Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sigiro, Vindina Rettha Arianingrum
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang. Infeksi Cytomegalovirus (CMV) kongenital merupakan faktor non genetik yang paling sering menjadi penyebab terjadinya ketulian sensorineural pada bayi dan anak. Infeksi CMV dapat memberikan tanda dan gejala namun dapat juga tidak memberikan gejala pada yang terinfeksi. Ketulian akibat infeksi CMV kongenital tidak memiliki konfigurasi patognomik sehingga penelitian terhadap infeksi CMV kongenital pada pendengaran masih sangat diperlukan. Pengetahuan tentang ketulian akibat infeksi CMV kongenital di negara-negara luar yang semakin berkembang membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran gangguan pendengaran anak dengan infeksi CMV kongenital di Indonesia, khususnya RS Cipto Mangunkusumo. Tujuan. Mengetahui gambaran gangguan pendengaran pada anak usia 0-5 tahun yang mengalami infeksi CMV kongenital berdasarkan pemeriksaan DPOAE dan BERA click. Metode. Penelitian cross sectional ini dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada bulan November 2015-Mei 2016 pada 27 subjek anak usia 0-5 tahun yang telah didiagnosa terinfeksi CMV kongenital. Hasil. Gambaran gangguan fungsi pendengaran pada subjek anak usia 0-5 tahun dengan infeksi CMV kongenital berdasarkan pemeriksaan DPOAE dan BERA click pada unit telinga adalah tuli sensorineural sebanyak 58,0%. Didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik (p = 0,002) antara keterlambatan tumbuh kembang dengan terjadinya tuli sensorineural. Keterlambatan tumbuh kembang memiliki risiko 6,57 (CI 95%; 1,88 – 22,87) kali lebih besar dibandingkan pasien dengan tumbuh kembang normal untuk mengalami gangguan pendengaran sensorineural.
ABSTRACT
Background. Congenital cytomegalovirus (CMV) infection is a non genetical factor that is most commonly found asthe etiology of sensorineural hearing loss in infants and children. CMV does not always cause signs and symptoms.Hearing loss caused by CMV infection does not have a patognomonic configuration hence further research is needed. The development on the knowledge on hearing loss caused by congenital CMV infection in foreign countriesis the reason the author decide to investigate on the profile of hearing impairment in children with congenital CMV infection in Indonesia, especially in Cipto Mangunkusumo Hospital. Purpose. To know the profile of hearing impairment in children age 0-5 years old with congenital CMV infection based on DPOAE and BERA click. Methods.This cross-sectional study was conducted in Cipto Mangunkusum Hospital since November 2015-May 2016 in 27 subjects, children age 0-5 years old with congenital CMV infection. Results.Hearing impairment in subjects children age 0-5 years old with congenital CMV inefection, based on DPOAE and BERA click on ear unitsis 58,0% with sensorineural hearing loss. There is a significant relationship (p=0,002) between developmental delay and the incidence of sensorineural hearing loss. Developmental delay has a 6,57 times (CI 95%; 1,88 – 22,87) higher the risk for subjects to experience sensorineural hearing loss compared to normal development.;
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Dwi Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Infeksi CMV merupakan penyebab infeksi kongenital tersering di dunia yang menyebabkan kematian maupun kecacatan permanen misalnya keterlambatan perkembangan, gangguan pendengaran dan penglihatan. Prevalensi CMV dipengaruhi oleh letak geografis, status sosial ekonomi dan etnis. Prevalensi CMV kongenital di Amerika berkisar 0,5-1 , sementara di Negara berkembang 0,6-6,1 . Di Indonesia belum terdapat data prevalensi CMV kongenital. Penelitian ini adalah penelitan potong lintang untuk mengetahui prevalensi infeksi CMV pada neonatus yang lahir di RSCM. Penelitian dilakukan dari bulan Oktober 2016 sampai April 2017. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan teknik consecutive sampling tanpa randomisasi, mengikutsertakan semua neonatus berusia kurang dari 21 hari. Sampel urin dilakukan polymerase chain reaction PCR dan sequencing. Neonatus yang terinfeksi akan menjalani skrining kelainan fungsi pendengaran, penglihatan dan USG kepala serta pemantauan selama 6 bulan. Sebanyak 12 dari 205 5,9 subjek penelitian, terinfeksi CMV atas dasar pemeriksaan PCR dan sequencing CMV urin. Sebanyak 5 dari 12 bayi yang terinfeksi CMV menjalani perawatan dengan diagnosis sepsis dan prematuritas. Satu orang bayi yang terinfeksi CMV meninggal. Prevalensi infeksi CMV pada neonatus di RS Cipto Mangunkusumo adalah 5,9 . Sebanyak 2 subjek merupakan infeksi simtomatik, sementara 10 subjek asimtomatik. Manifestasi klinis yang terlihat adalah gejala sistemik berupa viral-like sepsis, kolestasis, trombositopenia, dan gejala neurologis berupa ventrikulomegali.
