Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jason Anthony Wibowo
Abstrak :
Pengetahuan / pemahaman, persepsi, dan sikap dokter umum yang baik terhadap Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas (GPPH) merupakan suatu nilai tambah bagi mereka. Hal ini dikarenakan dokter umum yang bekerja pada pusat layanan primer berperan dalam diagnosis dan penanganan awal pasien dengan GPPH. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan / pemahaman, persepsi, dan sikap terhadap GPPH diantara dokter umum di Jakarta, serta hubungannya dengan lama pengalaman praktik mereka. Penelitian menggunakan rancangan potong lintang. Sampel adalah 384 dokter umum di Jakarta yang dipilih dengan metode uji acak sederhana. Data diperoleh dari kuisioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya (Pearson alpha >0.25; Cronbach’s alpha >0.7). Data yang didapat dianalisis dengan piranti lunak SPSS versi 20 untuk Macintosh. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar subjek penelitian mempunyai tingkat pengetahuan / pemahaman (54.9%), persepsi (58.1%), dan sikap (60.7%) terhadap GPPH yang rendah dan sangat rendah, dan adanya hubungan yang signifikan secara statistik dengan lama pengalaman praktik. Disimpukan bahwa diperlukan adanya edukasi lebih lanjut mengenai GPPH kepada dokter umum di Jakarta terlepas dari pengalaman praktik yang dimiliki. ...... A good knowledge / understanding, perception, and attitude among general practitioners towards Attention – Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD) is an own privilege. This is because general practitioners who work in primary health care have the role in early diagnosis and management of ADHD patients. This research has the objectives to know the level of knowledge / understanding, perception, and attitude towards ADHD among general practitioners in Jakarta, and to identify the association to their length of practice experience. This research used cross-sectional design. The samples were 384 general practitioners in Jakarta who were selected through simple random sampling method. Data obtained from questionnaires that have been tested for its validity and reliability (Pearson alpha >0.25; Cronbach’s alpha >0.7), and were analyzed utilizing SPSS software 20th version for Macintosh. The result showed that majority of the research subjects were have poor and very poor levels of knowledge / understanding (54.9%), perception (58.1%), and attitude (60.7%) towards ADHD, and there was a significant association with the length of practice experience statistically. Overall, further education regarding to ADHD is required to general practitioners in Jakarta regardless of their practice experience.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Emanuella Gideon
Abstrak :
[Kemampuan untuk mempertahankan perhatian merupakan masalah bagi anak dengan gangguan atensi dan hiperaktivitas. Latihan pemusatan perhatian dengan latihan fisik mampu meningkatkan rentang perhatian pada anak dengan gangguan atensi dan hiperaktivitas serta efeknya cenderung bertahan lama. Sedangkan intervensi dengan kegiatan membaca juga terbukti mampu meningkatkan rentang perhatian namun efeknya cenderung menghilang setelah intervensi tidak diberikan lagi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen (N=15), yang bertujuan untuk membandingkan efektivitas latihan fisik dan kegiatan membaca dalam meningkatkan rentang perhatian pada anak dengan gangguan atensi dan hiperaktivitas. Peningkatan rentang perhatian diukur ketika anak membaca dengan teknik observasi menggunakan perhitungan waktu dalam detik. Penelitian ini juga menggunakan pengukuran gejala gangguan atensi dan hiperaktivitas dengan alat ukur Vanderbilt ADHD Rating Scale.;The ability to maintain attention is a problem for children with attention and hyperactivity disorder. Attention exercise with physical exercise can increase attention span in children with attention and hyperactivity disorder, and the effects of these intervention was durable. While attention exercise with reading activity can also increase attention span, but the effect tends to disappear after the intervention was not continue. This research used an experimental design (N = 15), which aims to compare the effectiveness of physical exercise and reading activitiy to increase attention span in children with attention and hyperactivity disorder. The attention span is measured when the children read by observation techniques using a calculation time in seconds. This study also use the measurement of attention and hyperactivity symptoms with Vanderbilt ADHD Rating Scale., The ability to maintain attention is a problem for children with attention and hyperactivity disorder. Attention exercise with physical exercise can increase attention span in children with attention and hyperactivity disorder, and the effects of these intervention was durable. While attention exercise with reading activity can also increase attention span, but the effect tends to disappear after the intervention was not continue. This research used an experimental design (N = 15), which aims to compare the effectiveness of physical exercise and reading activitiy to increase attention span in children with attention and hyperactivity disorder. The attention span is measured when the children read by observation techniques using a calculation time in seconds. This study also use the measurement of attention and hyperactivity symptoms with Vanderbilt ADHD Rating Scale.]
