Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sang Ayu Made Tjerita
Abstrak :
Pembangunan Kesehatan diarahkan kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk memecahkan berbagai masalah khususnya masalah kesehatan di masa yang akan datang. Dalam rangka pencapaian ke arah tersebut berbagai upaya telah dilakukan mulai dari pencegahan sampai pada rehabilitasi. Salah satu bentuk upaya pencegahan yang dilakukan yaitu pelaksanaan BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah), karena pelaksanaan imunisasi rutin yang sudah dilaksanakan dirasakan belum memadai dan belum dapat mengeliminir penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi khususnya difteri dan tetanus toxoid. BIAS ini telah dilakukan oleh pemerintah di seluruh Indonesia sejak tahun 1998. Adapun tujuan BIAS adalah untuk memberikan dan meningkatkan kekebalan bagi seluruh siswa SD dan MI untuk melawan penyakit difteri dan tetanus toxoid. Dalam pelaksanaan BIAS ini tidak bisa berlangsung dengan lancar, hat ini tergambar dengan terjadinya beberapa kejadian yang diakibatkan pelaksanaan imunisasi (BIAS). Kejadian ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) tertinggi dalam pelaksanaan BIAS tahun 1999 untuk Sawa Tengah terdapat di Kabupaten Grobogan yaitu sebanyak 34,4 %, sehingga perlu dilihat penyebabnya. Dari hasil penelitian diketahui salah satu penyebabnya adalah faktor kepatuhan petugas BIAS dalam menerapkan prosedur yang telah ditetapkan. Penelitian tentang kepatuhan petugas dalam menerapkan SOP, dilakukan secara cross-sectional dengan sampel sebanyak 102 orang petugas yang diambit secara acak sederhana (simple random sampling) dari 270 orang petugas yang berasal dari 30 Puskesmas yang tersebar di Kabupaten Grobogan. Untuk mengetahui kepatuhan petugas dalam menerapkan SOP, dilihat dari faktor internal dan eksternal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari faktor internal, terlihat variabel yang memiliki hubungan yang bermakna adalah pendidikan (p<0,05). Hubungan pendidikan dengan kepatuhan, terungkap bahwa petugas yang berpendidikan medis lebih patuh bila dibandingkan dengan petugas yang berpendidikan nonmedis. Selain itu faktor internal yang memiliki nilai p<0,25, menjadi kandidat model, hal tersebut terlihat pada variabel lama kerja, dimana lama kerja < 7 tahun lebih patuh (1,4 kali) bila dibandingkan dengan petugas yang memiliki masa kerja > 7 tahun. Demikian pula halnya dengan motivasi, petugas yang memiliki motivasi tinggi lebih patuh bila dibandingkan dengan petugas memiliki motivasi rendah. Selanjutnya untuk tingkat pengetahuan, petugas yang memiliki pengetahuan baik, lebih patuh (1,05 kali) bila dibandingkan dengan petugas yang memiliki pengetahuan rendah. Dalam pelaksanaan BIAS ini terlihat pula bahwa pelatihan petugas jarang dilakukan, pahal pelatihan sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas. Kemudian faktor eksternal yang memiliki hubungan yang bermakna terhadap kepatuhan adalah jabatan petugas. Disini terlihat bahwa petugas yang memiliki jabatan paramedis lebih patuh (3 kali) bila dibandingkan dengan petugas yang memiliki jabatan non paramedis. Seperti halnya faktor internal, pada faktor eksternal terdapat juga variabel yang memiliki nilai p< 0,25 yaitu sumber daya yang menjadi kandidat dalam model. Hasil menunjukkan bahwa dengan sumber daya yang cukup, petugas lebih patuh bila dibandingkan dengan sumber daya kurang. Selanjutnya dilihat dari kepatuhan petugas dalam menerapkan SOP, kepatuhan yang terbaik terjadi pada penanganan vaksin sedangkan kepatuhan yang paling rendah terjadi pada proses sterilisasi. Melihat hasil di atas, pada pelaksanaan BIAS yang akan datang perlu ditinjau kembali adanya alokasi biaya untuk pelatihan petugas imunisasi khususnya agar pengetahuan dan keterampilannya meningkat serta didukung dengan tenaga medis untuk menghindari terjadinya KIPI. Daftar bacaan : 32 (1979 --- 1999)
Factor related with Officer Obedient on Immunization Program Operational Standard (BIAS Implementation in Grobogan District, Central Java) Year 1999The health development are directed to improve human resources quality capable to dissolve many kind of problems specially in coming years. To fulfill those direction, step are taken from prevention to rehabilitation. One of the anticipation is BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah; School Children Immunization Month, 5C1'N), because of the routine immunization program is not quite proper to eliminate disease specially difteri and tetanus toxoid. SCIM are implemented all over Indonesia by the Indonesian government since 1998. The goals of SCIM is to give and improve immunity on School children to fight against difteri and tetanus