Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Waluyo
Abstrak :
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, meskipun dengan dana terbatas dituntut tetap survive dan siap melayani masyarakat umum dan peserta Askes. Untuk menjaga kelangsungan pelayanan Rumah Sakit menyesuaikan tarif yang harus dibayar oleh pasien. Tarif pasien Askes lebih rendah dari tarif pasien umum. Data RS Persahabatan menunjukkan bahwa pendapatan sesuai tarif umum tahun 2001 meningkat cukup bermakna sebesar 52% dari tahun 2000, pendapatan terbesar dari Rawat Inap yang meningkat 39%. Meskipun pendapatan Rawat Inap meningkat, namun terdapat kesenjangan dimana pendapatan yang diterima (sesuai tarif Askes) hanya 32%. Hal ini terjadi akibat tarif pasien Askes lebih rendah dari tarif pasien umum. Akibat kesenjangan tersebut Rumah Sakit menanggung subsidi cukup besar, sehingga dapat mengganggu likuiditas dan terjadi deficit anggaran Rumah Sakit. Untuk itu perlu dikaji lebih lanjut perhitungan pendapatan berdasarkan tarif Askes. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian ini. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran seberapa besar kesenjangan pendapatan dan besarnya subsidi sesuai hasil perhitungan kembali serta distribusinya pada Unit Instalasi Rawat inap, akibat perbedaan tarif Askes dengan tarif umum dan bagaimana kebijakan penetapan tarif dimana yang akan datang. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan cara observasi dan evaluasi dengan melakukan estimasi perhitungan data sekunder dan diskusi/wawancara. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan (1) terdapat perbedaan hasil (output) antara perhitungan pendapatan dan subsidi oleh rumah sakit, dengan hasil perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini, dimana kesenjangan menurut Rumah Sakit sebesar 68%, sedangkan menurut hasil perhitungan kembali sebesar 54%; (2) terdapat pasien Askes yang menggunakan kelas perawatan melebihi haknya tanpa membayar selisih tarif secara penuh, akibatnya Rumah Sakit menanggung biaya bagi pasien tersebut, dan seharusnya Rumah Sakit membukukannya sebagai beban pasien bukan Subsidi Askes; (3) subsidi bagi pasien Askes terjadi secara progresif yaitu makin tinggi golongan PNS dan Penerima Pensiun makin besar subsidi yang dinikmati; atau subsidi Rumah Sakit saat ini dinikmati oleh siapapun yang dirawat, baik pasien miskin maupun mampu; (4) kelemahan pembukuan terdapat pada sistem akuntansi, dimana rekening (account) yang ada belum menjangkau jenis tindakan yang jumlahnya banyak (comprehensive), seperti tindakan pelayanan pasien Askes belum seluruhnya dibukukan dalam akuntansi Rumah Sakit; (5) Pola tarif RS Perjam sampai saat ini belum ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Saran yang dapat diberikan adalah agar Rumah Sakit dapat mengembangkan jenis pelayanan luar paket, karena tarifnya mendekati tarif Rumah Sakit. Secara aktif memberikan masukan kepada PT. Askes agar dilakukan peninjauan kembali tarif paket. Pengolahan dan pencatatan transaksi keuangan agar dilakukan secara terintegrasi antara Bagian Keuangan dan Bagian Akuntansi sehingga laporan keuangan dapat diuji kelayakannya dan wajar. Selanjutnya perlu dilakukan percepatan penagihan (klaim) biaya pelayanan kepada PT. Askes, karena akan membantu likuiditas Rumah Sakit. Depkes perlu segera menetapkan Pola Tarif Rumah Sakit Perjam dan mengupayakan penambahan premi peserta Askes.