ABSTRACT CMV infection is the commonest cause of congenital infection, causing death or permanent disability such as delayed growth, hearing and sight problems. Prevalence of CMV infection is influenced by geographical location, socio economic status, and ethnicity. Prevalence of CMV infection in the US is around 0.5 1 , while in the developing countries varies from 0.6 6.1 . In Indonesia the prevalence of congenital CMV infection is unknown. This study is a cross sectional study to determine the prevalence of congenital CMV infection among neonates in Cipto Mangunkusumo hospital, held from October 2016 to April 2017. Subjects were recruited through consecutive sampling without randomization, from all neonates below 21 days old. Urine sample are collected for polymerase chain reaction PCR and sequencing of CMV. Infected neonates were screened for hearing and sight problems, brain ultrasound, and given a follow up program for 6 months. Twelve out of 205 subjects 5.9 were infected with CMV according to urine PCR and sequencing results. Five of them underwent hospitalization in the NICU due to sepsis and prematurity. One died during follow up. Prevalence of congenital CMV infection in Cipto Mangunkusumo hospital is 5.9 . Two subjects were considered as symptomatic infection, while the other ten asymptomatic. Clinical manifestation were systemic symptoms such as viral like sepsis, cholestasis, thrombocytopenia, and ventriculomegaly.
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mirta Hediyati Reksodiputro
Abstrak :
ABSTRAK Latar Belakang: Produk biologi yang merupakan rekayasa jaringan dapat membantu mempercepat proses penyembuhan luka. Salah satunya yang saat ini banyak digunakan dalam proses penyembuhan luka adalah Platelet Rich Plasma (PRP). Meskipun demikian PRP tidak memberikan hasil optimal, karena berbentuk cairan dan proses pembuatannya membutuhkan bovine thrombin yang bersifat xenologus. Selain itu sebagian besar faktor pertumbuhan telah dilepaskan saat awal aplikasi di luka. Produk biologi lainnya adalah Platelet Rich Fibrin Matrix (PRFM), yang merupakan generasi terbaru konsentrat trombosit yang menghasilkan fibrin alami. Pada operasi THT-KL khususnya plastik rekonstruksi, tandur kulit banyak digunakan untuk defek yang tidak dapat ditutup primer dengan jabir lokal. Dengan cara tersebut penyembuhan luka tandur kulit berlangsung lama, tandur kulit kontraktur dan hasilnya tidak optimal. Aplikasi PRFM pada implantasi tandur kulit diharapkan dapat meningkatkan mutu kesintasan tandur. Walaupun mekanisme kerja PRFM dalam mempercepat proses penyembuhan luka tandur kulit belum diketahui, secara in vitro mengarah pada adanya peran faktor pertumbuhan. Tujuan: Mendapatkan PRFM yang lebih baik dari PRP dalam mempercepat penyembuhan luka tandur kulit, tanpa menggunakan perangkat komersial, serta mengetahui peran faktor pertumbuhan dalam mempercepat penyembuhan luka tandur in vivo. Metode: Sebanyak 150 jaringan biopsi tandur kulit full thickness skin graft (FTSG) dan split thickness skin graft (STSG) yang diperoleh dari 5 ekor babi, dibagi menjadi tiga perlakuan yaitu tandur-kontrol, tandur-PRP, dan tandur-PRFM. Biopsi jaringan tandur dilakukan pada hari ke-1, -3, -7, -14 dan ke-30 sesuai fase penyembuhan luka. Jaringan biopsi dievaluasi secara histologi dengan pewarnaan hematoksilin eosin, trichrome Masson dan Picrosirius red; juga kadar TGFβ1 dan PDGF. Pemeriksaan makroskopik terhadap luka tandur kulit dilakukan dengan mengevaluasi hasil dokumentasi fotografi menggunakan program ImageJ. Pada awal penelitian diukur kadar faktor pertumbuhan TGFβ1 dan PDGF di PRP dan PRFM, serta dinilai