Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teodore Ignatius Minaroy
Abstrak :
Penelitian tesis ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi Ode to Joy yang merupakan bagian dari Simfoni nomor 9 Beethoven dari perspektif kebudayaan dan politik, sampai bisa menjadi anthem Uni Eropa. Selain itu, bertujuan untuk mengetahui proses penetapan anthem tersebut, menelusuri motif hegemoni kebudayaan dan politik, terutama oleh Jerman. Pembahasan topik ini diawali oleh adanya penolakan 29 anggota parlemen Partai Brexit pimpinan Nigel Farage terhadap anthem tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif fenomenologis. Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Teori Kapital Pierre Bourdieu, Teori Semiotika Ferdinand de Saussure, serta Teori Hegemoni Antonio Gramsci. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Jerman memiliki berbagai modal, yaitu: modal simbolik, modal ekonomi, modal budaya, dan modal sosial. Hal itu menyebabkan Ode to Joy dapat diterima sebagai anthem Uni Eropa. Penetapan anthem Uni Eropa tersebut mendorong eksplorasi lebih lanjut tentang motif lain, yaitu hegemoni kebudayaan dan politik Jerman terhadap Uni Eropa. Sebelum diresmikan menjadi anthem Uni Eropa, Ode to Joy sudah menjadi simbol kejermanan di Eropa. ......The purpose of this thesis research is to determine the significance of the Ode to Joy, a melody from the fourth movement of Beethoven’s Ninth Symphony, from a cultural and political perspective, so that it can become an anthem for the European Union. Apart from that, it aims to understand the process of determining the anthem, tracing the motives for cultural and political hegemony, especially by Germany. Discussion of this topic began after Nigel Farage and his Brexit party MEPs turned their backs during the playing of the anthem. The method used in this research is a qualitative phenomenological method. The analysis in this research was carried out using Pierre Bourdieu’s Capital Theory, Ferdinand de Saussure’s Semiotic Theory, and Antonio Gramsci’s Hegemony Theory. The findings of this research show that Germany has various capital, namely: symbolic capital, economic capital, cultural capital, and social capital. This caused Ode to Joy to be accepted as an anthem for the European Union. The establishment of the European Union anthem encouraged further exploration of other motives, namely German cultural and political hegemony towards the European Union. Before it was inaugurated as an anthem for the European Union, Ode to Joy had already become a symbol of Germany in Europe.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986
297.08 ISL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Thoriq Agustian
Abstrak :
Film digunakan sebagai media untuk mengirimkan pesan kepada audiens. Topik film biasanya adalah sebuah refleksi dari apa yang terjadi di dunia nyata. Pembuat film Elysium, Neil Blomkamp, membuat film yang bertujuan untuk menggambarkan bagaimana masyarakat berkehidupan di sekitar kita. Oleh karena itu, untuk menganalisis bagaimana film Elysium berkontribusi terhadap kritikan isu terkait dengan hegemoni, kekerasan, dan perbedaan kelas sosial, riset ini akan menganalisis elemen sinematik dan tema utama dari Elysium, terutama di sekitar sistem politik dan kesehatan dalam film. Terdapat juga tujuh karakter dari kelas sosial yang berbeda yang akan di inspeksi. Elemen-elemen tersebut akan dijelaskan oleh dua teori: pertama oleh mise-en-scene, dan kedua oleh analisis semiotik. Selain itu, riset ini mendiskusikan bagaimana film Elysium menjadi representasi dari terobosan penting dalam representasi kelas sosial menengah. Temuan yang terdapat di riset ini menganjurkan bahwa hegemoni di Elysium direpresentasikan oleh perbedaan kontras dalam kondisi kehidupan seperti kesehatan, imigrasi, karakteristik militer, bahasa, dan perbedaan kontras visual dari kedua tempat. Hegemoni mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan persekusi, membuat kekerasan tidak dapat dihindari yang membuat kehidupan masyarakat kelas sosial menengah, perempuan dan anak-anak sebagai alat untuk mencapai tujuan dari protagonis dan antagonis. ......Movies are being used as a medium to deliver a message to the audience. The topics, more often than not, are usually a reflection of what happens in real life. The maker of the movie Elysium, Neil Blomkamp, crafted a movie to mirror how society