Analysis of Service Subsidies to Obligatory Participating Patients in PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia at the In-Patient Installation Unit of Persahabatan Hospital Jakarta Year 2001 Health development aims to improve individual awareness, willingness and ability to lead a healthy-life in order achieve an optimum status of health. Hospital as the facility of health care service is required, although in limited funds, to survive and get ready to serve general public and members of Askes. To keep it survive, the hospital should adjust the rate to be paid by patients. Well, the rate charged on the Askes-member patients is usually lower than that on general patients. Data collected from the Persahabatan Hospital of common rate-based income in 2001 show that the income raised significantly on to 52% from that in the previous year (2000), and the largest income is drawn from In-Patient service, raised 39%. Although In-Patient Income raised, less difference still occurred since the income (according to the rate of Askes) is only 32%. This is because lower rate of Askes-member patients than that of general patient. Such a thing makes the Hospital bear relatively larger subsidies and thus troubles its liquidity and leads to budget-deficit. Therefore, further review of the income needs an Askes-based estimation. It is this which underlies the research. This research aims at revealing the picture of difference between income and amount of subsidies according to its re-estimation and distribution at the In-Patient Installation Unit due to the different rate of Askes from that of general patient and considering rate policies in the future. This research is qualitative in manner carried out through observation and evaluation by reviewing secondary data estimates and discussion/interview. From results of research, one may come to the following conclusions that (1) difference of output exists between income and subsidy estimates by the hospital party and that in this research; 68% in the former and 54% in the latter, respectively (2) Askes patients using service facilities extend their rights without paying any full different rate. It becomes, therefore, a subsidy charged on the Hospital whereas the hospital should, otherwise, impose this charge on the patients rather than Askes subsidies, (3) Subsidy for Askes patients occurs progressively, viz., the higher level of Civil Servant and Pension receiver, the greater the subsidy he or she enjoys and that it draws a conclusion that hospital subsidy are currently received by any patient, be poor or able patients, (4) weak book-keeping entries occur in the accounting system in which the existing account does not yet record comprehensively such as Askes-patient care service. Rate schemes for Public-Owned Hospital have not been determined by the Minister for Health. A suggestion that may be proposed is to get the Hospital develop services included in the fist of external package, since rate of the Askes approaches that of the Hospital. Another suggestion is to provide active input to PT. Askes in order to have rate of package reviewed. Financial data processing and account should be integrated between Finance Department and Accounting Department and therefore financial statement is allowable to test its reasonable feasibility. Further, claim for service costs should be accelerated to PT. Askes for it would help the hospital liquidity. The Department of Health should really determine the Rate Schemes for Public-Owned Hospital and exert to increase premium for Askes-members.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T9914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangun Astarto
Abstrak :
ABSTRAK Rumah Sakit Kanker "Dharmais" adalah Pusat Rujukan Nasional di bidang kanker, dimana radioterapi merupakan salah satu modalitas utama terapi kanker. Untuk radiasi eksterna dipergunakan pesawat Linear Accelerator, pada penggunaannya kedua Linear Accelerator sering mengalami kerusakan, salah satu faktor penyebabnya adalah kurang baiknya pemeliharaan pesawat Linear Accelerator akibat terbatasnya dana pemeliharaan. Tarip yang berlaku saat ini jauh lebih rendah dari perhitungan biaya satuan radiasi eksterna Linear Accelerator tahun 1996. Penelitian ini membuat estimasi tarip radiasi eksterna Linear Accelerator yang dapat diaplikasikan di Instalasi Radioterapi, agar Instalasi Radioterapi mampu berperan optimal sebagai bagian Rumah Sakit Kanker 'Dharmais". Metodologi penelitian yang digunakan adalah analitik kuantitatif dan kualitatif, dimana disusun sistematika perhitungan biaya satuan radiasi eksterna Linear Accelerator, kemudian dibuat estimasi perhitungan biaya satuan radiasi eksterna Linear Accelerator tahun 2000 yang dianggap dapat mewakili kondisi tahun 1997-2003. Pembuatan estimasi tahun 2000 berdasarkan masukan bahan dari : a. Hasil perhitungan biaya radiasi eksterna Linear Accelerator tahun 1996 di Instalasi Radioterapi. RS Kanker "Dhamais". b. Hasil wawancara mendalam ( lndepth Interview) dengan Direktur Rumah Sakit, dan Konsultan senior Onkologi Radiasi. Pembuatan atternatif tarip terdiri dari komponen-komponen biaya satuan langsung dan tidak langsung, serta mempergunakan pendekatan 5 kategori kebutuhan keuangan keseluruhan ( Total Financial Requirement). Tarip radiasi eksterna Linear Accelerator dipilih tarip sedang, dengan pertimbangan tarip tersebut telah mencakup biaya operasional tetap, biaya varibel termasuk pemeliharaan pesawat serta biaya pemasaran kemampuan Instalasi Radioterapi. Pimpinan rumah sakit dengan kebijakan keuangannya diharapkan menunjang agar Linear Accelerator selalu berfungsi optimal sepanjang tahun, serta kebijakan penentuan tarip yang sesuai, dan dapat segera diiaksanakan. Target tindakan radiasi kedua pesawat Linear Accelerator adalah menaikkan menjadi 120 tindakan per hari dari semula 61 tindakan per hari, dengan mempergunakan berbagai upaya pemasaran kemampuan kedua pesawat Linear Accelerator. Daftar Kepustakaan: 10 Buku, 12 Artikel.
