: Data was collected from medical records at Cipto Mangunkusumo National General Hospital from January 2021 to December 2024. This was a retrospective cohort study. Subjects were selected using consecutive sampling. Inclusion criteria: age ≥18 years, SLE diagnosis according to EULAR 2019 classification, remission according to DORIS 2021 criteria, received mycophenolate therapy until remission was achieved followed by dose reduction, >1 follow-up visit during 12 months of monitoring. Exclusion criteria: having autoimmune conditions other than SLE, receiving mycophenolate for non-SLE indications, on other immunosuppressant therapy besides mycophenolate, experiencing severe infection during observation, incomplete data. Survival analysis used Kaplan Meier curves and log-rank test. Predictive factors were evaluated through bivariate and multivariate analysis using Cox regression. Results: One-year exacerbation-free survival after mycophenolate dose reduction in SLE remission was 60.5%, with a mean survival time of 9.9 months. Based on multivariate analysis, high anti-dsDNA during remission and remission duration <6 months increased exacerbation risk with HR 1,998 and 1.985. Age at diagnosis, history of nephritis, neuropsychiatric history, low complement levels, and steroid dose reduction were not proven to be predictive factors for exacerbation. Conclusion: This study shows that mycophenolate dose reduction can be performed in SLE remission, but risk stratification is needed. Patients with high anti-dsDNA levels during remission require closer monitoring. Remission duration needs to be considered before deciding to reduce mycophenolate dose."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Hutami
"ABSTRAK
Antibodi poliklonal matriks 1 Virus Influenza A H1N1 dapat dimanfaatkan untuk pendeteksian antigen matriks 1 dalam pengembangan sistem diagnostik maupun pengembangan vaksin virus influenza A. Antibodi poliklonal antara lain dapat diperoleh dengan imunisasi kelinci menggunakan antigen rekombinan M1. Protein rekombinan M1 yang digunakan sebagai antigen diekspresikan pada EscherichiacoliBL21 dan dipurifikasi menggunakan resin Ni¬NTA, kemudian digunakan dalam imunisasi 1 ekor kelinci betina, Oryctalogouscuniculus,galur NewZealandWhite. Respon antibodi spesifik M1 diuji dengan ELISA dan westernblot. Hasil uji ELISA yang dinilai pada panjang gelombang 450 nm, menunjukkan titer antibodi yang tinggi pada serum paska imunisasi terhadap antigen M1 rekombinan (0,544) dibandingkan dengan serum pra imunisasi (0,102).Hasil uji westernblotmenunjukkan adanya reaktivitas serum kelinci paska imunisasi dengan pita protein berukuran ~27 kDa, yang diartikan sebagai adanya respon antibodi spesifik terhadap antigen M1, sedangkan serum kelinci pra imunisasi tidak memperlihatkan reaksi dengan pita protein berukuran 27 kDa tersebut. Terlihat pula adanya reaksi non spesifik yang relatif lemah terhadap pita protein lainnya, baik pada serum paska imunisasi maupun pra imunisasi yang menunjukkan adanya residu protein EscherichiacoliBL21 pada sediaan antigen M1 hasil purifikasi. Antibodi poliklonal yang diperoleh dapat digunakan untuk mendeteksi antigen M1 baik untuk pengembangan uji diagnostik maupun vaksin influenza A H1N1.

ABSTRACT
Polyclonal antibody against influenza A H1N1 matrix 1 protein can be utilized for detection of matrix 1 antigen in the development of Influenza A diagnostic system and vaccine. Polyclonal antibody can be obtained by rabbit immunization using M1 recombinant antigen. M1 recombinant proteins that will be used as antigen was expressed in EscherichiacoliBL21 and purified using Ni-NTA resin. This recombinant antigen was used for immunization of female rabbit, Oryctalogouscuniculus,NewZealandWhitestrain. M1-specific antibody responses were tested by ELISA and westernblot. ELISA test results at a wavelength of 450 nm, showed a high antibody titer in the post-immunization serum against the recombinant antigen M1 (0,544) compared with the preimmunization serum (0,102). Westernblottest results showed reactivity of post-immunized serum against a band of ~ 27 kDa protein, which indicate the presence of specific antibody response against M1 antigen, whereas preimmunization rabbit serum showed no reaction with the 27 kDa protein band. The existence of non-specific reactions that are relatively weak against other protein bands was also observed , both in the post-immunization and pre-immunization sera, indicating the presence of residual E.coliprotein in the purified M1 antigen preparation. The Polyclonal antibody obtained in this study can be used to detect M1 antigen, for development of H1N1 Influenza A diagnostic test and vaccine."
Universitas Indonesia, 2011
S672
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library