is shaped around us. Therefore, to examine how the movie Elysium serves as a criticism of the issues related to hegemony, violence, and class disparity in our society, this study analyzed cinematic elements and main themes of Elysium, mainly around the politics and healthcare system in the story. There are also seven characters of different social classes from the movie that were inspected. Such elements are addressed by two means: first by mise-en-scene, and second by semiotic analysis. In addition, this research discusses how the Elysium film represented an important breakthrough in middle-class representation. The findings presented in this study suggest that the hegemony in Elysium is represented by the contrasting difference in the living conditions such as healthcare, immigration, military characteristics, language, and the visual contrasts of the two places. The hegemony results in power abuse and mistreatment, which create inevitable violence that sees the lives of middle-class society, women and children as mere throwaway tools to attain the goals of both the protagonists and antagonists.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Waruwu, Dermawan
Abstrak :
Kawasan Bawomataluo di Kabupaten Nias Selatan terdapat daya tarik wisata yang unik dan langka di dunia. Daya tarik wisata ini berupa rumah adat, atraksi lompat batu, situs megalitik, tarian tradisional, dan hasil kerajinan. Keunikan seni budaya ini ternyata kurang dikembangkan oleh pemerintah, pengusaha, dan masyarakat karena ada konflik kepentingan di antara stakeholder tersebut. Akibatnya, situs budaya banyak yang rusak dan dialihfungsikan sebagai tempat jemuran, serta sebagian sudah dihancurkan oleh masyarakat. Pelestarian daya tarik wisata budaya ini terkendala karena pemerintah menjalankan kebijakannya secara hegemonik, sehingga masyarakat melakukan perlawanan (kontrahegemoni). Permasalahannya adalah "bagaimana praktik hegemoni dalam pengembangan kawasan wisata budaya Bawomataluo, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara?" Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan praktik hegemoni dan bermanfaat untuk pengembangan daya tarik wisata budaya serta menjadi reerensi bagi ilmu pengetahuan budaya di Indonesia. Artikel ini dianalis menggunakan metode kualitatif dengan perspektif kajian budaya serta dikaji dengan teori hegemoni, teori kekuasaan/pengetahuan, dan teori praktik. Penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi praktik hegemoni dalam pengembangan kawasan wisata budaya Bawomataluo melalui: wacana pemerintah dalam pengembangan seni budaya, kontrol pemerintah dalam regulasi pembiayaan pelestarian budaya, kekuasaan DPRD dalam mempolitisasi APBD untuk pemeliharaan situs budaya, kebijakan bupati dalam mengubah dinas pariwisata dan kebudayaan, dan kewenangan kepala desa dalam menata kawasan wisata budaya Bawomataluo. Agar kawasan wisata budaya Bawamataluo berkembang maksimal diharapkan kerja sama yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan penguasa secara berkelanjutan. Dengan demikian, kawasan wisata budaya Bawomataluo dapat berkembang tanpa praktik hegemoni dan praktik kontra-hegemoni, sehingga pelestarian budaya dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Denpasar: Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, 2017
902 JPSNT 24:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Martha Elisabeth
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini menjabarkan mengenai bagaimana China dengan mata uangnya yaitu yuan berkembang dari masa ke masa dan dapat mempengaruhi perekonomian terutama perdangan seluruh dunia terutama Amerika sebagai hegemon dalam world production. Terjadi Dalam penelitian ini, peneliti ingin menjabarkan mengenai bagaimana terjadi diversifikasi dalam Global Fortune 500 yang menjabarkan mengenai perusahaan-perusahaan yang merupakan perusahaan besar dengan sales tertinggi pada tahun 2005-2015. Bagaimana China berhasil meningkatkan perdagangannya ketika banyak negara mengalami defisit perdagangan terhadap China terutama Amerika. Cara yang digunakan oleh China adalah dengan devaluasi yuan yang mengakibatkan defisit perdangan Amerika semakin besar tiap tahunnya, dan bagaimana Amerika juga mengalami defisit perdagangan dengan negara-negara yang melakukan kerjasama perdagangan dengan Amerika serta bagaimana hal-hal itu mempengaruhi hegemoni Amerika dalam world production.