ABSTRACT Alternative Price of the Linear Accelerator Radiation at Radiotherapy Department of "Dharmais" Cancer Hospital"Dharmais " Cancer Hospital is National referral center for Cancer, Radio Therapy is one of the main modalities for cancer treatment. Linear Accelerator is used for external radiation, there is a repeated breakdown of the two Linear Accelerator in use, due mainly to poor maintenance because of limited funds. The current price is lower than the calculated Linear Accelerator external radiation unit cost in 1996. This study is to predict the price of Linear Accelerator external radiation applied to the Radiotherapy Department , so that the Department could obtain an optimal performance as a part of "Dharmais" Cancer Hospital. Analytic quantitative and qualitative method is used to get a systematic calculation of Linear Accelerator external radiation unit cost in the year 2000, which can be assumed to represent the years 1997 to 2003. The year of 2000 estimation is base on inputs from : a. Calculation Linear Accelerator external radiation unit cost in 1996 at the Radio Therapy Department "Dharmais" Cancer Hospital. b. In-depth interview with the Director of the Hospital and senior Oncology Radiation Consultant. The process of making alternative prices consists of direct cost and indirect cost and using the 5 categories of total financial requirement. Medium price is chosen for the Linear Accelerator external radiation, because the price includes operational fixed cost, variable cost for maintenance service, and marketing effort to explain about the capability of radiotherapy facilities The Director of the Hospital has to make financial policies to ascertain that the Linear Accelerator will function throughout the year optimally and also he has to set the price to be applied directly. The target of radiation action is an increase to 120 actions per day from the current 61 action per day by marketing efforts of the capabilities of the two Linear Accelerator machines. References: 10 Books, 12 Articles.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Prastowo Darminto
Abstrak :
RS "X" sebagai suatu unit yang memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat dituntut untuk senantiasa meningkatkan dan mengembangkan pelayanannya baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Peningkatan kuantitas pelayanan antara lain dilakukan penambahan jumlah bed, kamar maupun unit-unit pelayanan baru. Sementara peningkatan kualitas dilakukan antara lain melalui program pendidikan dokter dan paramedis, penambahan peralatan kedokteran dan sebagainya.

Konsekuensi dari tuntutan peningkatan pelayanan tersebut adalah bahwa RS "X" memerlukan dana yang besar. Kenyataannya, sebagai rumah sakit yang bernaung dibawah salahsatu BUMN, RS "X" dituntut untuk swadana dalam arti harus mampu membiayai sendiri semua kebutuhannya. Tanpa subsidi pemerintah maupun sumbangan dari para donatur menjadikan tarif yang dibebankan kepada pasien satu-satunya sumber dana penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Mengingat masalah rumah sakit menyangkut kepentingan rakyat banyak, maka tidaklah mengherankan apabila pemerintah masih memberikan pembatasan-pembatasan dalam hal penentuan tarif, khususnya bagi golongan masyarakat yang kurang mampu. Sebagai akibatnya RS "X" tidak dapat semaunya menentukan tarif yang dibebankan kepada pasien untuk masing-masing klas, khususnya untuk klas I, II, dan III. Untuk klas-klas tersebut oleh Kanwil Departemen Kesehatan telah ditentukan plafon tarif atas dasar masukan dari IRSJAM (Ikatan Rumah Sakit Jakarta Metropolitan). Dari sini nampak adanya tantangan yang dihadapi oleh rumah sakit-rumah sakit swasta, khususnya RS "X", yaitu keterbatasan dana untuk menjalankan usahanya.

Menghadapi tantangan dana tersebut, pihak manajemen rumah sakit harus pandai-pandai mencari dan memperbanyak alternatif sumber pendapatan, mengelola dana yang didapat, dan melakukan perencanaan dan pengendalian secermat mungkin dalam melakukan pengeluaran baik yang sifatnya investasi maupun yang bersifat operasional.

