Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fox, Gregory H.
Cambridge, UK: Cambridge university press, 2008
341.584 FOX h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Indah I`tiqaf
Abstrak :
Meningkatnya masalah krisis kemanusiaan tentunya mengiringi munculnya berbagai operasi kemanusiaan atau yang biasa disebut humanitarian action dimana bantuan-bantuan tersebut dianggap sebagai solusi untuk mengatasi masalah terkait kemanusiaan yang terjadi di banyak Negara. Humanitarian action ini melibatkan adanya humanitarian intervention dan juga humanitarian assistance. Humanitarian intervention dan juga humanitarian assistance merupakan dua konsep yang berbeda walaupun mereka berangkat dari tujuan yang sama. Terdapat beberapa perbedaan dari kedua konsep tersebut mulai dari bentuk keterlibatan, pihak yang dapat terlibat, dan status hukum pelaksanaan kedua konsep tersebut dalam keadaan konflik. Skripsi ini pada dasarnya membahas mengenai perbedaan dari kedua konsep tersebut dan penerapan dari humanitarian assistance dalam keadaan konflik. Mekanisme dari pelaksanaan humanitarian assistance seringkali ditemukan adanya hambatan-hambatan yang membawa pengaruh buruk bagi keberlangsungan korban-korban konflik. Sepatutnya bagi negara-negara penerima bantuan tidak menutup diri karena dapat memperparah keadaan krisis kemanusiaan. Oleh karena itu seharusnya negara-negara penerima bantuan memanfaatkan bantuan-bantuan yang diberikan oleh PBB melalui organ-organnya dan organisasi kemanusiaan lainnya, guna memberikan perlindungan kepada penduduk yang menjadi korban konflik yang terjadi. ...... The rising humanitarian crisis made the emergence of various humanitarian operations or so called humanitarian action where the aid is considered as a solution to overcome the problems related to humanity that occurred in many countries. Humanitarian action involves humanitarian intervention and humanitarian assistance. Humanitarian intervention and humanitarian assistance are two different concepts even though they depart from the same goal. There are several differences between the two concepts ranging from the form of involvement, the parties involved, and the legal status of the implementation of the two concepts in a conflict country. This study basically explains the differences between the two concepts and the application of humanitarian assistance in the conflict country. Mechanisms of the implementation of humanitarian assistance are often found to be obstacles that have a negative impact on the survival of conflict victims. As the humanitarian recipient countries, they should not close themselves because it can worsen the situation of the humanitarian crisis. Therefore, the recipient countries should use the assistance provided by the UN through their organs and other humanitarian organizations, to provide protection to the victims of the conflict.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Islamia
Abstrak :
Krisis kemanusiaan yang terjadi pada Rohingya adalah suatu bentuk pengabaian HAM dikarenakan penegakan kedaulatan. Kedaulatan dijadikan alasan untuk menunda HAM terutama terhadap kasus Rohingya, padahal HAM ialah suatu bentuk kesegeraan. Kegentingan isu Refugee selalu berbenturan dengan kedaulatan. HAM akan selalu terancam jika kedaulatan terus menjadi prioritas. Formalitas dasar negara dapat mengusik hak asasi manusia. Penghilangan hak atas Rohingya adalah hasil campur tangan kedaulatan. Metode fenomenologi Arendtian digunakan untuk dapat menganalisis krisis HAM yang menimpa Refugee. Rohingya tercabut hak asasi manusianya karena keluar dari komunitas atau negara. Penelitian ini juga menggunakan pemikiran Kwame Appiah untuk menjelaskan konsep rekognisi Etnis. Rohingya sebagai solusi dan rekomendasi dari kelanjutan teori Arendt. Multikulturalisme Appiah yang merupakan penerimaan akan hak orang asing, berguna untuk menerima perbedaan. Artikel ini adalah kritik terhadap kendurnya jaminan hak asasi warga negara. Dipertentangkanya HAM dengan kedaulatan menyebabkan prevalensi pelanggaran terhadap HAM tersebut.
...... The humanitarian crisis that occurs in the Rohingya is a form of human rights neglect due to the enforcement of sovereignty. Sovereignty was used as an excuse to delay human rights, especially in the Rohingya case, even though human rights were a form of immediacy. The issue of Refugee always clashes with sovereignty. Human rights will always be threatened if sovereignty continues to be a priority. Basic state formalities can interfere with human rights. The removal of rights to the Rohingya is the result of interference from sovereignty. The Arendtian phenomenology method is used to be able to analyze the human rights crisis that befell Refugee. Rohingyas human rights are deprived of being out of the community or country. This study also uses Kwame Appiahs thoughts to explain the concept of Ethnic recognition. Rohingya as a solution and recommendation from the continuation of Arendts theory. Appiah multiculturalism, which is the acceptance of the rights of foreigners, is useful for accepting differences. This article is a criticism of the slackness in guaranteeing the rights of citizens. The opposition of human rights to sovereignty caused the prevalence of violations against human rights.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Cambridge University Press, 2004
341.584 HUM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Cambridge University Press, 2003
361.74 HUM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Krishna Prana Julian
Abstrak :
Pada tahun 2011, terjadi krisis kemanusiaan di Libya yang menyebabkan munculnya korban jiwa di kalangan penduduk sipil. Menyikapi kondisi ini, North Atlatic Treaty Organizatoin (NATO) memutuskan untuk melakukan misi intervensi kemanusiaan ke Libya pada 31 Maret 2011. Dalam melakukan upaya tersebut, NATO meminta Jerman untuk turut mengirimkan pasukan militernya guna membantu misi kolektif NATO di Libya. Terlepas dari adanya permintaan tersebut, Jerman menunjukkan perilaku defection dengan memutuskan untuk tidak melibatkan pasukan militernya ke dalam misi tersebut. Perilaku defection Jerman dalam menyikapi permintaan NATO tersebut menarik dikaji, sebab fenomena tersebut menunjukkan bahwa institusi keamanan tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk perilaku anggotanya pada kondisi-kondisi tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perilaku defection yang dilakukan Jerman terhadap permintaan NATO pada kasus Krisis Libya 2011 guna mengetahui kondisi-kondisi yang mempengaruhi peran institusi keamanan dalam membentuk perilaku anggotanya. Untuk menjelaskan hal tersebut, penelitian ini menggunakan teori aliansi yang dikemukakan oleh Glenn H. Snyder. Hasil analisis dari penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku defection yang ditunjukkan Jerman dalam menyikapi permintaan NATO pada kasus Krisis Libya 2011 dipengaruhi oleh dua alasan. Pertama, Jerman tidak memiliki kepentingan yang signifikan untuk menyelesaiakan permasalahan krisis yang terjadi di Libya pada tahun 2011. Kedua, Jerman memiliki ketakutan terhadap risiko entrapment dalam menyikapi Krisis Libya 2011. Oleh karena itu, perilaku defection dilakukan guna mengurangi risiko entrapment tersebut.