ABSTRACT
The purpose of the thesis is to elaborate on how China and its currency evolve from time to time and may influence the economy, especially trade throughout the world and United States as world hegemon in production. In this study, researchers wanted to elaborate about how the diversification is applied on the Global Fortune 500 and elucidating companies which are large companies with the highest sales in the year 2005-2015. This study examines how China managed to increase its trade when many countries are experiencing trade deficit against China, especially United States. To achieve that, what China has executed is to devaluate its currency, resulting trade deficit of United States which has been growing every year, and how United State is running a trade deficit with countries that has trade cooperation with the United States and how those factors affect the American hegemony in world production;
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isma Athriya Safitri
Abstrak :
Tesis ini menjelaskan tentang strategi rebalancing Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik yang secara formal dinyatakan oleh pemerintahan presiden Obama pada tahun 2011. Amerika Serikat memilih Asia Pasifik sebagai pivot area kebijakan luar negerinya karena Asia Pasifik memiliki sejumlah makna strategis baik bagi Amerika Serikat maupun bagi dunia internasional. Asia Pasifik dikatakan sebagai key driven of global politics, sebab Asia Pasifik sangat strategis di bidang demografi, geografi, dan ekonomi. Melalui strategi rebalancingnya, Amerika Serikat berusaha untuk meningkatkan dominasi di sistem internasional dengan kawasan Asia Pasifik sebagai batu pijakannya. Hal ini merupakan bagian dari dinamika hegemoni Amerika Serikat yang selalu dipengaruhi oleh sistem internasional. Setiap kekuatan hegemoni Amerika Serikat mengalami penurunan, maka pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan suatu strategi untuk memperkuat kembali kekuatan hegemoni Amerika Serikat. Pada fase penurunan hegemoni saat ini, pemerintah Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka harus cerdas dan strategis dalam memanifestasikan kebijakan luar negeri. Oleh sebab itu Amerika Serikat menggunakan strategi rebalancing di kawasan Asia Pasifik. Strategi rebalancing Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik, dijalankan dalam 3 agenda, yaitu 1 penguatan hubungan kemitraan strategis dengan negara-negara aliansi dan new emerging power baik secara bilateral ataupun multilateral, 2 asistensi dalam penyelesaian masalah-masalah kawasan dan pemberian jaminan bagi keamanan dan kestabilan di kawasan Asia Pasifik, dan terakhir 3 penanaman nilai-nilai universal Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik dalam setiap kerjasama dan kegiatan Amerika Serikat, seperti nilai-nilai demokrasi, liberalisasi, dan pembelaan terhadap hak asasi manusia. ......This thesis describes the US rebalancing strategy in the Asia Pacific region that formally declared by the government of President Obama in 2011. The United States chose Asia Pacific as a pivot area of foreign policy because the Asia Pacific region has a number of strategic importance for both the United States and for the international system. Asia Pacific is said to be key driven of global politics, because the Asia Pacific region is very strategic in the field of demography, geography, and economics. Through their rebalancing strategy, the United States sought to increase dominance in the international system with the Asia Pacific region as a stepping stone. This is part of the dynamics of US hegemony that always influenced by the international system. When hegemonic power of US has decreased, then the US government released a strategy to reinforce the strength of US hegemony. In the current phase of the decline of hegemony, the United States government stating that they have to be smart and strategic in manifesting foreign policy. Therefore, the United States uses rebalancing strategy in the Asia Pacific region. Strategy of rebalancing the United States in the Asia Pacific region, run in 3 agenda, namely 1 the strengthening of strategic partnership relations with the countries of the alliance and the new emerging power either bilateral or multilateral, 2 assistance in solving the problems of the region and the provision of guarantees for security and stability in the Asia Pacific region, and last 3 the investment of universal values of the United States in the Asia Pacific region in each of the cooperation and activities of the United States, such as the values of democracy, liberalization, and the defense of human rights.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Yudha Maulana