Salah satu upaya yang salama ini dilakukan oleh RS "X" untuk mengatasi keterbatasan sumber pendapatan karena adanya pembatasan tarif dari pemerintah tersebut, pihak manajemen telah membebankan tarif yang relatif tinggi kepada pasien yang mampu, yaitu pasien yang dirawat di klas VIP dan klas Utama. Tujuannya, tentu saja diharapkan agar tarif yang dikenakan kepada pasien yang kurang mampu. Hanya sayang bahwa tarif-tarif selama ini ditentukan tidak berdasarkan besarnya biaya yang seharusnya diperhitungkan, melainkan dengan cara mengikuti tarif rumah sakit lain. Sehingga tidak bisa dihindarkan bahwa besarnya tarif kadang-kadang justru lebih rendah dari biaya yang seharusnya diperhitungkan.

Berdasarkan hal-hal yang disebutkan di atas tentu saja RS "X" membutuhkan perangkat manajemen yang dapat digunakan sebagai alat perencanaan dan pengendalian. Dan dengan menggunakan analisis CVP maka pihak manajemen akan dapat menentukan tarif minimum yang harus dibebankan kepada pasien, menentukan komposisi klas yang tidak dibatasi tarifnya dan yang dibatasi, atau minimal untuk alat pengendalian biaya. Sehingga diharapkan rumah sakit bisa berkembang atau minimal mempertahankan kelangsungan usahanya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asiah Suroto Gunari
Abstrak :
Pengelolaan Keuangan Rumah Sakit Pemerintah yang tidak benar sering menyebabkan kerugian terns menerus dari rumah sakit tersebut. Dengan melakukan analisa biaya maka dapat ditentukan perencanaan maupun pelaksanaan penentuan tarif yang tepat sehingga menghindari kerugian tersebut diatas. Dengan analisa biaya juga Direktur bisa melakukan intervensi-intervensi yang diperlukan untuk mengatasi ketidakseimbangan keuangan di rumah sakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi biaya satuan dan hubungannya dengan cost recovery dan optimalisasi tarif di Rumah sakit. Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif dengan jalan wawancara kepada pasien yang datang berobat dan pengumpulan data yang telah ada ditiap unit rumah sakit. Dengan metoda analisa biaya double distribution dan Sumedang dalam keadaan defisit. Dengan jalan melakukan analisa antara unit cost, kesediaan membayar (WTP), kemampuan masyarakat dengan tarif didapatkan bahwa kemampuam dan kesediaan membayar pasien masih dibawah tarif maupun unit cost, sehingga merupakan hal yang sangat dilematis untuk menetapkan tarif dalam rangka meningkatkan pendapatan rumah sakit. Tetapi walaupun demikian ada suatu hal yang menguntungkan rumah sakit yaitu adanya cross subsidiari tiap unit pelayanan yang menyebabkan rumah sakit menjadi profit. Defisit yang dialami disini juga akibat cross subsidi pasien umum kepasien Perum Husada Bakti yang ternyata mempunyai income perkapita yang lebih tinggi daripada pasien umum. Disarankan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk membayar pelayanan rumah sakit dengan jalan asuransi kesehatan untuk masyarakat. Untuk mendapatkan premi yang memadai dengan tarif rumah sakit perlu penelitian lebih lanjut akan kemampuan seluruh masyarakat Sumedang.