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T44154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amatul Firdausa Nasa
Abstrak :
ABSTRAK
Secara umum, anak dengan ADHD kesulitan untuk tetap menampilkan perilaku on-task pada tugas yang ia kerjakan. Hal ini berkaitan dengan kesulitan mereka untuk mempertahankan perhatian mereka dalam waktu yang lama. Kesulitan dalam mempertahankan perhatian membuat anak ADHD sering mengalami kegagalan akademis dan memiliki prestasi yang rendah. Diperlukan penanganan untuk meningkatkan kemampuan anak mempertahankan atensinya yang ditampilkan melalui peningkatan perilaku on-task. Modifikasi perilaku merupakan intervensi yang digunakan secara luas dan terbukti efektif untuk menangani anak dengan ADHD. Pada penelitian ini teknik shaping digunakan untuk meningkatkan durasi perilaku on-task pada seorang anak laki-laki berusia 11 tahun yang didiagnosa mengalami ADHD with combined presentation. Tugas yang diberikan berupa mendengarkan cerita dan menjawab pertanyaan sesuai dengan isi cerita. Hasil penelitian menunjukkan teknik shaping dapat meningkatkan durasi perilaku on-task anak dengan ADHD yaitu 100 dari baseline atau dari 1 menit saat baseline hingga mencapai 10 menit pada saat post test.
ABSTRACT
In general, children with ADHD have difficulty performing on task behavior when they are doing their task. This relates to their difficulty to sustain their attention for a long time. Difficulty in maintaining attention that make children with ADHD often experience academic failure and have a poor academic performance. Treatment for improving the child 39 s ability to maintain their attention showed through the increasing on task behavior in children with ADHD is required. Behavior modification is an intervention that is widely used and proven effective for treating children with ADHD. In this research, shaping technique used to increase the duration of on task behavior in a boy aged 11 years old who were diagnosed with ADHD with combined presentation. The task given was listening the stories and answering questions based on the story. The results showed shaping technique can increase the duration of on task behavior of children with ADHD, that was 100 of the baseline or from 1 minute during the baseline up to 10 minutes during the post test.
2017
T47384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurifah
Abstrak :
Sejak dahulu masalah perilaku pada anak telah menjadi topik bahasan yang menarik bagi masyarakat dan para ahii. Perilaku dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas. pertama kali disebut sebagai "Fidgety Phill" yang dikemukakan oleh Heinrich Hoffman. Gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas (GPPH) atau attention defisit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perilaku yang ditandai kesulitan memusatkan perhatian, perilaku yang impulsif, dan aktifitas berlebihan yang tidak sesuai dengan umurnya. Gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas merupakan kelainan psikiatrik.dan gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Prevalens GPPH berkisar antara 3%-5% pada anak usia sekolah. Insiden GPPH di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi dari 2%-20% pada anak usia sekolah dan 3%-5% pada anak prapubertas. Prevalens GPPH di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Insiden GPPH lebih sexing dijumpai pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3-5:1. Prestasi akademik terhadap mata pelajaran di sekolah terutama pada anak usia sekolah dasar merupakan hal yang sangat mempengaruhi akan keberhasilan dalam pendidikan dimasa depan. Prestasi akademik yang baik pada saat sekolah dasar akan menjadi landasan untuk dapat mencapai ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Anak yang mengalami' gangguan dalam memusatkan perhatian, impulsif dan hiperaktif akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam mengatasi pelajaran yang didapatkan di sekolah. Bila anak sulit un.tuk memusatkan perhatian maka akan terjadi hambatan dalam prestasi aliademik, terutama pada mats pelajaran yang membutuhkan konsentrasi. Hambatan ini apabila tak diatasi dengan tepat bisa menyebabkan kegagalan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pada populasi umum proporsi anak yang mengalami kesulitan dalam kegiatan akademik berkisar antara 10% - 20%. Sedangkan pada anak GPPH proporsinya lebih besar, berkisar antara 30%-40%. Anak dengan GPPH mengalami kesulitan dalam belajar, terutama pada mata pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Anak usia sekolah yang menderita GPPH akan berlanjut sampai masa remaja sekitar 30%-80% dan berlanjut sampai dewasa bila tidak ditanggulangi dengan baik sekitar 65%. Gejala yang menetap hingga masa remaja berhubungan dengan kemampuan di bidang akademik, perilaku dan masalah sosial. Pasien yang mengalami pengurangan gejala pada saat remaja akan mempunyai interaksi sosial dalam masyarakat sama dengan anak normal dan tidak melakukan penyalahgunaan obat, namun tidak sama dalam kemampuan akademik. Bila tidak dilakukan intervensi akan menimbulkan dampak yang tidak baik terhadap pasien itu sendiri, keluarga, sekolah dan masyarakat di sekitarnya. Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, dapat dikemukakan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana prestasi akademik anak GPPH pada usia sekolah ? b. Apakah prestasi akademik anak GPPH lebih rendah dibandingkan anak bukan GPPH pada usia sekolah?