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini akan membandingkan dua karya sastra melalui kacamata alih wahana. Dua karya yang akan digunakan adalah komik Showcase 4 yang diterbitkan pada tahun 1956 dan serial TV The Flash yang mengudara sejak 2014. Penelitian ini juga menggunakan keunikan struktur yang ada pada masing-masing wahana guna untuk membongkar ideologi yang terkandung didalamnya. Pada tataran tekstual, didapati bahwa Showcase 4 mengandung ideologi dominasi ras mayoritas terhadap ras minoritas di Amerika, sedangkan pada The Flash mengandung ideologi kesetaraan semua ras yang ada di Amerika atau pluralsime. Namun, setelah dikaji lebih mendalam, dibalik gambaran kesetaraan yang ditawarkan The Flash, ternyata masih ada beberapa poin yang menunjukkan adanya dominasi kulit putih terhadap ras minoritas di Amerika. Strategi dominasi yang dilakukan adalah melalui hegemoni. Pada akhirnya, Serial TV yang tampak memiliki ambivalensi ideologis antara pluralisme dan upaya dominasi melalui hegemoni.
ABSTRACT
This study aims to compare two versions of American superhero story The Flash the TV version and the Comic Book version using Adaptation Studies where the theory will reveal that there are changes of ideology between the original comic book of The Flash published in 1956 and its TV series which has been aired since 2014. On a textual level, the researcher found that The Flash rsquo s comic book version Showcase 4 contains an ideological domination conducted by the majority race towards the minorities in the United States, whereas in The Flash TV series there is an ideology of equality of all races in America. However, after studying the TV series rsquo version more in depth, the researcher found that behind the equality ideology offeredin it, there are some points that indicate the presence of white domination against racial minorities in America. The strategy uses to obtain that domination is through hegemony. Ultimately, the researcher comes to the conclusion that although The Flash rsquo s TV series seemed to offer the concept of equality among all Americans, hegemony of white people still exist in it.
[, ]: 2017
T48050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Aulia
Abstrak :
Penelitian ini adalah analisis kritis terhadap hegemoni, konflik kepentingan, serta politik luar negeri Prancis dan Uni Eropa di 6 kawasan Teritori Seberang Lautan (Territoire dOutre Mer) Prancis yang juga merupakan Outermost Region (OR) Uni Eropa, yakni Guadeloupe, Guyana Prancis, Réunion, Martinique, Mayotte, dan Saint-Martin. Keenam teritori itu ialah bekas jajahan Prancis yang kini terintegrasi secara politik dengan Uni Eropa sebagai Teritori Seberang Lautan Prancis. Penelitian ini memiliki 2 tujuan. Pertama, untuk memperoleh penjelasan atas motivasi yang mendorong Prancis dan Uni Eropa mempertahankan 6 OR itu meskipun terpaut jarak yang jauh, dependen secara ekonomi, dan memiliki budaya yang berbeda dari Prancis Metropolitan. Kedua, untuk mengetahui bagaimana kebudayaan yang terbentuk akibat interaksi Prancis, UE, dan OR. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif dengan pendekatan hubungan internasional dan sejarah kebudayaan. Adapun teori yang dipakai sebagai instrumen analisis ialah teori Hegemoni Gramsci-baik yang menggunakan perspektif HI, maupun kebudayaan-teori Neofungsionalisme Ernst B. Haas, serta teori Praktik Budaya Pierre Bourdieu. Di akhir penelitian ini, terlihat bahwa motivasi Prancis dan UE tetap mempertahankan keenam OR Prancis ialah (1) keuntungan ekonomi, (2) ekspansi Euro dan politik UE di luar Eropa Daratan, (3) kekuasaan kelompok elit, serta (4) idealisme Prancis untuk mempertahankan pengaruhnya sebagai sebuah imperium yang besar. Interaksi antara Prancis dan OR lebih mempengaruhi kebudayaan OR dibandingkan sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh kekuatan simbolik yang dimiliki Prancis lebih besar dibandingkan OR. Prancis mengakibatkan lahirnya kreolitas dan identitas ganda di OR, sedangkan OR mengubah Prancis yang mulanya tidak menoleransi kreolitas menjadi negara yang mengakui fenomena itu sebagai bagian dari kekayaan nasional. Interaksi itu juga mengubah sistem pendidikan Prancis menjadi lebih terbuka pada kebutuhan untuk mempelajari bahasa-bahasa minor teritorinya.