toxoid. In implementation of SCIM there are some point where it didn't work well specially in immunization procedure implementation. The highest Kejadian Ikutan Pasca imunisasi (KIPI; Post Immunization Succeed Event, PISE) in 1999 SCIM implementation on Central Java is Grobogan for 34.4 %, therefore we have to find the problem. From research , we found out that one of the motive is SCIM officer Obedient factor on implementing the standard procedure. The research on officer obedient in implementing SOP, are held with cross-sectional and samples of 102 officer randomly pick (simple random sampling) from 270 officer of 30 Puskesmas (Public Health Center) scattered in Grobogan. To find out Officer Obedient in SOP implementation, are divided into internal and external factor. The research shows that the significant related variable is education (p<0,5). Relation between Education and Obedient is that officers with medical education background are more obedient than those who didn't have any medical education background. Beside that internal factor which own value of p<0.25, become model candidate, it shows on work experience variable, where experience <7 years are more obedient (1.4 more) if compared to officer with experience more than 7 years. Also in motivation, where officer with higher motivation are more obedient than those with lower motivation. Officer with good comprehension, are more obedient (1.05 times) if compared to those with lower comprehension. In SCIM showed that officer training are seldom although training is very important to improve officer comprehension and skill. External factor that related to Obedient is Officer ranking. Officer with paramedical rank are more obedient (3 times) compared to officer with non paramedical rank. Like internal factor, external factor also have variable with value of p
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Wardhana
Abstrak :
Imunisasi dasar adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan khusus terhadap penyakit tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, poliomielitis, campak dan hepatitis B kepada anak umur 0-11 bulan. Kegiatan tersebut merupakan salah satu intervensi kesehatan yang berdaya ungkit besar terhadap penurunan angka kesakitan dan angka kematian bayi dan anak. Cakupan imunisasi menurut SDKI tahun 1997 adalah 55% anak terimunisasi lengkap. Di Jawa Barat tahun 1997 cakupan anak terimunisasi lengkap bare mencapai 42 % sedangkan di Kabupaten Majalengka cakupan anak terimunisasi lengkap 81,29%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku ibu tentang imunisasi terhadap status kelengkapan imunisasi dasar pada anak di Kabupaten Majalengka tahun 1999-2001. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol tanpa di matching dengan jumlah sampel 159 kasus dan 159 kontrol diambil dengan cara simple random sampling. Hasil penelitian dengan menggunakan uji statistik multivariabel regresi logistik menunjukkan bahwa perilaku ibu tentang imunisasi berpengaruh terhadap status kelengkapan imunisasi dasar pada anak dengan nilai rasio odds 4,12. Artinya ibu yang memiliki perilaku tentang imunisasi kurang baik memiliki risiko 4,12 kali status imunisasi dasar pada anaknya tidak lengkap dibandingkan dengan ibu yang memiliki perilaku tentang imunisasi baik. Selain itu, status kelengkapan imunisasi dasar pada anak dipengaruhi pula oleh pendidikan ibu, jumlah anak masih hidup, aktifitas kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), aksesibilitas ke Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan pemajanan media informasi. Variabel pendidikan ibu, aktifitas kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), aksesibilitas ke Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan pemajanan media informasi saling berpengaruh independent dengan status kelengkapan imunisasi dasar pada anak. Pengaruh perilaku ibu tentang imunisasi terhadap status kelengkapan imunisasi dasar pada anak, ternyata dipengaruhi oleh kovariat antara lain pendidikan ibu dan aksesibilitas ke Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Dari hasil penelitian ini diperoleh model terbaik yaitu : Logit p(X) = -2,82+ 1,05 (Perilaku ibu tentang imunisasi) + 0,90 (Aktifitas kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)) + 1,53 (Aksesibilitas ke Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)) + 1,50 (Pemajanan media informasi) + 1,56 (Pendidikan ibu). Untuk meningkatkan status kelengkapan imunisasi dasar pada anak, Dinas Kesehatan dengan didukung oleh program dan sektor terkait perlu melakukan suatu kajian pengembangan media informasi imunisasi dan pemberdayaan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dalam program imunisasi.