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Gemayuni Yusman
Abstrak :
Terdapat berbagai masalah klinis yang dapat terjadi dalam masa perkembangan anak. Masalah-masalah tersebut seharusnya menjadi perhatian karena berbagai konsekuensi yang mungkin terjadi dan dapat berlanjut hingga masa dewasa. Salah sate masalah klinis adalah ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder), yang merupakan suatu gangguan perkembangan, dalam bentuk gangguan pemusatan perhatian. Gangguan ini memiliki tiga gejala utama, yaitu inattention (kurang mampu memperhatikan), impulsivitas, dan hiperaktivitas (Wenar & Kerig, 2000). Anak yang didiagnosa ADHD seringkali memiliki gangguan psikiatris lain dan mengalami serangkaian resiko kesehatan, perkembangan, dan sosial. ADHD diklasifkasikan dalam DSM-IV sebagai disruptive behavior disorder' karena adanya kesulitan yang signifikan dalam perilaku sosial dan penyesuaian sosial. Perilaku interpersonal anak ADHD lebih impulsif, mengganggu, berlebihan, tidak teratur, agresif, intens, dan emosional, sehingga mereka mengalami kesulitan dan gangguan dalam alur interaksi sosial biasa yang resiprokal dan kooperatif, yang merupakan bagian yang penting dalam kehidupan sosial anak. Barkley (2004) mengungkapkan bahwa ketika anak ADHD memasuki sekolah dasar, masalah dalam ketiga karakteristik utama berlanjut dan ditambah dengan berbagai kesulitan karena sekarang masalah mungkin terjadi di sekolah dan rumah. PrevaIensi ADHD pada usia sekolah mencapai sekitar 5 % dari anak usia sekolah (Wenar & Kerig, 2000). Masalah sosial pada anak ADHD muncul bukan hanya karena perilaku inattentive, hiperaktif, dan impulsif mereka, namun juga merupakan konsekuensi dari ekspresi emosi, raut muka, nada bicara, dan Bahasa tubuh yang berlebihan, lebih terbatasnya timbal batik dalam interaksi, kurang digunakannya pemyataan sosial yang positif, lebih negatifnya aksi fisik, dan terbatasnya pengetahuan akan keterampilan sosial (Barkley, 2004). Menurut Combs & Slaby (dalam Cartledge & Milburn, 1995), keterampilan sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dengan cara-cara yang dapat diterima secara sosial dan membawa manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain secara timbal balik. Selain treatment dengan obat-obatan, anak ADHD membutuhkan bantuan khusus untuk mengembangkan tehnik dalam mengelola pola perilaku, termasuk cara berinteraksi dengan orang lain (National Institute of Mental Health, 2000). Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk menyusun suatu program pelatihan keterampilan sosial bagi anak ADHD usia sekolah (6 -- 12 tahun). Pelatihan yang dilakukan merupakan modifikasi dari program pelatihan keterampilan sosial yang dikembangkan oleh Goldstein & Pollock (1988). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan sosial anak usia sekolah yang mengalami ADHD melalui program pelatihan keterampilan sosial. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Pengambilan sampel penelitian akan dilakukan melalui pemeriksaan psikologis. Subyek penelitian adalah 3 anak usia sekolah dengan diagnosis ADHD pada Axis I. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner asesmen keterampilan sosial yang diisi oleh guru dan orangtua sebelum dan sesudah subyek mengikuti pelatihan (pre and post training). Berdasarkan hasil kuesioner sebelum pelaksanaan program pelatihan serta wawancara dengan guru dan orangtua subyek, peneliti menentukan target pelatihan yaitu keterampilan sosial yang dianggap masih kurang atau buruk pada ketiga subyek. Tiga keterampilan sosial yang menjadi target pelatihan adalah Bertanya dengan Baik, Mengikuti PerintahlInstruksi, dan Menyadari Akibat Tindakannya terhadap prang Lain. Peneliti juga menggunakan token reinforcement berupa stiker "senyum" untuk menguatkan keterampilan sosial yang dilatihkan dan agar subyek bersikap kooperatif selama pelatihan. Token yang telah dikumpulkan oleh subyek dapat ditukarkan dengan hadiah pada hari terakhir pelatihan. Selama pelaksanaan pelatihan, peneliti melakukan observasi terhadap perilaku maupun jawaban-jawaban yang diberikan subyek pada tiap pertemuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan keterampilan sosial yang telah dilaksanakan sebanyak lima kali pertemuan (dengan tiga kali pertemuan inti untuk melatih keterampilan sosial yang menjadi target pelatihan) memperlihatkan terjadinya perkembangan keterampilan sosial pada subyek penelitian. Hasil kuesioner yang diisi 10 hari sesudah pelatihan (post training) menunjukkan bahwa dua subyek mengalami perubahan dalam hal keterampilan sosial sedangkan satu subyek lainnya tidak mengalami perubahan. Penerapan token reinforcement ditemukan cukup berhasil pada dua subyek yang mengalami perubahan namun kurang berhasil pada subyek yang tidak mengalami perubahan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Larasati
Abstrak :
ABSTRAK
Kemampuan memusatkan atensi merupakan landasan dari kemampuan belajar yang dibutuhkan setiap anak. Studi dalam aspek perkembangan anak menunjukkan pentingnya interaksi dan hubungan yang positif dengan pengasuh utama sebagai media untuk perkembangan dan peningkatan kemampuan dasar bagi anak, termasuk di dalamnya adalah kemampuan memusatkan atensi. Pendekatan Developmental, Individual Differences, Relationship-Based (DIR/Floortime) merupakan salah satu program intervensi yang difokuskan untuk meningkatkan kualitas interaksi antara pengasuh utama dan anak. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau efektivitas penerapan prinsip DIR/Floortime untuk meningkatkan kemampuan memusatkan atensi pada anak berusia 4 tahun yang memiliki diagnosa Early Onset Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan prinsip DIR/Floortime efektif meningkatkan kemampuan memusatkan atensi pada anak dengan Early Onset ADHD serta diiringi dengan peningkatan tahapan perkembangan fungsional emosional anak dan ibu yang terukur dari peningkatan durasi memusatkan atensi, penurunan frekuensi distraktibilitas, serta peningkatan skor pada Functional Emotional Assessment Scale (FEAS).
ABSTRACT
The ability to sustain attention is the foundation of learning ability for every child. The research on child development shows the importance of positive interaction and relationship with the primary caregiver as a medium for the child’s development and mastery of basic developmental skills which includes the ability to sustain attention. Developmental, Individual Differences, Relationship-Based approach (DIR/Floortime) is one of the available interventions focused on increasing the quality of caregiver-child interaction. This study is aimed at investigating the effectiveness of DIR/Floortime to increase the ability to sustain attention on a 4 yearold child with Early Onset Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD). The result of this study indicated that the application of DIR/Floortime principles is effective in increasing the ability to sustain attention on a 4 year-old child with Early Onset ADHD, along with the increase of the functional emotional development of both mother and child as shown with the increase of attention span, the decrease of frequency of distractibility, and score increase in the Functional Emotional Assessment Scale (FEAS).
