Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bintang Sukma Dhea Fransisca Enjellita
"Latar belakang: Hipertensi menjadi penyebab kematian dini tertinggi di seluruh dunia dan merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskular termasuk di Indonesia. Jawa Barat merupakan provinsi dengan angka prevalensi hipertensi tertinggi di Indonesia yaitu sebesar 34,4% berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah dan sebesar 10,7% berdasarkan diagnosis dokter yang menjadikan Jawa Barat sebagai provinsi terbesar ketiga dengan prevalensi hipertensi terbanyak pada penduduk berusia ≥ 18 tahun. Dalam penanganan penyakit hipertensi, indikator terkait terapi atau pengobatan hipertensi merupakan salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan. Data terbaru yang diperoleh dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan bahwa ketidakpatuhan konsumsi obat antihipertensi di Jawa Barat mencapai 53,8% dengan 35,5% pasien tidak teratur minum obat dan 18,3% tidak minum obat sama sekali. Rendahnya kepatuhan pasien hipertensi untuk konsumsi obat antihipertensi masih menjadi masalah dalam penanganan hipertensi di Indonesia terutama di Jawa Barat. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan konsumsi obat antihipertensi pada pasien hipertensi berusia ≥ 18 tahun di Jawa Barat. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan analisis univariat dan bivariat. Hasil: Prevalensi ketidakpatuhan konsumsi obat antihipertensi pada pasien hipertensi usia ≥ 18 tahun di Jawa Barat adalah 53,1% dengan “merasa sudah sehat” menjadi alasan tertinggi ketidakpatuhan. Faktor yang signifikan berhubungan dengan ketidakpatuhan konsumsi obat antihipertensi meliputi berusia 18 - 59 tahun (PR = 1,23; 95% CI = 1,06 - 1,47), memiliki tingkat pendidikan rendah (PR = 1,17; 95% CI = 1,09 - 1,27), tidak memiliki jaminan kesehatan (PR = 1,26; 95% CI = 1,18 - 1,36), merokok (PR = 1,12; 95% CI = 1,04 - 1,21), tidak memiliki pengetahuan terkait konsumsi obat antihipertensi (PR = 1,88; 95% CI = 1,72 - 1,97). Kesimpulan: Pemerintah perlu meningkatkan edukasi kesehatan dan menekankan pentingnya rutin mengonsumsi obat antihipertensi meskipun tidak merasakan gejala. Selain itu, diperlukan kerja sama lintas sektor untuk mendukung pencegahan ketidakpatuhan konsumsi obat antihipertensi.

Background: Hypertension is the leading cause of premature death worldwide and is a major risk factor for cardiovascular diseases, including in Indonesia. West Java is the province with the highest prevalence of hypertension in Indonesia, with a rate of 34.4% based on blood pressure measurements and 10.7% based on doctor diagnoses. This makes West Java the third largest province in terms of hypertension prevalence among individuals aged ≥ 18 years. In managing hypertension, indicators related to hypertension therapy or medication are crucial factors that need attention. Recent data from the Indonesia Health Survey (SKI) shows that non-adherence to antihypertensive medication in West Java reaches 53.8%, with 35.5% of patients taking medication irregularly and 18.3% not taking medication at all. The low level of adherence among hypertensive patients to taking antihypertensive medication remains a significant issue in hypertension management in Indonesia, particularly in West Java. Objective: This study aims to identify the factors associated with non-adherence to antihypertensive medication among hypertensive patients aged ≥ 18 years in West Java. Methods: This research used a cross- sectional study design with univariate and bivariate analyses. Results: The prevalence of non-adherence to antihypertensive medication among hypertensive patients aged ≥ 18 years in West Java is 53.1%, with “feeling healthy” being the most common reason for non-adherence. Significant factors associated with non-adherence to antihypertensive medication include: being aged 18–59 years (PR = 1.23; 95% CI = 1.06–1.47), having a low education level (PR = 1.17; 95% CI = 1.09–1.27), lacking health insurance (PR = 1.26; 95% CI = 1.18–1.36), smoking (PR = 1.12; 95% CI = 1.04–1.21), and lacking knowledge related to antihypertensive medication (PR = 1.88; 95% CI = 1.72–1.97). Conclusion: The government needs to enhance health education and emphasize the importance of regularly taking antihypertensive medication, even when no symptoms are present. Additionally, cross-sector collaboration is necessary to support the prevention of non-adherence to antihypertensive medication."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andika Chaktiaji Zulfiqar