Mother's Behavior Influences on Immunization to Completeness Status of Basic Immunization for Children in Majalengka Regency in 1999-2001Basic immunization is an action to give immunity to tuberculosis, diphtheria, pertussis, tetanus, poliomyelitis, measles and hepatitis B diseases for children 0-1 l months. The activity is one of the health interventions to reduce morbidity and mortality rates. According to Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) in 1997 immunization coverage is 55% fully immunized children. In West Java in 1997 the fully immunized children are 42% more over in Majalengka Regency the fully immunized children are 81,29%. The research objectives knowing mother's behavior influences on immunization to completeness status of basic immunization for children in Majalengka Regency in 1999-2001. Research design by using case-control 159 sample cases and 159 controls without matching is taken by simple random sampling. The research results to use logistic regression multivariate statistic, indicated which mother's behavior on immunization influence to completeness status of basic immunization for children value to odds ratio 4.12. It means those mothers?s who has a bad behavior on immunization having risk 4.12 times status of basic immunization of her child is incompletely of we compared with the mother's who have a good behavior on immunization. Besides the completeness status of basic immunization for children is influenced by the mother's education, number of children still alive, activities of Integrated Health Service Post cadre, accessibility to Integrated Health Service Post and advance of mass immunization information. The variable of the mother's education, activities of Integrated Health Service Post cadre, accessibility to Integrated Health Service Post and advance of mass immunization information as influence as independently with status of completeness of basic immunization for children. Mother's behavior influences on immunization to completeness status of basic immunization for children which is influenced by covariate such as mother's education and accessibility to Integrated Health Service Post. The research results above are got the best model namely: Logit p(X) = -2,82 i 1,05 (mother's behavior on immunization) - 0,90 (activities of Integrated Health Service Post) + 1,53 (accessibility to Integrated Health Service Post) + 1,50 (advance or mass immunization information) 1,56 (mother's education). To increase completeness status of basic immunization for children, Department of Health supported by program and connected sector should be done the developing research of mass immunization information and revitalization of Integrated Health Service Post in immunization program.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T10002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emil Noviyadi
Abstrak :
Imunisasi Hepatitis B adalah salah satu program imunisasi yang sedang diuji cobakan kepada bayi dan anak dengan tujuan untuk melindungi anak dari infeksi penyakit Kati (Virus Hepatitis B) yang merupakan salah satu penyebab terpenting dari morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi. Dari hasil uji coba sebelumnya di pulau Lombok ternyata imunisasi ini berhasil menurunkan angka prevalensi dari 7 % menjadi 1,6 %. Dengan memasukan program imunisasi hepatitis B dalam Program Pengembangan Imunisasi di Indonesia, diharapkan akan terjadi penurunan prevalensi hepatitis B yang bermakna secara epidemilogis. Keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh pecan ibu karena dalam hal mengimunisasikan anak ditentukan oleh perilaku ibu balita tersebut. Jenis penelitian ini adalah Case control, untuk mernpelajari hubungan antara faktor perilaku kesehatan ibu dengan status imunisasi hepatitis B pada anak umur 6 - 23 bulan di Puskesmas Kecamatan Matraman Jakarta Timur. Analisis statistik yang digunakan adalah Chi Square dan Regresi Logistik balk secara sederhana maupun secara multivariat. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor perilaku kesehatan ibu yaitu tempat mencari pengobatan, tempat pemeriksaan kehamilan, tempat pertolongan persalinan dan pengetahuan tentang imunisasi Hepatitis B sangat erat hubungannya dengan status imunisasi Hepatitis B pada Hubungan ini juga dipengaruhi dengan adanya interaksi antara perilaku ibu dalam memilih tempat pemeriksaan kehamilan dengan pengetahuan ibu dan interaksi antara perilaku dalam memilih tempat pertolongan persalinan dengan pengetahuan. Untuk menunjang keberhasilan program uji coba imunisasi Hepatitis B pada anak maka perlu dikembangkan sampai ke seluruh tingkat dan jenis pelayanan kesehatan khususnya tempat pelayanan kesehatan swasta dan mempromosikan kepada semua lapisan masyarakat. ......Correlation between Factor of Mother's Health Behaviour with Hepatitis B Immunization Status on Children at Matraman Public