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T36029
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Amri El Insiyati
Abstrak :
ABSTRAK
Gangguan ADHD meliputi gangguan pada inatensi, impulsivitas, dan aktivitas dengan gerakan yang berlebihan (hiperaktif). Beberapa gejala yang ditampilkan pada anak ADHD tersebut menunjukkan lemahnya perilaku on-task anak saat belajar. Dalam konteks belajar, perilaku on-task merupakan perilaku dimana anak duduk dengan badan tegak, mata memandang pada pekerjaan akademiknya, memandang sekilas ke arah selain tugasnya kurang dari 3 detik, menulis jawaban pada lembar soal, dan atau menanyakan pertanyaan seputar akademik. Pada penelitian ini, peneliti memberikan intervensi Modifikasi Perilaku menggunakan teknik Positive Reinforcement dengan Token Economy dan Social Reinforcement serta Prompts pada anak usia sekolah dasar (7 tahun). Intervensi pada penelitian ini adalah 10 sesi dimana pada tiap sesi terdapat target durasi untuk mempertahankan perilaku on-task. Terdapat peningkatan target durasi secara perlahan pada setiap sesi hingga mencapai target 7 menit di sesi akhir. Penelitian ini efektif dalam meningkatkan durasi perilaku on-task pada anak ADHD usia 7 tahun. Terdapat juga beberapa diskusi mengenai peningkatan perilaku on-task pada anak ADHD.
ABSTRACT
Symptoms of ADHD include inattention, impulsivity, and hiperactivity. Those symptoms show the lacking of on-task behavior when the child of ADHD has a task. In context of learning, on-task behavior is an attitude that children sit upright, look up straight to the task, glance to something else for less than 3 seconds, write the answer on worksheet, or ask questions about the task. In this research, researcher applies intervention of Behavior Modification using Positive Reinforcement technique by Token Economy and Social Reinforcement, and Prompts for a school-aged child (year of 7). This intervention has 10 sessions that each session has duration target to maintain on-task behavior. The target of duration increases slowly for each session until duration of last session is 7 minutes. This research is effective in increasing duration of on-task behavior for 7 years-old child with ADHD. There are also some discussions about increasing on-task behavior for ADHD children.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintuuran, Rivo Mario Warouw
Abstrak :
Latar Belakang: Belum ada hubungan konsisten antara kadar seng dalam serum dengan gangguan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan rerata kadar seng dalam serum pada anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif, tanpa gangguan fungsi eksekutif and anak non GPPH, dan korelasi antara kadar seng dalam serum dengan fungsi eksekutif pada anak GPPH. Metode: Penelitian ini adalah studi potong-lintang dengan kontrol. Sembilan puluh anak dari dua Sekolah Dasar di Jakarta diambil secara acak sebagai subjek penelitian yang dibagi dalam 30 anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif, 30 anak GPPH tanpa gangguan fungsi eksekutif, dan 30 anak non GPPH. Kadar seng dalam serum diperiksa dengan metode Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrophotometry. Fungsi eksekutif didapatkan melalui pemeriksaan BRIEF versi bahasa Indonesia. Analisis data menggunakan SPPS for Windows versi 20. Hasil: Dari seluruh subjek penelitian, 75% mengalami defisiensi seng. Ditemukan 60% anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif memiliki kadar seng tidak normal. Rerata serum seng pada anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif adalah 59.40 g/dL, pada anak GPPH tanpa gangguan fungsi eksekutif adalah 55.36 g/dL, dan pada anak non GPPH adalah 52.93 g/dL. Tidak ada perbedaan bermakna pada rerata serum seng antara tiga kelompok (p = 0.119). Korelasi antara kadar seng pada anak GPPH dengan fungsi eksekutif adalah r=0.128. Kesimpulan: Kadar seng dalam serum tidak berhubungan secara langsung dengan gangguan fungsi eksekutif, namun diduga berhubungan dengan gejala klinis GPPH. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui lebih jelas hubungan antara seng dalam serum dengan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH. ...... Background: It was assumed that there might be association between serum zinc level and executive function in children with ADHD. This study aimed to identify mean differences between serum zinc in ADHD children with executive dysfunction, without executive dysfunction, and non ADHD children, and to find correlation between serum zinc level and executive function in children with ADHD. Method: This was a cross-sectional study with control group. Ninety children from two elementary schools in Jakarta were randomly selected as research subjects. They were categorized into ADHD children with executive dysfunction (n=30), ADHD children without executive dysfunction (n=30), and non ADHD children (n=30). Serum zinc was analyzed using Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrophotometry method. Executive function was examined using BRIEF-Indonesian version. Data was analyzed using SPSS 20 for Windows. Result: Seventy five percent of research subjects experinced zinc deficiency. Meanwhile, 60% of children with ADHD suffered from zinc deficiency. There was no significant difference in mean serum zinc between ADHD children with executive dysfunction, without executive dysfunction, and non ADHD children (59.40 g/dL vs. 55.36 g/dL vs. 52.93 g/dL, p=0.119). The coefficient correlation between serum zinc level and executive function in ADHD children was 0,128. Conclusion: Serum zinc level might not associate directly with executive dysfunction, however it might link with clinical symptoms of ADHD. Further study needs to be done in order to obtain a more clear understanding of serum zinc and executive function in children with ADHD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Tjiunata
Abstrak :
Fokus dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kuantitas perilaku menyelesaikan tugas, termasuk di dalamnya, menurunkan durasi perilaku tidak mengerjakan tugas. Penerapan metode ccrita sosial dan metodc contingency contract (dilcngkapi prompt) menghasilkan peningkatan kuantitas pada perilaku menyelcsaikan tugas, serta penurunan durasi perilaku tidak mengerjakan tugas. Akan tetapi, kualitas dari perubahan pcirlaku belum menunjukkan perbaikan. Hal tcrscbut disebabkan karena komik oerita sosial yang digunakan dalam intervensi belum secara detil menggambarkan perilaku yang diharapkan muncul. Selain itu, pemberian fading yang terlalu cepat juga menyebabkan konsistensi perubahan perilaku belum terlihat. Dari hasil obsewasi, diketahui juga bahwa pembahan perilaku tersebut, secara tidak langsung, dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan seperti kehadiran guru dan situasi kelas. Akan tetapi, karena singkatnya sesi intervensi dan pemilihan waktu intervensi yang berdekatan dengan jadwal uiangan umum, konsistensi pelubahan perilaku belum terlihat. Oleh karena itu, beberapa saran yang dapat diberikan antara lain: 1) gambar berikut penjelasan pada komik cerita sosial sebaiknya dibuat lebih detil; 2) pemberian prompt dan fading sebaiknya lebih diperhatikan lagi; 3) sesi intervensi dibuat lebih banyak dengan jangka waktu yang lebih panjang; 4) perlu diperhalikan pemilihan waktu intervensi agar tidak berdekatan dengan jadwal ulangan umum; 5) kerjasama antara guru dan teman-tcman di kelas untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif agar pelaksanaan intervensi lebih efektif. ......The focus of this training is to increasing the quantitiy of on-task behavior. including, decreasing the duration of off-task behavior. Result of this intervention, using social story method and contingency contract method (also using prompt method), indicated that the quantitiy of on-task behavior is increasing and the duration of ofiltask behavior is decreasing. However, the quality of the alteration of behavior has not improved yet. This is because the comic social story in this intervention has not describe the behavior that is expected, The prompts which have been faded too quickly also make the consistency ofthe behavior’s alteration has not been observed. The environments, such as teacher’s present and class-rooms’s situation, also influence the alteration of behavior. Unfortunately, because the length ofthe session and the time of intervention wich is too short and too close to the end of school year, the consistency of the behavior’s alteration has not been appeared yet. Therefore, several suggestions should be provided to improve the future study: 1) picture in the comic social story should be made more detail; 2) the use of prompt and fading should be more improved; 3) the session of intervention should be madc in great quantities and in more length duration; 4) the intervention should be held in the middle of school year; 5) the cooperation of teacher and tiiends is needed to make the more supporting classroom environment.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34118
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kaunang, Theresia M.D.