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T1947
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Trisdiantono
Abstrak :
ABSTRAK Piutang merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam manajemen sebuah rumah sakit. Untuk itu diperlukan manajemen piutang yang efektif sehingga kegiatan - kegiatan operasional rumah sakit dapat berjalan dengan baik. Sistem penagihan piutang yang baik dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap arus kas rumah sakit, karena dapat meningkatkan penyediaan dana tunai yang dibutuhkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penagihan dan keberhasilannya, dalam hal ini piutang pasien rawat inap dengan jaminan perusahaan, dalam rangka memberi masukan dan perbaikan sistem penagihan piutang pasien rawat inap jaminan di Rumah Sakit X Jakarta. Telah dilakukan penelitian retrospektif dari data buku besar piutang pada pasien rawat inap jaminan selama satu tahun, mulai April 1996 sampai Maret 1997. Data disusun berdasarkan kegiatan pembayarannya sehingga dapat diperoleh ; (1) kegiatan pembayaran piutang perusahaan dan perusahaan dengan ikatan kerja sama (2) pola pembayaran piutang perusahaan (3) rata-rata besar, lama pelunasan dan sisa tagihan setiap kuartal (4) parameter keberhasilan penagihan selanjutnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pelunasan piutang perusahaan 136 hari dan adanya pemanjangan lama pelunasan ini dari kuartal pertama sampai kuartal keempat. Namun lamanya pelunasan ini tidak disebabkan karena masih banyak perusahaan yang belum mengadakan ikatan kerja sama dengan rumah sakit, karena lama pelunasan perusahaan yang telah mengadakan ikatan kerja sama 146 hari. Lamanya pelunasan piutang perusahaan ini lebih disebabkan kurangnya kontrol dari rumah sakit dimana belum ada standar waktu yang ditetapkan, lemahnya pencatatan dan pelaporan yang mengakibatkan sulit untuk menindaklanjuti penagihan dan belum adanya indikator atau parameter keberhasilan penagihan. Parameter keberhasilan yang diperoleh peneliti adalah bila total persentase sisa piutang pada akhir kuartal (uncollected balances schedule) tidak melebihi 222 %. Akhirnya peneliti menyarankan agar (1) ditetapkan kebijakan yang menyangkut standard waktu baik bagi petugas maupun perusahaan, (2) melakukan follow up penagihan dan evaluasi secara berkala melalui pencatatan dan pelaporan yang lebih baik (3) dilakukan monitor terhadap kegiatan penagihan.
ABSTRACT In hospital management account receivables is inevitable. Therefore, an effective management of account receivables is needed. The collection of account receivables give good result to the cash flow, because increase amount of money in cash . The objective of this research is to find out the payment activities of inpatient account receivable under company's account, in order to improve the account receivable management at the X hospital Jakarta. Research method utilized in this study is retrospective design, where data are taken from ledger receivable during one year (April 1996 - March 1997). Data are arrange based on payment activities, which results in : (1) time series of payment activities (2) payment pattern (3) average daily sales, average collection period, aging schedule and uncollected balances schedule every quarter (4) aggregate information for the hospital account receivable monitoring system. Based on the result of this research, it has been determined that the average length of time for the company to pay off their credit purchases is 136 days and there was a tendency this average collection period inclined from the first quarter to the fourth quarter The average collection period company which have agreement with hospital is 146 days. So this inclining collection period is not caused by the lack of company which have agreement with hospital, but caused by the lack of control from the hospital its self. It is obvious that there is no time standard in credit policy, lack of credit recording and no aggregate information for the hospital account receivable monitoring system. The aggregate information for the hospital account receivable monitoring system based on this research is when receivable - sales ratio in uncollected balances schedule less than 222% . It suggested that the X hospital will be able (1) to state a time standard in credit policy (2) to improve the credit recording in order to follow up and monitor the account receivable (3) to improve the monitoring system for collecting activities. Bibliography : 24 (1972-1995)
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Desiany
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi selisih tarif INACBGs dan tarif rumah sakit pada kasus rawat inap pneumonia di rumah sakit X tahun 2014 dengan tujuan mengurangi defisit rumah sakit. Disain penelitian adalah kuantitatif korelasional menggunakan data sekunder dan catatan rekam medis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama rawat maximal 9 hari, penggunaan maximal 11 jenis obat dengan maximal 4 jenis obat paten tidak menimbulkan selisih negatif tarif INACBGS dan tarif rumah sakit. Defisit dapat dikurangi dengan memperpendek lama rawat, meningkatkan peresepan obat generik, mengatur penggunaan obat, dan meningkatkan kualitas resume medis
ABSTRACT