Health Centre, JakartaHepatitis B immunization is one of the immunization programme which is now being experimented over infants and children in order to protect the children against liver diseases (Hepatitis B virus), this infection is one of the prime causes morbidity and mortality of infectious diseases. The experiment previously carried out in Lombok proves that this programme has successfully decreased prevalence rate from 7 % to 1,6 %. By intergrating this programme into Immunization Development Programme in Indonesia,it is expected that there will be significant decrease of Hepatitis B prevalence rate epidemiologically. The succes of this programme is significantly determined by the role of mother in immunizing her children. Type of this research is Case Control, to study the correlation between Factor of mother's health behaviour with the Hepatitis B immunization status on children aged 6 - 23 months at Matraman Public Health Centre, Jakarta. Statistical analysis applied is Chi Square and Multiple Logistic Regression, both in simple way and multivariate The result of the research shows that factor of mother's health behaviour which include place of use of health services, place of antenatal care, place of birth delivery and mother's knowledge about immunization HB are closely interrelated with Hepatitis B immunization status on children. This correlation is also influenced by the interaction between place of antenatal care with mother's knowledge and interaction between place of birth delivery with mother's know ledge. In order to support the success of this programme, it is necessary to develop this program through out Indonesia not only at the level of health care but also the type of health care especially the private health services sector and promote to all community levels. Bibliography : 25 ( 1983 - 1995)
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavianus CH Salim
Abstrak :
Imunisasi BCG adalah salah satu cara pemberian kekebalan terhadap penyakit tuberkulosa yang diberikan pada bayi berumur 0 - 11 bulan. Dengan imunisasi ini diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian karena penyakit Tuberkulosa. Pada masa ini distribusi cakupan imunisasi BCG belum merata, ada daerah dengan cakupan yang tinggi tetapi ada juga yang cakupannya masih rendah. Dari status imunisasi BCG yang tidak merata ini, dengan program pemerintah yang pada dasarnya sama diseluruh Indonesia, timbul pertanyaan karakteristik-karakteristik apa dari ibu yang menentukan status imunisasi BCG anak berumur 0-36 bulan di lokasi penelitian DKI Jakarta dan Nusa Tenggara Timur. Dengan analisis bivariat didapati bahwa di DKI Jakarta ada pengaruh frekuensi pemeriksaan kehamilan (ANC), pemilikan KMS, pendidikan ibu, pendidikan suami, penolong persalinan, pencarian pengabatan dan kontak dengan sumber informasi dan di NTT ada pengaruh frekuesi pemeriksaan kehamilan {ANC), pemilikan KMS dan status Keluarga Berencana terhadap status imunisasi BCG. Tetapi pada analisis selanjutnya (multivariat) ternyata yang berpengaruh terhadap imunisasi BCG di DKI Jakarta adalah kontak dengan sumber informasi, pemilikan KMS, pencarian pengobatan dan pendidikan suami yang dapat memprediksikan status imunisasi BCG sebesar 66.78 persen. Di NTT yang berpengaruh terhadap status imunisasi BCG adalah kontak dengan sumber informasi dan pemilikan KMS yang dapat memprediksi status imunisasi BCG sebesar 74.89 persen. Supaya kita dapat meningkatkan status imunisasi BCG tentunya kita harus memperhatikan karakteristik-karakteristik tersebut diatas dan diberikan prioritas untuk diintervensi.
BCG Immunization Status of Child 0 - 34 Month Old in Accordance to Mother Characteristics in DKI Jakarta and NTT, in the year of 1991BCG immunization is one of many methods of providing immunity against Tuberculosis that can be given to the children 0 - 11 month old. By the immunization, it is expected that tuberculosis morbidity and mortality rate will decrease. At present, the distribution of BCG immunization coverage is still unequal; there are some areas with high coverage and others with low coverage. With the government?s program which is almost equal throughout Indonesia, the inequality coverage of BCG immunization status, rises a question: Which of the mother characteristics that determine the BCG immunization status of children between 0 - 36 month old in DKI Jakarta and. NTT as the location of investigation. From bivariat analysis it was found that in DKI Jakarta there were frequency of antenatal care, assistance in baby delivery, seek for treatment, ownership of Vaccination card and contact with source of information: and in NTT there were frequency of antenatal care, ownership of vaccination card and use of contraception, influenced the BCG immunization status. But further analysis (multivariate) showed that in DKI Jakarta, contact with source of information, ownership of vaccination card, seek for treatment and husband's education influenced the BCG Immunization status. These can predict the BCG immunization status as much as 66.78 percent. In NTT only contact with source of information and ownership of vaccination card that influenced the BOG immunization status, which can predict the BC6 immunization status as much as 74.99 percent. In order to increase the BCG immunization status, we? have to pay more attention to mother characteristics mentioned above and have to put priority for intervention.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chriswardani Suryawati