This study is a critical analysis of hegemony, conflict of interest, as well as French and European Union foreign policy in 6 French Overseas Territories (Territoire dOutre Mer) which are also the European Unions Outermost Region (OR), namely Guadeloupe, French Guiana, Réunion, Martinique, Mayotte, and Saint-Martin. The six territories are former French colonies which are now politically integrated within the European Union as the French Overseas Territory. This study has 2 objectives. First, to get an explanation of the motives that pushed France and the European Union to maintain the 6 ORs even though they were at a great distance, economically dependent, and has had a different culture from Metropolitan France. Second, to gain understanding on how culture is formed due to France, the EU and the ORs interaction. This study employes qualitative methods within international relations and cultural approaches. The theories which were used as instruments of analysis were Gramscis Hegemony theory, Ernst B. Haas Neofunctionalism theory, and Pierre Bourdieus Cultural Practice theory. At the end of this study, it appears that the motivation of France and the EU to maintain its ORs are (1) economic benefits, (2) Euro and EU expansion outside of Mainland Europe, (3) elite group power, and (4) French idealism to maintain its influence as a great empire. The interaction between France and its ORs has more influence on OR culture than vice versa. This is due to the symbolic powers that France possesses are far greater than ORs. Such interaction has resulted in the birth of creativity and multiple identities in the ORs. On the other hand, ORs had also promted France to shift from a regime which did not tolerate creolness into a country that acknowledges divesity as a national asset. The interaction also changed French education system to be more open to territorial minor languages.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T54691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Rania Pavita
Abstrak :
Perkembangan internet menjadi ruang publik yang lebih demokratis dan inklusif membuka jalan bagi komunitas-komunitas subkultural untuk semakin berkembang. Salah satunya adalah fandom, yang mana praktik utamanya merupakan penciptaan fanwork layaknya fanfiction atau fiksi buatan penggemar, yaitu sebuah narasi yang menggabungkan kreativitas penulisnya serta sumber materi asli dari teks yang diangkat menjadi fanfiction sebagai alur cerita. Fanfiction sendiri digadang-gadang sebagai ruang produksi feminis karena demografi partisipannya didominasi oleh perempuan serta individu queer—dua populasi yang kerap tertindas dibawah hegemoni heteronormativitas dalam realitas sehari-hari. Salah satu genre paling populer dari fanfiction adalah Slash; fanfiction yang menggambarkan kedua karakter dari suatu media menjalani hubungan homoseksual, terlepas dari fakta bahwa karakter tersebut adalah heteroseksual dalam media tersebut ataupun tidak. Berangkat dari fenomena ini, peneliti pun melihat adanya indikasi bahwa fiksi slash turut berfungsi sebagai media bagi penulis yang mengidentifikasi diri mereka sebagai queer untuk menampilkan perlawanan mereka terhadap hegemoni heteronormativitas. Menggunakan konsep Hegemoni Budaya dan Kontra-Hegemoni sebagai pendekatan, peneliti menemukan bahwa kontra-hegemoni terhadap heteronormativitas ditampilkan dalam fiksi slash dengan penggambaran realitas yang bertolak belakang oleh individu queer, serta sebagai bentuk eskapisme dari realitas yang kerap mensubordinasi mereka. Penulis membentuk sebuah komunitas queer sebagai ruang aman bagi identitas queer mereka sekaligus untuk mengeksplorasi identitas gender maupun seksual dalam suatu teks media, yang mana dapat dituangkan menjadi bentuk fiksi slash yang diunggah dalam situs Archive of Our Own selaku saluran yang aman bagi penulis queer. ......The progression of the internet into a more democratic and inclusive public space paved the way for subcultural communities to thrive. One of them includes fandom, which main practice’s is the creation of fanwork such as fanfiction or fan-created fictional works, namely a narrative that combines the creativity of the author