This study concerns about factors that affect discrepancy between INACBGs and Hospital Rates in pneumonia cases treated at X hospital in 2014 with the aim of reducing hospital deficit. This study is a correlational quantitative research using secondary data and medical records. The results showed that maximum length of stay of 9 days, maximum use of 11 kinds of pharmaceutical drugs with maximum 4 kinds of brand name drugs do not cause hospital deficit due to discrepancy in rates. The deficit can then be reduced by shortening the length of stay, improving generic drug use, regulating the use of pharmaceutical drugs, and improving the quality of medical resumes
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririk Rikmaya
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26760
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Roberta Fifin Amandaningrum
Abstrak :
Persaingan di industri kesehatan, pertumbuhan pelayanan Endoskopi dan rendahnya tarif BPJS dibandingkan dengan tarif rumah sakit, mendorong Rumah Sakit XYZ untuk mengevaluasi perhitungan biaya pelayanannya secara lebih mendalam. Manajemen kendali mutu dan kendali biaya merupakan kunci sukses dalam menerapkan strategi pelayanan kesehatan berbasis nilai (Value-based healthcare). Time-Driven Activity Based Costing (TDABC) adalah metode akuntansi biaya yang memberikan perkiraan biaya secara lebih akurat dibandingkan dengan metode biaya tradisional. TDABC menunjukkan kapasitas tidak terpakai (unused capacity) dari sumber daya yang dimiliki sehingga membantu pengelolaan sumber daya agar lebih efisien dan efektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan bagaimana penerapan metode TDABC di unit Endoskopi Rumah Sakit XYZ melalui pemahaman tentang berbagai kelompok sumber daya (resource group) yang digunakan dalam proses pelayanan dan bagaimana melakukan alokasi biaya tidak langsung (indirect cost) dengan menggunakan waktu sebagai pemicu biaya utama (cost driver) sehingga dapat diketahui unused capacity dan disusun capacity-based income statement. Jenis penelitian ini adalah studi kasus deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif melalui analisa biaya dan profitabilitas di unit Endoskopi. Pengumpulan data berdasarkan data Rumah Sakit XYZ periode Januari-Desember 2017 serta hasil wawancara dan observasi langsung yang dilakukan pada Oktober dan November 2018. Hasil studi kasus ini menyimpulkan bahwa dengan metode TDABC, biaya dan profitabilitas setiap jenis tindakan Endoskopi dianalisa secara lebih rinci dan akurat dimana indirect cost dialokasikan sesuai dengan sumber daya aktual yang digunakan sehingga dapat diketahui unused capacity dari setiap resource group. Melalui capacity-based income statement yang disusun, tingkat efisiensi menjadi lebih jelas dan terukur. Peninjauan kembali secara periodik terkait manajemen biaya dan tarif rumah sakit perlu dilakukan agar tetap selaras dengan perubahan lingkungan bisnis Rumah Sakit XYZ. ......Competition in the healthcare industry, the growth of endoscopy procedures and the low rate of BPJS for endoscopy compared with the regular tariff, prompted XYZ Hospital to evaluate the cost of its services. Management of quality and cost control are key to success in applying Value-based healthcare strategy. Time-Driven Activity Based Costing (TDABC) is a cost accounting method that can provide more accurate cost estimation than traditional costing method. TDABC can reveal the unused capacity of its resources that help hospital resource management runs efficiently and effectively. The purpose of this case study is to demonstrate how TDABC method is applied in Endoscopy unit of XYZ Hospital by understanding the various resource groups used in the service processes and the indirect cost allocation using time as the main cost driver so that unused capacity can be identified, and capacity-based income statement can be prepared. This is a descriptive case study with qualitative and quantitative approaches through cost and profitability analysis in the Endoscopy unit. Data collection based on XYZ Hospital database from January to December 2017 and the results of interviews and a direct observation conducted in October and November 2018. The result of this case study concludes that through TDABC, the cost and the profitability of endoscopy procedures can be analyzed in more detail and accurate where indirect costs are allocated according to the actual usage of resources, therefore the unused capacity can be identified for each resource group. Through the capacity-based income statement, the efficiency level can be clearly defined and more measurable. Periodically, a review of the company's cost management and tariff is needed in order to stay in line with the company's business and environments.
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Tania
Abstrak :
Di era JKN ini, rumah sakit dituntut harus efisien dalam mengendalikan biayalayanan agar tidak melebihi tarif INA CBGs dengan catatan mutu layanan harustetap terjaga dengan baik. Penelitian deskriptif kuantitatif ini bertujuanmenganalisis biaya berdasarkan tarif rumah sakit dan klaim INA CBGs padapasien peserta BPJS kasus sectio caesarea di RSUD dr. Doris Sylvanus padaJanuari sampai Agustus Tahun 2016. Berdasarkan hasil penelitian diketahui biaya yang tidak dibayar sesuai tarifrumah sakit sebesar Rp 1.708.663.354 42 . Biaya pelayanan persalinan sesarringan sesuai tarif rumah sakit pada kelas 1 sebesar Rp 10.267.710,-, kelas 2sebesar Rp 9.441.399,- dan kelas 3 sebesar Rp 8.591.730,-. Komponen biayatertinggi adalah biaya tindakan operasi. Sehingga perlu dilakukan kajian ulangtarif pelayanan Sectio caesarea.