Abstrak :
ABSTRAK Angka kesakitan balita masih cukup tinggi di Kotip Depok, begitu juga perkiraan angka kematian bayi karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Balita yang sakit perlu diobati dan yang sehat perlu diimunisasi.Untuk itu perlu upaya memanfaatkan pelayanan kesehatan. Cakupan imunisasi di Kotip Depok sudah melampaui target program, sedangkan sarana pelayanan kesehatan tersedia secara merata dan bervariasi. Banyak faktor penyebab pemanfaatkan pelayanan kesehatan, tetapi pemanfaatan pelayanan imunisasi dan pengobatan balita di Kotip Depok belum diketahui. Apakah pelayanan kesehatan yang ada terjangkau dari segi harga pelayanan, kemampuan membeli, sumber pembiayaan, jarak dan waktu pelayanan. Masalah tersebut dicoba dijawab dengan memanfaatkan teori demand pelayanan kesehatan. Untuk itu dilakukan survei dan data diambil secara cross sectional terhadap 560 keluarga di Kelurahan Depok dan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas. Kerangka konsep penelitian diadaptasi dari model Andersen {1975). Ada dua variabel terikat yang dilihat secara tersendiri dan tak diperbandingkan, yaitu: imunisasi bayi dan pengobatan balita. Variabel babas yaitu: needs/ kebutuhan, pengeluaran rumah tangga, biaya pengobatan atauimunisasi, biaya transportasi, pemafaatan asuransi kesehatan (PHB, JPKTK, klaim perusahaan, dana sehat, askes swasta murni), time cost dan pendidikan. Demand imunisasi meliputi sarana puskesmas, posyandu, dokter/paramedis praktek dan OPD Rumah Sakit/ Poliklinik untuk jenis imunisasi BCG, DPT1-3 dan Poliol-3. Imunisasi Campak tidak diteliti. Untuk pengobatan balita melihat pola demand pada sarana pelayanan Paramedis praktek, dokter praktek, Puskesmas, dan berobat sendiri/ beli obat. Pada imunisasi BCG terjadi elastisitas harga silang antara Puskesmas - Posyandu (inelastic) dan antara Puskesmas - Dokter/ Paramedis praktek (elastic). Variabel needs dan pengeluaran keluarga hanya bermakna pada imunisasi BCG. Time cost berpengaruh dallam imunisasi DPT1, DPT2, DPT3, Poliol, Polio2 dan Polio3 (in-elastic). Biaya imunisasi bersifat inelastic terhadap demand imunisasi DPT1 dan DPT2 di posyandu. Hasil demand pengobatan balita menunjukkan variabel needs berpengaruh terhadap demand di paramedis praktek, puskesmas dan berobat sendiri/ beli obat. Biaya pengobatan berpengaruh terhadap demand puskesmas dan dokter praktek. Biaya transpor berpengaruh pada demand di puskesmas dan berobat sendiri/ beli obat. Time cost berpengaruh pada demand pengobatan di Puskesmas. Untuk intervensi program imunisasi perlu diperhatikan: a.sarana swasta : needs, biaya imunisasi sarana lain yang substitutif serta kemampuan membayar ,b.untuk posyandu: biaya imunisasi dan time cost. Sebagai public goods, peningkatan biaya imunisasi di Puskesmas dan Posyandu sulit dilakukan, tetapi peningkatan kualitas, pelayanan (efektivitas vaksin dan alat suntik yang disposable) tetap harus terus diupayakan. Untuk upaya pengobatan, intervensi program dilakukan dengan memperhatikan: a. sarana swasta: variabel needs dan biaya pengobatan, b. sarana puskesmas: variabel needs, biaya pengobatan, biaya tranpor serta time cost. Sebagai private goods,biaya pengobatan masih dapat ditingkatkan dengan 'mempertimbangkan aspek tehnis medis, kemampuan membayar, kualitas pelayanan dan ketersediaan sarana pelayanan yang dapat bersubstitusi.Dalam kondisi tertentu,subsidi untuk private goods ini kurang tepat. Perlu dirumuskan konsep kebutuhan upaya preventif. Penelitian yang perlu dilanjutkan yaitu: faktor yang mempengaruhi keluarga mensubstitusi pelayanan imunisasi, needs imunisasi , pemanfaatan asuransi kesehatan, serta WTP untuk upaya kuratif dan preventif.
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Abduh
Abstrak :
ABSTRAK
Tantangan utama bidang kesehatan sampai tahun 2000 di Indonesia adalah tingkat pendidikan yang rendah; sikap, perilaku dan kebiasaan hidup sehat yang kurang baik; peran aktif dalam kesehatan masih rendah. Pelayanan kesehatan pencegahan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada Puskesmas di seluruh Indonesia, termasuk imunisasi polio, sebagian besar pelayanannya dilaksanakan pada Posyandu yang tersebat didesa-desa, dimana lima program prioritas dijalankan, ialah KB, KIA, Gizi, Imunisasi dan Diare.