Abstrak :
Latar belakang. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) merupakan gangguan psikiatri anak yang paling sering dan 30-40% dari kasus kesehatan mental anak yang dirujuk. GPPH ditandai sulit memusatkan perhatian, hiperaktif, impulsif serta berdampak terhadap emosi, perilaku, psikososial, akademik dan fungsi keluarga. GPPH merupakan gangguan berat karena melibatkan multi aspek yaitu hambatan, kronisitas, morbiditas dan komorbiditas. Puncak usia onset pada usia 3-5 tahun. Penelitian ini untuk memperoleh proporsi GPPH pada anak prasekolah dengan alat ukur SPGPI, membuktikan alat ukur SPGPI, SPRDAP dan SPMP andal dan sahih serta membuktikan riwayat GPPH dalam keluarga dan regulasi diri berhubungan dengan GPPH. Metode. Uji diagnostik untuk alat ukur skala penilaian GPPH prasekolah Indonesia (SPGPI), skala penilaian regulasi diri prasekolah (SPRDAP) dan skala penilaian model pengasuhan (SPMP). Metode pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Subjek adalah anak berusia 3 - < 7 tahun pada 34 kelompok bermain dan taman kanak-kanak di DKI Jakarta, bulan Maret-Juni 2009. Seribu subjek untuk penelitian uji diagnostik dan 750 subjek untuk potong lintang. Alat ukur yang dibuat pada penelitian pertama diterapkan pada penelitian kedua. Hasil. Uji diagnostik SPGPI mempunyai Cronbach coefficient alpha 0,996, sensitivitas 96%, spesifisitas 99%, titik potong 30 dan area di bawah kurva ROC 0,9774. SPRDAP mempunyai Cronbach coefficient alpha 0,937, sensitivitas 92%, spesifisitas 96%, titik potong 20 dan area di bawah kurva ROC 0,9383. SPMP mempunyai Cronbach coefficient alpha 0,8125, sensitivitas 72%, spesifisitas 95%, titik potong 70, dan area di bawah kurva ROC 0,8233. Faktor risiko ayah perokok RP 3,48(1,79 sampai 6,78), regulasi diri RP 21,01(6,98 sampai 63,28), riwayat GPPH dalam keluarga RP 11,89 (2,44 sampai 44,65). Simpulan. SPGPI, SPRDAP dan SPMP adalah andal dan sahih untuk digunakan sebagai alat ukur. Faktor-faktor yang berhubungan bermakna dengan GPPH anak prasekolah adalah ayah perokok, regulasi diri dan riwayat GPPH dalam keluarga. ......Background. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) is the most common child psychiatric disorder, comprising 30-40% child mental health cases referred. ADHD is typically characterized by inattention, hyperactivity and impulsivity and affects the emotion, behavior, psychosocial, academic and family functioning. ADHD is a severe disorder includes the impairment, chronicity, morbidity and comorbity. The peak of onset is 3-5 years. This study aims to obtaining the proportion of ADHD in preschool children with SPGPI instrument, to demonstrate SPRDAP and SPMP instrument are reliable and valid, and to demonstrate ADHD related to family history and self regulation. Methods. Diagnostic test for SPGPI, SPRDAP and SPMP Instruments. This study using questionnaire and interview. Sampling method was simple random sampling. Participant from 34 playgroup and kindergarten were selected from DKI Jakarta. The study was conducted from March-June 2009. The samples were 1000 for diagnostic test and 750 for cross sectional study and the children age from 3 - < 7 years were selected. Parents and teachers of these children were asked to complete SPGPI, SPRDAP, SPMP and personal form. The instruments from first study were applied for the second study. Result. The result on diagnostic test showed that the Cronbach coefficient alpha 0.996, sensitivity 96%, specificity 99% for SPGPI, cut off point 30 and area under ROC curve 0.9774. For SPRDAP instrument, the Cronbach coefficient alpha 0.937, sensitivity 92%, specificity 96%, cut off point 20 and area under ROC curve 0.9383. For SPMP instrument, the Cronbach coefficient alpha 0.8125, sensitivity 72%, specificity 95%, titik potong 70 dan area under ROC curve 0.8233. The related factors were patemal smoking PR 3.48 (1.79 to 6.78), self regulation PR 21.01 (6.98 to 63.28) and family history PR 11.89 (2.44 to 44.65). Conclusion SPGPI, SPRDAP and SPMP is reliable and valid and used as an instrument. Patemal smoking, self regulation, family history of ADHD were related to ADHD.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
D1742
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>