Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suluh Bendang Fizuhri
"Sampai saat ini, patah tulang pinggul makin sering dilaporkan dan masih tetap menjadi tantangan bagi ahli Wait orthopaedi. Pada orang-orang tua, patah tulang pinggul intrakapsular sering disebabkan oleh trauma yang tidak berat (energi ringan), seperti akibat terpeleset. Akan tetapi, pada orang-orang muda, patah tulang pinggul intrakapsular biasanya disebabkan oleh trauma yang hebat (energi besar), dan seringkali disertai oleh cedera pada daerah yang lainnya serta meningkatkan kemungkinan terjadinya avascular necrosis dan nonunion. Walaupun penatalaksanaan di bidang orthopaedi dan geriatri telah berkembang, akan tetapi mortalitas dalam satu tahun pasca trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10 sampai 20 persen. Sehingga keinginan untuk mengembangkan penanganan fraktur ini masih tetap tinggi.
Reduksi anatomis dini, kompresi fraktur dan fiksasi internal yang kaku digunakan untuk membantu meningkatkan proses penyembuhan fraktur, akan tetapi jika suplai darah ke kaput femur tidak dikontrol dengan balk, dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya avascular necrosis. Secara umum, penggunaan skrew kompresi tunggal yang besar untuk memfiksasi fraktur leher femur tidak dapat direkomendasikan. Skrew ini akan banyak mengorbankan bagian terigah tulang pada leher femur, dan jika penempatannya tidak optimal, akan dapat mencederai suplai darah ke kaput femur sehingga mengakibatkan kemungkinan terjadinya penyembuhan tulang menjadi berkurang.
Hasil klinis yang sangat balk didapatkan bila menggunakan skrew cancellous yang disusun paralel. Beberapa studi biomekanika menunjukkan bahwa skrew cancellous yang disusun paralel secara biomekanika setara dengan sliding hip screw (SHS). Rehnberg dan Olefrud menemukan adanya korelasi antara fiksasi dengan skrew terhadap kekuatan dari koteks lateral. Berdasarkan studi yang telah dilakukannya, mereka menyimpulkan bila korteks lateral tidak dapat memberikan stabilitas yang cukup untuk mencegah terjadinya pergeseran skrew dan gaya reduksi, akan menimbulkan komplikasi dan sering terjadi gagal sambung, sedangkan Parker menyimpulkan tidak ada pengaruh yang berarti dari pemberian tambahan side plate. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kekuatan dan korteks lateral dalam mempertahankan fiksasi skrew cancellous paralel terhadap gaya aksial serta apakah kekuatan dari korteks lateral dapat diperbaiki.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah yang tersebut di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Berapakah besarnya gaya aksial yang dapat ditahan oleh korteks lateral pada fraktur leher femur yang telah reduksi anatomis dan difiksasi dengan menggunakan skrew cancellous paralel?
2. Berapakah besarnya gaya aksial yang dapat ditahan bila korteks lateral diperkuat dengan periarthricular plate?"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marin-Pena, Oliver
"This book is the first monograph to examine all aspects of femoroacetabular impingement (FAI), an important disease first described early in the twenty-first century. Comprising 27 chapters and including many color illustrations, the book contains a variety of points of view from more than 50 experts from 11 countries and represents an up-to-date compilation of professional knowledge on FAI. The full range of available surgical treatments is carefully described and evaluated, including arthroscopic treatment, the open and mini-open approaches, periacetabular osteotomy, hip resurfacing arthroplasty, and combined techniques. Differential diagnosis, imaging, postoperative management, and treatment outcome are also discussed in appropriate detail."
Berlin : Springer, 2012
e20426154
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Anas Khafid
"ABSTRAK
Latar Belakang: masalah yang sering terjadi setelah pembedahan sendi panggul yaitu defisit kekuatan otot, gangguan fisik, dan gangguan kemampuan berjalan kondisi ini dapat mengakibatkan ketidakmampuan pasien dalam menyelesaikan tugas fungsionalnya secara mandiri. Oleh karena itu, diperlukan intervensi yang berkelanjutan untuk dapat mengembalikan status fungsional pasien. Intervensi berupa program activehip exercise dengan melibatkan keluarga dilakukan untuk meningkatkan kemampuan fungsional. Tujuan: mengetahui pengaruh activehip exercise dan keterlibatan keluarga terhadap kemampuan fungsional pasien pasca pembedahan sendi pinggul. Desain penelitian: penelitian kuantitatif dengan menggunakan quasi experiment pre and post test without control group design dengan jumlah sampel 23 pasien pasca pembedahan panggul. Analisis data menggunakan uji Paired t-Test, Independet t-Tes dan Pearson Correlation. Hasil: analisis menunjukkan terdapat pengaruh activehip exercise dan keterlibatan keluarga dilihat dari adanya perbedaan rerata nilai status fungsional sebelum dan sesudah intervensi (p=0,0001). Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia (0,001) dan nyeri (0,001) terhadap status fungsional. Kesimpulan: adanya pengaruh activehip exercise dengan keterlibatan keluarga terhadap status fungsional pasien paca pembedahan panggul.