Program imunisasi yang dituangkan pada Pengembangan Program Imunisasi (PPI) dimulai sejak tahun 1977. Imunisasi polio yang diberikan tiga kali dosis pada bayi usia 2-11 bulan memberikan daya lindung pada bayi terhadap penyakit polio: namun masih banyak bayi yang tidak lengkap melakukan imunisasi polio, hal ini mengakibatkan tidak-sinambung imunisasi meskipun secara nasional angka persentasenya menurun.

Pada penelitian ini diteliti masalah ketidak-sinambungan imunisasi polio di Puskesmas Pamulang, sampai berapa besar angka cakupan persentase ketidak-sinambungan imunisasi dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya.

Jenis penelitian ini kasus kelola, perhitungan sampel dengan cara two sample case study.

Dari beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan ketidak-sinambugan imunisasi polio ternyata ada lima faktor yang yang terbukti setelah dilakukan analisa multivariate dengan cara multiple logistic regresion, yakni pendidikan formal jbu, jenis pekerjaan orang tua, gejala sahit saat akan melakukan imunisasi polio ulang, peranan kader kesehatan dan peranan media massa.

Dengan demikian faktor-faktor tersebut dapat menjadi perhatian untuk penerapan program imunisasi polio lebih lanjut.
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harmein Harun
Abstrak :
Imunisasi merupakan salah satu upaya kesehatan yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian bayi, diantaranya adalah imunisasi DPT. Terdapat dua komponen pelaksanaannya yaitu komponen statik dan komponen dinamik. Komponen statik adalah pelayanan imunisasi di Puskesmas, Rumah Sakit dan praktek dokter. Seharusnya semua bayi/anak sasaran imunisasi yang berkunjung ke Puskesmas memperoleh imunisasi yang sesuai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian missed opportunities (kesempatan yang tidak dimanfaatkan) imunisasi DPT di Puskesmas Kecamatan Bogor Barat. penelitian ini merupakan penelitian analitik yang mengamati kejadian "missed opportunities" imunisasi. DPT dan kemudian mencatat berbagai faktor yang diperkirakan mempengaruhinya. Hasil penelitian ini, memperlihatkan kejadian "missed opportunities" imunisasi DPT sebesar 78 % di Puskesrnas Kecamatan Bogor Barat. Dengan menggunakan analisis regresi linier berganda biner dan/atau regresi logistik linier dapat dibuktikan adanya pengaruh beberapa faktor terhadap kejadian "missed opportunities" imunisasi DPT. Yang pertama adalah Hari Kedatangan Bayi/Anak ke Puskesmas, bila seorang bayi/anak datang bukan pada hari pelayanan imunisasi selalu mengalami kejadian "missed opportunities" tersebut. Kedua, Sifat Kedatangan ke Puskesmas, seorang bayi/anak yang dibawa ibunya ke Puskesmas bukan dengan maksud memperoleh imunisasi akan mempunyai risiko untuk mengalami "missed opportunities" 18 kali lebih besar bila dibandingkan dengan yang datang untuk memperoleh imunisasi. Ketiga, Unit Yang Memberikan Pelayanan Kesehatan, seorang bayi/anak yang dibawa ibunya ke Puskesmas dan dilayani bukan oleh unit K.I.A. akan mempunyai risiko untuk mengalami "missed opportunities" 21 kali lebih besar bila dibandingkan dengan yang dilayani oleh unit K.I.A. Keempat, adalah Faktor Pengalaman Petugas Bertugas di K.I.A., seorang bayi/anak yang dibawa ibunya ke Puskesmas dan dilayani bukan oleh petugas yang berpengalarnan bertugas di K. I. A. akan mempunyai risiko untuk mengalami "missed opportunities" 28 kali lebih besar bila dibandingkan dengan yang dilayani oleh petugas yang mempunyai pengalaman bertugas di K. I. A. Selanjutnya disarankan agar setiap petugas Puskesmas yang rnernberikan pelayanan kesehatan kepada bayi/anak berumur 3-14 bulan untuk selalu menetapkan status imunisasi mereka. Dan perlu dipikirkan suatu mekanisme untuk itu, antara lain dengan memberikan tanda peringatan tertentu pada kartu rawat jalan bayi/anak tersebut, atau dengan menempelkan tanda tertentu (stiker) pada meja tulis atau di dinding dekat tempat tidur periksa. Perlu pula disarankan agar informasi tentang hari pelayanan imunisasi di Puskesmas disampaikan kepada masyarakat secara jelas. Saran lain yang memerlukan pertimbangan yang lebih mendalam adalah penambahan frekuensi hari pelayanan imunisasi serta arus pelayanan kesehatan bagi bayi/anak berumur 3-14 bulan harus melalui unit K.I.A.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welem S. Tallutondok
Abstrak :
