Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Supriyadi
Abstrak :
Data arkeologi atau benda cagar budaya pada hakekatnya, baik secara kuantitatif maupun kualitatatif, selalu dihadapkan kepada masalah, yaitu ancaman terhadap kelestariannya. Ancaman kelestariannya berasal dari pengaruh dua hal, yaitu pengaruh aktivitas alam dan pengaruh perilaku manusia itu sendiri. Suatu benda cagar budaya memiliki peranan bagi kepentingan sejarah, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan. Qleh karena itu, diperlukan adanya suatu upaya pelestarian dan pemeliharaan benda cagar budaya utnuk melestarikan dan menyelamatkan data arkeologi yang masih tersisa itu dari ancaman kelestariannya. Upaya-upaya pelestarian itu mencakup atas upaya perlindungan, penetapan situs pemeliharaan dan pemanfaatan. Bangunan Masjid As-Shalafiyah adalah salah satu bangunan bersejarah yang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya di Jakarta. Salah satu upaya, yang kaitannya dengan upaya pelestarian suatu bangunan adalah pemugaran. Kegiatan pemugaran merupakan upaya melestarikan dan memelihara bangunan bersejarah, yaitu dengan memperbaiki dan membangun kembali secara utuh seperti keadaan aslinya, tidak membuat bangunan menjadi baru. Dalam setiap kegiatan pemugaran yang harus diperhatikan, yaitu menghindari pemalsuan dan menghindari cap pribadi serta keaslian data. Tujuan penelitiannya adalah mendeskripsikan dan menjabarkan perubahan-_perubahan apa saja yang terjadi setelah dilakukannya suatu upaya pemugaran (renovasi). Di mana, upaya pemugaran terhadap bangunan Masjid As-Shalafiyah telah dilakukan cukup banyak dan sebagian besar dilakukan oleh masyarakat setempat dan sisanya oleh Pemerintah DKI Jakarta. Selain itu, tujuan lainnya adalah memberikan gambaran mengenai komponen-komponen bangunan Masjid As-Shalafiyah yang masih asli (lama) dan yang telah mengalami perubahan (baru). Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian arkeologi pada umumnya, yaitu tahap observasi, tahap deskripsi dan tahap eksplanasi. Sumber-_sumber data berasal dari literatur-literatur, gambar, foto-foto, dan hasil wawancara. Dan juga buku-buku mengenai peraturan Perundang-undangan mengenai BCB. Hasil penelitiannnya adalah bahwa salah satu upaya untuk melestarikan dan melindungi bangunan Masjid As-Shalafiyah, sebagai bangunan bersejarah, yakni salah satunya adalah dengan ditetapkannya sebagai salah satu bangunan cagar budaya, yang dilindungi secara hukum. Dan kaitannya dengan upaya pelestarian dan perlindungannya, dilakukan suatu upaya pemugaran. Dan dapat dilihat bahwa sebenarnya berlangsungnya pemugaran (renovasi) telah mengalami perubahan. Baik secara bentuk, bahan, teknik pengerjaan dan tata letaknya. Sehingga, sangat disayangkan bahwa apa yang diharapkan dari suatu pemugaran bangunan cagar budaya tidak tercapai. Di mana, pemugarannya telah merubah bahkan telah menghilangkan komponen-komponen bangunan yang memiliki nilai arkeologis. Dilihat dari prinsip-_prinsip pemugaran dalam ilmu arkeologi, hal ini telah menyimpang atau tidak sesuai lagi dengan tata nilai dan kaidah-kaidah pemugaran dalam ilmu arkeologi, yaitu memperhatikan keaslian data. Dengan kata lain, pemugaran-pemugaran terhadap bangunan Masjid As-Shalafiyah telah terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Pelestarian dan Perlindungan BCB.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11990
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Yuli Wulandari
Abstrak :
Skripsi ini membahas keberadaan Gedung Merdeka yang menjadi salah satu karya arsitektur peninggalan dari masa kolonial di Kota Bandung. Gedung Merdeka yang ada sekarang ini pada masa kolonial digunakan sebagai gedung pertunjukan dan tempat hiburan masyarakat Eropa yang tergabung dalam perkumpulan eksklusif kala itu yaitu Societeit Concordia. Gedung Societeit Concordia yang didirikan tahun 1921 itu secara resmi namanya diubah oleh In. Soekarno, Presi_den pertama RI, menjelang diadakannya Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung yang melibatkan pula gedung itu sebagai tempat konferensi. Gedung Merdeka adalah salah satu karya arsitektur dari awal abad ke-20 yang mewakili perkembangan arsitektur khususnya pada masa kolonial di Kota Bandung. Melalui penelitian ini diungkapkan sejarah keberadaan Gedung Merdeka yang menjadi tempat hiburan para pengusaha perkebunan di Bandung dan sekitarnya serta menelaah pula bentuk arsitektural/fisik bangunannya untuk membuktikan apakah ada pengaruh gaya seni bangunan Indo-Eropa pada bangunan itu, seperti yang dikatakan oleh Wolff Schoemaker sendiri sebagai perancangnya bahwa bangunan tersebut adalah salah satu basil ekspenimen gaya seni ba_ngunan Indo-Eropa yang dibuatnya di Kota Bandung pada ma_sa Parijs Van Java (1920--1935).