In February 2011, Libya underwent a civil war that led to civilian casualties. In response to this situation, North Atlatic Treaty Organizatoin (NATO) decided to send its troops to Libya to protect Libyan civilian. While doing so, NATO requested Germany to contribute its military troop to NATOs collective forces in Libya. In spite of this request , Germany decided to shows a sign of defection behaviour by rejecting to send its military troop to Libya. German defection behaviour towards NATOs expectation in the wake of Libyan Crisis 2011 is intriguing to be studied, because it shows that security alliance does not always have significant influence on shaping the behaviour of its members. Therefore, this study examines the cause of German defection behaviour towards NATOs request in the Libyan Crisis 2011. To explain this phenomenon, this study uses alliance theory to understand why NATO had no significant influence on shaping German behaviour in such case. The result of this study indicates that German defection behaviour towards NATOs request was driven by two factors. First, Germany does not have any significant interest on solving the undergoing crisis in Libya 2011. Second, Germany had fears of entrapment due to several reasons including its low direct and indirect dependece toward NATO, explicitness of alliance agreement, and NATOs supportive behaviour toward Germany in the past.  This fears leads to German defection behaviour toward NATOs expectation in Libyan Crisis 2011.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Luthfi Hidayatullah
Malang: Banyumedia Publishing, 2013
327.16 NUR i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kolb, Robert
Cheltenham: USA Edward Elgar, 2014
341.48 KOL a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Artantri Widyautami
Abstrak :
Kudeta militer Myanmar pada 1 Februari 2021 sebagai penggagalan hasil Pemilu 2020 Myanmar menjadi fenomena yang menggemparkan di Asia Tenggara hingga seluruh dunia. Berbagai aksi protes dan perlawanan dari masyarakat sipil, EAOs, dan PDF terhadap militer Myanmar (SAC) kian memperkeruh situasi keamanan dan kondisi kemanusiaan di Myanmar. ASEAN merespons krisis tersebut dengan menunjuk Utusan Khusus untuk Myanmar demi mengupayakan mediasi antara pihak-pihak berkonflik, sejalan dengan konsensus bersama yang tertuang dalam Five-Point Consensus (FPC). Akan tetapi, mediasi belum tercapai hingga akhir Keketuaan Indonesia di ASEAN pada tahun 2023. Menanggapi fenomena tersebut, skripsi ini mempertanyakan mengapa Utusan Khusus ASEAN untuk Myanmar belum berhasil memediasi pihak-pihak berkonflik dalam krisis Myanmar sejak 2021 setelah melewati tiga Keketuaan ASEAN. Dengan menggunakan kerangka analisis special envoy communication-based approach, penelitian ini menemukan bahwa faktor kemampuan Utusan Khusus ASEAN dalam menginisiasi diskusi dan negosiasi, serta struktur dan pendekatan trust-building ASEAN yang menentukan arah gerak dan capaian Utusan Khusus berpengaruh terhadap keberhasilan upaya memediasi pihak-pihak berkonflik di Myanmar. Lebih lanjut, disimpulkan bahwa mediasi tidak tercapai jika salah satu indikator saja dalam kerangka analisis tidak terpenuhi, seperti transparansi yang luput diperhatikan ketika menjelang Jakarta Informal Meeting November 2023. ......The Myanmar military coup on February 1, 2021, following the 2020 Myanmar elections, was a shocking event in Southeast Asia and globally. Protests and resistance from civil society, EAOs, and PDF against the Myanmar military (SAC) have worsened the security situation and humanitarian conditions in Myanmar. In response to the crisis, ASEAN appointed a Special Envoy for Myanmar to mediate between the conflicting parties, as outlined in the Five-Point Consensus (FPC). Despite efforts spanning three ASEAN Chairmanships, including Indonesia's leadership until 2023, mediation efforts have not achieved the intended outcomes. This study aims to understand why the ASEAN Special Envoy for Myanmar has not been successful in mediating the Myanmar crisis after passing through three ASEAN Chairmanships. Using the special envoy communication-based approach as the analytical framework, this research found that the special envoy’s ability to initiate discussions and negotiations, as well as the influence of ASEAN's structure and trust-building approach, determines the success of efforts to mediate all parties concerned in Myanmar. Furthermore, this study concludes that successful mediation hinges on meeting each aspect of this framework; for instance, transparency, notably lacking when approaching the Jakarta Informal Meeting in November 2023.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library