Imunisasi merupakan suatu pemberian kekebalan terhadap beberapa penyakit tertentu pada bayi, anak balita. Kegiatan ini diharapkan dapat menurunkan angka penyakit dan kematian karena Penyakit Yang Dapat Dicegah Imunisasi (PD3I). Kematian bayi yang tinggi dapat dicegah atau dikurangi, bilamana ibu-ibu mempnyai pengetahuan, sikap dan praktek sehubungan dengan imunisasi, gizi, KIA, pencegahan penyakit menular terutama ISPA dan Diare. Kurangnya pengertian ibu-ibu oleh karena pelaksanaan imunisasi tidak disertai dengan paksaan dan hanya bertumouh pada kesukarelaan ibu membawa anaknya ke tempat pelayanan imunisasi. Timbul pertanyaan apakah paparan informasi kesehatan berhubungan dengan praktek imunisasi ibu balita dan ibu hamil. Jenis penelitian adalah Survey Analitik dengan pendekatan "cross sectional" untuk melihat hubungan antara paparan informasi dengan praktek imunisasi ibu balita dan ibu hamil. Lokasi penelitian di Propinsi Jawa Barat. Analisis Statistik dilakukan dengan Uji Regresi Logistik cara sederhana dan cara ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Paparan Informasi yang ada hubungan dengan praktek imunisasi ibu balita dan ibu hamil adalah : 1). Paparan informasi melalui Komunikasi Inter Personal yaitu terpapar informasi melalui penyuluhan yang dilakukan oleh Puskesmas/Posyandu, 2). Paparan Informasi melalui Media Massa yaitu informasi kesehatan yang diperoleh melalui koran, majalah, poster kesehatan, radio, dan TV, 3). Pendidikan ibu yaitu tingkat pendidikan responden; 4) pendidikan suami yaitu tingkat Pendidikan Suami responden; 5) Pekerjaan Suami yaitu pekerjaan utama suami responden. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variable Paparan Informasi melalui komunikasi inter personal dan media massa berhubungan secara bermakna dengan praktek imunisasi ibu balita dan ibu hamil. Untuk itu disarankan agar pemberian dan penyebaran informasi kesehatan melalui komunikasi inter personal dan media massa ditingkatkan dan jaringan penyuluhan diperluas pada kaum laki-laki (suami) sebagai penentu kebijakan dalam keluarga
Immunization is a provision of resistance against some certain infection diseases to babies, under five year old children. This is expected to decrease both mortality and morbidity of particular diseases. High infant mortality rate is likely to be reduced if mother of under five are given appropriate knowledge and developed positive attitude as well as good practice regarding Immunization, nutrition, mother and child health and prevention of contamination diseases such as acute respiratory infection and diarrhoea. Lack of knowledge on immunization program is partly do to voluntary nature of the program. It is not compulsion for every mother to bring her under five children to the service points. The question arises whetter health exposure is related to Immunization practice among the mother of under five years children and pregnant mother as well. The type of research is a "cross sectional" study to the correlation between them. The above to variables research location was in West Java Province. Statistic all analysis was carried out using simple and multiple logistic regression test. The result of this research showed that health information exposure was a closed correlation was immunization practice among the mother and under five year children and pregnant mother. It was father indicated that the information exposure both via inter personal channel and mass media significantly correlated with the immunization practice among the respondents. It is recommended that provision of the health information via both inter personal and mass media channel should be strengthened. An addition the target audience should also include the male (husband) as most husband has a strong recision strongly power in the family.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Purwanto
Abstrak :
Tujuan pembangunan kesehatan sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Sebagai salah satu program yang diunggulkan oleh pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah program imunisasi. Indonesia pada tahun 1977 mulai melaksanakan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) di 55 Puskesmas dengan pemberian vaksin BCG dan DPT 1.2.3 pada tahun 1980 ditambah vaksin polio, dan tahun 1982 ditambah vaksin campak sehingga mencakup 6 macam antigen. Pada tahun 1990 Indonesia mendeklarasikan pencapaian Universal Child Immunization (UCI) secara nasional, yang dalam operasional dijabarkan sebagai tercapainya cakupan imunisasi dasar lengkap lebih sama dengan 80%, yaitu 1 dosis BCG, 3 dosis Polio, 3 dosis DPT, 1 dosis campak, dan 3 dosis hepatitis B, sebelum bayi berusia 1 tahun. Selanjutnya secara bertahap diharapkan tahun 1992 tercapai UCI propinsi, 1994 UCI kabupaten, 1996 UCI kecamatan, dan tahun 2002 UCI desa. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pencapaian UCI di Kabupaten Lampung Tengah, dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pencapaian UCI tersebut, dengan menitik beratkan pada pencapaian UCI di masing-masing kecamatan dan Puskesmas. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi cross sectional dengan pendekatan kuantitalif, pengumpulan data primer menggunakan instrumen berupa kuesioner dengan jumlah responden sebanyak 30 orang yaitu seluruh petugas imunisasi Puskesmas. Setelah melalui pcngolahan data, kemudian dilakukan analisa data dengan menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat (Chi-Square test). Dari hasil uji ternyata didapatkan 5 variabel independen yang mempunyai hubungan bermakna dengan pencapaian UCI, yaitu: motivasi, pengawasan, mitra kerja, imbalan, dan dana. Selain variabel yang rnempunyai hubungan bermakna secara statistik, terdapat beberapa variabel yang secara substansi cukup signifikan berhubungan dengan pencapaian UCI, yaitu kepemimpinan, sarana, supervisi, dan vaksin. Disarankan perlunya kerjasama dari seluruh pihak yang terkait baik lintas program maupun lintas sektoral untuk meningkatkan pencapaian UCI, terutama pada upaya peningkatan motivasi bagi petugas imunisasi, pola kepemimpinan yang baik dari pimpinan Puskesmas, perencanaan yang baik dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah dalam usulan kegiatan dan anggaran pembangunan kesehatan, Serta perlunya perhatian yang lebih serius dari Pemerintah Daerah dan DPRD setempat pada era otonomi daerah dalam rangka pembangunan bidang kesehatan.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Akhyar
Abstrak :
Isu negatif mengenai imunisasi tampaknya belum akan selesai dalam waktu dekat ini. Belakangan isu negatif itu tidak hanya terkait kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) tetapi juga sudah merambah isu agama. Tentu saja tersebarnya isu-isu negatif tadi di lingkungan warga hanyalah salah satu penyebab rendahnya cakupan imunisasi di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk di wilayah perkotaan seperti Depok. Dalam studi baseline didapatkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi intensi seorang ibu dalam memberikan imunisasi kepada anaknya adalah subjective norm (B= 0.013 p< 0.05). Artinya, pengaruh tekanan sosial dan keinginan untuk mematuhi tekanan sosial adalah penyebab utama seseorang melakukan perilaku imunisasi atau tidak. Atas dasar itulah peneliti melakukan intervensi untuk mempersuasi ibu-ibu yang sudah rutin mengimunisasi anaknya untuk mengajak ibu-ibu lain datang ke Posyandu. Desain intervensi ini adalah field experiment 3 ("priming+persuasi Fogg Behavior Model" vs "persuasi Fogg Behavior Model" vs "kelompok kontrol") X 1 non-randomized between participants pre-post test design. Priming yang digunakan bersamaan dengan teknik persuasi Fogg Behavior Model (FBM) pada penelitian ini adalah foto Kak Seto dengan asumsi Kak Seto adalah tokoh yang memiliki asosiasi streotip yang kuat dengan "perlindungan anak". Sementara media untuk persuasi adalah poster dan SMS harian. Diharapkan kelompok yang mendapatkan priming foto Kak Seto sebelum diberikan persuasi FBM akan mengajak ibu ke Posyandu lebih banyak dari dua kelompok yang lain. Dari post-test penelitian didapatkan hasil H(2) = 0.915, ns, yang berarti tidak terdapat perbedaan jumlah ibu yang diajak secara signifikan pada setiap kelompok.
The ongoing negative issues regarding immunization don`t seem to be resolved in the near future. Recently, the negative issues are not only related to the Adverse Event Following Immuniziation (KIPI) but also to the religion issue. The spread of the negative issues in the neighborhoods is due to the low immunization coverages in some areas in Indonesia, including urban areas such as Depok. According to a baseline study, the factor that most influence mothers intention in giving immunizations to children is subjective norm (B = 0.013 p <0.05). In other words, the influence of social pressures and the desire to adhere to social pressure is the main cause of immunization behaviour. For this reason, the researchers intervened to persuade the mothers, who already routinely immunize their children, to invite other mothers to go to Posyandu. This intervention design is field experiment 3 ("priming + persuasion Fogg Behavior Model" vs. "persuasion Fogg Behavior Model" vs. "control group") X 1 non-randomized of participants between pre post-test design. The priming used with the techniques of Fogg Behavior Model (FBM) persuasion in this study is the photo of Kak Seto. Resercher assumes that Kak Seto is a figure who has strong stereotype associated with "child protection". A group which had Kak Seto photo priming before being given FBM persuasion is expected to invite more mothers to Posyando, compared with two other groups. Based on the post-test research, the finding shows H (2) = 0.915, ns, which means that there is no significant difference in the number of mothers invited in each group.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>