Depok: Universitas Indonesia, 1991
S11888
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Aina Zubaedah
Abstrak :
Di masa lampau Cirebon pernah menjadi salah satu pusat penyiaran Islam yang sekaligus tumbuh menjadi pusat kekuatan politik di Pulau Jawa. Bangunan-bangunan purbakala yang menjadi saksi bisu keberadaan Cirebon sebagai pusat tamaddun Islam hingga kini masih ada antara lain Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Pemakaman Astana Gunung Jati dan masih banyak lagi. Bangunan pada masa Islam di Cirebon tidak memperlihatkan hal yang baru, bangunan tersebut menunjukkan corak peralihan dari masa sebelumnya. Konsepsi maupun gaya seni bangunan tetap berlanjut pada masa Islam, dan salah satu wujud kesinambungan budaya tersebut adalah candi laras. Candi laras biasanya mempunyai bentuk menyerupai miniatur candi yang fungsinya hampir sama dengan replika candi pada masa Hindu-Buddha, yaltu sebagai tanda atau penghias sudut. Pada kepurbakalaan Cirebon candi laras dapat ditemukan pada pagar keliling Masjid Panjunan, Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacerbonan dan Komplek Pemakaman Astana Gunung Jati. Candi laras merupakan pilar penguat pada pagar yang berbentuk seperti candi kecil. Tiap-tiap candi laras mempunyai komponen utama dan komponen pelengkap. Komponen utama candi laras adalah bagian kaki, badan dan puncak, dari komponen utama inilah tersusun suatu bentuk candi laras. Namun ada beberapa bentuk candi laras yang hanya memiliki komponen utama berupa bagian badan dan puncak, hal ini disebabkan karena candi laras itu hanya bersifat sebagai ornamen, bila dihilangkan tidak akan merusak keutuhan pagan. Komponen pelengkap candi laras adalah ragam hias yaitu ragam hias simbar dalam bentuk antefix sudut, bunga, daun, hiasan berbentuk elips, lengkung, lingkaran, tumpal, pilin, pager dan hiasan tempelan pining dan tegel keramik yang berfungsi menambah keindahan candi laras itu sendiri. Bentuk candi laras di kepurbakalaan Islam Cirebon beraneka ragam dan berbeda antara kepurbakalaan yang satu dengan kepurbakalaan yang lainnya. Dari pengamatan terhadap candi laras pada Kepurbakalaan Islam di Cirebon dapat disimpulkan bahwa pada umumnya candi laras ini terdiri dari lima macam tipe dan tiap-tiap tipe memliki beberapa variasi, yaitu: Tipe 1 dengan 5 variasi, Tipe 2 dengan 2 variasi, Tipe 3 dengan 5 variasi, tipe 4 dengan 2 variasi dan Tipe 5 dengan 1 variasi.Analisis bentuk kemuncak candi laras pada kepurbakalaan Islam Cirebon mempunyal bentuk yang beranekaragam dan memiliki ciri khas masing masing kepurbakalaan yaitu Kepurbakalaan Keraton Kasepuhan memiliki bentuk kemuncak persegi empat, Keraton Kanoman memiliki bentuk kemuncak candi fares berbentuk limasan, Keraton Kacerbonan memiliki bentuk kemuncak candi laras berbentuk persegi empat, Masjid Panjunan memiliki bentuk kemuncak candi laras berbentuk menyerupal genta dan Kompleks Pemakaman Astana Gunung Jati memiliki bentuk kemuncak candi laras berbentuk persegi empat, iimasan, !imasan terpancung, setengah lingkaran. Analisis bentuk kemuncak dan bentuk pelipit candi laras pada kepurbakalaan Islam Cirebon dapat disimpulkan ada beberapa Janis pelipit yaitu: pelipit rata, peliplt penyangga, peliplt sisi enta, peilpit setengah lingkaran, peilpit sisi miring dan pelipit berantefix