and the original source material from the text which is utilized as the basis of its storyline. Fanfiction itself is touted as a feminist production space due to women and queer individuals dominating it’s demography—none other than the most oppressed population under the hegemony of heteronormativity. One of the most popular genres of fanfiction is Slash; a fanfiction that depicts two characters from a particular medium being in a homosexual relationship regardless of the fact whether the characters are heterosexual in source material or not. Departing from this phenomenon, the researcher finds indications of slash fiction being a medium where the resistance of the writers’ towards heteronormativity is located, especially for those who identify themselves as queer. Using the concept of Cultural Hegemony and Counter-Hegemony as an approach, the researcher found that counter- hegemony towards heteronormativity is shown in slash fiction by depicting reality as the complete opposite of that in our everyday by queer individuals, as well as as a form of escapism from it which often subordinates them. Writers form a queer community as a safe space for their queer identity as well as to explore gender and sexual identity in a popular media texts, which can be transformed into a slash fiction which is uploaded on the Archive of Our Own website as a safe channel for queer writers.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldrin Erwinsyah
Abstrak :
Modernisasi militer China adalah bagian dari kekuatan militer yang terus dikembangkan oleh militer China. Kekuatan militer China ditujukan untuk menjaga kedaulatan negara, menjaga kepentingan nasional, menjaga sumber-sumber energi dan berfungsi sebagai kekuatan regional.Untuk mencapai tujuan tersebut, China memerlukan strategi militer guna menghadapi kekhawatiran akan persepsi ancaman China dengan melakukan diplomasi bahwa China merupakan kekuatan damai, militer China juga aktif dalam peran internasionalnya. Tesis ini mencoba membahas pengaruh modernisasi militer China terhadap kebijakan Amerika Serikat di Asia Pasifik. Dengan memakai pendekatan realis, penulis berusaha memahami strategi pertahanan dan militer China dalam menjaga kepentingan nasionalnya. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif analistis melalui penelitian kepustakaan. Kekuatan militer AS yang dominan menebabkan strategi yang digunakan oleh China tidak konfrontatif tetapi bersikap low profile. Dengan terus menaikan anggaran militernya pertahunnya dan melakukan modernisasi militer China, China dapat menjadi kekuatan regional mengimbangi dominasi pertahanan AS dan aliansinya di Asia Pasifik.
The modernisation of the China military was part of the strength of the military that continued to be developed by the China military. The strength of the China military was aimed to maintain the sovereignty of the country, maintain the national interests, maintain sources of energy and function as the regional strength. To achieve this aim, China needed the military strategy in order to faces the concern would the perception of the Chinese threat by carrying out diplomacy that China was the strength of peace, the China military was also active in his international role. This thesis tried to explain the impact of the China?s military modernization towards United States policies in the Asia Pacific region. By using the realist's approach, the writer tried to understand the defence strategy and the China military in maintaining his national interests. The research method that was used by the writer was descriptive analistis through the bibliography research. The strength of the US military that was dominant so the strategy that was used by China not confrontational but have an attitude low profile. China also developed the strategy peaceful rising countering the perception of the China Threat. By continue rising the budget of his military every year and carried out the modernisation of the China military, China could become the regional strength matched the domination of the US defence and his alliance.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T29236
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>