In this National Health Insurance period, hospital ospitals are required to beefficient in controlling the cost of services so as not to exceed the tariff of INACBGs with the quality record of the service must be maintained properly. Thisquantitative descriptive study aims to analyze the cost of Sectio caesarea of BPJSparticipants based on hospital rates and INA CBGs rates in dr. Doris Sylvanusregional public hospital on January until August 2016. The result revealed that the unpaid cost according to hospital rates is Rp1.708.663.354 42 . The cost of light cesarean delivery service according tohospital rates in grade 1 is Rp 10,267,710, , 2nd grade is Rp 9,441,399, and grade3rd is Rp 8,591,730, . The highest cost component is the cost of surgery. So it isnecessary to review the hospital rates of cesarean delivery service.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadra Marlina
Abstrak :
Hipoalbuminemia dapat terjadi pada pasien kanker payudara, yang merupakan prognosis yang buruk untuk survival pasien tersebut, sehingga perlu dikoreksi dengan infus albumin. Tujuan penelitian adalah menganalisis biaya dan efektivitas beberapa produk albumin pada pasien kanker payudara stadium lanjut, dan menganalisis apakah faktor umur, komorbiditas, stadium kanker, jumlah lokasi metastasis, metastasis di hepar, dan kemoterapi mempengaruhi laju peningkatan albumin pasien kanker payudara stadium lanjut. Penelitian ini menggunakan metoda potong lintang yang dilakukan secara retrospektif terhadap data sekunder pasien yang dirawat periode juli 2010 sampai juni 2012 di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. Teknik pengambilan sampel adalah total sampling. Data yang diperoleh sebanyak 47 siklus, terdiri dari 18 siklus produk A, 17 siklus produk B, dan 12 siklus produk C. Rata-rata biaya langsung medis perhari produk A, produk B, dan produk C adalah Rp 1.843.470, Rp 1.813.792, dan Rp 1.687.219. Rata-rata laju peningkatan albumin perhari produk A, produk B dan produk C adalah 0,5 g/dL, 0,4 g/dL dan 0,4 g/dL. Hasil perhitungan Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) produk B dan produk C terhadap produk A adalah Rp 296.780 dan Rp 1.562.510 perlaju peningkatan albumin perhari. Berdasarkan oneway analisis sensitivitas, ketahanan hasil analisis telah teruji, albumin produk A tetap lebih cost effective. Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor umur, komorbiditas, stadium kanker, jumlah organ metastasis, metastasis hepar dan kemoterapi tidak mempengaruhi laju peningkatan albumin. ...... Hypoalbuminemia can occurs on cancer patients, which is a poor prognosis for survival of these patients, so that needs to be corrected with albumin infusion. The purpose of these research is to analyze the cost effectiveness use of some products of albumin in patients with advanced breast cancer, and to analyze whether the factors of age, comorbidity, stage of cancer, the number of locations metastasis, hepatic metastasis, and chemotherapy affect the rate of albumin increased in advanced breast cancer patients. This study used cross-sectional method with a retrospective review towards secondary data of patients who was treated from July 2010 to June 2012 at the Dharmais Cancer Hospital. The sampling technique was the total sampling. 47 cycles of therapy was collected, consist of 18 cycles of product A, 17 cycles of product B, and 12 cycles of product C. The average direct medical costs per day of product A, product B, and product C was Rp 1,843,470; Rp 1,813,792 and Rp 1,687,219 respectively. The average of daily albumin increased rate of product A, product B and product C was 0.5 g / dL, 0.4 g / dL and 0.4 g / dL respectively. Calculation of Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) product B and product C to product A showed additional costs Rp 296,780 and Rp 1,562,510 if product A was selected. One way sensitivity analysis confirmed the robustness of the results, albumin of product A was more cost effective. Multivariate analysis showed there was no significant correlation between interference factors with albumin increased rate.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>