sudut. Gandi laras dengan bentuk kemuncak persegi empat memiliki pelipit rata, pelipit sisi miring, peliplt sisi genta dan pelipit setengah lingkaran. Candi laras dengan bentuk kemuncak imasan dan imasan terpancung memiliki pelipit rata, pelipit penyangga, pelipit sisi miring dan pelipit sisi genta. Candi laces dengan bentuk kemuncak setengah bngkaran memiliki pelipit rata dan pelipit sisi miring. Candi laras dengan bentuk kemuncak menyerupai genta memiliki pelipit rata, pelipit penyangga, pelipit setengah lingkaran, peilpit sisi genta, peliplt sisi miring dan pelipit berberantefix sudut. Pelipit rata dan pelipit sisi miring berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan cenderung dipakai di setiap tipe candi bras pada kepurbakalaan Islam di Cirebon, kemudian dilkuti peilpit penyangga, pelipit sisi genta, peilpit setengah lingkaran dan pelipit berantefix sudut. Berdasarkan analisis terhadap bentuk kemuncak candi laras pada flap kepurbakalaan Islam di Cirebon dapat disimpulkan bahwa bentuk kemuncak candi laras di Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan dan Keraton Kacerbonan kesemuanya ada pada bentuk kemuncak candi laras di Komplek Pemakaman Astana Sunan Gunung Jail. Sedangkan bentuk kemuncak candi !eras yang ada di Masjid Panjunan tidak terdapat pada Komplek Pemakaman Astana Sunan Gunung Jati. Hal ini menjadi lebih martarik jika dihubungkan dengan pembagian makam-makam para raja atau sultan, balk yang berasal dart Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacerbonan yang dimakamkan pada kompleks pemakaman Astana Sunan Gunung Jati dan dipisahkan oleh jalan pemisah yang ada di kompleks pemakaman ttu. Besar kemungkinan bahwa politik berpengaruh terhadap perbedaan bentuk kemuncak candi laces di Kepurbakalaan Islam Cirebon,dan bentuk kemuncak dart candi laras pada Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacerbonan yang terdapat pada kompleks Pemakaman Astana Gunung Jati, mewakili bentuk kemuncak candi laras yang menjadi ciri khas di Keraton
2000
S12060
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoki Rendra Priyantoko
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pola yang tampak pada alu-alun dan bangunan di Pusat Kota Gemeente di Pesisir Utara Jawa Yang dikenali dengan adanya alun-alun dan bangunan-bangunan di sekitarnya. Penelitian dilakukan untuk mengungkap letak alun-alun dan keberadaan bangunan-bangunan di semua sisi alun-alun yang dikaitkan dengan perubahan status administrasi pemerintahan kota dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Hasil analisis tersebut tidakmenemukan pola bangunan pasa semua Gemeente di Pasar Utara Jawa tetapi terdapat bangunan lama yang tetap dipertahankan posisinya meskipun kota-kota tersebut telah mengalami perubahan status administrasi pemerintah
Abstract
This thesis discusses the patterns that appear square and building at the City Center Gemeente in the North Coast of Java that are recongnized by the square and the building around it. The study was conducted to reveal the location of the square and the presence of buildings on all sides of the square which is associated with changes in the status of the city administration of centralization to decentralization...
2010
S11911
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library