"Latar belakang: Defek septum atrium sekundum (DSAS) merupakan penyakit jantung bawaan dengan prevalensi tertinggi di dunia. DSAS yang berkembang menyebabkan hipertensi arteri pulmoner (HAP) mengakibatkan peningkatan beban ventrikel kanan sehingga mencetuskan respon adaptif dan maladaptif menyebabkan terjadinya fibrosis. Baku emas pemeriksaan fibrosis dilakukan dengan biopsi endomiokardium secara invasif (BEM). Fibrosis yang mengisi jaringan interstisial di miokardium akan menyebabkan penurunan fungsi miokardium. Pemeriksaan ekokardiografi strain memiliki kemampuan yang baik dalam menilai fungsi ventrikel secara keseluruhan. Sampai saat ini belum ada penelitian yang berfokus menilai evaluasi BEM dibandingkan dengan ekokardiografi strain dalam menilai fibrosis ventrikel kanan pada kelompok penyakit jantung bawaan khususnya DSAS dengan HAP.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan mencari korelasi antara nilai longitudinal strain ventrikel kanan pada pemeriksaan ekokardiografi 2 dimensi speckle tracking (E2DST) dengan BEM ventrikel kanan sebagai penanda fibrosis ventrikel kanan pada pasien DSAS dengan HAP.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan desain studi potong lintang pada pasien DSAS dengan HAP berusia ≥ 18 tahun yang menjalani kateterisasi jantung kanan dan kemudian dilakukan pemeriksaan biopsi endomiokardium dan pemeriksaan E2DST untuk menilai fibrosis ventrikel kanan.
Hasil: Studi ini melibatkan total 19 pasien DSAS yang menjalani kateterisasi jantung kanan, pemeriksaan BEM, dan E2DST ventrikel kanan. Rerata usia populasi ini adalah 36 ± 13 tahun dan mayoritas berjenis kelamin peremuan (89,5%). Longitudinal strain ventrikel kanan memiliki korelasi yang kuat (r=0,773, p<0,001) pada free wall longitudinal strain (FWLS) terhadap fibrosis dan memiliki korelasi sedang (r=0,667, p=0,002) pada global longitudinal strain (GLS) terhadap fibrosis. Analisa multivariat mendapatkan FWLS merupakan faktor prediktor derajat fibrosis secara independen (p<0,001; IK -2,010 – -0,821).
Kesimpulan: Pada pasien DSAS dengan HAP, parameter ekokardiografi FWLS ventrikel kanan berkorelasi kuat dan parameter ekokardiografi GLS ventrikel kanan berkorelasi sedang dengan persentase fibrosis berdasarkan biopsi endomiokardium. FWLS ventrikel kanan merupakan faktor prediktor independen dalam menilai derajat fibrosis.

Background: Secundum atrial septal defect (ASD) is the most common congenital heart defect in the world. Secundum ASD with concominant pulmonary arterial hypertension (PAH) will increase the workload of right ventricle (RV) thus inducing adaptive and maladaptive response that would result in fibrosis. Gold standard for fibrosis evaluation is through endomyocardial biopsy (EMB) invasively and noninvasively by cardiac magnetic resonance imaging (CMRI). Fibrosis of the RV will reduce the function of the myocardium affected. Strain echocardiography (STE) is a great tool for evaluating the ventricle function. There is lack of data reviewing relationship of EMB compared to STE assessing RV fibrosis in congenital heart disease, particularly in secundum ASD-PAH. Objective: This study aims to find correlation between longitudinal strain of RV in 2- dimension speckle tracking echocardiography (2DSTE) and EMB of the RV as markers of RV fibrosis in patients with secundum ASD-PAH.
Methods: This is an analytical observational study with cross-sectional design in patients with secundum ASD-PAH aged >18 years who underwent right heart catheterization, followed by EMB and 2DSTE of the RV to assess RV fibrosis.
Results: A total of 19 patients with secundum ASD-PAH who underwent RHC, EMB and 2DSTE are involved in this study. Mean age of the population was 36 ± 13 and majority was female (89,5%). Free wall longitudinal strain (FWLS) RV showed strong correlation (r=0,773, p<0,001) and global longitudinal strain (GLS) showed intermediate correlation (r=0,667, p=0,002) with fibrosis evaluated by histopathological analysis from EMB. Multivariate analysis showed that FWLS as an independent predictor of RV fibrosis (p<0,001; CI -2,010 – -0,821).
Conclusion: In patients with ASD-PAH, 2DSTE FWLS RV showed strong correlation and GLS RV showed intermediate correlation with RV fibrosis based on EMB. FWLS RV is an independent predictor in evaluating RV fibrosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library