karakteristik struktur mikroskopik, ukuran serat fibrin dan diameter trombosit PRFM menggunakan SEM. PRFM dibuat dari PRP tanpa menggunakan perangkat komersial. Hasil: Kadar faktor pertumbuhan, kepadatan sel PMN, sel makrofag, fibroblas, kepadatan kolagen tipe 1 dan kesintasan tandur-PRFM lebih baik dibandingkan tandur-PRP dan tandurkontrol. Diperoleh PRFM babi dan manusia yang memiliki struktur mikrokopik serat fibrin seperti jala dengan trombosit tersebar di serat fibrin. Karakter tersebut menyerupai PRFM yang diperoleh menggunakan perangkat komersial. Simpulan: Pemberian PRFM sebagai preparat trombosit autologus meningkatkan percepatan penyembuhan luka tandur kulit karena mengandung faktor pertumbuhan yang diperlukan pada penyembuhan luka. PRFM dapat dibuat tanpa perangkat komersial.
ABSTRACT Background: Biological products that are tissue engineered can help accelerate the wound healing process. One of the mostly used biological products for wound healing process is Platelet Rich Plasma (PRP). However, it has not provided optimal results, because of its liquid form, the development process that use xenologous bovine thrombin, and most of the growth factors will be released prior to its application on a wound. Another biological product is Platelet Rich Fibrin Matrix (PRFM), a new generation of concentrated blood platelets that produce natural fibrin. For facial plastic and reconstructive surgery, skin graft is often used on defects that cannot be covered primarily by local flap. By this method the wound healing of skin graft is slow, skin graft contracture occured and the results were not optimal. Application of PRFM in the skin graft implants is expected to increase the survival of the graft. Furthermore the mechanism of PRFM in accelerating wound healing process of skin graft is still unknown; reported in vitro studies showed the important role of growth factor. Objective: To obtain PRFM that is better then PRP in accelerating the healing process of skin graft wound, without using comersial devices. Also to investigate the role of growth factors in accelerating the healing process of skin graft wound by in vivo study. Methods:. 150 tissue biopsies of full thickness (FTSG) and split thickness (STSG) skin grafts were obtained from 5 porcines with three different treatments, control-graft, PRP-graft and PRFM-graft. Biopsy of each tissue-graft was done on day-1, -3, -7, -14 and -30 according to the phases of wound healing. Each tissue biopsy was evaluated by histopathology using hematoxyilin eosin, trichrome Masson and Picrosirius red stainings; measurement of the TGFβ1 and the PDGF levels was done by ELISA. Macroscopic examination towards skin graft wound was done by evaluating photographic documentation results using ImageJ program. The amount of TGFβ1 and PDGF in PRP and PRFM was determined at the beginning of this research, as well as evaluation of the microscopic structure characteristic, fibrin fiber size and platelets diameter in PRFM by using SEM. Results: TGFβ1 and PDGF levels, PMN cell, macrophage, fibroblast, and collagen type 1 density, as well as survival graft of PRFM addition were better compared to PRP and control. Porcine and human PRFM has microscopic fibrin fiber structure like nets with the platelets spread on fibrin fibers. This character of the PRFM is similar to the PRFM prepared by using a commercial device. Conclusion: Application of PRFM as an autologous thrombocyte preparation increase the acceleration of skin graft wound healing because it contains growth factors that are needed in wound healing.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library