ABSTRACT
Background: Problems that usually happen after hip joint surgery are deficits in muscle strength, physical disorders, and impaired difficulties to walk or impaired mobility. These conditions can causes patient inablity to to fullfill their functional tasks independently. Therefore, a intervention is required to return functional status optimally. This intervention which is Activehip exercise which is modified with the family involvement was conducted to improve functional abilities. Objective: to identifiy the effect of Activehip exercise and family involvement on the functional abilities of patients after hip joint surgery. Design study: Quantitative research using quasi pre and posttest experiments without control group design with 23 patients after hip joint surgery as a sample. Data analysis used Paired t-Test, Independent t-Test and Pearson Correlation. Results: the result showed that there was an effect of Activehip exercise and family involvement as seen from the difference in mean functional status values before and after the intervention (p = 0.0001). The results of the bivariate analysis showed a significant relationship between age (0.001) and pain (0.001) to status functional. Conclusion: There was an effect of Activehip exercise and family involvement on the functional status of hip joint surgery's patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reygais Razman
"Pendahuluan: Teknik reaming posteroinferior-superioanterior (PISA) pada total hip arthroplasty (THA) pasien displasia panggul dewasa memiliki banyak keuntungan dibandingkan asetabuloplasti. Akan tetapi, kegagalan reaming PISA dapat meningkatkan biaya serta memperpanjang waktu operasi karena dokter harus melakukan asetabuloplasti sebagai alternatif. Tujuan: Mengeksplorasi parameter radiografi panggul preoperatif dalam memprediksi keberhasilan preparasi asetabulum dengan teknik reaming PISA pada pasien displasia panggul dewasa. Metode: Kohort retrospektif ini menggunakan data sekunder rekam medis seluruh pasien displasia panggul yang menjalani prosedur THA di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (Jakarta, Indonesia) pada Januari 2015–Agustus 2024. Parameter radiografi panggul preoperatif berupa acetabular depth rasio (ADR), acetabular inclination (AI), lateral center-edge angle (LCEA), serta Tönnis angle diukur dengan menggunakan PACS Viewer. Hasil: Sebanyak 36 pasien (72,2% perempuan, usia rerata 46,5415,02 tahun) dianalisis. Sebanyak 24 pasien berhasil dilakukan preparasi asetabulum dengan teknik reaming PISA, sementara sisanya harus menjalani asetabuloplasti. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, usia atau keterlibatan sisi pada kelompok PISA dan asetabuloplasti. Kelompok Crowe III-IV memiliki odds 55 kali lipat lebih besar untuk menjalani asetabuloplasti (odds ratio [OR] 55, interval kepercayaan [IK] 95%: 5,45–554,96; p<0,001). Nilai ADR, AI, LCEA dan Tönnis angle secara berturut-turut adalah 33,2911,44%, 52,357,81 , 23,92(7,70–62,73) dan 9,61(0,79–44,81) . Kelompok reaming PISA memiliki ADR yang lebih tinggi dan AI yang lebih rendah dibandingkan kelompok asetabuloplasti (p<0,001). Tidak terdapat perbedaan LCEA (p=0,198) dan Tönnis angle (p=0,251) pada kedua kelompok. Analisis regresi logistik dengan mengontrol ADR, AI, dan LCEA menunjukkan bahwa ADR (adjusted OR 0,85; IK 95%: 0,75–0,95) dan AI (adjusted OR 1,11; IK 95%: 1,03–1,19) berhubungan dengan dilakukannya asetabuloplasti. Probabilitas dilakukan asetabuloplasti dapat diprediksi dengan rumus ln p/(1-p) = - 0,169(ADR)+0,104(AI)-0,040(LCEA). Model ini memiliki ketepatan 88,9% dengan diskriminasi yang sangat baik (area under the curve=0,913 (IK 95%: 0,800–1)). Simpulan: Angka ADR dan AI preoperatif dapat memprediksi keberhasilan reaming PISA dengan diskriminasi yang sangat baik. Studi prospektif lebih lanjut dapat dilakukan dengan sampel dan parameter radiografi yang lebih banyak untuk memvalidasi temuan ini.

Introduction: The posteroinferior-superioanterior (PISA) reaming technique in total hip arthroplasty (THA) in adult hip dysplasia patients has many advantages over acetabuloplasty. However, failure of PISA reaming could increase costs and prolong surgery time because doctors must perform acetabuloplasty as an alternative. Purpose: To examine preoperative pelvic radiographic parameters in predicting the success of acetabular preparation with the PISA reaming technique in adult hip dysplasia patients. Methods: This retrospective cohort used secondary data from medical records of all adult patients with hip dysplasia who underwent THA procedures at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (Jakarta, Indonesia) from January 2015 to August 2024. Preoperative pelvic radiographic parameters such as acetabular depth ratio (ADR), acetabular inclination (AI), lateral center-edge angle (LCEA), and Tönnis angle were measured using PACS Viewer. Results: Thirty-six patients (72.2% female, mean age 46.54±15.02 years) were analyzed. Twenty four patients had successful acetabular preparation by using reaming PISA technique, while the rest underwent acetabuloplasty. There was no difference in gender, age, or site of involvement between patients in reaming PISA and acetabuloplasty groups. The Crowe III-IV group had 55-fold greater odds of undergoing acetabuloplasty (odds ratio [OR] 55, 95% confidence interval [CI]: 5.45–554.96; p<0.001). The ADR, AI, LCEA, and Tönnis angle values were 33.29±11.44%, 52.35±7.8, 23.92 (7.70–62.73) , and 9.61 (0.79–44.81) respectively. The reaming PISA group had a higher ADR and lower AI than the acetabuloplasty group (p<0.001). Both groups had no difference in LCEA (p=0.198) and Tönnis angle (p=0.251). Logistic regression analysis controlling ADR, AI, and LCEA showed that ADR (adjusted OR 0.85; 95% CI: 0.75–0.95) and AI (adjusted OR 1.11; 95% CI: 1.03–1.19) were associated with acetabuloplasty. The probability of acetabuloplasty can be predicted by the formula ln p/(1-p) = - 0.169(ADR)+0.104(AI)-0.040(LCEA). This model has an accuracy of 88.9% with excellent discrimination (area under the curve=0.913 (95% CI: 0.800–1)). Conclusion: Preoperative ADR and AI values can predict the success of reaming PISA with excellent discrimination. Further prospective studies with more samples and radiological parameters should be done to validate these findings."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyn Velencia Febita
"Sendi pinggul adalah sendi yang menghubungkan tulang paha (femur) dengan tulang pinggul (pelvis). Persendian ini rentan mengalami kerusakan akibat infeksi, kecelakaan, robeknya kartilago, osteoarthritis, keausan, dan degenerasi tulang. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan operasi penggantian sendi atau Total Hip Arthroplasty (THA), yakni implan untuk menggantikan sendi pinggul yang rusak menjadi sendi buatan. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan fungsi sendi pinggul. Akan tetapi masa penggunaan implan THA terbatas, yakni setelah 10-20 tahun harus dilakukan pelapisan ulang. Sehingga terdapat ruang yang cukup luas untuk pengembangan desain implan yang akan bertahan lebih lama. Komponen utama dalam implan THA adalah acetabular cup, femoral head, dan femoral stem. Penelitian ini akan melibatkan beberapa model design femoral stem berbeda seperti lingkaran, elips, oval, dan trapesium untuk mengevaluasi tingkat kinerja dari setiap model yang dikembangkan dalam implan THA menggunakan finite element analysis (FEA). Pengujian dilakukan dengan dua variasi material berbeda untuk menentukan material yang paling kuat, yakni Co-Cr-Mo dan Ti-6Al-7Nb. Selain itu, pembebanan juga menggunakan dua variasi beban berbeda untuk memastikan implan kuat saat diberi pembebanan dari tubuh. Variasi pembebanan yang digunakan adalah 2300 N dan 3900 N. Pembuatan geometri dilakukan pada perangkat lunak Autodesk Fusion 360 serta pengujian finite element analysis (FEA) dilakukan pada ANSYS. Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa bentuk trapesium menunjukkan performa terbaik karena deformasi dan tegangan yang paling rendah. Selain itu, CoCr Alloy lebih unggul dari pada Ti-6Al-7Nb karena nilai deformasi yang lebih rendah.

The hip joint is a joint that connects the thigh bone (femur) with the hip bone (pelvis). These joints are susceptible to damage due to infection, accidents, torn cartilage, osteoarthritis, wear and tear, and bone degeneration. To overcome this problem, joint replacement surgery or Total Hip Arthroplasty (THA) can be performed, namely an implant to replace the damaged hip joint with an artificial joint. This is done to restore function of the hip joint. However, the period of use of THA implants is limited, namely after 10-20 years they must be resurfaced. So there is ample room for developing implant designs that will last longer. The main components in a THA implant are the acetabular cup, femoral head, and femoral stem. This research will involve several different femoral stem design models such as circular, elliptical, oval and trapezoidal to evaluate the performance level of each model developed in THA implants using finite element analysis (FEA). Tests were carried out with two different material variations to determine the strongest material, namely Co-Cr-Mo and Ti-6Al-7Nb. Apart from that, loading also uses two different load variations to ensure the implant is strong when subjected to load from the body. The load variations used were 2300 N and 3900 N. Geometry creation was carried out in Autodesk Fusion 360 software and finite element analysis (FEA) testing was carried out in ANSYS. From the research results, it was found that the trapezoidal shape showed the best performance because of the lowest deformation and stress. In addition, CoCr Alloy is superior to Ti-6Al-7Nb because of its lower deformation value."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library